Oleh:
NAMA : NOVIRATRI SURYADINI
NIM : P17230203122
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN BLITAR
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN
( ) (Eltrik Setiyawan,S.Kep.,Ns)
NIP. NIP. 198603092010011004
Laporan Pendahuluan
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Faringitis Akut
BAB I
KONSEP DASAR FARINGITIS AKUT
1.1 Pengertian
Faringitis akut adalah radang akut pada mukosa faring dan jaringan limfoid pada dinding
faring (Rospa, 2011). Menurut Vincent (2004) Faringitis akut adalah infeksi pada faring
yang disebabkan oleh virus atau bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan,
faring eksudat dan hiperemis, demam, pembesaran limfonodi leher dan malaise.
Pendapat lain di kemukakan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) Faringitis
merupakan peradangan akut membrane mukosa faring dan struktur lain di sekitarnya.
Karena letaknya yang sangat dekat dengan hidung dan tonsil, jarang terjadi hanya
infeksi local faring atau tonsil. Oleh karena itu, pengertian faringitis secara luas
mencakup tonsillitis, nasofaringitis, dan tonsilofaringitis. Berdasarkan pengertian diatas
maka dapat disimpulkan bahwa Faringitis akut adalah suatu peradangan akut yang
menyerang tenggorokan atau faring yang disebabkan oleh virus atau bakteri tertentu
yang di tandai dengan nyeri tenggorokan.
1.2 Etiologi/ Penyebab
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) Virus merupakan etiologi terbanyak
faringitis akut, terutama pada anak berusia < 3 tahun (prasekolah). Virus penyebab
penyakit respiratori seperti Adenovirus, Rhinovirus, dan virus parainfluenza dapat
menjadi penyebab faringitis. Virus Epstein Barr (Epstein Barr virus,EBV) dapat
menyebabkan faringitis, tetapi disertai dengan gejala infeksi mononikleosis seperti
splenomegali dan limfadenopati genelisata. Infeksi sistemik seperti infeksi virus
campak, virus Rubella, dan berbagai virus lainnya juga dapat menunjukan gejala
faringitis akut. Streptococcus ß hemolitikus grup A adalah bakteri penyebab terbanyak
faringitis akut. Bakteri tersebut mencakup 15 – 30 % dari penyebab faringitis akut pada
anak. Pendapat lain dikemukakan oleh Bibhat K Mandal (2006) etiologi dari faringitis
akut adalah : a. Streptococcus pygenes b. Virus EPSTEIN-BARR (EBV) c.
Corynebacterium diphtheria
1.3 Patofisiologi/ Pohon Masalah
Menurut Arif Mansjoer (2007) pathofisiologi dari faringitis akut adalah penularan terjadi
melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel kemudian bila epitel terkikis maka
jaringan limfoid superficial bereaksi terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi
leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian oedem dan
sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan cenderung
menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi, pembuluh
darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih, atau
abu – abu terdapat folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel dan bercak –
bercak pada dinding faring posterior atau terletak lebih ke lateral menjadi meradang dan
membengkak sehingga timbul radang pada tenggorok atau faringitis.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) patogenesis dari faringitis akut yaitu
bakteri maupun virus dapat secara langsung menginfasi mukosa faring yang kemudian
menyebabkan respon peradangan lokal. Rhinovirus menyebabkan iritasi mukosa faring
sekunder akibat sekresi nasal. Sebagian besar peradangan melibatkan nasofaring uvula,
dan palatum mole. Perjalanan penyakitnya ialah terjadi inokulasi dari agen infeksius di
faring yang menyebabkan peradangan local, sehingga menyebabkan eritema faring,
tonsil, atau keduanya. Infeksi streptokokus ditandai dengan invasi local serta
penglepasan toksin ekstraseluler dan protease. Transmisi dari virus yang khusus dan
SBHGA terutama terjadi akibat kontak tangan dengan secret hidung di bandingkan
dengan kontak oral. Gejala akan tampak setelah masa inkubasi yang pendek, yaitu 24-72
jam.
Pathway Faringitis
1.4 Tanda dan Gejala
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) Faringitis streptokokus sangat mungkin
jika di jumpai tanda dan gejala berikut: a. Awitan akut, disertai mual dan muntah b.
Faring hiperemis c. Demam d. Nyeri tenggorokan e. Tonsil bengkak dengan eksudasi f.
Kelenjar getah bening leher anterior bengkak dan nyeri g. Uvula bengkak dan merah h.
Ekskoriasi hidung disertai lesi impetigo sekunder i. Ruam skarlantina j. Petikie palatum
mole Menurut Wong (2010) manifestasi klinik dari faringitis akut : a. Demam (mencapai
40°C) b. Sakit kepala c. Anorexia d. Dysphagia e. Mual, muntah f. Faring edema atau
bengkak
1.5 Pemeriksaan Penunjang/ Diagnostik
a. Biopsi
Contoh jaringan untuk pemeriksaan dapat diperoleh dari saluran pernapasan
(sekitar faring) dengan menggunakan teknik endoskopi. Jaringan tersebut akan
diperiksa dengan mikroskop untuk mengetahui adanya peradangan akibat bakteri
atau virus.
b. Sputum
Pemeriksaan sputum makroskopik, mikroskopik atau bakteriologik penting
dalam diagnosis etiologi penyakit.Warna bau dan adanya darah merupakan
petunjuk yang berharga.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Sel darah putih (SDP): Peningkatan komponen sel darah putih dapat
menunjukkan adanya infeksi atau inflamasi.
d. Analisa Gas Darah
Untuk menilai fungsi pernapasan secara adekuat, perlu juga mempelajari hal-hal
diluar paru seperti distribusi gas yang diangkut oleh sistem sirkulasi
1.6 Penatalaksanaan
Menurut Wong (2009) penatalaksanaan terapeutik dari faringitis akut jika
terjadi infeksi tenggorokan akibat streptococcus, penisilin oral dapat diberikan
dengan dosis yang cukup untuk mengendalikan manifestasi local akut. Penisillin
memang tidak mencegah perkembangan glomerunefritis akut pada anak-anak
yang rentan namun dapat mencegah penyebab strein nefrogenik dari
streptococcus hemolitik ß grup A ke anggota keluarga lainnya. Antibiotic lain
yang di gunakan untuk mengobati streptococcus hemolitik ß grup A adalah
eritromisin, azitromisin, klaritromisin, sefalosporin seperti sefdinir (omnicef) dan
amoksisilin. Ampisilin atau amoksisilin selama 10 hari atau penisilin V
(fenoksimetilpenisilin) 2-4 kali sehari selama 10 hari. Kortrimolsasol tidak
direkomendasikan untuk nyeri tenggorok yang disebabkan oleh streptokokus
karena tidak efektif, jika penisilin V digunakan berikan 125mg dua kali sehari
selama 10 har
BAB II
KONSEP DASAR PROSES KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
FARINGITIS
2.1 Pengkajian Faringitis
a) Data Subyektif :
1. Identitas
Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan masa
nifas, misalnya pasien merasa kontraksi, nyeri pada jalan lahir karena adanya
jahitan pada perineum (Ambarwati, 2010). Keluhan utama pada ibu post partum
dengan luka perawatan episiotomi adalah nyeri dibekas luka jahitan.
3. Penyakit Kesehatan Sekarang
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit
yang diderita pada saat ini yang ada hubungannya dengan masa post partum
dan bayinya.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat
penyakit akut, kronis seperti: jantung, DM, hipertensi, asma yang dapat
mempengaruhi pada masa post partum ini.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh
penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan pasien dan bayinya, yaitu
apabila ada penyakit keluarga yang menyertainya, mengetahui apakah ada
riwayat penyakit menurun seperti: asma, jantung, DM, dan hipertensi dan
penyakit menular seperti asma/TBC (Prawirohardjo, 2005).
6. Riwayat Menstruasi
Untuk mengetahui kapan mulai menstruasi, siklus mentruasi, lamanya
menstruasi, banyaknya darah menstruasi, teratur / tidak menstruasinya sifat
darah menstruasi, keluhan yang dirasakan sakit waktu menstruasi disebut
disminorea (Estiwidani, 2008).
7. Riwayat Perkawinan
Pada status perkawinan yang ditanyakan adalah kawin syah, berapa kali,
usia menikah berapa tahun, dengan suami usia berapa, lama perkawinan, dan
sudah mempunyai anak belum (Estiwidani, 2008).
8. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu
Untuk mengetahui jumlah kehamilan dan kelahiran, riwayat persalinan
yaitu jarak antara dua kelahiran, tempat kelahiran, lamanya melahirkan, dan
cara melahirkan.
9. Riwayat Keluarga Berencana
Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan kontrapsi jenis
apa, berapa lama, adakah keluhan selama menggunakan kontrasepsi serta
rencana KB setelah masa nifas ini dan beralih ke kontrasepsi apa (Anggraini,
2010).
10. Riwayat Kehamilan Sekarang
Riwayat kehamilan sekarang meliputi :
a. Hari pertama, haid terakhir serta kapan taksiran persalinannya
b. Keluhan-keluhan pada trisemester I, II, III.
c. Dimana ibu biasa memeriksakan kehamilannya.
d. Selama hamil berapa kali ibu periksa
e. Penyuluhan yang pernah didapat selama kehamilan
f. Pergerakana anak pertama kali dirasakan pada kehamilan berapa
minggu
g. Imunisasi TT : sudah / belum imunisasi, berapa kali telah dilakukan
imunisasi TT selama hamil.
11. Riwayat Persalinan Sekarang
Untuk mengetahui tanggal persalinan, jenis persalinan, jenis kelamin
anak, keadaan bayi meliputi PB, BB, penolong persalinan. Hal ini perlu dikaji
untuk mengetahui apakah proses persalinan mengalami kelainan atau tidak
yang bisa berpengaruh pada masa nifas saat ini (Anggraini, 2010).
12. Pola Kebiasaan Selama Masa Post Partum
a. Nutrisi
Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, makan dengan diet
seimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup
serta serat-serat makanan yang cukup, sehingga proses penyembuhan
luka episiotomi lebih cepat. Ibu dianjurkan untuk minum sedikitnya 3
liter air setiap hari. Mengkonsumsi zat besi setidaknya selama 90 hari
post partum.
b. Eliminasi
Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang air
besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau serta kebiasaan
buang air kecil meliputi frekuensi, warna, jumlah (Ambarwati, 2010).
Pada ibu post partum dengan perawatan luka episiotomi biasanya
buang air besar secara spontan akan tertunda 2 – 3 hari setelah
melahirkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan,
pada saat buang air kecil juga akan merasakan nyeri pada luka
episiotomy (Bobak, 2005).
c. Istirahat / Tidur
Menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien, berapa jam pasien
tidur, kebiasaan sebelum tidur, kebiasaan mengkonsumsi obat tidur,
kebiasaan tidur siang. Istirahat sangat penting bagi ibu post partum
karena dengan istirahat yang cukup dapat mempercepat penyembuhan
(Anggraini, 2010).
d. Keadaan Psikologis
Untuk mengetahui kondisi psikologis tentang perasaan ibu
sekarang, apakah ibu merasa takut atau cemas dengan keadaan
sekarang.
e. Riwayat Sosial Budaya
Untuk mengetahui kehamilan ini direncanakan / tidak, diterima /
tidak, jenis kelamin yang diharapkan dan untuk mengetahui pasien dan
keluarga yang menganut adat istiadat yang akan menguntungkan atau
merugikan pasien khususnya pada post partum misalnya pada
kebiasaan makan dilarang makan ikan atau yang amis-amis
(Anggraini, 2010).
f. Penggunaan Obat-obatan / Rokok
Untuk mengetahui apakah ibu mengkonsumsi obat terlarang
ataukah ibu merokok baik sebelum atau selama masa kehamilan.
b) Data Obyektif :
Data objektif adalah data yang sesungguhnya dapat diobservasi dan dilihat oleh
tenaga kesehatan (Nursalam, 2008).
1. Keadaan Umum
Untuk mengetahui apakah ibu dalam keadaan baik, cukup atau kurang.
Pada kasus keadaan umum ibu baik.
2. Kesadaran
Untuk mengetahui tingkat kesadaran ibu apakah composmentis (sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya), apatis (tidak menanggapi rangsangan / acuh tak acuh, tidak
peduli), somnolen (kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh), sopor (keadaan yang menyerupai tidur),
koma (tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan
apapun, tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak
ada respon pupil terhadap cahaya) (Novi, 2009).
3. Tanda- tanda Vital
a. Tekanan Darah
Untuk mengetahui tekanan darah ibu. Pada beberapa kasus
ditemukan keadaan dimana jika ibu post partum merasakan nyeri maka
tekanan darah akan meningkat, tetapi keadaan ini akan menghilang
dengan sendirinya apabila tidak ada penyakit lain yang menyertainya
dalam 2 bulan pengobatan (Anggraini, 2010). Batas normalnya 110/60–
140/90 mmHg.
b. Nadi
Untuk mengetahui nadi pasien yang dihitung dalam menit. Batas
normal nadi berkisar antara 60 - 80 x/menit. Denyut nadi di atas 100
x/menit pada masa nifas adalah mengindikasikan adanya suatu infeksi,
hal ini salah satunya bisa diakibatkan oleh proses persalinan sulit atau
karena kehilangan darah yan berlebihan (Anggraini, 2010).
c. Suhu
Suhu badan wanita inpartu tidak lebih dari 37,2°C. Sesudah partus
dapat naik 0,5°C dari keadaan normal tetapi tidak melebihi 38°C. Suhu
normal manusia adalah 36,6°C-37,6°C. Suhu ibu post partum dengan
episiotomi dapat meningkat bila terjadi infeksi, atau tanda REEDA (+).
d. Respirasi
Untuk mengetahui frekuensi pernapasan pasien yang dihitung
dalam 1 menit. Batas normalnya 12 - 20 x/menit.
e. Tinggi Badan
Untuk mengetahui tinggi badan pasien.
f. LILA
Untuk mengetahui status gizi pasien.
4. Inspeksi
a. Rambut
Untuk mengetahui warna, kebersihan, mudah rontok atau tidak.
b. Muka
Untuk mengetahui keadaan muka pucat atau tidak adakah kelainan,
adakah oedema.
c. Mata
Untuk mengetahui oedema atau tidak conjungtiva, anemia / tidak, sklera
ikterik / tidak.
c. Abdomen
Untuk mengetahui Kontraksi uterus : keras / lemah, tinggi fundus uteri.
d. Ekstremitas
Untuk mengetahui ada cacat atau tidak oedema atau tidak terdapat
varices atau tidak.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk
mendukung penegakan diagnosa, yaitu pemeriksaan laboratorium, rontgen,
ultrasonografi, dan lain-lain.