Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

TONSILOFARINGITIS

RSUP PERSAHABATAN DI POLIKLINIK ANAK

Di Susun Oleh :

Hanifah Noor Robbany 2720200004

UNIVERSITAS ISLAM ASYAFI’IYAH

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya dan
karunianya saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya, adapun tema dari
Laporan Pendahuluan ini adalah ‘Tonsilofaringitis ’’

Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada


pembimbing rumah sakit yang telah memberikan tugas terhadap saya. saya jauh dari
sempurna dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang sesungguhnya. Oleh karena
itu,keterbatasan waktu dan kemampuan kami, Maka kritik dan saran yang membangun
senantiasa saya harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi saya pada khususnya dan
pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.

Bekasi, 16 Februari 2023

Penyusun
A. PENGERTIAN
Tonsilofaringitis adalah radang pada tenggorokan yang terletak dibagian
faring dan tonsil. Radang faring pada anak hampir selalu melibatkan organ sekitarnya
sehingga infeksi pada faring juga mengenai tonsil sehingga disebut sebagai
tonsilofaringitis dan kadang dikenal dengan sebutan radang tenggorokan (Ngastiyah,
2005). Tonsilofaringits adalah peradangan pada tongsil dan faring yang masih bersifat
ringan radang faring pada anak hampir selalu melibatakan organ disekitarnya
sehinggga infeksi pada faring biasanya juga mengenal tongsil. Sehingga disebut
sebagai tongsilofaringitis akut (Suriadi, 2004)
Tonsilofaringitis akut merupakan faringitis akut dan tonsilitis akut yang
ditemukan bersama – sama( Efiaty, 2002 ). Tonsilofaringitis adalah infeksi (virus atau
bakteri) dan inflamasi pada tonsil dan faring (Muscari, 2005).
Penyakit tonsilitis merupakan peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh
infeksi bakteri atau virus. Selain virus dan bakteri, penyakit ini juga bisa disebabkan
karena kegagalan atau ketidaksesuaian pemberian antibiotik pada saat pertama kali
menderita (tonsilitis akut) sehingga penyakit ini semakin meradang jika timbul untuk
kedua kalinya dan menjadi tonsilitis kronis. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
namun umumnya menyerang pada anak-anak (Ramadhan et al., 2017). Dari beberapa
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tonsilofaringitis merupakan peradangan
pada faring atau tonsil ataupun keduanya yang disebabkan oleh bakteri dan juga oleh
virus.

B. ETIOLOGI
Menurut Suardi (2010) berbagai bakteri dan virus dapat menjadi etiologi
faringitis, baik faringitis sebagai manifestasi tunggal maupun sebagai bagian dari
penyakit lain. Virus merupakan etiologi terbanyak terjadinya faringitis akut, terutama
pada anak berusia ≤ 3 tahun (prasekolah).
Penyebab tonsilofaringitis bermacam – macam, diantaranya adalah yang
tersebut dibawah ini yaitu :
1. Streptokokus Beta Hemolitikus
2. Streptokokus Viridans
3. Streptokokus Piogenes
4. Virus Influenza
Infeksi ini menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah ( droplet
infections ).
Gejala umum tonsilitis kronis yaitu sakit tenggorok, disfagia, dan demam.
Penyakit tonsil mempengaruhi struktur terkait anatomi lainnya seperti celah telinga
tengah, sinus paranasal, dan gabungan saluran pernafasan dengan bagian atas saluran
pencernaan. Anak-anak yang mengalami tonsilitis kronis memiliki pembesaran tonsil
dan pembuluh darah membesar pada permukaan tonsil (Triola, Zuhdi, & Vani, 2020).
Tanda-tanda maupun gejala tonsilitis yang sering ditemukan diantaranya
perasaan mudah lelah dan lesu, sulit berkonsentrasi, rasa tidak enak pada
tenggorokan, sulit menelan hingga rasa sakit saat menelan, nafas atau mulut berbau
serta terkadang muncul juga gangguan pada telinga dan siklus tidur seseorang.
Pengaruh non mikroba juga menjadi penyebab dari penyakit ini seperti refluks
esofagus, imunomodulator dan radikal bebas. Radikal bebas sendiri merupakan
molekul tidak stabil dan sangat reaktif sehingga bisa menyebabkan kerusakan jaringan
terutama di membrane sel (Liwikasari, 2018).
Peradangan tonsil akan mengakibatkan pembesaran yang menyebabkan
kesulitan menelan atau seperti ada yang mengganjal di tenggorok. Pada anak biasanya
keadaan ini juga dapat mengakibatkan keluhan berupa ngorok saat tidur karena
pengaruh besarnya tonsil mengganggu pernafasan bahkan keluhan sesak nafas juga
dapat terjadi apabila pembesaran tonsil telah menutup jalur pernafasan. Jika
peradangan telah ditanggulangi, kemungkin tonsil kembali pulih seperti semula atau
bahkan tidak dapat kembali sehat seperti semula. Apabila tidak terjadi penyembuhan
yang sempurna pada tonsil, dapat terjadi infeksi berulang. Apabila keadaan ini
menetap, bakteri patogen akan bersarang di dalam tonsil dan terjadi peradangan yang
kronis atau yang disebut dengan tonsilitis kronis (Maulana Fakh, Novialdi, &
Elmatris, 2016). Streptococcus beta hemolitikus grup A adalah bakteri penyebab
terbanyak faringitis / tonsilofaringitis akut. Bakteri tersebut mencakup 15 – 30% dari
penyebab faringitis akut pada anak.

Mikroorganisme penyebab tonsilofaringitis adalah:


1. Bakteri
Streptococcus, sering merupakan komplikasi dari penyakit virus
lainnya seperti morbili dan varisella atau komplikasi penyakit kuman lain
seperti pertusis atau pneumonia dan pneumococcus. Streptococcus lebih
banyak pada anak-anak dan bersifat progresif resistensi terhadap
pengobatan dan sering menimbulkan komplikasi seperti abses paru,
empiema, tension pneumotoraks.
2. Virus
Lebih dari 200 virus dapat menyebabkan infeksi pada saluran
pernapasan bagian atas, diantaranya adalah :
a. Rhinovirus adalah salah satu jenis virus yang paling sering menjadi
penyebab infeksi pada saluran pernapasan bagian atas. Meskipun
pasien mendapat immunitas terhadap serotipe virus akan tetapi
lebih dari 100 serotipe virus telah dikenali. Meningkatkan
immunitas terhadap semua rhinovirus membutuhkan waktu yang
lama.
b. Syncytial . Sering dimulai pada bayi menyerang sistim pernapasan
bagian atas kemudian menginvasi saluran penapasan bagian bawah.
Pada anak yang lebih tua dan orang dewasa secara alami yang
terinfeksi virus syncytial biasanya mempunyai gejala pernapasan
yang khas yang mungkin berakhir 2 minggu. Masa inkubasi virus
2-7 hari setelah pajanan dan berlanjut hingga 2 minggu.

Menurut Suriadi (2004) Penyebab tonsilofaringitis bermacam-macam, yakni


sebagai berikut :

1. Streptokokus pyogenesis
Bakteri gram psotif bentuk pudar yang tumbuh dalam rantai panjang
dan menyebabkan infeksi streptokokus gram A penyakit  penting
manusia berkisar  dari infeksi  khasnya bermula ditenggorokan dan kulit.
2.   Streptokokus viridians
Kelompok besar bakteri streptokokuskomensial yang baik a-hemolitik,
mengahasilkan warna hijau pekat pada darah.
3. Streptokukus Beta Hemalitikus
Bakateri gram positif yang dapat berkembang baik tenggorakan yang
sehat dan bisa menyebabkan infeksi saluran nafas akut.
4. Virus influenza
Virus RNA dari family orthomyxo viridae (virus influenza).Virus ini
ditularkan dengan medium udara melalui bersin pada manusia.
C. PATOFISIOLOGI
Bakteri dan virus masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas akan
menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui sistem
limfa ke tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya
proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat menghambat keluar
masuknya udara. Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring
serta ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga
menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan, nyeri telan, demam tinggi dan bau mulut
serta otalgia.
Faringitis Streptococcus beta hemolitikus grup A (SBHGA) adalah infeksi
akut orofaring dan atau nasofaring oleh SBHGA. Penyebaran SBHGA memerlukan
penjamu yang rentan dan difasilitasi dengan kontak yang erat. Infeksi jarang terjadi
pada anak berusia di bawah 2 tahun, mungkin karena kurang kuatnya SBHGA
melekat pada sel-sel epitel. Infeksi pada toddlers paling sering melibatkan nasofaring.
Remaja biasanya telah mengalami kontak dengan organisme beberapa kali sehingga
terbentuk kekebalan, oleh karena itu infeksi SBHGA lebih jarng pada kelompok ini.
Faringitis akut jarang disebabkan oleh bakteri, diantara penyebab bakteri
tersebut, SBHGA merupakan penyebab terbanyak. Streptococcus grup C dan D telah
terbukti dapat menyebabkan epidemi faringitis akut, sering berkaitan dengan makanan
dan air yang terkontaminasi. Pada beberapa kasus dapat menyebabkan
glomerulonefritis akut (GNA). Organisme ini lebih sering terjadi pada usia dewasa.
Bakteri maupun virus dapat secara langsung menginvaasi mukosa faring yang
kemudian menyebabkan respon peradangan lokal. Rhinovirus menyebabkan iritasi
mukosa faring sekunder akibat sekresi nasal. Sebagian besar peradangan melibatkan
nasofaring, uvula dan palatum mole. Perjalanan penyakitnya adalah terjadi inokulasi
dari agen infeksius di faring yang menyebabkan peradangan lokal, sehingga
menyebabkan eritema faring, tonsil, dan keduanya. Infeksi Streptococcus ditandai
dengan invasi lokal serta pelepasan toksin ekstraseluler dan protease. Transmisi dari
virus yang khusus dan SBHGA terutama terjadi akibat kontak tangan dengan sekret
hidung dibandingkan dengan kontak oral. Gejala akan tampak setelah masa inkubasi
yang pendek yaitu 24 – 72 jam (Suardi, 2010).
D. PATHWAY

Invasi kuman pathogen

Penyebaran limfogen

Faring dan tonsil

Proses inflamasi

Tonsilofaringitis akut

Hipertermi

Edema faring dan tonsil Tonsil dan adenoid membesar

Nyeri telan Obstruksi pada tuba eustaki

Sulit makan dan minum kurangnya pendengaran infeksi sekunder

Kelemahan otitis media


Resiko
perubahan status
nutrisi kurang Intoleransi
dari kebutuhan aktivitas Gangguan persepsi :
tubuh pendengaran

E. TANDA DAN GEJALA


Tonsilofaringitis akut Streptococcus sangat mungkin jika dijumpai tanda dan
gejala sebagai berikut:
1. Awitan akut, disertai mual dan muntah.
2. Terdapat nyeri pada tenggorokan
3. Nyeri ketika menelan
4. Kadang disertai otalgia (sakit telinga)
5. Demam tinggi
6. Anoreksia
7. Malaise
8. Kelenjar limfa leher membengkak
9. Pada pemeriksaan tenggorokan ditemukan faring yang hiperemi, pembesaran
tonsil disertai hiperemia, kadang didapatkan bercak kuning keabu-abuan yang
dapat meluas membentuk seperti membran. Bercak menutupi kripta dan terdiri
dari leukosit, sel epitel yang sudah mati dan kuman patogen (Ngastiyah, 2005).

Pada tonsilofaringitis akibat virus, dapat juga ditemukan ulkus di palatum mole
dan dinding faring serta eksudat di palatum dan tonsil, tetapi sulit dibedakan dengan
eksudat pada tonsilofaringitis akibat Stretococcus. Gejala yang timbul dapat
menghilang selama 24 jam, berlangsung 4 – 10 hari (Suardi, 2010).

F. KOMPLIKASI
Menurut Mansjoer (2001) komplikasi yang bisa timbul akibat penyakit
tonsilofaringitis yang tidak tertangani secara baik adalah :
1. Otitis media akut
2. Abses peritonsil
3. Toksemia
4. Bronkitis
5. Miokarditis
6. Artritis.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosa
tonsilofaringitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi :
1. Leukosit : terjadi peningkatan
2. Hemoglobin : terjadi penurunan
3. Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat.
H. PENATALAKSANAAN
Penanganan pada anak dengan tonsilofaringitis akut adalah :
1. Penatalaksanaan medis
a. antibiotik baik injeksi maupun oral seperti cefotaxim, penisilin, amoksisilin,
eritromisin dll
b. antipiretik untuk menurunkan demam seperti parasetamol, ibuprofen.
c. analgesic
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. kompres dengan air hangat
b. istirahat yang cukup
c. pemberian cairan adekuat, perbanyak minum hangat
d. kumur dengan air hangat
e. pemberian diit cair atau lunak sesuai kondisi pasien

I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Keluhan utama : sakit tenggorokan, nyeri telan, demam dll
b. Riwayat penyakit sekarang : serangan, karakteristik, insiden,
perkembangan, efek terapi dll
c. Riwayat kesehatan lalu : riwayat kelahiran, riwayat imunisasi,
penyakit yang pernah diderita ( faringitis berulang, ISPA, otitis
media ), riwayat hospitalisasi.
d. Pengkajian umum : usia, tingkat kesadaran, antopometri, tanda – tanda
vital dll
e. Pernafasan : kesulitan bernafas, batuk
f. Ukuran besarnya tonsil dinyatakan dengan :
• T0 : bila sudah dioperasi
• T1 : ukuran yang normal ada
• T2 : pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah
• T3 : pembesaran mencapai garis tengah
• T4 : pembesaran melewati garis tengah
g. Nutrisi : sakit tenggorokan, nyeri telan, nafsu makan menurun,
menolak makan dan minum, turgor kurang.
h. aktifitas / istirahat : anak tampak lemah, letargi, iritabel, malaise.
i. keamanan / kenyamanan : kecemasan anak terhadap hospitalisasi.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan
tonsilofaringitis akut adalah :
a. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada faring dan tonsil.
b. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan pada tonsil.
c. Resiko perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan adanya anoreksia.
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan.
e. Gangguan persepsi sensori : pendengaran berhubungan dengan adanya
obstruksi pada tuba eustakii.
3. Intervensi Keperawatan
a. Dx 1: Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada faring dan
tonsil.
Intervensi :
Pantau suhu tubuh anak ( derajat dan pola ), perhatikan menggigil atau
tidak.
Pantau suhu lingkungan.
Batasi penggunaan linen, pakaian yang dikenakan klien.
Berikan kompres hangat
Berikan cairan yang banyak ( 1500 – 2000 cc/hari )
Kolaborasi pemberian antipiretik
b. Dx 2 : Nyeri berhubungan dengan pembengkakan pada tonsil
Intervensi :
Pantau nyeri klien(skala, intensitas, kedalaman, frekuensi )
Kaji TTV
Berikan posisi yang nyaman
Berikan tehnik relaksasi dengan tarik nafas panjang melalui hidung dan
mengeluarkannya pelan – pelan melalui mulut
Berikan tehnik distraksi untuk mengalihkan perhatian anak
Kolaborasi pemberian analgetik
c. Dx 3 : Resiko perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan adanya anoreksia
Intervensi : 
Kaji conjungtiva, sclera, turgor kulit
Timbang BB tiap hari
Berikan makanan dalam keadaan hangat
Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi seringsajikan makanan dalam
bentuk yang menarik
Tingkatkan kenyamanan lingkungan saat makan
Kolaborasi pemberian vitamin penambah nafsu makan anak
d. Dx 4 : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
Intervensi :
Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Observasi adanya kelelahan dalam melakukan aktifitas
Monitor TTV sebelum, selama dan sesudah melakukan aktifitas
Berikan lingkungan yang tenang
Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi klien
e. Dx 5 : Gangguan persepsi sensori : pendengaran berhubungan dengan
adanya obstruksi pada tuba eustakii
Intervensi : 
Kaji ulang gangguan pendengaran yang dialami klien
Lakukan irigasi telinga
Berbicaralah dengan jelas dan pelan
Gunakan papan tulis / kertas untuk berkomunikasi jika terdapat kesulitan
dalam berkomunikasi 
Kolaborasi pemeriksaan audiometric
Kolaborasi pemberian tetes telinga.
4. Evaluasi
Dx 1 : Suhu tubuh normal
Dx 2 : Nyeri berkurang / hilang
Dx 3: Tidak ada perubahan status nutrisi / BB normal
Dx 4 : Bisa melakukan aktivitas dengan baik
Dx 5 : bias mendengar dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. (2001). Buku Ajar Ilmu Kesehatan :
Telinga HidungTenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Muscari, Mary E. (2005). Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Ngastiyah, Setiawan. (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Suardi, Adi Utomo, dkk. (2010). Buku Ajar: Respirologi Anak. Edisi pertama. Jakarta:
Badan penerbit IDAI.

Suriadi. (2004). Perawatan Luka. Cetakan ke I. Jakarta : CV Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai