Anda di halaman 1dari 32

1

BAB I

PENDAHULUAN

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan


oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin dan lain-lain. Virus
dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reksi inflamasi lokal.
Infeksi bakteri grup A Streptokokus β hemolitikus dapat menyebabkan kerusakan
jaringan yang hebat, karena bakteri ini melepaskan toksin ekstraselular yang dapat
menimbulkan demam reumatik, kerusakan katup jantung, glomerulonefritis akut
karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antibodi. 1
Bakteri ini banyak menyerang anak usia sekolah, orang dewasa dan jarang
pada anak umur kurang dari 3 tahun. Penularan infeksi melalui sekret hidung dan
ludah (droplet infection).Virus adalah penyebab faringitis akut yang paling sering
terjadi pada anak-anak dan remaja. Virus pada saluran pernapasan antara lain
virus influenza, virus parainfluenza, rhinovirus, coronavirus, adenovirus,
metapneumovirus, virus syncytial pada pernapasan, enterovirus (coxsackievirus,
echovirus), virus herpes simpleks (HSV), dan virus Epstein-Barr (EBV) ) sering
menjadi penyebab faringitis.1,3
Faringitis EBV sering disertai dengan temuan klinis lain dari infeksi
mononukleosis yaitu Limfadenopati menyeluruh dan splenomegali. Selain itu
dapat bersifat eksudatif yang tidak dapat dibedakan dengan faringitis GAS (grup
A Streptokokus β hemolitikus. Faringitis HSV sering dikaitkan dengan stomatitis
pada anak-anak dan cenderung mempengaruhi mukosa mulut anterior termasuk
gingiva, mukosa bukal, dan lidah. Faringitis enteroviral dapat berupa temuan yang
terisolasi seperti Herpangina atau bagian dari sindrom penyakit tangan, kaki,dan-
mulut serta memiliki penampilan yang khas. Infeksi sistemik dengan virus lain
seperti Cytomegalovirus, virus rubella, virus campak dapat menyebabkan
faringitis.1,2
2

Laringitis adalah radang selaput lendir laring ditandai dengan suara serak.
Laring menghubungkan bagian belakang tenggorokan ke trakea (batang
tenggorokan). Pita suara itu sendiri terletak pada laring. Laringitis berarti radang
pada laring dan paling sering disebabkan oleh infeksi virus (viral laryngitis).
Penyebab lain jarang terjadi dapat disebabkan oleh penggunaan suara yang
berlebihan dengan berbicara berlebihan, bernyanyi, atau berteriak.4
Laringitis yang berlangsung kurang dari tiga minggu disebut sebagai
laringitis akut, dan sering dikaitkan dengan infeksi saluran pernapasan atas karena
virus atau lebih jarang disebabkan oleh bakteri. Laringitis kronis sering
digambarkan bertahan selama lebih dari tiga minggu dapat disebabkan oleh
penggunaan alkohol yang berkepanjangan, merokok, paparan asap rokok secara
terus-menerus, paparan udara yang tercemar, dan batuk yang berkepanjangan.5
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Faringitis adalah radang selaput lendir orofaring. Kasus terbanyak
disebabkan oleh adanya infeksi, baik bakteri atau virus. Faktor-faktor penyebab
lain dari faringitis adalah alergi, trauma, kanker, refluks, dan racun tertentu.
Faringitis berasal pada peradangan pada mukosa faring yang seringkali termasuk
amandel (tonsilitis) dan disebabkan oleh infeksi atau iritasi.1,2

2.2 Etiologi
Sekitar 50% hingga 80% dari faringitis atau sakit tenggorokan biasanya
gejala yang ditimbulkan berasal dari virus dengan berbagai patogen virus. Patogen
ini sebagian besar adalah rhinovirus, influenza, adenovirus, coronavirus, dan
parainfluenza. Patogen virus yang jarang ditemukan adalah herpes, virus Epstein-
Barr, human immunodeficiency virus (HIV), dan coxsackievirus. Kasus yang
lebih parah cenderung akan memunculkan bakteri dan dapat berkembang setelah
infeksi virus awal.3
Infeksi bakteri yang paling umum adalah streptokokus beta-hemolitik
Grup A yang menyebabkan 5% hingga 36% pada kasus faringitis akut. Etiologi
bakteri lainnya antara lainnya adalah streptokokus Grup B & C, Chlamydia
pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, Haemophilus influenzae, Candida,
Neisseria meningitidis, Neisseria gonorrhoeae, Arcanobacterium haemolyticum,
Fusobacterium necrophorum, dan corynthericebacterium. Alergi lingkungan dan
paparan bahan kimia juga dapat menyebabkan faringitis akut.3,6,7
Gejala faringitis juga dapat menjadi bagian dari kumpulan gejala penyakit
serius lainnya termasuk abses peritonsillar, abses retrofaringeal, epiglottitis, dan
penyakit Kawasaki.3
Etiologi tergantung pada usia pasien. Pada usia dewasa faringitis paling
umum disebabkan oleh virus: pernapasan (misalnya, rhinovirus, enterovirus,
4

influenza, parainfluenza, virus pernapasan syncytial, metapneumovirus manusia,


adenovirus, coronavirus, herpesvirus, virus Epstein-Barr (EBV), infeksi
mononukleosis, cytomegalovirus (CMV), herpes simplex virus (HSV), dan
lainnya seperti HIV.3,6
Lebih jarang sindrom ini disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes
grup A (GAS) bertanggung jawab atas sebagian besar kasus faringitis bakteri.
Streptokokus kelompok C atau G juga harus dilakukan isolasi. Penyebab bakteri
yang lebih jarang termasuk Mycoplasma pneumoniae, Arcanobacterium
haemolyticum, Fusobacterium necrophorum, Neisseria gonorrhoeae, dan
Corynebacterium diphtheriae.3,6,7
Reservoir dan penularan berasal dari mayoritas patogen menginfeksi
saluran pernapasan manusia dan disebarkan oleh droplet atau kontak langsung.
Banyak kasus dengan infeksi virus atau bakteri ini mungkin tidak menunjukkan
gejala yang khas tetapi dapat menularkan terjadinya infeksi. Perhatikan adanya
deteksi GAS (Streptococcus Group A) di tenggorokan tidak mengindikasikan
adanya infeksi aktif. Kebanyakan kasus GAS menginfeksi dalam waktu yang
lama.3,6,7

2.3 Epidemiologi
Pada tahun 2010, terdapat 1.814.000 kasus gawat darurat untuk faringitis.
Sekitar 692.000 adalah untuk pasien di bawah usia 15 tahun. Sebagian besar kasus
faringitis terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun. Orang dewasa juga dapat
mengalami gangguan ini tetapi dengan jumlah yang lebih rendah. Secara global,
angka faringitis sangat tinggi terutama di negara-negara di mana antibiotik
diberikan resep secara berlebihan.4
Mengingat bahwa sebagian besar faringitis disebabkan oleh virus pada
saluran pernapasan, infeksi ini paling sering diamati pada musim gugur, musim
dingin, dan awal musim semi. Faktor risiko sangat tergantung pada etiologi.
Kontak dengan anak kecil merupakan salah satu faktor predisposisi infeksi virus
pernapasan dan virus herpes. Kontak seksual adalah faktor risiko yang jelas untuk
infeksi HIV dan N gonorrhoeae yang terjadi melalui kontak oral-genital.
5

Arcanobacterium haemolyticum lebih sering ditemukan pada remaja dan dewasa


muda. Corynebacterium diphtheriae sangat langka dan biasanya terjadi pada
individu yang tidak divaksinasi yang bepergian pada daerah endemis dipteri.8,9

2.4 Patofisiologi
Bakteri dan virus dapat menyebabkan invasi langsung ke mukosa faring.
Virus tertentu seperti rhinovirus dapat menyebabkan iritasi sekunder akibat
sekresi hidung. Dalam hampir semua kasus, ada invasi lokal pada mukosa faring
yang juga menghasilkan sekresi dan edema yang berlebihan.3,11,12

2.5 Masa Inkubasi


Infeksi virus pada pernapasan: Masa inkubasi bervariasi antara 1 sampai 6
hari, tergantung pada penyebab patogen nya. Pasien dapat menularkan 1- 2 hari
sebelum timbulnya gejala dan sering dapat melepaskan virus hingga beberapa
minggu. Infeksi virus herpes yaitu EBV memiliki masa inkubasi dari 30 hingga 50
hari. Masa inkubasi CMV (Cytomegalovirus) tidak didefinisikan dengan baik.3
GAS pada masa inkubasi untuk faringitis terjadi 2 hingga 5 hari. Pasien
menularkan hingga 24 jam setelah dimulainya pengobatan antibiotik yang efektif
atau 7 hari setelah perbaikan gejala dalam kasus yang tanpa menggunakan
antibiotik. Risiko penularan ke kontak rumah tangga adalah sekitar 25%.3

2.6 Anamnesis dan pemeriksaan fisik


Anamnesis dan pemeriksaan fisik harus mencari temuan yang konsisten
dengan faringitis tanpa komplikasi dan menyingkirkan penyakit yang berpotensi
serius dan mengancam jiwa. Manifestasi klinis yang paling sering adalah demam,
eksudat tonsil, nyeri adenopati serviks, eritema faring, dan nyeri telinga. Faringitis
infeksi tanpa komplikasi baik disebabkan oleh virus maupun bakteri biasanya
berlangsung 5 hingga 7 hari, tidak progresif, bilateral, tidak memiliki trismus, dan
tidak memiliki bukti obstruksi jalan napas (stridor).3
Jika virus dalam etiologi memiliki gejala tersering seperti batuk, rinore,
konjungtivitis, sakit kepala, dan ruam. Faringitis streptokokus beta-hemolitik
6

kelompok A biasanya memiliki onset akut, tidak memiliki tanda-tanda infeksi


saluran pernapasan atas virus seperti batuk atau rinore, dan berhubungan dengan
demam, eksudat tonsil, dan adenopati serviks.3
Virus Epstein-Barr, atau dikenal sebagai mononukleosis infeksiosa dapat
menyebabkan sakit kepala, demam, hipertrofi tonsil, limfositosis, limfosit atipikal.
Perhatikan adanya hepatomegali atau splenomegali. Jika ruam morbilliformis
berkembang setelah diberikan amoksisilin akan diduga sebagai streptokokus beta-
hemolitik Grup A, maka harus mencurigai virus Epstein-Barr.3
Abses retrofaringeal ditandai oleh kekakuan leher dan nyeri dengan
ekstensi leher. Untuk epiglotitis perhatikan adanya stridor sebagai gejala. F.
necrophorum adalah bakteri yang menyebabkan sindrom Lemierre, atau
tromboflebitis vena jugularis interna. Jika ada kontak orogenital oleh pasien,
pertimbangkan adanya N. gonorrhoeae. Sindrom retroviral akut karena HIV dapat
dikaitkan dengan demam dan faringitis non-eksudatif.3

2.7 Klasifikasi
1. Faringitis akut
a. Faringitis viral
Rhinovirus menimbulkan gejala rinitis dam beberapa hari kemudian akan
menimbulkan faringitis.8

Gambar 2.1
7

Gejala dan tanda


Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan, sulit menelan. Pada
pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, coxsachievirus
dan cytomegavirus tidak menghasilkan eksudat. Coxachievirus dapat
menimbulkan lesi vaskular di orofaring dan lesi kulit berupa macopapular rash.8
Adenoovirus selain menimbulkan gejala faringitis juga menimbulkan
gejala konjungtivitis terutama pada anak. Epstein Barr virus (EBV) menyebabkan
faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat
pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan
hepatosplenomegali.8
Faringitis yang disebabkan HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri
tenggorokan, nyeri menelan, mual, demam. Pada pemeriksaan tampak faring
hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak
lemah.8
Terapi
Istirahat dan minum air yang cukup. Kumur dengan air hangat. Analgetika
jika perlu dan tablet isap. Antivirus metisoprinol (isoprenosine) diberikan pada
infeksi herpes simpleks dengan dosis 60-100 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali
pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak< 5 tahun diberikan 50
mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari.8
8

B Faringitis bakterial
Infeksi grup A streptokokus β hemolitikus merupakan penyebab faringitis
akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%).8
Gejala dan tanda
Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan
suhu yang tinggi, jarang disertai batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil
membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaan nya.
Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring.
Kelenjar limfa leher anterior membersar, kenyal dan nyeri pada penekanan.8
Terapi
a. Antibiotik
Diberikan terutama bila diduga penyebab faringitis akut ini merupakan
grup A Streptokokus β hemolitikus. Penicillin G benzatin 50.00 U/KgBB, IM
dosis tunggal, atau amoksisilin 50 mg/KgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama 10
hari dan pada dewasa 3x500 mg selama 6-10 hari atau eritromisin 4x500 mg/hari.
b. Kortikosteroid : Deksametason 8-16 mg, IM 1 kali. Pada anak 0,08-0,3
mg/KgBB, IM 1 kali.
c. Analgetika
d. Kumur dengan air hangat aatau antiseptik.8
9

C Faringitis Fungal
Candida dapat umbuh di mukosa rongga mulut dan faring.8

Gambar 2.2
Gejala dan tanda
Keluhan nyeri tenggorok dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan fisik
tampak plak putih di orofaring dan mukosa laring lainnya hiperemis. Pembiakan
jamur ini dilakukan dalam agar Sabouroud dextrosa.8
Terapi
Nystatin 100.000-400.00 2 kali/hari
Analgetika.
10

D. Faringitis gonorea
Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital.

Gambar 2.3
Terapi
Sefalosporin generasi ke-3, ceftriakson 250 mg IV.

2. Faringitis kronik
Terdapat 2 bentuk yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis kronik
atrofi. Faktor predisposisi pada proses radang kronik di faring ini ialah rinitis
kronik, sinusitis, iritasi kronik, oleh rokok, minum alkohol, inhalasi uap, yang
merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis
kronik adalah pasien yang biasa bernafas melalui mulut karena hidungnya
tersumbat.8
a. Faringitis kronik hiperplastik
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa
dinding posterior faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa laring
dan lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding
posterior tidak rata dan bergranular.8
Gejala
Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya
batuk berdahak.8
11

Terapi
Terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat
kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter). Pengobatan
simptomatis diberikan obat kumur atau tablet isap. Jika diperlukan dapat
diberikan obat batuk antitusif atau ekspektoran. Penyakit di hidung dan
sinus paranasal harus diobati.8

B. faringitis kronik atrofi


Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rinitis
atrofi. Pada rinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta
kelembaban nya sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada
laring.8
Gejala dan tanda
Pasien mengeluh tenggorokan kering dan tebal serta mulut berbau.
Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir yang kental
dan bila diangkat tampak mukosa kering.8
Terapi
Pengobatan ditujukan pada rinitis atrofinya dan untuk faringitis
kronik atrofi ditambahkan dengan obat kumur dan menjaga kebersihan
mulut.8

3. Faringitis spesifik
a. faringitis luetika
Treponema pallidum dapat menimbulkan infeksi di daerah faring
seperti juga penyakit lues di organ lain. Gambaran kliniknya tergantung
pada stadium penyakit primer, sekunder atau tersier.8
Stadium primer
Kelainan pada stadium primer terdapat pada lidah, palatum molle,
tonsil dan dinding posterior faring terbentuk bercak keputihan. Bila infeksi
terus berlangsung maka timbul ulkus pada daerah faring seperti ulkus pada
genitalia yaitu tidak nyeri. Juga didapatkan pembesaran kelenjar
mandibula yang tidak nyeri tekan.8
12

Stadium sekunder
Stadium ini jarang ditemukan. Terdapat eritema pada dinding
faring yang menjalar ke arah laring.8
Stadium tertier
Pada stadium ini terdapat guma. Predileksinya pada tonsil dan
palatum. Jarang pada dinding posterior faring. Guma pada dinding
posterior faring dapat meluas ke vertebra servikal dan bila pecah dapat
menyebabkan kematian. Guma yang terdapat di palatum mole, bila
sembuh akan berbentuk jaringan parut yang dapat menimbulkan
gangguan fungsi palatum secara permanen.8
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan serologik. Terapi
penisillin dalam dosis tinggi merupakan obat pilihan utama.8

B Faringitis tuberkulosis
Faringitis tuberkulosis merupakan proses sekunder dari
tuberkulosis paru. Pada infeksi kuman tahan asam jenis bovinum dapat
timbul tuberkulosis faring primer. Cara infeksi eksogen yaitu kontak
dengan sputum yang mendukung kuman atau inhalasi kuman melalui
udara. Cara infeksi endogen yaitu penyebaran melalui darah pada
tuberkulosis milliaris. Bila infeksi timbul secara hematogen maka tonsil
dapat terkena pada kedua sisi dan lesi sering ditemukan pada dinding
posterior faring, arkus faring posterior, dinding lateral posterior, palatum
mole dan palatum durum. Kelenjar regional leher membengkak. Saat ini
juga penyebaran secara limfogen.8
Gejala
Keadaan umum pasien buruk karena anoreksia dan odinofagia.
Pasien mengeluh nyeri yang hebat di tenggorok, nyeri di telinga, atau
otalgia serta pembesaran kelenjar limfa servikal.8
13

Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan sputum basil
tahan asam, foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru dan biopsi
jaringan yang terinfeksi untuk menyingkirkan proses keganasan serta cari
kuman basil tahan asam di jaringan.8
Terapi
Sesuai dengan tuberkulosis paru.8

2.8 Kriteria diagnostik


Evaluasi penilaian klinis sering digunakan untuk menentukan kelompok
yang memerlukan pengujian mikrobiologis untuk mengkonfirmasi atau diagnosis
faringitis GAS. Perhatikan bahwa dalam beberapa kasus kemungkinan infeksi
GAS cukup tinggi sehingga membuat penilaian atau tes diagnostik tidak relevan
seperti pada anak dengan demam dan sakit tenggorokan yang memilik saudara
kandung dengan faringitis GAS yang dikonfirmasi.11,12
1. Skor centor: Untuk skor ini, divalidasi pada orang dewasa, satu poin
diberikan untuk masing-masing kriteria berikut (skor total= 0-4): demam
berdasarkan riwayat, tidak adanya batuk, adenopati serviks anterior
serviks, dan eksudat tonsil.11,12
2. Skor MacIsaac menyesuaikan skor Centor untuk perkiraan infeksi GAS
terkait usia; satu poin ditambahkan ke skor Centor untuk pasien berusia 3
hingga 14 tahun dan satu poin dikurangkan untuk mereka yang berusia>
45 tahun. Untuk skor 0 dan 1 hanya pengobatan simtomatik yang
disarankan sedangkan untuk skor 4 atau 5 pengobatan dengan antibiotik
dianjurkan. Untuk skor 2 atau 3, pilihan yang lebih tepat pada pasien yang
dapat digunakan adalah melakukan tes antigen cepat. Jika hasil negatif
maka akan diikuti dengan kultur tenggorokan. Jika tindak lanjut tidak
dapat dipastikan maka dapat mempertimbangkan perawatan dengan
antibiotik untuk skor 2 atau lebih tinggi.11,12
14

Berbagai landasan diagnosis klinis telah dikembangkan untuk


meningkatkan diagnosis faringitis streptokokus beta-hemolitik Grup A dan untuk
memandu pengujian dan pengobatan. Skor Centor adalah salah satu yang paling
sering digunakan,terutama untuk pasien dewasa. 11,12
Kriteria Centor (1 poin untuk masing-masing kriteria) digunakan untuk
Streptokokus Beta-hemolitik Grup A:
1. Eksudat tonsil
2. Lembut anterior serviks kiri mentoanterior
3. Riwayat demam
4. Tidak adanya batuk

Lebih mungkin pada usia 5 hingga 15 tahun dan tidak berlaku di bawah
usia 3 tahun. Poin Total dan tindakan yang dianjurkan. 0-1: Tanpa tes atau
antibiotik, 2-3: Tes antigen cepat. 4: Tidak ada tes, antibiotik empiris.3,11,12
Hampir tidak pernah ada indikasi untuk melakukan tes usap tenggorokan
rutin untuk GAS setelah perawatan atau tanpa sakit tenggorokan karena koloni
bakteri GAS pada tenggorokan adalah hal yang sering terjadi dan resistensi di
antara GAS terhadap penisilin belum dilihatkan. Bagi mereka dengan faringitis
berulang yang berhubungan dengan tes mikrobiologis positif untuk GAS. Upaya
menghancurkan bakteri dapat dilakukan dengan sefalosporin atau klindamisin
selama 10 hingga 21 hari mungkin lebih efektif daripada penisilin.3,11,12

Tes Diagnostik
1. Tes antigen cepat deteksi bakteri GAS Bahan: Swab tenggorokan. Tes
memiliki sensitivitas sedang dan spesifisitas tinggi. Hasil positif
mengkonfirmasi infeksi GAS, sedangkan hasil negatif tidak termasuk
infeksi pada pasien dewasa yang mengalami immunokompeten pada anak-
anak atau pada pasien yang kemungkinan infeksi GAS yang tinggi dengan
hasil tes cepat negatif yang memerlukan kultur atau tes amplifikasi asam
nukleat (NAAT).11,12
15

2. Kultur swab tenggorokan dilakukan pada pasien dengan dugaan infeksi


GAS dengan berdasarkan gejala seperti sakit tenggorokan, demam,
amandel merah dan bengkak ketika dilakukan tes cepat untuk mendeteksi
penyebab bakteri lain. Dalam kasus terakhir pada laboratorium
mikrobiologi diperlukan untuk memastikan media transportasi yang sesuai
dan pemrosesan spesimen. Spesimen swab harus dikumpulkan dari kedua
bagian amandel dan dinding posterior faring, menghindari lidah dan pipi.
Kultur adalah satu-satunya metode yang memungkinkan pengujian
kerentanan GAS.11,12
3. Metode amplifikasi asam nukleat dengan menggunakan reaksi rantai
polimerase [PCR] merupakan metode lebih terjangkau dan tersedia.
Metode ini sensitif dan spesifik sehingga kultur hanya diperlukan jika
terdapat kerentanan antibiotik diperlukan dan lebih jauh lebih cepat
daripada kultur meskipun tidak secepat tes cepat yang tersedia.11,12
Jumlah sel darah putih memiliki nilai minimal dalam diferensiasi etiologi
virus dan bakteri faringitis. Limfositosis terjadi lebih besar dari 50% atau
peningkatan limfosit atipikal lebih besar dari 10% dapat menyatakan adanya
infeksi mononukleus.11,12
Tes deteksi antigen cepat (RADT) sangat spesifik untuk streptokokus beta-
hemolitik Grup A, tetapi sensitivitasnya sangat bervariasi sekitar 70% hingga
90%. Jika hasilnya positif, terapi harus segera dimulai. Jika hasil negatif terutama
pada anak-anak, biakan tenggorokan harus diperoleh dan pengobatan harus
dipantau.11,12
Kultur tenggorokan telah menjadi standar ideal untuk diagnosis, tetapi
sensitivitasnya bervariasi dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor ini
termasuk beban bakteri, tempat pengambilan (permukaan tonsil merupakan
tempat terbaik), media kultur, dan atmosfer kultur.11,12
Antibodi heterofil atau Monospot tes memiliki sensitivitas 70% hingga
92% dan spesifitas sebesar 96% hingga 100%. Tes mononuklosis umumnya
tersedia, tetapi standar yang ideal adalah menggunakan serologi virus Epstein-
16

Barr. Sensitivitas pada tes berkurang dengan menguji pada awal perjalanan
penyakit pada 1 hingga 2 minggu dan pada usia pasien kurang dari 12 tahun.11,12
Uji gonokokus menggunakan kultur Thayer-Martin yang paling umum
digunakan. Untuk Candida, uji yang digunakan dengan preparat kalium
hidroksida atau agar Sabouraud.11,12
X-ray dada tidak diperlukan untuk kasus yang sering muncul. Jika
dicurigai adanya permasalahan jalan nafas, rontgen leher lateral harus segera
dilakukan. CT scan dapat membantu mengidentifikasi abses peritonsillar.11,12
2.9 Gambaran Klinis
Individu dengan faringitis infeksi sering mengalami demam, malaise, dan
sakit tenggorokan. Tetapi sulit untuk membedakan faringitis bakteri dari faringitis
virus. Riwayat kontak langsung dengan seseorang yang menderita faringitis yang
jelas seringkali membantu dalam penegakkan diagnosis. Secara umum:
1. faringitis viral lebih mungkin dikaitkan dengan mialgia dan gejala
pernapasan, seperti rhinorrhea dan batuk. Infeksi adenovirus umumnya
juga menyebabkan konjungtivitis. Infeksi enterovirus paling sering terjadi
selama musim panas dapat menyebabkan ulserasi pada faring posterior
(herpangina). Banyak virus dapat menyebabkan ruam secara menyeluruh.
Mononukleosis infeksius yang paling sering oleh infeksi EBV atau CMV
dapat menyebabkan faringitis eksudat, limfadenopati menyeluruh dan
splenomegali. Infeksi HSV sering menyebabkan erosi dan borok di bagian
anterior rongga mulut.13,14
2. Faringitis GAS jauh lebih kecil kemungkinannya terkait dengan rinorea,
batuk, atau ruam. Sering mengalami terjadinya peradangan faring dan
tonsil (eritema dan edema mukosa), petatalia palatum, eksudat faring /
tonsil yang berbatas tegas, dan limfadenopati serviks. Gejala demam
tinggi, nyeri perut, mual, dan muntah dapat terjadi pada anak-anak.13,14
3. Riwayat alami pada sebagian besar kasus faringitis, bakteri atau lainnya
dapat sembuh secara spontan dalam 3 hingga 7 hari. Faringitis GAS yang
tidak diobati berhubungan dengan peningkatan risiko demam rematik
17

(terutama pada anak-anak) dan risiko komplikasi supuratif yang sedikit


lebih tinggi seperti abses peritonsillar.13,14

2.10 Terapi
Antibiotik untuk faringitis biasanya digunakan untuk pasien dengan
faringitis streptokokus β-hemolitik Grup A. Antibiotik dapat memperpendek
durasi gejala hingga 16 hingga 24 jam dan mencegah munculnnya demam
rematik. Data yang lebih lama menunjukkan 1 dari 400 kasus radang tenggorokan
yang tidak diobati. Antibiotik hanya boleh digunakan untuk pasien streptokokus
beta-hemolitik positif grup A, terutama jika mereka anak-anak dengan
berdasarkan kultur positif atau tes deteksi antigen cepat.13,14
Jangan menggunakan agen antibiotik dalam faringitis virus. Pilihan terapi
tersedia untuk faringitis streptokokus terutama untuk mencegah perkembangan
demam rematik. Pengobatan juga akan mengurangi kemungkinan pengembangan
gejala sisa supuratif dengan pilihan dosis dewasa antara lain:

1. Oral penicillin V (INN phenoxymethylpenicillin) 500 mg (1 juta IU) atau


amoksisilin oral 1000 mg sekali sehari atau 500 mg selama 10 hari atau
dosis tunggal 1,2 juta IU IM benzathine penicillin G (INN benzathine
benzylpenicillin) dapat digunakan sebagai terapi. Agen ini harus selalu
digunakan kecuali ada kontraindikasi alergi karena GAS secara universal
rentan terhadap penisilin.13,14
2. Untuk pasien dengan hipersensitivitas tipe I terhadap penisilin seperti
anafilaksis, urtikaria umum maka dapat digunakan makrolida
(klaritromisin oral 250 mg selama 10 hari atau azitromisin 500 mg oral
pada hari pertama, kemudian 250 mg setiap 24 jam selama 4 hari) atau
klindamisin 300 mg per oral selama 10 hari. Di banyak negara, resistensi
makrolida jauh lebih sering sebesar 10% -20% daripada resistensi
klindamisin sebesar <5% tetapi makrolida memiliki efek samping yang
lebih baik.13,14
18

3. Untuk pasien dengan hipersensitivitas non-tipe I seperti ruam maka dapat


menggunakan sefalosporin seperti sefaleksin 500 mg oral atau cefadroxil
1000 mg sekali sehari setiap hari selama 10 hari. Trimethoprim/
sulfamethoxazole dan tetrasiklin umumnya diyakini tidak efektif.13,

Terapi perawatan
1. Istirahat di tempat tidur sesuai kebutuhan dan cairan yang cukup (terutama
pada pasien dengan demam).
2. Acetaminophen (INN paracetamol) atau obat antiinflamasi nonsteroid
dengan ibuprofen untuk mengendalikan rasa sakit dan demam.
3. Dosis tunggal glukokortikoid oral yaitu deksametason atau prednison
ditemukan berhubungan dengan penurunan dalam waktu untuk
menyelesaikan resolusi rasa sakit, tetapi glukokortikoid tidak terlalu
membantu pada pasien yang melakukan aktivitas dan pekerjaan.13,14
Opsi pengobatan untuk faringitis streptokokus beta-hemolitik Grup A
menggunakan pengobatan oral dengan penisilin V atau amoksisilin oral.
Golongan sefalosporin, makrolida, dan klindamisin juga dapat digunakan.
Penisilin intramuskular juga merupakan pilihan dalam perawatan. Resistensi dapat
berkembang selama pengobatan dengan menggunakan azitromisin dan
klaritromisin tetapi tidak dianggap sebagai antibiotik lini pertama untuk indikasi
penyakit ini. Penyakit ini tidak lagi mengalami infeksi panjang setelah 24 jam
dilakukan pemberian antibiotik.13,14
Kortikosteroid dosis tunggal seperti deksametason dapat diberikan untuk
mengurangi komplikasi gejala meskipun bukti untuk terapi ini tidak terlalu jelas.
Pengobatan simtomatik dengan obat kumur dan asetaminofen atau non-steroid
anti-inflamasi harus direkomendasikan. Hati-hati dalam pengawasan dehidrasi
berat. Untuk pasien dengan mononukleosis menular direkomendasikan tidak ada
aktivitas berat selama 6 hingga 8 minggu karena dapat meningkatkan risiko
pecahnya limpa.13,14
Anggota keluarga pasien dengan streptokokus grup A harus diobati
dengan antibiotik selama 10 hari penuh tanpa dilakukan tes sebelumnya tetapi jika
19

mereka datang dengan munculnya gejala. Individu tanpa gejala tidak memerlukan
adanya pengobatan.13,14
Antibiotik biasanya digunakan secara berlebihan dalam pengobatan
faringitis akut. Karena kebanyakan kasus disebabkan oleh virus, dan antibiotik
tidak akan mengubah pasien.3,13,14

2.11 Diagnosis banding


1. Obstruksi jalan napas dengan berbagai sebab
2. Rinitis alergi
3. Kanker kepala dan leher
4. Penyakit refluks gastroesofagus
5. Abses peritonsiler
6. Difteri
7. Epiglotitis
8. Virus herpes simpleks
9. Mononukleosis15

Faringitis bakteri dan / atau virus sederhana harus dibedakan dari yang
berikut:

1. Mononukleosis infeksius yang disebabkan oleh infeksi EBV dengan


gambaran klinis sangat mirip dengan faringitis streptokokus. Selain
faringitis eksudat sering disertai dengan limfadenopati diseminata dan
splenomegali terdapat gambaran klinis yang serupa mungkin
disebabkan oleh CMV dan Toxoplasma gondii.
2. Rinitis dengan infus postnasal menyebabkan sakit tenggorokan sangat
sering terjadi.
3. Epiglottitis atau tracheitis: Kondisi ini berpotensi mengancam jiwa
karena obstruksi jalan napas yang tidak mudah ditangani dengan
intubasi endotrakeal. Pasien sering muncul toksik dengan demam
tinggi dan stridor yang terdengar. Epiglotitis sebagian besar
20

disebabkan oleh Haemophilus influenzae b dan terlihat terutama di


negara-negara tanpa melakukan imunisasi secara universal terhadap
patogen dengan wilayah endemik.
4. Esofagitis infeksi terutama disebabkan oleh Candida dan HSV.
5. Penyakit refluks gastroesofagus, tiroiditis, kanker tenggorokan dengan
gejala klinis. Sakit tenggorokan kronis (kadang-kadang disertai
peradangan).15

2.12 Komplikasi
Komplikasi faringitis bakteri meliputi:
1. Epiglotitis
2. Otitis media
3. Mastoiditis
4. Radang dlm selaput lendir
5. Demam rematik akut
6. Glomerulonefritis pasca-streptokokus
7. Sindrom syok toksik

Faringitis streptokokus dapat menyebabkan hal-hal berikut:


a. Komplikasi supuratif ( tahap awal): Abses retrofaringeal,
limfadenitis servikal supuratif, otitis media supuratif dan/atau
mastoiditis, sinusitis supuratif.
b. Komplikasi imunologis lanjut yang sangat jarang terjadi pada
orang dewasa: Demam rematik, glomerulonefritis akut.
c. Komplikasi lain yang sangat jarang: Bakteremia, pneumonia, syok
toksik.16
2.13 Prognosis
Di negara-negara berkembang, lebih dari 20 juta orang dipengaruhi oleh
streptokokus kelompok B dan dapat berlanjut pada demam rematik akut.
Gangguan ini adalah penyebab utama kematian pada usia muda. Komplikasi lain
21

akibat faringitis streptokokus termasuk abses peritonsillar, glomerulonefritis akut,


dan sindrom syok toksik.15
Kematian akibat faringitis jarang tetapi paling sering terjadi disebabkan
adanya sumbatan jalan nafas. Sebagian besar kasus faringitis sembuh dalam 7
hingga 10 hari. Kegagalan pengobatan biasanya karena resistensi antibiotik dan
ketidakpatuhan minum obat.16

2.14 Pencegahan dan edukasi


Pasien harus menyelesaikan pengobatan dengan antibiotik secara penuh,
tindak lanjut pada kesehatan primer, mencuci tangan, istirahat, dan tetap
terhidrasi.17
Penatalaksanaan faringitis adalah interprofesional. Saat pasien berada pada
perawatan rumah sakit maka tindak lanjut diperlukan oleh perawat, apoteker atau
penyedia layanan kesehatan. Pemeriksaan kultur tindak lanjut tidak diperlukan
pada pasien tanpa gejala. Semua pasien dengan faringitis harus diedukasi tentang
penggunaan antibiotik. Pasien harus diberitahu untuk tidak menggunakan
antibiotik secara berlebihan karena penyebabnya paling sering adalah virus.17
Mencuci tangan dan menjaga kebersihan pribadi yang baik penting untuk
mencegah penyebaran pada rumah. Untuk mencegah terulangnya, imunisasi harus
direkomendasikan terhadap virus dan difteri. Semua pasien harus diberitahu
tentang pentingnya kepatuhan dengan pengobatan antibiotik. Lebih lanjut, pasien
harus diberitahu untuk menggunakan obat kumur dengan air garam dan mematuhi
diet cair sampai gejalanya mereda. Jika pasien mengalami demam atau sakit
direkomendasikan untuk pemberian acetaminophen. Pemberian aspirin tidak
diperlukan untuk anak-anak.18

2.15 Definisi
Laringitis adalah radang akut yang berlangsung <3 minggu atau kronik > 3
minggu yang tejadi pada vocal fold dan jaringan di sekitarnya.5
22

2.16 Etiologi
a. Laringitis akut: Infeksi yang paling sering oleh virus yang
menyerang pernapasan, perubahan suara berlebihan dan iritasi oleh
asap tembakau pada rokok.5
b. Kronik,Sebagai lanjutan dari laringitis akut, refluks
gastroesofageal, infeksi jamur pada pasien yang diobati dengan
kortikosteroid inhalasi, lesi jinak pada struktur laring (nodul,
papiloma, kista, polip, chondroma), dan penyebab yang jarang
lainnya (granulomatosis dengan poliangiitis, keganasan), TBC,
mikosis endemik).5,19
Etiologi untuk laringitis akut dapat diklasifikasikan sebagai infeksi dan
merupakan penyakit tidak menular. Bentuk infeksi yang sering ditemui biasanya
seperti infeksi saluran pernapasan atas. Pada tahap awal biasanya diinfeksi oleh
virus tetapi dapat segera oleh agen bakteri supervene.5,19
Agen virus termasuk Rhinovirus, virus Parainfluenza, virus Respiratory
Syncytial, coronavirus, adenovirus, virus influenza. Coxsackievirus dan HIV
dapat menjadi penyebab potensial di antara individu yang mengalami gangguan
kekebalan tubuh. Organisme bakteri yang paling sering ditemui adalah
Streptococcus pneumoniae, H.influenzae, dan Moraxella catarrhalis.5,19
Demam eksantematosa seperti campak, cacar air dan batuk rejan juga
berhubungan dengan laringitis akut. Laringitis yang disebabkan oleh infeksi jamur
juga sering terjadi tetapi seringkali tetap kadang sulit didiagnosis. Selain itu
terjadi karena penggunaan kortikosteroid inhalasi atau penggunaan antibiotik.
Beberapa jamur yang menyebabkan laringitis jamur termasuk histoplasma,
blastomyces, candida, cryptococcus dan coccidioides.5,19
Bentuk non-infeksi disebabkan oleh trauma vokal, alergi, penyakit
gastroesophageal reflux, penggunaan inhaler asma, polusi lingkungan, merokok
dan luka bakar termal atau kimia pada laring. Selain itu, pasien dengan rinitis
lebih rentan mengalami laringitis.5,19
23

Faktor risiko berupa merokok, iritan, iatrogenik seperti obat atau


perawatan yang dihirup yang menyebabkan kekeringan mukosa laring dan
intubasi, hidung tersumbat dan penggunaan alkohol.5,19

2.17 Epidemiologi
Laringitis akut biasanya menyerang orang berusia 18 hingga 40 tahun.
Namun itu dapat dilihat pada anak-anak pada usia 3 tahun atau lebih. Angka
kejadian laringitis akut tetap tidak diketahui karena kondisi ini jarang dilaporkan
karena penyakit ini dapat sembuh sendiri, morbiditas dan mortalitas yang
signifikan tidak ditemukan.19

2.18 Patofisiologi
Suatu bentuk laringitis akut sembuh dalam 2 minggu. Bentuk infeksi
ditandai dengan kongesti laring pada tahap awal. Ketika tahap penyembuhan
dimulai, sel darah putih menyerang di lokasi infeksi untuk melawan patogen.
Proses ini dapat memunculkan edema pita suara dan memengaruhi getaran secara
negatif.19
Adanya peningkatan edema mengakibatkan tekanan ambang fonasi
meningkat. Pembentukan tekanan fonasi yang adekuat menjadi sulit dan pasien
mengalami suara serak. Kadang-kadang edema ditandai sedemikian sehingga
tidak mungkin menghasilkan tekanan fonasi yang memadai. Dalam situasi seperti
itu, pasien mengalami aphonia terbuka.19
Trauma vokal yang diakibatkan laringitis akut biasanya terjadi setelah
teriakan atau nyanyian yang berlebihan. Hal ini menyebabkan kerusakan pada
lapisan luar vocal fold. Terdapat episode berulang yang dapat menyebabkan
fibrosis dan jaringan parut pada tahap selanjutnya.19

2.19 Manifestasi klinis


Diagnosis laringitis akut didasarkan pada gambaran klinis. Gejala yang
berlangsung> 3 minggu merupakan indikasi untuk gangguan pada telinga, hidung,
24

dan tenggorokan (THT). Dalam pemeriksaan diagnostik dipertimbangkan


laringitis kronis untuk menyingkirkan keganasan.5

Gambar 2.4

Gambar 2.5
Tanda dan gejala berupa ketidaknyamanan saat berbicara atau menelan,
batuk, suara serak, kadang disertai stridor. Adanya muncul demam secara
bersamaan dapat diindikasikan infeksi. Pada pasien dengan demam, tampak
toksik, stridor yang jelas, atau dispnea, trakeitis bakterial dan epiglottitis.
Gejala awalnya adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas berupa
termasuk demam, batuk, sakit tenggorokan, dan rhinorrhoea sebagai gejala awal
25

laringitis akut . Gejala biasanya terjadi tiba-tiba dan mulai memburuk selama dua
atau tiga hari setelahnya.5
Keadaan tersebut berupa erubahan kualitas suara, pada tahap selanjutnya
mungkin ada kehilangan suara (aphonia).Ketidaknyamanan dan rasa sakit di
tenggorokan, terutama setelah berbicara. Disfagia, odinofagia,batuk kering yang
memburuk di malam hari. Gejala umumnya adalah kekeringan pada tenggorokan,
malaise, dan demam. Diagnosis biasanya dapat dibuat berdasarkan riwayat
sebelumnya.5
Pemeriksaan lokal laring selanjutnya digunakan untuk menegakkan
diagnosis. Pemeriksaan tidak langsung jalan nafas dan pemeriksaan langsung
dengan nasolaringoskop yang fleksibel digunakan untuk pemeriksaan laring.
Penampilan laring bervariasi dengan tingkat keparahan penyakit.5
Pada tahap awal ada eritema dan edema dari epiglotis terdapat lipatan
aryepiglottic, arytenoid, dan pita ventrikel, tetapi pita suara menjadi normal dan
putih dan terjadi perubahan tingkat suara serak pasien. Seiring perkembangan
penyakit, pita suara juga berubah merah dan terjadi edema pada daerah subglotis.
Sekresi cairan yang kental juga dapat terlihat antara pita suara dan daerah
interarytenoid. Dalam kasus vokal, pendarahan submukosa juga dapat dilihat
pada pita suara.5
Diagnosis biasanya tampak secara klinis saja. Untuk lanjutan
pemerikssaan menggunakan laringoskopi fiberoptik untuk membantu menegaskan
diagnosis. Stroboskopi menghasilkan gambaran asimetri, aperiodisitas, dan pola
gelombang pada mukosa yang berkurang. Pencitraan lebih lanjut atau
pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan. pasien memiliki eksudat di orofaring
atau pita suara sebagai biakan untuk pemeriksaan laboratorium lebih lanjut.5

2.20 Terapi
Pengobatan bersifat simtomatik dan termasuk istirahat dari bicara,
kelembapan udara, penghentian merokok, mengatasi iritasi, dan obat antiinflamasi
nonsteroid oral. Dalam kasus edema pita suara yang jelas atau keadaan mendesar
untuk segera dilakukan perbaikan gejala sementara, maka dapat
26

mempertimbangkan glukokortikoid oral singkat sementara dengan mencari tahu


efek samping.5
Perawatan kondisi yang mendasarinya tergantung pada etiologi karena
sebagian besar laringitis akut disebabkan oleh virus pada pernapasan dan tidak ada
pengobatan khusus yang diindikasikan. Laringitis merupakan peradangan laring
yang dapat muncul dalam bentuk akut maupun kronis.5
Laringitis akut adalah kondisi ringan dan dapat sembuh sendiri yang
biasanya berlangsung selama 3 hingga 7 hari. Jika kondisi ini berlangsung selama
lebih dari 3 minggu, maka disebut sebagai laringitis kronis. Gejala laringitis akut
lebih sering terjadi pada keduanya.5
Pengobatan sering bersifat suportif dan tergantung pada tingkat keparahan
laringitis. Istirahat dengan suara merupakan satu-satunya faktor yang terpenting.
Penggunaan suara selama radang tenggorokan menyebabkan pemulihan menjadi
terhambat. Istirahat suara total direkomendasikan meskipun tidak mungkin untuk
dicapai.5
Jika pasien perlu berbicara, dapat berbicara dengan lembut merupakan
solusi terbaik. Menghirup udara yang lembab meningkatkan kelembapan saluran
udara bagian atas dan membantu menghilangkan sekresi dan eksudat.
Menghindari iritasi dengan cara tidak merokok dan alkohol harus dihindari.
Merokok dapat memperlambat perbaikan yang cepat dari proses penyakit.5
Modifikasi diet dengan pembatasan diet direkomendasikan untuk pasien
dengan penyakit refluks gastroesofageal termasuk menghindari minuman
berkafein, makanan pedas, makanan berlemak, cokelat, peppermint. Modifikasi
gaya hidup penting lainnya adalah menghindari adanya keterlambatan makan.
Pasien harus makan setidaknya 3 jam sebelum tidur. Pasien harus minum banyak
air.5
Obat-obatan antibiotik untuk pasien yang dinyatakan sehat dengan
laringitis akut saat ini tidak didukung namun untuk pasien berisiko tinggi dan
pasien dengan gejala berat dapat diberikan antibiotik. Beberapa peneliti
merekomendasikan antibiotik spektrum sempit hanya dengan adanya pewarnaan
gram dan kultur yang dapat diidentifikasi.5
27

Laringitis jamur dapat diobati dengan menggunakan antifungal oral.


Perawatan biasanya diperlukan untuk periode tiga minggu dan dapat diulang jika
diperlukan. Mukolitik seperti guaifenesin dapat digunakan untuk membersihkan
sekresi. Beberapa penulis juga merekomendasikan penggunaan ecotine osmolyte
yang mengandung semprotan oral dan tenggorokan.5
Selain modifikasi gaya hidup dan diet laringitis terkait gastroesophageal
reflux diobati dengan obat antireflux seperti obat golongan antasida yang
menekan produksi asam seperti reseptor H2 dan agen penghambat pompa proton
sangat efektif melawan gastroesophageal reflux. Di antara semua kelompok ini,
PPI ditemukan paling efektif. Riwayat data yang berlaku tidak merekomendasikan
pemberian antihistamin atau kortikosteroid oral untuk mengobati laringitis akut.5

2.21 Diagnosis banding


Disfonia spasmodik, refluks laringitis, laringitis alergi kronis, epiglottitis atau
coryza.19

2.22 Prognosis
Kondisi ini dapat sembuh sendiri dan prognosisnya baik. Jika pasien tetap
menggunakan terapi tersebut, prognosis untuk pemulihan ke tingkat fonasi
premorbid akan menjadi sangat baik.19
28

BAB III
KESIMPULAN

Faringitis akut adalah salah satu penyakit paling umum yang terjadi pada
anak-anak di Amerika Serikat yang berobat pada layanan primer. Diagnosis untuk
faringitis akut, radang tonsil akut, atau radang pada tenggorokan terjadi lebih dari
12 juta orang dalam setahun. Sebagian besar kasus pada anak-anak dan remaja
disebabkan oleh virus yang bersifat jinak.3
Grup A β-hemolytic Streptococcus (GAS) seperti Streptococcus pyogenes
adalah penyebab bakteri yang paling sering. Langkah untuk diagnosis dan
pengobatan faringitis pada anak-anak dan remaja bergantung pada pembagian
kelompok besar pasien dengan faringitis virus yang tidak dapat adekuat dari terapi
antibiotik dari kelompok pasien penderita faringitis GAS.3
Membedakan antar kelompok adalah penting untuk meminimalkan
penggunaan antibiotik yang tidak perlu pada anak-anak dan remaja saat
mendiagnosis dan merawat pasien yang mungkin mendapat manfaatnya.3
GAS adalah penyebab bakteri yang paling umum diidentifikasi sebagai
penyebab faringitis akut sebanyak 15% hingga 30% dari faringitis pada anak-
anak. Fusobacterium necrophorum dan agen penyebab khas dari sindrom
Lemierre merupakan penyebab faringitis tanpa komplikasi yang ditemukan
terutama pada anak-anak yang lebih tua dan dewasa muda.3
Penyebab lainnya termasuk kelompok C (GCS) dan G-hemolitik
streptokokus GCS (GGS). Arcanobacte-rium haemolyticum adalah penyebab
yang jarang terjadi pada remaja dan Neisseria gonorrhoeae dapat menyebabkan
faringitis akut pada remaja yang mengalami penyakit seksual. Bakteri lain seperti
Francisella tularensis, Yersinia enterocolitica, dan Coryne-bacterium diphtheriae
dan infeksi campuran dengan bakteri anaerob seperti Vincent angina jarang terjadi
pada faringitis.3
29

Laryngitis adalah radang laring yang disebabkan oleh berbagai etiologi


dan dapat diklasifikasikan sebagai akut atau kronis berdasarkan durasi gejala.
Laringitis kronis jika gejalanya menetap terjadi selama 3 minggu atau lebih.
Gejala laringitis kronis meliputi disfonia, sensasi globus, odynophagia, dan. obat-
obatan), rinitis (alergi atau lainnya), iritasi mekanis akibat kelebihan dalam
penggunaan suara dan infeksi oleh bakteri laringitis dan kandidiasis laring.
Secara historis, penggunaan antibiotik rutin untuk mengobati laringitis kronis
belum direkomendasikan dan laringitis infeksi sekunder kronis akibat bakteri
masih merupakan proses penyakit yang masih harus diteliti kembali.5
30

DAFTAR PUSTAKA

1. Frost HM, McLean HQ, Chow BDW. Variability in Antibiotic Prescribing


for Upper Respiratory Illnesses by Provider Specialty. J. Pediatr. 2018
Dec;203:76-85.e8. 
2. Alzahrani MS, Maneno MK, Daftary MN, Wingate L, Ettienne EB.
Factors Associated with Prescribing Broad-Spectrum Antibiotics for
Children with Upper Respiratory Tract Infections in Ambulatory Care
Settings. Clin Med Insights Pediatri. 2018;12:1179556518784300
3. Pernica JM, Goldfarb DM, Sawiec P, Mrukowicz J, Szenborn L.
Pharyngitis (Tonsillitis). McMaster Textbook of Internal Medicine.
Kraków: Medycyna Praktyczna.
https://empendium.com/mcmtextbook/chapter/B31.II.3.3. Accessed May
09, 2020.
4. John C Arnold, Victor Nizet. Principle and practice of pediatrics infectious
disease (fifth edition). 2018, Page 202-298
5. Pernica JM, Goldfarb DM, Gupta M, Świerczyńska-Krępa M,
Świerczyński Z. Laryngitis. McMaster Textbook of Internal Medicine.
Kraków: Medycyna Praktyczna.
https://empendium.com/mcmtextbook/chapter/B31.II.3.4.1. Accessed May
09, 2020.
6. Gottlieb M, Long B, Koyfman A. Clinical Mimics: An Emergency
Medicine-Focused Review of Streptococcal Pharyngitis Mimics. J Emerg
Med. 2018 May;54(5):619-629. 
7. Brennan-Krohn T, Ozonoff A, Sandora TJ. Adherence to guidelines for
testing and treatment of children with pharyngitis: a retrospective
study. BMC Pediatr. 2018 Feb 09;18(1):43.
8. Soepardi.E.A, N.Iskandar, J.Bashiruddin, R.D.Restuti. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Vol VI(6).
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011
31

9. Faden H, Callanan V, Pizzuto M, Nagy M, Wilby M, Lamson D,


Wrotniak B, Juretschko S, St George K. The ubiquity of asymptomatic
respiratory viral infections in the tonsils and adenoids of children and their
impact on airway obstruction. Int. J. Pediatr. Otorhinolaryngol. 2016
Nov;90:128-132.
10. Follmann D, Huang CY, Gabriel E. Who really gets strep sore throat?
Confounding and effect modification of a time-varying exposure on
recurrent events. Stat Med. 2016 Oct 30;35(24):4398-4412
11. Akhtar M, Van Heukelom PG, Ahmed A, Tranter RD, White E, Shekem
N, Walz D, Fairfield C, Vakkalanka JP, Mohr NM. Telemedicine Physical
Examination Utilizing a Consumer Device Demonstrates Poor
Concordance with In-Person Physical Examination in Emergency
Department Patients with Sore Throat: A Prospective Blinded
Study. Telemed J E Health. 2018 Oct;24(10):790-796. 
12. Yamamoto S, Gu Y, Fujitomo Y, Kanai N, Yamahata Y, Saito H,
Hashimoto T, Ohmagari N. Development and efficacy of a clinician-
targeted refresher course for treating nonpneumonia respiratory tract
infections. J Gen Fam Med. 2018 Jul;19(4):127-132
13. Bird C, Winzor G, Lemon K, Moffat A, Newton T, Gray J. A Pragmatic
Study to Evaluate the Use of a Rapid Diagnostic Test to Detect Group A
Streptococcal Pharyngitis in Children With the Aim of Reducing
Antibiotic Use in a UK Emergency Department. Pediatr Emerg Care. 2018
Jul 24; 
14. Piltcher OB, Kosugi EM, Sakano E, Mion O, Testa JRG, Romano FR,
Santos MCJ, Di Francesco RC, Mitre EI, Bezerra TFP, Roithmann R,
Padua FG, Valera FCP, Lubianca Neto JF, Sá LCB, Pignatari SSN,
Avelino MAG, Caixeta JAS, Anselmo-Lima WT, Tamashiro E. How to
avoid the inappropriate use of antibiotics in upper respiratory tract
infections? A position statement from an expert panel. Braz J
Otorhinolaryngol. 2018 May - Jun;84(3):265-279
32

15. Yoon YK, Park CS, Kim JW, Hwang K, Lee SY, Kim TH, Park DY, Kim
HJ, Kim DY, Lee HJ, Shin HY, You YK, Park DA, Kim SW. Guidelines
for the Antibiotic Use in Adults with Acute Upper Respiratory Tract
Infections. Infect Chemother. 2017 Dec;49(4):326-352. 
16. Norhayati MN, Ho JJ, Azman MY. Influenza vaccines for preventing
acute otitis media in infants and children. Cochrane Database Syst
Rev. 2017 Oct 17;10:CD010089. 
17. Norton LE, Lee BR, Harte L, Mann K, Newland JG, Grimes RA, Myers
AL. Improving Guideline-Based Streptococcal Pharyngitis Testing: A
Quality Improvement Initiative. Pediatrics. 2018 Jul;142(1) 
18. Sadeghirad B, Siemieniuk RAC, Brignardello-Petersen R, Papola D,
Lytvyn L, Vandvik PO, Merglen A, Guyatt GH, Agoritsas T.
Corticosteroids for treatment of sore throat: systematic review and meta-
analysis of randomised trials. BMJ. 2017 Sep 20;358:j3887.\
19. Jaworek AJ, Earasi K, Lyons KM, Daggumati S, Hu A, Sataloff RT. Acute
infectious laryngitis: A case series. Ear Nose Throat J. 2018
Sep;97(9):306-313. 

Anda mungkin juga menyukai