PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
adalah sekitar 12 juta di Amerika Serikat (Kelley Struble, 2013). Adenovirus
merupakan virus penyebab faringitis akut yang paling sering, sedangkan S.
pyogenes ( b-hemolytic group A Streptococcus) merupakan bakteri penyebab
faringitis akut yang paling umum (Miriam T. Vincent, 2004).
Sebuah penelitian telah dilakukan pada Oktober 2009 hingga Januari 2010
di Hilla Teaching Hospital, Hilla, Iraq mengenai spesimen usap tenggorokan
dari 177 pasien yang menderita faringitis akut. Penelitian menunjukkan bahwa
67 hasil kultur dijumpai bakteri Beta Hemolytic Streptococcus, 11 penderita
(16,4%) dijumpai Streptococci Anginosus, group C dan F Streptococci
dijumpai sebanyak 6,2% dari semua spesimen sebagai penyebab faringitis
akut (Alaa H. Al-Charrakh, 2011).
Dari penelitian di Ohio State University, USA, 189 orang dewasa yang
menderita faringitis akut telah dilakukan kultur dan evaluasi serologi untuk
group A beta haemolytic streptococci (GABHS), Mycoplasma pneumoniae dan
Branhamella catarrhalis. 16 pasien terbukti terinfeksi GABHS dan seorang
pasien terinfeksi B. Catarrhalis. Penelitian faringitis akut yang dilakukan di
Department of Medicine, Louisiana State University, New Orleans, USA,
mendapati 92 orang yang menderita eksudatif faringitis akut (Marvez-Vall
EG, 1998). Penelitian dari Department of Emergency Medicine, Nazilli
General Hospital, Nazilli, Ayudin, Turkey dijumpai 103 pasien yang menderita
faringitis akut yang berumur antara 18 hingga 65 tahun serta mempunyai
keluhan nyeri tenggorokan (Tasar A, 2008).
2
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAAN
A. Definisi
Faringitis adalah inflamasi atau infeksi dari membran mukosa
faring atau dapat juga tonsilopalatina. Biasanya merupakan bagian dari
infeksi akut orofaring yaitu tongsilofaringitis akut atau bagian dari
influenza (rinofaringitis). (departemen kesehatan, 2007).
Faringitis merupakan perandangan dinding faring yang disebabkan
oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain.
Jaringan yang mungkin terlibat antara lain nasofaring, orofaring,
hipofaring, tonsil dan adenoid. (kementrian kesehatan republik indonesia,
2013)
B. Etiologi
Banyak mikroorganisme yang dapat menyebabkan faringitis yaitu,
virus (40-60%) bakteri (5-40%) respiratory viruses merupakan penyebab
pada faringitis yang paling banyak teridentifikasi dengan rhonvirus
(±20%) dan coronaviruses (±5%). Selain itu juga ada influenza virus,
parainfluenza virus, adenovirus, herpes simplex virus tipe 1 dan 2,
coxsackie virus A, cytomegalovirus dan epstein-barr virus (EBV). Selain
itu infeksi HIV juga dapat menyebabkan terjadinya faringitis.
Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh grup S.
Pyogenes dengan 5-15% penyebab faringitis pada orang dewasa. Grup A
streptococus merupakan penyebab faringitis yang utama pada anak-anak
berusia 5-15 tahun, ini jarang ditemukan pada anak berusia ≤3 tahun.
Bakteri penyebab faringitis yang lainnya (≤1%) antara lain neisseria
gonorrhoeae, corynebacterium difteriae, carynebacterium ulcerans,
4
yersinia eneterolitica dan trofonema pallidium, mycobacterium
tuberculosis.
Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang
menderita faringitis. Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang
dingin, turun nya daya tahan tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi,
konsumsi alkohol yang berlebihan.
C. Klasifikasi
1. Faringitis akut
Faringitis virus atau bakterialis akut adalah penyakit yang
sangat penting. Beberapa usaha yang dilakukan pada klasifikasi
peradangan akut yang mengenai dinding faring. Yang paling logis
untuk pengelompokan sejumlah infeksi-infeksi ini dibawah judul yang
relatif sederhana “faringitis akut”. Disini termasuk faringitis akut yang
terjadi pada pilek biasa sebagai akibat penyakit infeksi akut seperti
eksanterna atau influenza dan dari berbagai penyebab yang tidak biasa
seperti manifestasi herpes dan sariawan.
2. Faringitis kronis
a. Faringitis kronis hiperflasi
Faring kronis hiperflasi terjadi perubahan mukosa dinding
pusterior. Tampak mukosa menebal serta hipertrofi kelenjar limpe
dibawahnya dan dibelakang arkus faring posterior (lateral band).
Dengan demikian tampak mukosa dinding posterior tidak rata yang
disebut granuler.
b. Faringitis kronis atrofi (faringitis sika)
Faring kronis atropi sering timbul bersama dengan rinitis atrofi.
Pada riniitis atrofi udara pernafasan tidak diatur suhu serta
kelembapannya sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi
faring.
5
3. Faringitis Spesifik
1) Faringitis luetika
a) Stadium primer
kelainan pada stadium ini terdapat pada lidah,
palatum mole, tonsil, dan dinding faring posteior. Kelainan
ini berbentuk becak keputihan ditempat tersebut.
b) Stadium sekunder
Stadium ini jarang ditemukan. Pada stadium ini
terdapat pada dinding faring yang menjalar kearah laring.
c) Satdium tersier
Pada stadium ini terdapat guma. Tonsil dan
pallatum merupakan tempat prediknesi untuk tumbuhnya
guma. Jarang ditemukan guma di dinding faring posterior .
2) Faringitis tuberkulosa
Kuman tahan asam dapat menyerang mukosa palatum
mole, tonsil, palatum durum, dasar lidah dan epiglotis. Biasaya
infeksi didaerah faring merupakan proses sekunder dari
tuberkulosis paru, kecuali bila terjadi infeksi kuman tahan asam
jenis bovinum, dapa timbul tuberkulosis faring perimer.
D. Manefestasi klinis
Pada infeksi firus maupun bakteri, gejalanya sama yaitu nyeri
tenggorokan dan nyeri menelan. Selaput lendir yang melapisi faring
mengalami peradangan yang berat atau ringan dan tertutup oleh selaput
yang berwarna keputihan atau mengeluarkan nanah, tonsil menjadi
berwarna merah dan membengkak. Gejala lainnya adalah
1. Demam
2. Pembesaran kelenjar getah bening di leher
3. Peningkatan jumlah sel darah putih
6
Gejala tersebut bisa ditemukan pada infeksi karena virus maupun bakteri,
tetapi lebih merupakan gejala khas untuk infeksi karena bakteri.
E. Patofisiologi
Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus
dapat secara langsung menginflasi mukosa faring dan akan menyebabkan
respon inplamasi lokal. Kuman akan menginfiltrasi lapisan epitel, lalu
akan mengikis epitel sehingga jaringan limpoid supervisial bereaksi dan
akan terjadi pembendungan radang dengan inviltrasi leukosit
polimorponuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemis, kemudian
edema dan sekresi yg meningkat. Pada awalnya eksudat bersifat serosa
tetapi menjadi menebal dan kemudian cenderung menjadi kering dan dapat
melekat pada dinding faring. Dengan keadaan hiporemis, pembuluh darah
dinding faring akan melebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning,
putih atau abu- abu akan didapatkan didalam polikel atau jaringan limpoid.
Tampak bahwa polikel limpoid dan bercak – bercak pada dinding faring
posterior atau yang terletak lebih ke lateral akan menjadi meradang dan
membengkak. Virus-virus seperti Rhinovirus dan Coronavirus dapat
menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa farng akibat sekresi nasal
(Baile,2006: Adam 2009)
Infeksi sreptoccocal memiliki karakteristik khusus yaitu infasi
lokal dan pelepasan ekstra selular toxsin dan protease yang dapat
menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karena fragmen M protein
dari steptoccocus β hemolyticusgrup A memiliki struktur yang sama
7
dengan sarkolema pada miokard dan di hubungkan dengan demam
reomatik dan kerusakan katub jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan
gromerulonefritis akut karena fungsi glomerulus terganggu akibat
terbentuknya komplek antigen antibody (Baile, 2006 : Adam 2009)
F. Penatalaksanaan
1. Antibiotik golongan penilicin atau sulfanomida
a. Faringitis streptokokus palong baik diobati dengan penicilin (125-
250 mg penisilin V tiga kali sehari selama 10 hari)
b. Bila alergi penisilin dapat diberikan eritromisin (125mg/6 jam
untuk usia 0-2 tahun dan 250 mg/6 jam untuk 2-8 tahun) atau
klindamisin
2. Tirah baring
3. Pemberian cairan yang adekuat
4. Diet ringan
5. Obat kumur hangat
Berkumur dengan 3 gelas air hangat. Gelas pertama berupa air hangat
sehingga penderita dapat menahan cairan dengan rasa enak. Gelas kedua
dan ketiga dapat diberikan air yang lebih hangat. Anjurkan 2 jam, obatnya
yaitu :
a. Cairan saline isotonik (1/2 sendok teh garam dalam 8 oncesair
hangat)
b. Bubuk sodium perbonat ( 1 sendok teh bubuk dalam 8 ounces air
hangat). Hal ini terutama berguna pada infeksi vincent atau
penyakit mulut (1 ounce = 28 g)
6. Pendidikan kesehatan
a. Instruksikan pasien menghindari kontak dengan orang lain sampai
demam hilang. Hindari penggunaan alkohol, asap rokok, tembakau
dan polutan lain.
8
b. Anjurkan pasien banyak minum. Berkumur dengan larutan normal
salin dan pelega tenggorokan bila perlu.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pada pemeriksaan dengan mempergunakan spatel lidah, tampak tonsil
membengkak, hiperemis, terdapat detritus, berupa bercak (folikel,
lakuna, bahkan membran). Kelenjar submandibula membengkak dan
nyeri tekan, terutama pada anak.
2. Pemeriksaan Biopis
Contoh jaringan untuk pemeriksaan dapat diperoleh dari saluran
pernafasan (sekitar faring) dengan menggunakan teknik endoskopi.
Jaringan tersebut akan di periksa dengan mikroskop untuk mengetahui
adanya peradangan akibat bakteri atau virus.
3. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum makroskopik, mikroskopik atau bakteriologik
penting dalam diagnosis etiologi penyakit. Warna, bau adanya darah
merupakan petunjuk yang berharga
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Sel Darah Putih (SPD)
Peningkatan komponen sel darah putih dapat menunjukan adanya
infeksi atau inflamasi
b. Analisa Gas Darah
Untuk menilai fungsi pernafasan secara adekuat, perlu juga
mempelajari hal-hal diluar paru seperti distribusi gas yang
diangkat oleh sistem sirkulasi.
H. Komplikasi
Adapun komplikasi dari faringitis yaitu dapat dibagi dua, yaitu
komplikasi lokal dan general. Pada komplikasi lokal dapat terjadi
penyebaran langsung ke laring bagian inferior dimana terjadinya edema
epiglotis sehingga bisa menyebabkan obstruksi pernafasan. Komplikasi
9
umum dari faringitis(terutama terlihat dalam kasus faringitis bakteri)
termasuk sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis, dan pneumonia.
Komplikasi superatif pada faringiris bakteri hasil dari penyebaran infeksi
dan mukosa faring melalui hematogen, limfatik atau penyebaran langsung
(lebih umum infeksi grup A Streptokokus). Antara yang terjadi adalah
abses peritonsilar dan abses retrifaring. Selain komplikasi superatif,
komplikasi non superatif khusus untik infeksi (GAS) adalah demam
rematik akut (3-5 post infeksi) dan glomerulonefritis streptokokal dan juga
toxic schok syndrome
2. Pengobatan Mandiri
10
a. Minum cairan lebih banyak, termasuk air dingin, es krim untuk
melegakan tenggorokan
d. Jika usaha ini juga tidak berhasil, gunakan logenzes atau semburan
yang mengandungi bius (anastesi) setempat setiap 4-6 jam sekali
untuk menenangkan kadaan buat sementara waktu. Obat lozenges
ini tidak di sarankan untuk anak-anak
3. Pencegahan
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah faringitis
yaitu:
a. Cukuip beristirahat
b. Berkumur dengan air garam hangat beberapa kali sehari
c. Bagi perokok harus berhenti merokok
d. Banyak minum dan hindari makanan yang dapat menyebabkan
iritasi
e. Minum antibiotik, dan jika diperlukan dapat minum analgesik
f. Menghindari pemakaian pelembab udara yang berlebihan
g. Mencuci tangan secara teratur
h. Menghindari penggunaan alat makan yang terkena faringitis
11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Kasus
B. Pengkajian
1. Biodata
Nama : Ny. C
Umur : 26 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : perumahan Karawaci
C. Analisa Data
12
Q: pasien mengatakan nyeri seperti teriris
R: pasien mengatakan nyeri tidak menjalar
S: pasien mengatakan skala nyeri 5
T: pasien mengatakan nyeri saat menelan
Do: tonsil membesar dan faring tampak
merah
D. Intervensi Keperawatan
13
2. pilih dan implementasikan
tindakan yang beragam
(misalnya: farmakologi, non
farmakologi, interpersonal)
untuk memfasilitasi
penurunan nyeri sesuai
dengan kebutuhan
3. mulai dan modifikasi
tindakan pengontrol nyeri
berdasarkan respon pasien
2. Domain 11. Domain II. Kesehatan Fisiologi Domain 2. Fisiologi: Kompleks
Keamanan/Perlindungan Kelas I. Pengaturan Regulasi (lanjutkan)
Kelas 6. Termogulasi 0800 Termogulasi Kelas E. Termoregulasi
00007 Hipertemia Setelah di lakukan tindakan 3786 Perawatan hipertermia
keperawatan selama 16-30 menit 1. Monitor suhu tubuh
dengan kriteria hasil : menggunakan alat yang
sesuai (misalnya,
1. 080019 Hipertermia (2-4) pemeerikasaan rektal atau
2. 080018 Penurunan suhu kulit esofagus).
(2-4) 2. Berikan metode pendinginan
3. 080015 Melaporkan eksternal (misalnya, kompres
kenyaman suhu (2-4) dingin pada leher, asbdomen,
kullit kepala, ketiak dan
selangkangan serta selimut
dingin) sesuai kebutuhan.
3. Jauhkan pasien dari sumber
panas, tindakan
kelingkungan yang lebih
dingin.
14
3. Domain 2. Nutrisi Domain II. Kesehatan Fisiologi Dimain 1. Fisiologi dasar
Kelas 1. Makan Kelas K. Pencernaan dan Nutrisi Kelas F. Fasilitasi perawatan diri
000103 Gangguan 1013 Setatus menelan: Fase 1860 terapi menelan
menelan faringeal 1. Tentukan kemampuan
Setelah dilakukan tindakan pasien untuk memfokuskan
keperawatan selama 31-45 menit perhatian pada belajar atau
dengan kriteria hasil : melakukan tugas makan
dan menelan.
1. 101306 Meningkatnya usaha 2. Bantu pasien untuk
menelan (2-4 menempatkan makanan
2. 101311 Penerimaan makanan kemulut bagian belakang
(2-4) dan dibagian yang tidak
3. 101312 Hasil temuan (proses) sakit
menelan: Fase faringeal (2-4) 3. Konsultasikan dengan
terapis atau kedokter untuk
meningkatkan konsistensi
makanan pasien secara
bertahap.
E. Implementasi
15
(misalnya: farmakologi, non T : pasien mengatakan nyeri saat
farmakologi, interpersonal) menelan
untuk memfasilitasi O: tonsil masih membesar dan faring
penurunan nyeri sesuai dengan masih tampak merah
kebutuhan A: masalah keperawatan nyeri akut
3. memulai dan modifikasi belum teratasi
tindakan pengontrol nyeri P: lanjutkan intervensi
berdasarkan respon pasien - modifikasi tindakan pengontrol
nyeri berdasarkan repon pasien
16
3. Jum’at 20 1. menentukan kemampuan S: pasien mengatakan masih batuk-
Oktober 2017 pasien untuk memfokuskan batuk kering dan masih sakit saat
perhatian pada belajar atau menelan
melakukan tugas makan dan O: faring masih tampak merah, tonsil
menelan. masih membengkak dan kelenjar getah
2. membantu pasien untuk bening masih mengalami pembesaran
menempatkan makanan A: masalah keperawatan kesulitan
kemulut bagian belakang dan menelan belum teratasi
dibagian yang tidak sakit P: lanjutkan interfensi
3. mengkonsultasikan dengan - membantu pasien untuk
terapis atau kedokter untuk menempatkan makalan kemulut
meningkatkan konsistensi bagian belakang dan bagian yang
makanan pasien secara tidak sakit
bertahap - mengkonsultasikan dengan
terapis atau dokter untuk
meningkatkan konsistensi
makanan pasien secara bertahap
17
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Faringitis adalah inflamasi atau infeksi dari membran mukosa faring atau
dapat juga tonsilopalatina. Biasanya merupakan bagian dari infeksi akut
orofaring yaitu tongsilofaringitis akut atau bagian dari influenza
(rinofaringitis). (departemen kesehatan, 2007). Faringitis dapat dibedakan
menjadi faringitis akut, kronis, dan spesifik. Kebanyakan faringitis disebabkan
oleh virus sehingga tidak memerlukan pengobatan spesifik. Terapi hanyak
berbentuk suportif. Analgesik dan antipiretik di gunakan untuk menangani
demam dan nyeri. Paracetamol merupakan obat pilihan yang paling aman.
Selain itu, kebutuhan cairan juga harus dipantau. Cairan infus mungkin
diperlukan. Penggunaan antibiotik harus didasarkan pada hasil uji deteksi
antigen atau biakan. Kecuali ada dasar-dasar klinis dan epidemuilogi yang
kuat untuk mencurigai infeksi streptokokus.
B. Saran
Faringitis dapat dicegah sejak dini dengan pengaturan gaya hidup terutama
dalam pengonsumsian makanan dan orang perokok lebih rentan terkena
penyakit faringitis. Kita selaku tenaga kesehatan menginformasikan
bagaimana pencegahan, pengobatan yang dapat dilakukan oleh pasien
faringitis, sehingga tidak akan menimbulkan tingkat keparahan yang kronis.
DAFTAR PUSTAKA
Rusmarjono, Soepardi EA, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Dan
Tenggorokan Edisi Ketujuh, Cetakan Pertama, Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, jakarta, 2012. hl 95-8.
18
Adam GL. Diseases of the nasopharynx and oropharynx. In: boies
fundamentals of otolaryngology. Text book of ear, nose and throat
diseases 6 Ed. 2009. hl 332-69.
Bailey Bj, Johnson JT, American Acedemy of Otolaryngology-Head and Neck
Surgery. Lippincott Williams & Wilkins, Fourth Edition, Volume One,
2006. hl 601-13
19