RETINOPATI
OLEH :
M. Fakhri Rafif
G1A219036
PEMBIMBING:
dr. Vonna Riasari, Sp.M
i
HALAMAN PENGESAHAN
CLINICAL SCIENCE SESSION
RETINOPATI
DISUSUN OLEH
M. Fakhri Rafif
G1A219036
Jambi, Mei2021
PEMBIMBING
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan Clinical Science Session berupa Referatyang
berjudul “Retinopati” pada Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Mata RSUD H.
Abdul Manap Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.Tugas
ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dan peserta
kepaniteraan lain terutama mengenai retinopati.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Vonna
Riasari, Sp.M, sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk
membimbing penulis dalam penyusunan dan presentasi referat ini.
Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan,
sehingga diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
yang membacanya.Semoga referat ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak yang membutuhkan.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan…………………………………………………………… ii
Kata Pengantar………………………………………………………………… iii
Daftar Isi……………………………………………………………………….. iv
BAB I Pendahuluan ..............................................................................................1
BAB II Tinjauan Pustaka......................................................................................2
2.1Anatomi dan Fisiologi Retina.............................................................................2
2.2 Retinopati......................................................................................................... 4
2.3 Retinopati Diabetik............................................................................................4
2.4 Retinopati Hipertensi.......................................................................................13
2.5 Retinopati Prematuritas....................................................................................21
2.6 Retinopati Akibat Trauma Non-Okuli……………………………………… 25
2.7 Retinopati Toksik............................................................................................26
2.8 Retinopati Anemi.............................................................................................27
2.9 Degenerasi Makula..........................................................................................28
2.10 Retinitis Pigmentosa......................................................................................28
BAB III Kesimpulan............................................................................................29
Daftar Pustaka
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Retinopati merupakan salah satu penyakit mata dengan ciri mata tenang
visus turun perlahan.Penyakit ini tidak disebabkan oleh adanya inflamasi dan
biasanya merupakan kondisi lanjutan dari suatu penyakit yang mendasari.Jenis
retinopati yang sering dijumpai di klinis adalah Retinopati Diabetik, Retinopati
Hipertensi, Retinopati Prematuritas dan jenis retinopati lainnya. Setiap jenis
tersebut memiliki gambaran dan mekanisme tersendiri, tetapi sama-sama
menganggu fungsi struktur retina.1,2
Retina merupakan struktur jaringan mata paling kompleks.Struktur ini
menerima stimulus visual dari media refraksi di depannya dan mengubahnya
menjadi stimulis listrik menuju ke pusat penglihatan. Struktur ini terdiri dari sel-
sel fotoreseptor batang dan kerucut yang sangat penting dalam proses
penglihatan.1
Penatalaksanaan penyakit retinopati akan disesuaikan pula dengan jenis dan
penyebabnya. Prinsip tata laksana ialah mengobati penyakit yang
mendasarinya.1,2Pada referat ini akan dibahas anatomi dan fisiologi dari retina
serta beberapa jenis retinopati yang umum dijumpai pada praktik klinik.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Retina
Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan
semitransparan yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinidng bola
mata.Retina membentang ke anterior hampir sejauh corpus ciliare dan berakhir
pada ora serata dengan tepi yang tidak rata. Pada orang dewasa, ora serata berda
sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm pada
sisi nasal. Permukaan luar retina sensoris bertumpuk dengan lapisan epitel
berpigmen retina sehingga juga berhubungan dengan membrane Bruch, koroid,
dan sclera.1
Terdapat dua macam fotoreseptor, yaitu sel kerucut yang sensitif terhadap
warna dan sel batang yang sensitif terhadap derajat penyinaran dan terhadap
intensitas penyinaran yang kecil (adaptasi gelap). Fotoreseptor ini merupakan
antena sistem penglihatan. Fotoreseptor akan bereaksi terhadap cahaya dan
mengubah energi cahaya menjadi persepsi penglihatan. Pigmen penglihatan
didalam fotoreseptor secara kimiawi aktif mempengaruhi perubahan energi ini.
Pigmen penglihatan termasuk dalam kelas karotenoid dan terikat pada reseptor
molekul-molekul protein. Sel kerucut berisi pigmen yang beregenerasi secara
cepat, yaitu iodopsin dan sianopsin. Sel batang berisi rhodopsin yang
regenerasinya lebih lambat (visual purple).3
Retina dibagian luarnya berhubungan erat dengan koroid. Koroid memberi
nutrisi pada retina luar atau sel kerucut dan sel batang. Bagian koroid yang
memegang peranan penting dalam metabolisme retina adalah membrane Bruch
dan sel epitel pigmen yang tidak dapatditembus cahaya. Pada cahaya terang,
kerucut memanjang kearah badan kaca, yaitu kea rah datangnya sinar.Pada saat
bersamaan batang bergerak ke arah epitel pigmen. Dalam keadaan remang-
remang terjadi kebalikan “perilaku motorik retina”, batang memanjang kearah
datangnya sinar, sedangkan kerucut bergerak kearah epitel pigmen.1,4
Secara anatomis,retina berbatasan dengan sel pigmen retina dan koroid
yang terdiri atas 10 lapisan:1
2
1. Membrane limitan interna merupakan membrane hialin antara retina dan badan
kaca
2. Serabut saraf terdapat akson sel ganglion menuju nervus optikus, terdapat
pembuluh darah retina
3. Lapisan sel ganglion merupakan lapisan badan sel dari nervus opticus
4. Lapisan pleksiform dalam yang mengandung sambungan sel ganglion dalam sel
amakrin dan sel bipolar
5. Lapis nucleus dalam merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel muller
lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral
6. Lapis pleksiform luar merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal
7. Lapis nucleus luar merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan sel batang
8. Membrane limitan eksterna yang merupakan membran maya
9. Lapis fotoreseptor merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut
10. Lapisan epitelium pigmen retina
3
2.2 Retinopati
Retinopati merupakan penyakit dengan kerusakan pada retina yang
menyebabkan terjadinya gangguan penglihatan.Retinopati seringkali dihubungkan
dengan penyakit vaskular retina, atau kelainan pada retina yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah.4 Penyakit ini seringkali merupakan komplikasi dari suatu
penyakit yang mendasarinya.1,2
Pembagian Retinopati berdasarkan penyebab:1,2
1. Diabetes mellitus : retinopati diabetic
2. Penyakit pembuluh darah seperti retinopati arteriosklerosis, retinopati
hipertensi, retinopati hipotensi.
3. Bayi lahir prematur : retinopati prematuritas
4. Riwayat trauma non okuli : retinopati purtschers, retinopati embolisasi lipid,
retinopati valsava
5. Riwayat Toksin
6. Anemia : retinopati anemia
7. Proses degenerasi : degenarasi macula, retinitis pigmentosa
2.3.2 Epidemiologi
Terdapat kurang lebih 16 juta orang dengan diabetes di Amerika Serikat,
namun hanya 50% dari jumlah tersebut yang mengetahui bahwa dirinya menderita
DM dan hanya 25% yang mendapatkan perawatan oftalmologi yang baik. Hal ini
menggambarkan mengapa RD menjadi penyebab kebutaan nomor satu pada
individu berusia 25-74 tahun di negara itu, kurang lebih 8000 kasus baru per
tahun.
4
sebesar 20-30 kali dari pada orang non-diabetes yang berusia sama. Diabetes
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar, tidak hanya komplikasi
oftalmologis yang diderita, namun juga komplikasi neurologis dan vaskuler, dan
akan terus bertambah seiring dengan usia.
5
4. Hipertensi. Jika tekanan darah tidak terkontrol dapatt memicu perburukan
RD dan perkembangan kearah PDR secara lebih cepat pada DM tipe 1 dan
2.
5. Kehamilan. Wanita yang saat awal kehamilan tidak memiliki retinopati,
memiliki resiko 10% untuk mengalami nonproliferative diabetic retinopathy
(NPDR).Sedangkan pada mereka yang sudah memiliki NPDR pada awal
kehamilan dan mereka yang memiliki hipertensi cenderung untuk
memperlihatkan progresi, dengan peningkatan perdarahan, cotton-wool
spots, dan macular edema.Namun, kejadian ini umumnya kembali normal
setelah persalinan.Sekitar 4% wanita hamil dengan NPDR berkembang
menjadi PDR. Pasien dengan PDR pada awal kehamilan yang tidak diterapi
memiliki prognosis yang buruk, kecuali dilakukan tindakan panretinal
photocoagulation (PRP). Retinopati pada wanita hamil dapat terjadi pada
pasien dengan kontrol diabetes yang buruk sebelum hami, kontrol yang
terlalu cepat dan ketat pada awal kehamilan, dan kondisi pre-eklamsia serta
ketidakseimbangan cairan.
6. Merokok, obesitas, dan hiperlipidemia.
2.3.4 Patofisiologi
Mekanisme pasti terjadinya RD pada pasien DM belum diketahui sampai
saat ini. Namun, terdapat beberapa teori yang dipercara dapat menjelaskan
perjalanan penyakit ini secara lebih detail.
Aldose Reductase
Enzim ini merubah gula menjadi alkohol (glukosa menjadi sorbitol,
dan galaktosa menjadi galactitol). Karena sorbitol dan galactitol tidak dapat
menembus sel, konsentrasinya intraseluler akan meningkat. Tekanan osmotic
kemudian akan menyebabkan air berdifusi ke dalam sel, menyebabkan
ketidakseimbangan elektrolit. Akibat proses ini pada sel epitel lensa, yang
memiliki konsentrasi aldose reductase tinggi, adalah munculnya katarak pada
anak, hewan percobaab dengan galaktosemia, dan hewan percobaan dengan DM.
Karena enzim ini juga ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi di perisit retina
dan sel Schwann, beberapa peneliti beranggapan bahwa RD dan neuropati
mungkin disebabkan oleh kerusakan sel akibat aldose reductase.
6
Vasoproliferative Factors
Vascular endothelial growth factor (VEGF), yang menghambat
pertumbuhan endotel retina secara in vitro, dilibatkan dalam patogenesis RD.
VEGF dianggap memiliki hubungan langsung terhadap munculnya abnormalitas
vascular retina seperti yang ditemukan pada kasus diabetes. Pada hewan
percobaan, tampak bahwa ekspresi VEGF berhubungan dengan pembentukan dan
regresi neovaskularisasi. Konsentrasi VEGF di vitreus lebih tinggi pada pasien
PDR daripada NPDR.
Platelets and Blood Viscosity
Abnormalitas trombosit atau perubahan viskositas darah pada kasus DM
kemungkinan berhubungan dengan kejadian RD dengan menyebabkan oklusi
kapiler fokal dan iskemia fokal pada retina.
7
vitreus-retina dan dapat menyebar ke dalam vitreus, menyebabkan perdarahan
vitreus.Dapat pula terbentuk Jaringan fibrotik yang terbentuk di vitreus-
retina dapat menyebabkan pelepasan lapisan retina.
8
terletak lebih dalam daripada pembuluh darah retina dan merupakan manifestasi
dari udema kronik. Edema makular terlihat pada pemeriksaan slit- lamp sebagai
lapisan elevasi dan terlihat kabur di retina.
b. Retinopati proliferatif
Gejala meliputi visus menurun dan titik hitam atau kilatan cahaya di
lapangan pandang penderita. Vitreus dapat perdarahan atau retina dapat terlepas,
mengakibatkan visus menghilang secara mendadak.
Retinopati proliferatif didiagnosis saat kapiler preretina terlihat baik di
nervus optik atau permukaan retina, perdarahan retina terjadi hingga ke vitreus
bila kapiler tersebut terganggu, pelepasan dan kontraktur cairan vitreus dapat
terjadi.
9
2.3.6 Penegakan Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan oftamologis, mulai dari
pemeriksaan tajam penglihatan, oftalmoskopi, Ocular Coherence Tomography
(OCT), dan tonometri.Semua diabetisi sebaiknya mendapatkan pemeriksaan mata
secara rutin, dan bila perlu diujuk ke spesialis mata.
Hasil pemeriksaan rutin tahunan yang tidak butuh rujukan adalah
ditemukkan gambaran fundus yang normal dan kondisi mild NPDR dengan
perdarahan minimal dan/atau hard exudates minimal lebih dari 1 disk diameter
dari fovea. Kondisi yang rutin untuk dirujuk adalah NPDR dengan eksudat
circinate yang luas di arkus temoral mayor tanpa ancaman terhadap fovea atau
NPDR tanpa makulopati tapi dengan penurunan visus. NPDR dengan hard
exudates dan/atau perdarahan dalam 1 diameter disk dari fovea, makulopati, dan
PPDR sebaiknya segera dirujuk. Sedangkan kasus-kasus yang gawat darurat dan
butuh rujukan segera adalah PDR, perdarahan preretina atau vitreus, rubeosis
iridis, dan ablasi retina.
2.3.7 Penatalaksanaan
Tindakan utama pada kasus RD adalah mengkontrol gula darah pasien.
ADA merekomendasikan semua kasus DM sebaiknya berusaha mempertahankan
kadar Hb A1c kurang dari 7% untuk mencegah atau setidaknya mengurangi
komplikasi jangka panjang DM, termasuk RD.
Tatalaksana untuk masing-masing bentuk RD adalah:
a. Nonproliferative diabetic retinopathy
Pasien dengan mild-NPDR tidak memerlukan terapi, namun harus dikontrol
setiap tahun. Selain mengkontrol diabetes, faktor lain yang berhubungan seperti
hipertensi, anemia, dan gangguan ginjal juga harus diperhatikan.
b. Preproliferative diabetic retinopathy
PPDR harus mendapatkan perhatian khusus karena tingginya resiko
terjadinya PDR. Terapi fotokoagulasi umumnya tidak dilakukan, kecuali follow-
up secara reguler tidak dapat dilakukan atau bila tajam penglihatan mata
sebelahnya sudah hilang akibat PDR.
10
c. Clinically significant macular oedema
CSMO membutuhkan terapi fotokoagulasi laser terlepas dari tingkat tajam
penglihatan karena terapi ini menurunakn resiko kehilangan penglihatan sebesar
50%. Pemeriksaan FA sebelum terapi berguna untuk menggambarkan area dan
peluasan kebocoran serta untuk mendeteksi ischaemic maculopathy yang
memberikan prognosis yang buruk dan merupakan kontraindikasi untuk terapi ini.
Vitrectomy
Vitrektomi pars plana dapat diindikasikan jika edema makular diikuti
dengan traksi tangensial dari membaran hialoid posterior yang menebal dan
tegang. Pada kasus ini, keuntungan terapi laser sangat terbatas, sedangkan
tindakan bedah untuk melepaskan traksi cukup bermanfaat.
11
d. Proliferative diabetic retinopathy menggunakan Panretinal laser
photocoagulation (PRP)
Terapi laser ditujukan untuk menginduksi pembentukan pembuluh
darah baru dan mencegah kehilangan penglihatan akibat perdarahan vitreus dan
ablasio retina traksional. Terapi lebih lanjut tergantung pada tingkat keparahan
PDR. Sinar laser diberikan dengan intensitas rendah dan berjauhan untuk kasus
ringan, sedangkan untuk kasus berat sebaliknya.
2.3.8 Prognosis
The Early Treatment for Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) menemukan
aplikasi bedah laser untuk edema macular menekan insidens kehilangan
penglihatan moderate (sudut penglihatan ganda atau kehilangan penglihatan untuk
membandingkan 2 garis secara kasar) dari 30% menajdi 15% selama periode 3
tahun.
Factor prognostic yang menolong antara lain onset baru dari eksudat yang
bersifat circinate, kebocoran yang dapat ditentukan dengna jelas, dan perfusi
perifoveal yang baik. Sedangkanfactor prognostic yang memberatkan antara lain
edema difus atau kebocoran yang banyak, deposit lipid di fovea, tanda-tanda
inskemia macular, cystoid macular edema, visus preoperative kurang dari 20/200,
dan hipertensi.
The diabetic retinopathy study (DRS) menemukan bahwa terapi scatter
PRP yang adekuat akan menurunakn resiko kehilangan penglihatan (visus <
5/200) lebih dari 50% pada kasus-kasus PDR.
Prognosis buruk pada retinopati proliferatif jika telah terjadi iskemia retina
berat, neovaskularisasi luas, atau pembentukan jaringan fibrotik preretina yang
luas.Tanpa perdarahan vitreus dan pelepasan retina, visus dapat membaik
kembali, dan intervensi terapeutik dlakukan untuk mencegah kehilangan yang
lebih parah.
12
2.4 Retinopati Hipertensi
2.4.1 Definisi
Retinopati hipertensi adalah kelainan retina dan pembuluh darah retina
akibat tekanan darah tinggi.Perubahan pembuluh darah retina muncul akibat
peningkatan tekanan darah secara kronik.Bukan hanya retina, namun juga
melibatkan koroid dan saraf optik.
2.4.2 Epidemiologi
Prevalensi lebih tinggi didapatkan pada orang kulit hitam berhubungan
dengan tekanan darah yang lebih tinggi pada ras tersebut.Pada laki-laki angka
kejadiannya juga lebih tinggi. Namun pada usia lebih dari 50 tahun, wanita
memiliki prevalensi yang lebih tinggi dari laki-laki. Frekuensi tertinggi terjadinya
retinopati hipertensi adalah pada pasien dengan tekanan darah yang tidak
terkontrol.
2.4.3 Patogenesis
Dinding arteriol normal bersifat transparan, sehingga apa yang sebenarnya
terlihat adalah kolom- kolom darah di dalam pembuluh. Pantulan cahaya yang
tipis di tengah kolom-kolom darah di dalam pembuluh.Apabila dinding arteriol
terinfiltrasi oleh lemak dan kolesterol, pembuluh menjadi sklerotik.Seiring dengan
berlanjutnya prosses ini, dinding pembuluh secara bertahap kehilangan
transparansinya dan menjadi terlihat berupa kolom darah tampak lebih lebar
daripada normal, dan refleksi cahaya yang tipis menjadi lebih lebar. Produk-
produk lemak kuning keabu- abuan yang terdapat di dinding pembuluh bercampur
dengan warna merah kolom darah dan menghasilkan gambaran khas ”kawat
tembaga” (copper-wire). Apabila sklerosis berlanjut, refleksi cahaya dinding
pembuluh-kolom darah mirip dengan ”kawat perak” (silver-wire). Bahkan dapat
terjadi sumbatan suatu cabang arteriol.Oklusi arteri primer ataupun sekunder
akibat arterioslerosis yang mengakibatkan oklusi vena dapat menyebabkan
perdarahan retina.
13
2.4.4 Manifestasi klinis
Hipertensi atau tekanan darah tinggi memberikan kelainan pada retina
berupa retinopati hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak teratur, eksudat
pada retina, edema retina danperdarahan retina.Kelainan pembuluh darah dapat
berupa penyempitan umum atau setempat, atau sklerose pembuluh darah.
Penyempitan (spasme) pembuluh darah tampak sebagai pembuluh darah
(terutama arteriol retina) yang berwarna lebih pucat, kaliber pembuluh yang
menjadi lebih kecil atau ireguler (karena spasme lokal), dan percabangan arteriol
yang tajam.
Kelainan berupa sklerosis dapat tampak sebagai refleks copper wire, refleks
silver wire, sheating, lumen pembuluh darah yang ireguler dan fenomena
crossing. Fenomena crossing dapat berupa pengangkatan vena oleh arteri yang
berada dibawahnya (elevasi), pergeseran posisi vena oleh arteri yang bersilangan
dengan vena tersebut dengan sudut persilangan yang lebih kecil (deviasi),
penekanan yang kuat oleh arteri yang menyebabkan bendungan vena (kompresi).
Retinopati hipertensi dapat juga berupa perdarahan atau eksudat retina yang
pada daerah makula dapat memberikan gambaran seperti bintang (star figure).
Eksudat retina tersebut dapat berupa eksudat pungtata yang tersebar, eksudat putih
pada daerah yang tidak tentu dan luas, dan cotton wall patches yang merupakan
edema serat saraf retina akibat mikroinfark sesudah penyumbatan arteriole,
biasanya terletak sekitar 2-3 diameter papail di dekat kelompok pembuluh darah
utama sekitar papil.
2.4.5 Klasifikasi
Terdapat beberapa klasifikasi retinopati hipertensi.Klasifikasi retinopati
hipertensi di bagian I.P. Mata RSCM adalah:
Tipe 1 :
Fundus hipertensi dengan atau tanpa retinopati, tidak ada sklerose dan
terdapat pada orang muda
Funduskopi : arteri menyempit dan pucat, arteri meregang dan
percabangan tajam, perdarahan ada atau tidak ada, eksudat ada atau
tidak ada
14
Tipe 2:
Fundus hipertensi dengan atau tanpa retinopati sklerose senil, terdapat
pada orang tua
Funduskopi: pembuluh darah tampak mengalami penyempitan,
pelebaran dan sheating setempat. Perdarahan retina ada atau tidak
ada.Tidak ada edema papil.
Tipe 3:
Fundus dengan retinopati hipertensi dengan arteriosklerosis, terdapat
pada orang muda
Funduskopi : penyempitan arteri, kelokal bertambah fenomena crossing
perdarahan multipel, cotton wool patches, makula star figure
Tipe 4:
Hipertensi yang progresif
Funduskopi : edema papil, cotton wool patches, hard exudate, star
figure exudate yang nyata
Klasifikasi menurut Scheie:
Stadium I: terdapat penciutan setempat pada pembuluh darah kecil.
Stadium II: penciutan pembuluh darah arteri menyeluruh, dengan
kadang-kadang penciutan setempat sampai seperti benang, pembuluh
darah arteri tegang dan membentuk cabang keras.
Stadium III: lanjutan stadium II, dengan eksudat cotton, dengan
perdarahan yang terjadi akibat diastol di atas 120 mmHg, kadang-
kadang terdapat keluhan berkurangnya penglihatan.
Stadium IV: seperti stadium III dengan edema papil dengan eksudat
star figure, disertai keluhan penglihatan menurun dengan tekanan
diastol kira-kira 150 mmHg.
Klasifikasi Keith Wagener Barker, dimana klasifikasi ini dibuat berdasarkan
meninggalnya penderita dalam waktu 8 tahun:
Derajat 1: penciutan ringan pembuluh darah. Dalam periode 8 tahun 4%
meninggal.
15
Derajat 2: penambahan penciutan, ukuran pembuluh nadi dalam
diameter yang berbeda-beda, terdapat fenomen crossing. Dalam periode
8 tahun 20 % meninggal.
Derajat 3: tanda-tanda pada derajat 2 ditambah perdarahan retina dan
cotton wool patches. Dalam periode 8 tahun 80% meninggal.
Derajat 4: tanda-tanda derajat 3 dengan edema papil yang jelas. Dalam
periode 8 tahun 98% meninggal.
16
2.4.7 Prognosis
Kelainan tajam penglihatan tidak selalu muncul sebagai akibat dari
retinopati hipertensi kecuali bila disertai oklusi arteriol dan vena. Pasien dengan
perdarahan, cotton wool spots dan edema tanpa disertai papiledema mempunyai
harapan hidup sebanyak 27,6 bulan. Sementara dengan papiledema angkanya
menjadi 10,5 bulan.
2.5.2 Klasifikasi
Klasifikasi internasional untuk penyakit ini membagi retina menjadi tiga
zona dan menandai luas penyakit dengan angka-angka jam yang terkena, kelainan
retina dibagi menjadi lima stadium seperti :
Stadium 1 : Garis demarkasi : sebuah pita putih sempit yang menandai taut
retina vascular dan avaskular
Stadium 2 : Bubungan Intraretina : seiring peningkatan tinggi, lebar, dan
volume pita dan meningkatnya pita ini dari bidang retina, tampak rigi.
Stadium 3 : Bubungan dengan proliferasi fibrosvaskuler ekastraretina :
proliferasi neovaskular ke dalam korpus vitreum
Stadium 4 : ablasio retina subtotal
Stadium 5 : ablasio retina total berbentuk corong
17
Klasifikasi berdasarkan zona retina pada retinopato prematuritas
1. Zona I adalah zona posterior retina, didefinisikan sebagai lingkaran
dengan radius memanjang dari saraf optik untuk menggandakan
jarak ke makula.
2. Zona II adalah anulus dengan batas dalam ditentukan oleh zona I
dan batas luar ditentukan oleh radius yang didefinisikan sebagai
jarak dari saraf optik ke ora serrata hidung.
3. Zona III adalah sisa sabit temporal retina.
18
Bayi prematur banyak yang mengalami pertumbuhan retina abnormal yang
sifatnya sementara dan akan diikuti oleh pertumbuhan yang normal tanpa harus
menjalani pengobatan. Hanya 1 diantara 10 bayi yang menderita retinopati yang
lebih berat.Dulu, pemakaian oksigen yang berlebihan bisa merangsang
pertumbuhan pembuluh darah yang abnormal.
Saat ini, pemakaian oksigen bisa dipantau secara akurat dan mudah,
sehingga gangguan pertumbuhan pembuluh darah jarang terjadi.Saat ini,
resiko terjadinya retinopati karena premturitas sebanding dengan beratnya
prematuritas; bayi yang paling kecil memiliki resiko yang paling tinggi.
19
Faktor risiko utama timbulnya retinopati prematuritas adalah penurunan
berat lahir, asidosis, apnea, duktus arteriosus paten, septikemia, transfusi darah,
dan perdarahan intraventrikel.Walaupun diketahui peran kausatif tambahan
oksigen dan restriksinya tampaknya menurunkan insidens retinopati prematuritas.
20
dan jaringan retina yang tampak tertarik ke atas diskus. Temuan lain pada
retinopati prematuritas yang mengalami regresi adalah myopia (yang mungkin
asimetrik), strabismus, katarak, dan galukomas sudut tertutup.
Stadium 1 dan 2 saat ini tidak memerlukan tindakan selain observasi, pada
stadium 3 dipertimbangkan tindakan krioterapi transsklera atau fotokoagulasi
laser.Bedah vitreoretina diperlukan untuk ablasio retina akibat traksi mungkin
dapat dilakukan pada stadium 4 dan 5.
2.5.7 Pencegahan
Pencegahan yang paling efektif adalah mencegah terjadinya kelahiran
prematur.Jika bayi lahir prematur dan menderita gangguan pernafasan, maka
dilakukan pemantauan ketat terhadap pemakaian oksigen untuk mencegah terlalu
tingginya kadar oksigen dalam darah.
21
intraretinal.Biasanya, manifestasi sindrome ini timbul 24-49 jam setelah
trauma, namun 5 % diketahui pada fraktur tulang panjang.Beberapa
menifestasi meliputi ruam petechi, insufisiensi respiratorik, lesi retina, dan
perubahan status mental.Patogenesis terjadinya temuan fundus belum
sepenuhnya diketahui, Perubahan homeostasis lipid mungkin terlibat.
3. Retinopati Valsalva
Retinopati valsalva muncul akibat manuver valsalva. Beberapa tindakan
yang mencetus kan manuver ini antara lain mengangkat beban berat, batuk,
muntah, atau aktivitas lainnya. Pasien hanya mengeluh penurunan
visus.Pemeriksaan fundus ditemukan kemerahan, berbentuk kubah di bawah
lapisan membran interna limitan.Perdarahan dapat menyebabkan penurunan
visus bila darah menyebar ke membran interna limitan di daerah makula atau
fovea.Perdarahan vitreus juga dapat berkibat penurunan visus.Dengan
peningkatan tekanan vena intraokuli, manuver valsalva menyebabkan ruptur
kapiler superfisial retina.Perdarahan preretina dapat sembuh spontan selama
beberapa hari hingga minggu.
22
tidak jelas melihat pada malam hari setelah minum obat ini selama 1-2
tahun.Disfungsi retina diduga akibat adanyapersaingan reseptor antara asam
retinoid dengan retinol (vitamin A).
Sildenafil
Sildenafil sitrat merupakan obat disfungsi ereksi, salah satu obat terlaris di
dunia. Efek samping yang berhubungan dengan obat sildenafil antara lain
adanya warna biru pada lapangan pandangan, hipersensitivitas terhadap
cahaya, dan visus kabur. Kelainan ini dapat timbul selama beberapa jam
tergantung besaran dosis.
Vigabatrin
Vigabatrin merupakan obat yang digunakan untuk mengobati epilepsi
refraktori.Efek samping utama adalah konstriksi lapangan pandang baik
simtomatik maupun asimtomatik.Mekanisme penyebab defek visual
berhubungan dengan asam amino butirat gamma di sel amakrin retina.
Tamoxifen
Obat antiestrigen ini biasa digunakan untuk ca. mammae, ca.
ovarium, ca. pankreas, dan melanoma maligna. Gejala retina timbul bila
mengkonsumsi lebih dari 180 mg perhari. Pada saat akut, dapat timbul
pandangan hilang, edema retina, perdarahan retina, dan pembengkakan saraf
optik.
Phenotiazine
Obat ini digunakan untuk depresi, involusi, senil, psikosis organik, dan
skizofrenia.Setiap phenotiazine berpotensi menyebabkan efek samping pada
retina. Efek samping yang sering terjadi antara lain visus menurun, akibat
gangguan antikolinergi.
23
2.9 Degenerasi Makula
Macula dapat mengalami proses degenerasi akibat senilitas, penyakit
stargard, dan pada penyakit junius Kuhn. Pada degenerasi macula senile terjadi
kelainan di sekitar macula lutea sehingga terjadi penurunan tajam penglihatan
secara perlahan-lahan. Biasanya disekitar macula akan terlihat penambahan
penimbunan pigmen, dan macula perlahan-lahan menjadi pucat. Kelainan ini
biasanya mengenai kedua mata.Atrofi terjadi akibat penyumbatan pembuluh
pembuluh darah kecil disekitar macula.
Pada degenerasi junius yang disebut juga sebagai degenerasi diskiform
macula, akan memperlihatkan bercak degenerasi putih atau kuning di daerah
macula sebesar papil saraf optic. Kelainan ini mengenai kedua mata.
Penyakit stargard yang terlihat pada masa pubertas akan memperlihatkan
degenerasi macula dengan tertimbunnya pigmen
24
bagian perifer atau macula.Kondisi ini biasanya memburuk dalam jangka waktu
beberapa tahun dan mengakibatka penurunan tajam perlihatan global atau bahkan
kebutaan. Sebagai suatu kelompok, mayoritas bentuk retinitis pigmentosa
menyebabkan kematian sel fotoreseptor batang, yang akan mempengaruhi
penglihatan pada cahaya samar danmenyebabkan hilangnya penglihatan perifer
(tunnel vision). Namun, terdapat beberapa tipe yang menyebabkan hilangnya
fotoreseptor kerucut dan menifestasi awal berupa berkurangnya penglihatan
sentral.
Kondisi tersebut ditentukan secara genetik dan diturunkan dalam keluarga.
Namun, tidak jarang kita mendapati pasien yang tidak memiliki riwayat keluarga,
dalam hal ini akan sulit membedakannya dengan kelainan inflamasi dan infeksi
retina lainnya.
Retinitis pigmentosa dapat terjadi sebagai kelainan primer yang bersifat
herediter, diturunkan secara autosomal dominan, autosomal resesif atau X-linked,
atau sebagai bagian dari suatu kelainan sistemik tertentu, yang biasanya
diturunkan secara autosomal resesif.
2.10.2 Manifestasi Klinis
Dari gejala klinis biasanya ditemukan kesulitan beradaptasi pada tempat
yang gelap/remang-remang (rabun senja) yang juga disebut nyctalopia.Pasien
mampu menyetir saat malam hari di jalanan dengan penerangan yang baik.
Namun pasien akan memiliki kesulitan menyetir saat senja atau pada saat
hujan atau kabut. Pasien mengeluh sulit menyesuaikan pandangan bila beralih
dari luar ruangan ke dalam ruangan pada siang hari. Pada stadium
pertengahan, terjadi pengecilan lapang pandang, contohnya pasien sering
menabrak meja yangtingginya selutut.Pasien tampak canggung saat berjalan,
sering menabrak pinggiran pintu atau orang yang berjalan di sampingnya. Pada
usia 30 tahun, 75% pasien sudah menunjukkan gejala.
Banyak pasien dengan retinitis pigmentosa mengeluh melihat kilatan
cahaya berkelap-kelip (fotopsia) yang terjadi terus menerus.Pemeriksaan
oftalmoskopi pada stadium sangat awal menunjukkan penyempitan arteriolar,
pigmentasi intraretinal yang berbentuk seperti debu halus dan hilangnya pigmen
25
dari retinal pigment epithelium (RPE).Dulu penampakan tersebut dinamakan
retinitis pigmentosa sine pigmento.
Pusat nervus optikus normal.Pada stadium lebih lanjut tampak perubahan
pigmen yang lebih kasar dengan konfigurasi perivaskular bone-
spikula.Kelompokan kecil pigmen dengan batas yang ireguler juga sering
dijumpai.Degenerasi pigmen pada awalnya tampak di bagian perifer
midretinal.Dengan berjalannya waktu perubahan pigmen meluas, baik ke
arahposterior dan anterior.Hal ini menimbulkan gejala skotoma cincin pada
lapang pandang. Berkurangnya lapang pandang akhirnya hanya meninggalkan
daerah kecil pada lapang pandang sentral yang pada akhirnya juga akan hilang.
Pada stadium ini,nervus optikus mulai menjadi waxy pallor. Stadium lanjut
ditandai dengan tampaknya pembuluh darah koroid yang berukuran besar,
arteriolar attenuation yang tampak jelas dan discus optic yang tampak pucat.
Ketiga tipe makulopati yang mungkin dijumpai adalah atrofi, cellophane dan
edema macular sistoid. Tipe terakhir dapat diberikan terapi acetazolamid
sistemik.Keparahan penyakit, seperti jumlah pigmen, luas kelainan diskus
optikus dan derajat penyempitan arteriolar, bertambah seiring dengan
bertambahnya usia.
26
2.10.3 Penatalaksanaan
Saat ini tata laksana retinitis pigmentosa belum efektif, walaupun
penelitian menyatakan bahwa terdapat kemungkinan memperlambat progresivitas
penyakit yaitu mempertahankan penglihatan seumur hidup. Tata laksana
meliputi:2
Vitamin A
Studi jangka panjang dengan menggunakan suplementasi vitamin A
palmitat (15000 IU/hari) kepada 600 orang pasien retinitis pigmentosa tipikal,
menunjukkan perlambatan hilangnya tajam penglihatan yaitu kehilangan tajam
penglihatan sebesar 8,3%, dibandingkan 10% pada kelompok control.
Mekanisme kerja tidak diketahui, namun vitamin A merupakan komponen
esensial dalam pembentukan rhodopsin yang sensitive tarhadap cahaya.Bila
terapi ini diberikan, pasien diharapkan menggunakan dalam jangka panjang
dan tidak mengharapkan perbaikan tajam penglihatan dalam waktu singkat.
Pemeriksaan enzim hati dan/atau kadar vitamin A serum setahun sekali
dianjurkan karena vitamin A dikonsumsi dalam dosis yang tinggi dan harus
segera dihentikan bila terjadi kehamilan. Pengobatan ini hanya dianjurkan
untuk pasien yang tidak hamil dan berusia di atas 21 tahun.
Docosahexaenoic acid (DHA)
DHA merupakan komponen lipid utama pada membrane sel batang dan
penting untuk mempertahankan kandungan cairan membrane yang diperlukan
untuk melaksanakan fungsi sel batang. Kadar kolesterol dan lipid serum yang
abnormal dilaporkan pada sejumlah pasien retinitis pigmentosa dan kadar DHA
pada umumnya rendah pada X- linked retinitis pigmentosa. Oleh karena itu
sedang dilakukan penelitian untuk melihat apakah suplementasi DHA dapat
memperlambat pogresivitas penyakit.
Neurotrophic factors
Laporan tahun 1990 mnunjukkan bahwa basic FGF yang diberikan melalui
injeksi intraokular, secara efektif memperlambat degeerasi fotoreseptor pada
model tikus yang mengalami degenerasi retina.
Dari sumber lain dianjurkan penatalaksanaan dengan memberikan vitamin
A larut air 10000-15000 IU, kurangi makanan berlemak sampai 15% kalori
27
harian dan tambahan diet dengan Zinc. Pemakaian kacamata lapis gelap akan
membantu pasien. Pasien memerlukan konsultasi genetik disertai pengarahan
pekerjaan. Perlu juga diberikan penyuluhan mengenai cara mengatasi
gangguan penglihatan yang dialami, low vision aids, dan rehabilitasi.
28
BAB III
KESIMPULAN
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata Edisi 5. Jakarta: Penerbit FKUI;
2017
2. Mather R, Sivaprasad S. Retina & Retinal Disorder. Dalam :Riordan-Eva
P, Augsburger JJ. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology 19th ed.
USA: McGraw Hill; 2017
3. Hall JE. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology 13th ed. USA:
Elsevier; 2018
4. Kumar V, Abbas A, Aster J. Robbins & Cotran Pathologic Basis of
Disease 10th ed. USA: Elsevier; 2020
5. Salmon JF. Kanski’s Clinical Ophthalmology : A systematic approach 9th
ed.: Elsevier; 2020
6. Duh EJ, Sun JK, Stitt AW. Diabetic retinopathy: currentunderstanding,
mechanisms, andtreatment strategies. JCI Insight. 2017; 2(14)
7. Sabanayagam C, Banu R, Chee ML, et al. Incidence and progression of
diabetic retinopathy:a systematic review. Lancet. 2018
30