Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA FARINGITIS

Oleh:
Ni Made Vivin Yunitharini Yastrawan
18089014059

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG
2021

i
Asuhan Keperawatan Faringitis
A. Konsep Dasar Teori
1. Definisi
Faringitis adalah peradangan pada selaput lendir yang melapisi bagian belakang
tenggorokan atau faring. Peradangan ini bisa menyebabkan ketidaknyamanan,
kekeringan dan kesulitan menelan. Faringitis dapat disebabkan akibat infeksi maupun
non-infeksi. Faringitis adalah kondisi umum yang jarang berkembang menjadi penyakit
serius. Peradangan ini biasanya bisa sembuh dengan sendirinya dalam waktu kuran lebih
seminggu.

2. Epidemiologi

Faringitis terjadi pada semua umur dan tidak dipengaruhi jenis kelamin, tetapi
frekuensi yang paling tinggi terjadi pada anak-anak. Faringitis akut jarang ditemukan pada
usia dibawah 1 tahun. Insedensi meningkat dan mencapai puncaknya pada usia 4-7 tahun,
tetapi tetap berlanjut sepanjang akhir masa anak-anak dan kehidupan dewasa. Kematian
akibat faringitis jarang terjadi tetapi dapat terjadi sebagai hasil dari komplikasi penyakit
ini.

3. Etiologi

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus (40-60%),
bakteri (5-40%), alergi, trauma iritan dll. Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun
bakteri.

1. Virus yaitu Rhinovirus, Adenovirus, Parainfluenza, Coxsackievirus, Epstein-Barr


Virus, Herpes virus.

2. Bakteri yaitu, Streptococcus B hemolyticus group A, Chlamydia, Corynebacterium


diphtheria, Hemophilus influenza, Neisseria gonorrhoeae. Jamur yaitu Candida
jarang terjadi kecuali pada penderita imunokompromis yaitu mereka dengan HIV dan
AIDS, iritasi makanan yang merangsang sering merupakan factor pencetus atau yang
memperberat (Fitry, 2001).

Factor risiko lain penyebab faringitis akut yaitu udara yang dingin, turunnya daya
tahan tubuh yang disebabkan infeksi virus influenza, konsumsi makanan yang kurang
gizi, konsumsi alcohol yang berlebihan, merokok dan seseorang tinggal dilingkungan kita
yang menderita sakit tenggorokan atau demam (Gore, 2013 dalam Anonim, 2011).

Sebagian besar pasien faringitis pediatric adalah laki-laki dimana perbandingan


persentase pasien faringitis pediatric laki-laki dan wanita adalah 62% dan 38%.
Faringitis paling sering terjadi pada anak-anak dengan umur 2-4 tahun (68,2%), diikuti
dengan anak-anak pada umur lebih dari empat tahun sampai enam tahun (28%).
Diketahui persebaran umur anak yang paling sering terinfeksi faringitis yaitu umur 2-4

2
tahun (68,2%). Streptococcus group A merupakan bakteri yang paling sering
menyebabkan gangguan saluran pernapasan, salah satunya adalah faringitis.
Immunoglobulin yang paling banyak terdapat pada saluran pernapasan yaitu
immunoglobulin A(IgA) (Abbas, 2007 dalam Dewi dkk, 2013). Pada anak-anak
immunoglobulin ini belum berkembang secara sempurna dibandingkan dengan orang
dewasa (Factor, 2005 dalam Dewi dkk, 2013). Hal inilah yang menyebabkan faringitis
lebih berisiko pada anak-anak.

4. Patofisiologi dan Pathway


Pada faringitis disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara langsung
menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman menginfiltrasi
lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi,
terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium
awal terdapat hipereremi, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-
mula serosa tapi menjadi menebal dan kemudian cenderung menjadi kering dan dapat
melekat pada dinding faring. Dengan hipereremi, pembuluh darah dinding faring menjadi
lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel
atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring
posterior atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak. Virus-virus
seperti Rhinovirus dan Coronavirus dapat menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa
faring akibat sekresi nasal. Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi
local dan pelepasan extracellular toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan yang hebat karena fragmen M protein dari Group A streptococcus memiliki
struktur yang sama dengan sarkolema pada myocard dan dihubungkan dengan demam
rheumatic dan kerusakan katup jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan akut
glomerulonephritis karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks
antigen-antibodi (Price,2005).

3
Pathway
Factor Presdisposisi: asap rokok, jenis makanan, hiegene mulut buruk, pengaruh cuaca,
kelelahan fisik, riwayat pengobatan tidak adekuat.

Rendahnya sistem imun

Invasi kuman pathogen


(bakteri/virus)

Penyebaran limfogen

Faring & tonsil

Proses inflamasi Demam hipertermia

Tonsilitis akut Faringitis

Sulit makan Pembesaran tonsil Pembesaran faring(adenoid)


& minum
Nyeri Akut
Kelemahan Produksi mucus
meningkat, sesak napas
ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh

Intoleransi aktivitas

Penyempitan nasofaring

Sirkulasi udara terhambat

Terbatasnya gerakan torus tubarius

Obstruksi mekanis dan penekanan pada lumen tuba

Otitis Media Efusi (OME)

4
5. Klasifikasi Faringitis

Faringitis terbagi atas beberapa jenis antara lain:

1. Faringitis Akut

a. Faringitis viral

Dapat disebabkan oleh Rinoviru, Adenovirus, Epstein Barr Virus(EBV), virus


influenza, Coxsachievirus, Cytomegalovirus dll. Gejala dan tanda biasanya terdapat
demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan, sulit menelan. Pada pemeriksaan
tampak faring dan tonsil hipereremis. Virus influenza, Coxsachievirus dan
Cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan
lesi vesicular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash. Pada adenovirus
juga menimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada anak. Epstein bar virus
menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak.
Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan
hepatosplenomegali. Faringitis yangdisebabkan HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri
tenggorokan, nyeri menelan, mual dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring
hipereremis terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah.

b. Faringitis bacterial

Infeksi Streptococcus B hemolyticus group A merupakan penyebab faringitis


akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%). Gejala dan tanda biasanya
penderita mengeluhkan nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai
demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk. Pada pemeriksaan tampak
hasil tonsil membesar, faring dan tonsil hipereremis dan terdapat eksudat
dipermukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan
faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri apabila ada
penekanan. Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus B hemolyticus group A
dapat diperkirakan dengan menggunakan Centor criteria, yaitu:

1) Demam

2) Anterior Cervikal lymphadenopathy

3) Eksudat tonsil

4) Tidak adanya batuk

Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor satu. Bila skor 0-1 maka pasien tidak
mengalami faringitis akibat infeksi bakteri Streptococcus B hemolyticus group A. bila
skor 1-3 maka pasien memiliki kemungkinan 40% terinfeksi streptococcus B
hemolyticus group A dan bila skor empat pasien memiliki kemungkinan 50%
terinfeksi streptococcus B hemolyticus group A (Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2014 dalam Anonim, 2011).

5
c. Faringitis fungal

Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring. Gejala dan tanda
biasanya terdapat keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan
tampak plak putih di orofaring dan mukosa faring lainnya hipereremis. Pembiakan
jamur ini dilakukan dalam agar sabouround dextrose.

d. Faringitis gonorea

Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital.

2. Faringitis kronik

1) Faringitis kronik hiperplastik

Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior


faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral hiperplasi. Pada
pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata, bergranular. Gejala dan
tanda biasanya pasien mengeluh mula-mula tenggorokan kering dan gatal akhirnya
batuk yang bereaksi.

2) Faringitis kronik atrofi

Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada
rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga
menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring. Gejala dan tanda biasanya pasien
mengeluhkan tenggorokan kering dan tebal serta mulut berbau.pada pemeriksaan
tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak
mukosa kering.

3. Faringitis spesifik

1) Faringitis tuberculosis

Merupakan proses sekunder dari tuberkuosis paru. Pada infeksi kuman tahan
asam jenis bovinum dapat timbul tuberculosis faring primer. Cara infeksi eksogen
yaitu kontak dengan sputum yang mengandung kuman atau inhalasi kuman melalui
udara. Cara infeksi endogen yaitu penyebaran melalui darah pada tuberculosis
miliaris. Bila infeksi timbul secara hematogen maka tonsil dapat terkena pada kedua
sisi dan lesi sering ditemukan pada dinding posterior faring, arkus faring anterior,
dinding lateral hipofaring, palatum mole dan palatum durum. Kelenjar regional leher
membengkak, saat ini penyebaran secara limfogen. Gejala dan tanda biasanya pasien
dalam keadaan umum yang buruk karena anoreksia dan odinofagia. Pasien mengeluh
nyeri yang hebat di tenggorokan, nyeri di telinga atau otalgi serta pembesaran
kelenjar limfa servikal.

6
2) Faringitis luetika

Treponema pallidum(Syphilis) dapat menimbulkan infeksi di daerah faring,


seperti juga penyakit lues di organ lain. Gambaran klinik tergantung stadium
penyakitnya. Kelainan stadium primer terdapat pada lidah, palatum mole, tonsil dan
dinding posterior faring berbentuk bercak keputihan. Apabila infeksi terus
berlangsung akan timbul ulkus pada daerah faring seperti ulkus ada genaetalia yaitu
tidak nyeri dan didapatkan pula pembesaran kelenjar mandibular yang tidak nyeri
tekan. Kelainan stadium sekunder jarang ditemukan, namun dapat terjadi eritema
pada dinding faring yang menjalar kea rah laring. Kelainan stadium tersier terdapat
pada tonsil dan palatum, jarang ditemukan pada dinding posterior faring. Pada
stadium tersier biasanya terdapat guma, guma pada dinding posterior faring dapat
meluas ke vertebrata servikal dan apabila pecah akan menyebabkan kematian. Guma
yang terdapat di palatum mole, apabila sembuh akan membentuk jaringan parut yang
dapat menimbulkan gangguan fungsi palatum secara permanen. Diagnosis dilakukan
dengan pemeriksaan serologic, terapi penisilin dengan dosis tinggi merupakan pilihan
utama untuk menyembuhkannya (Rusmarjono dan Hermani, 2007 dalam Anonim,
2011).

6. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang
menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala umum seperti
lemas, anoreksia, demam, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher.
Gejala khas berdasarkan jenisnya, yaitu:
a. Faringitis viral (umumnya oleh rhinovirus) diawali dengan gejala rhinitis dan
beberapa hari kemudian timbul faringitis. Gejala lain demam disertai rinorea dan
mual.
b. Faringitis bacterial, nyeri kepala hebat, muntah, kadang disertai demam dengan
suhu yang tinggi, jarang disertai batuk.
c. Faringitis fungal, terutama nyeri tenggorokan dan nyeri menelan.
d. Faringitis kronik hiperplastik, mula-mula tenggorookan kering, gatal dan
akhirnya batuk yang berdahak.
e. Faringitis atrofi, umumnya tenggorokan kering dan tebal serta mulut berbau.
f. Faringitis tuberculosis, nyeri hebat pada faring dan tidak berespon dengan
pengobatan bacterial non spesifik.
g. Bila dicurigai faringitis gonorea atau faringitis luetika, ditanyakan riwayat
hubungan seksual (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pada pemeriksaan dengan mempergunakan spatel lidah, tampak tonsil membengkak,
hipereremis, terdapat detritus, berupa bercak(folikel, lacuna, bahkan membrane).
Kelenjar submandibular membengkak dan nyeri tekan terutama pada anak.

7
b. Pemeriksaan biopsy
Contoh jaringan untuk pemeriksaan dapat diperoleh dari saluran pernapasan(sekitar
faring) dengan menggunakan teknik endoskopi. Jaringan tersebut akan diperiksa
dengan mikroskop untuk mengetahui adanya peradangan akibat bakteri atau virus.
c. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum makroskopik, mikroskopik atau bakteriologik penting dalam
diagnosis etiologi penyakit. Warna baud an adanya darah merupakan pentunjuk yang
berharga.
d. Pemeriksaan laboratorium
a) Leukosit: terjadi peningkatan (Nilai normal 9000-12.000/mm3)
b) Hemoglobin: terjadi penurunan (Nilai normal 10-16 gr/dL)
c) Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat (Nurarif dan
Kusuma, 2015)
8. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan farmakologi
a. Topical
a) Obatk kumur antiseptic
b) Menjaga kebersihan mulut
c) Pada faringitis fungal diberikan nystatin 100.00-400.000 2 kali sehari
d) Faringitis kronik hiperplastik terapi local dengan melakukan kaustik faring
dengan memakai zat kimia larutan nitras argentin 25%
b. Oral sistemik
a) Anti virus metisoprinol (isoprenosine) diberikan pada infeksi virus dengan dosis
60-100 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian perhari.
b) Faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya streptococcus group
A diberikan antibiotic yaitu penicillin G benzatin 3x50.000 U/kgBB?IM dosis
tunggal atau amoksilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama sepuluh hari
dan pada dewasa 3x500 mg selama 6-10 hari atau eritromisin 4x500 mg/hari.
Selain antibiotic juga diberika kortikosteroid karena steroid telah menunjukkan
perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi inflamasi. Steroid yang dapat
diberikan berupa deksametason 3x0,5 mg pada dewasa selama tiga hari dan pada
anak-anak 0,01 mg/kgBB/hati dibagi tiga kali pemberian selama tiga hari.
c) Faringitis gonorea, sefalosporin generasi ke-3, Ceftriakson 2 gr IV/IM single
dose.
d) Faringitis kronik hiperplastik, jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif
atau ekspektoran. Penyakit hidung dan sinus paranasal harus diobati.
e) Faringitis kronik atrofi pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofi.
f) Untuk kasus faringitis kronik hiperplastik dilakukan kaustik sekali sehari selama
3-5 hari.

8
2. Penatalaksanaan non farmakologi
a) Terapi pokok
Penatalaksanaan komprehensif penyakit faringitis akut, yaitu:
1) Istirahat cukup
2) Minum air putih yang cukup
3) Berkumur denga air yang hangat
4) Konseling edukasi:
(a) Memberitahu keluarganya untuk menjaga daya tahan tubuh dengan
mengkonsumsi makan bergizi dan olahraga teratur
(b) Memberitahu keluarga untuk berhenti merokok
(c) Memberitahu keluarga untuk menghindari makan-makanan yang dapat
mengiritasi tenggorokan
(d) Memberitahu keluarga dan pasien untuk selalu menjaga kebersihan mulut
(e) Memberitahu keluarga untuk mencuci tangan secara teratur (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
9. Komplikasi
Komplikasi penyakit faringitis, antara lain:
a. Otitis media akut
b. Abses peri tonsil
c. Abses para faring
d. Toksenia
e. Septikinia
f. Bronchitis
g. Nefritis akut
h. Miokarditis
i. Artritis
Beberapa komplikasi lain dari faringitis ini yaitu:
a. Demam scarlet, yang ditandai dengan demam dan bintik kemerahan
b. Demam reumatik, yang dapat menyebabkan inflamasi sendi atau kerusakan pada katup
jantung. Pada Negara berkembang, sekitar 20 juta orang mengalami demam reumatik
akut yang mengakibatkan kematian. Demam reumatik merupakan komplikasi yang
paling sering terjadi dari faringitis.
c. Glomerulonephritis. Komplikasi berupa glomeluronefritis akut merupakan respon
inflamasi terhadap protein M spesifik. Kompleks antigen-antibodi yang terbentuk
berakumulasi pada glomerulus ginjal yang akhirnya menyebabkan glomerulonefritis
ini.
d. Abses peritonsilar biasanya disertai dengan nyeri faringeal, disfagia, demam dan
dehidrasi.
e. Shock (Fauci et al, 2008).

9
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Faringitis
1. Pengkajian Keperawatan
1) Identitas pasien
Frekuensi munculnya faringtis lebih sering pada populasi anak-anak. Kira- kia 15-
30% kasus faringitis pada anaak-anak usia sekolah dan 10% kasus faringitis pada
orang dewasa. Faringitis jarang terjadi pada anak-anak kurang dari tiga tahun
(Acerra, 2010 dalam Anonim, 2011). Sebagian besar pasien faringitis pediatric
adalah laki-laki dimana perbandingan persentase pasien faringitis pediatric laki-laki
dan wanita adalah 62% dan 38%. Faringitis paling sering terjadi pada anak-anak
dengan umur 2-4 tahun (68,2%), diikuti dengan anak-anak pada umur lebih dari
empat tahun sampai enam tahun (28%). Diketahui persebaran umur anak yang paling
sering terinfeksi faringitis yaitu umur 2-4 tahun.
2) Pengkajian riwayat keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan meliputi beberapa pengkajian antara lain:
1. Keluhan utama
Pada pengkajian ini didata mengenai keluhan utama yang dirasakan oleh pasien.
Biasanya pasien mengeluh sakit tenggorokan, nyeri ketika menelan makanan,
demam dll.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian pada penyakit sekarang yaitu pasien dikaji mengenai apa yang
dikeluhkan dan bagaimana keadaan pasien saat ini. Keluhan yang di derita pasien
dengan faringitis dari awal keluhan dirumah sebelum masuk ke rumah sakit
sampai yang dirasakan keluhan di rumah sakit.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Pengkajian pada riwayat penyakit dahulu yaitu pengkajian mengenai penyakit
yang pernah diderita pasien pada masa sebelumnya. Riwayat kesehatan dahulu
dapat diketahui dengan menanyakan mengenai riwayat kelahiran, imunisasi,
penyakit yang pernah diderita (faringitis berulang, ispa, otitis media) dan riwayat
hospitalisasi yang pernah dialami pasien. Selain itu ditanyakan juga riwayat
penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti malnutrisi.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Pengkajian riwayat kesehatan keluarga diperlukan untuk mengetahui apakah dari
keluarga pasien pernah menderita penyakit yang serupa atau penyakit keturunan
seperti: hipertensi, diabetes mellitus, kanker, dst. Selain itu juga ditanyakan
apakah ada anggota keluarga lain yang menderita sakit saluran pernapasan.
3) Pengkajian pola kesehatan
Pengkajian pola kesehatan meliputi:
1. Presepsi dan pemeliharaan kesehatan
Adanya tanda dan gejala yang dapat menyebabkan pasien mencari pertolongan
mengenai kesehatan seperti: nyeri pada tenggorokan, susah untuk menelan,

10
peningkatan suhu tubuh, kelemahan hebat, kehilangan perhatian pada
lingkungan.
2. Pola nutrisi atau metabolic
Pasien mengeluhkan mual muntah, anoreksia, berat badan menurun karena intake
makanan berkurang, nyeri menelan dan nafas berbau.
3. Pola eliminasi
Pola eliminasi klien yang harus dikaji oleh perawat meliputi:
a. Kebiasaan pola buang air kecil: frekuensi, jumlah (cc), warna, bau, nyeri,
mokturia, kemampuan mengontrol BAK, adanya perubahan lain.
b. Kebiasaan pola buang air besar: frekuensi, jumlah (cc), warna, bau, nyeri,
mokturia, kemampuan mengontrol BAB, adanya perubahan lain, ada darah
dalam feces dan di rektum.
c. Kemampuan perawatan diri: kekamar mandi, kebersihan diri
d. Penggunaan bantuin untuk ekskresi
4. Pola aktivitas dan latihan
Pasien dengan tonsilofaringitis biasanya ketika melakukan aktivitas mudah lelah
dan lemah karena intake makanan dan cairan berkurang.
5. Pola tidur dan istirahat
Pasien sering mengeluhkan gelisah saat tidur karena adanya rasa nyeri di
tenggorokan.
6. Pola kognitif dan perseptual
Pasien dengan tonsilofaringitis yang tidak segera ditangani (parah) biasanya
pendengaran dan fokus perhatiannya berkurang atau menyempit, kemampuan
berfikir abstrak menurun, kehilangan perhatian untuk lingkungan.
7. Pola presepsi diri
Pasien dengan tonsilofaringitis sering mengalami penurunan harga diri,
perubahan konsep diri dan body image, menurunnya harga diri, menurunnya
tingkat kemandirian dan perawatan diri.
8. Pola peran dan hubungan
Tonsilofaringitis apabila tidak ditangani dapat membuat pasien tidak dapat
menjalankan sekolah sehingga dapat menyebabkan penurunan kontak social dan
aktivitas pada pasien.
9. Pola manajemen koping-stress
Kecemasan pasien terhadap hospitalisasi.
10. Sistem nilai dan keyakinan
Latar belakang etnik dan budaya pasien, status ekonomi, perilaku kesehatan
terkait nilai atau kepercayaan, tujuan hidup pasien, pentingnya agama bagi
pasien, akibat penyakit terhadap aktivitas keagamaan. Adanya kecemasan dalam
sisi spiritual akan menyebabkan masalah yang baru yang ditimbulkan akibat dari
ketakutan akan kematian dan akan menganggu kebiasaan ibadahnya.

11
4) Pemeriksaan fisik
1. Kepala
a. Inspeksi: bagaimana keadaan persebaran rambut dan keadaan wajah.
b. Palpasi: diraba apakah ada benjolan di kepala.
2. Leher
a. Inspeksi: biasanya ada pembesaran di daerah leher
b. Palpasi: teraba adanya pembesaran di daerah leher.
3. Mulut dan faring
a. Inspeksi: keadaan mukosa bibir kering atau lembab, biasanya nafas pasien
berbau , adanya pembesaran di daerah faring atau tonsil.
4. Thorak/dada
a. Inspeksi: dilihat apa dada simetris, tampak atau tidak menggunakan otot
bantu pernapasan.
b. Palpasi: adanya benjolan massa atau tidak.
c. Perkusi: bagaimana bunyi jantung dan paru-paru.
d. Auskultasi: bagaimana suara s1 dan s2, tunggal atau terdapat bunyi
tambahan.
5. Abdomen
a. Inspeksi: simetris atau tidak betuk abdomen, ada jejas atau tidak.
b. Palpasi: ada benjolan atau tidak, ada distensi abdomen atau tidak.
c. Auskultasi: berapa bising usus.
6. Ekstremitas
a. Inspeksi: adanya edema apa tidak di bagian ekstremitas atas maupun bawah.
b. Palpasi: terdapat massa dan penimbunan cairan atau tidak.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan ditandai dengan susah menelan.
b. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi ditandai dengan infeksi orofaring.
c. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleran aktivitas ditandai dengan
gerakan lambat.

12
No Diagnosa NOC Intervensi (NIC)
1. Ketidakseimbangan nutrisi: Noc Label : Nic Label :
kurang dari kebutuhan Status menelan Terapi menelan
tubuh berhubungan dengan Kriteria Hasil : 1. Monitor hidrasi tubuh (misalnya
ketidakmampuan mencerna Klien tidak merasakan intake, output, turgor kulit,
makanan ditandai dengan tidak nyaman dengan membrane mukosa).
susah menelan. menelan. 2. Instruksikan keluarga/pemberi
perawatan bagaimana cara
memposisikan, memberi makan dan
memonitor klien.
3. Sediakan periode istirahat sebelum
makan/latihan untuk mencegah
kelelahan.
2. Nyeri akut berhubungan Noc Label: Nic Label : pemberian obat
dengan inflamasi ditandai Kepuasan klien: 1. Pertahankan aturan dan prosedur yang
dengan infeksi orofaring. manajemen nyeri sesuai dengan keakuratan dan
Kriteria Hasil : keamanan pemberian obat-obatan.
Klien mampu 2. Ikuti prosedur lima dasar dalam
mengambil tindakan pemberian obat.
untuk mengurangi 3. Beritahukan klien mengenai jenis
nyeri. obat, alasan pemberian obat, hasil
yang diharapkan dan efek lanjutan
yang akan terjadi sebelum pemberian
obat.
4. Bantu klien dalam pemberian obat
3. Hipertermi berhubungan Noc Label : Nic Label : Perawatan Hipertermia
dengan proses penyakit. Termoregulasi. 1. Monitor tanda-tanda vital
Kriteria Hasil : 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
1. Hipertermia pada 3. Berikan metode pendinginan
klien bisa teratasi. eksternal (misalnya kompres dingin
2. Adanya penurunan pada leher , abdomen, kulit kepala,
suhu tubuh pada ketiak, selangkangan, selimut
klien. dingin),sesuai kebutuhan.
4. Monitoring suhu tubuh menggunakan
alat yang sesuai (misalnya,
pemeriksaan rektal atau esofagus
4. Hambatan mobilitas fisik Noc Label : Nic Label: Terapi Nutrisi
berhubungan dengan Status kesehatan 1. Monitor intake makanan/cairan dan
intoleran aktivitas ditandai pribadi hitung masukan kalori perhari,
dengan gerakan lambat. Kriteria Hasil: sesuai kebutuhan.
1). Klien mampu 2. Dorong klien untuk memilih
mengontrol status makanan setengah lunak, jika klien

13
nutrisi mengalami kesulitan menelan
karena menurunnya jumlah saliva.
3. Bantu klien untuk memilih
makanan yang lunak, lembut dan
tidak mengandung asam, sesuai
kebutuhan.
4. Sediakan [bagi] klien makanan dan
miuman bernutrisi yang tinggi
protein, tinggi kalori dan mudah
dikonsumsi, sesuai kebutuhan.

3. Implementasi keperawatan

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana


keperawatan yang telah di susun pada tahap perencanaan.

4. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan. Semua
tahap proses keperawatan (Diagnosa, tujuan untervensi) harus di evaluasi,
dengan melibatkan klien, perawatan dan anggota tim kesehatan lainnya dan
bertujuan untuk menilai apakah tujuan dalam perencanaan keperawatan
tercapai atau tidak untuk melakukan perkajian ulang jika tindakan belum
hasil.

14
Daftar Pustaka
Anonim. 2019. Faringitis. https://www.halodoc.com/kesehatan/faringitis. Diakses
pada tanggal 17 januari 2021, pada pukul 21.26 WITA.

Anonim. 2020. Komplikasi faringitis. https://www.alodokter.com/faringitis. Diakses


pada tanggal 17 januari 2021, pada pukul 22.02 WITA.

Dila. 2015. Makalah faringitis. https://id.scribd.com/doc/284031215/makalah-


faringitis. Diakses pada tanggal 17 januari 2021, pada pukul 21.37 WITA.

Hr Puetry. 2020. Klasifikasi faringitis.


https://id.scribd.com/document/442410474/LAPORAN-PENDAHULUAN-
faringitis. Diakses pada tanggal 17 januari 2021, pada pukul 21.48 WITA.

Wahyuni ammy. Tt. Faringitis. https://www.academia.edu/8947589/FARINGITIS.


Diakses pada tanggal 17 januari 2021, pada pukul 22.05 WITA.

15

Anda mungkin juga menyukai