Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan depresi termasuk kedalam gangguan mood. Pembahasan emosi


mencakup afek, mood, emosi yang lain serta gangguan psikologis yang
berhubungan dengan mood. Sehingga dalam pembahasan gangguan depresi maka
akan dibahas emosi dan mood. Emosi merupakan kompleksitas perasaan yang
meliputi psikis, somatik dan perilaku yang berhubungan dengan afek dan mood.
Emosi memiliki sinonim berupa afek yang merupakan suasana perasaan hati
seorang individu. Mood merupakan subjektivitas peresapan emosi yang dialami
dan dapat diutarakan oleh seseorang dan terpantau oleh orang lain, contohnya
depresi, elasi dan marah.1
Pasien dalam keadaan mood depresi memperlihatkan kehilangan energi
dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir
mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan dalam tingkat
aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetatif (tidur, aktivitas seksual
dan ritme biologik lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya
interpersonal, sosial dan fungsi.1,2

Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai dengan


perasaan sedih dan cemas. Gangguan ini biasanya akan menghilang dalam
beberapa hari tetapi dapat juga berkelanjutan yang dapat mempengaruhi aktivitas
sehari-hari.3
Berdasarkan usia, depresi sering terjadi pada rata-rata usia sekitar 40
tahun. Hampir 50% awitan terjadi diantara usia 20-50 tahun. Gangguan depresi
berat dapat timbul pada masa anak atau lanjut usia. 1,2
Perempuan dua kali lipat lebih besar mengalami depresi dibandingkan
laki-laki. Penyebabnya diduga karena adanya perbedaan hormon, pengaruh
melahirkan, perbedaan stressor psikososial antara laki-laki dan perempuan, serta
model perilaku yang dipelajari tentang ketidakberdayaan.1

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


 Tanggal ke RS : 15 November 2019
 Nomor RM : 069035
 Nama : Ny. S
 Tempat, tanggal lahir : 19 Desember 1989
 Umur : 30 Tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Alamat : Jln. Kuburan, Mayang, Kec.Alam
Barajo
 Suku/bangsa : Melayu/Indonesia
 Agama : Islam
 Status : Janda
 Pekerjaan saat ini : Tidak bekerja
 Pendidikan terakhir : SMA

2.2 ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Pasien datang ke poli jiwa RSJD Provinsi Jambi sendirian dengan
keluhan sedih, mudah menangis dan putus asa sejak ± 5 bulan

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Selama ± 5 bulan pasien mengeluhkan sering merasakan kesedihan
yang mendalam, mudah menangis, putus asa dan merasa tidak berguna.
Pasien juga sulit tidur, mimpi buruk serta merasa kehilangan minat,
kehilangan semangat seperti mendapatkan tekanan. Pasien pernah
melakukan percobaan bunuh diri dengan cara terjun dari lantai 3, namun
dicegah oleh keluarga. Pasien sering kali melakukan tindakan bunuh diri

2
dan sangat sulit unutk melawan keinginan tersebut. Pasien mengaku
sering mendengarkan suara-suara bisikan yang menghasut dirinya untuk
bunuh diri.

Keluhan ini muncul pertama kali saat ayah pasien meninggal dunia
± 15 tahun yang lalu. Semenjak saat itu pasien sering menangis tanpa
sebab. Pasien menjadi murung, tidak mau berkomunikasi dengan keluarga
dan menarik diri dari lingkungan. Pasien merasa curiga dan merasa
dimusuhi oleh keluarga dan banyak memikirkan masalah keluarganya
sehingga pasien merasa kehilangan semangat dalam hidupnya. Akhirnya
pasien di rawat di Rumah Sakit Jiwa pada tahun 2004 untuk pertama
kalinya.

Keluhan muncul kembali dan bertambah berat saat pasien bercerai


dengan suami pada tahun 2017 dengan berbagai macam masalah dalam
rumah tangga dan pasien juga merasa dikucilkan serta dimusuhi oleh
teman-teman sehingga usaha cathering dan usaha online yang gagal
sehingga pasien menjadi bangkrut serta pasien kehilangan semangat dan
putus asa. Akhirnya pasien dirawat lagi untuk kedua kalinya di Rumah
Sakit Jiwa pada tahun 2017.

Saat ini pasien putus berobat selama 1 tahun 6 bulan dan


merasakan semakin lama keluhannya bertambah berat. Pasien masih bisa
beraktivitas seperti biasa, namun pasien ingin dirawat inap di RSJD
Provinsi Jambi untuk menghilangkan rasa ingin membunuh dirinya
sendiri, namun pasien tidak mendapatkan persetujuan dan dukungan
rawat inap dari keluarganya.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat rawat inap RSJ : Tahun 2004 dan 2017
Gangguan emosional : Tidak ada

3
Gangguan medis dan neuro : Sakit kepala (+)
Riwayat trauma : Tidak ada
Riwayat penyalahgunaan NAPZA : Tidak ada
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mempunyai keluhan serupa dengan pasien
GENOGRAM :

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

E. Riwayat Pribadi
1. Riwayat prenatal dan perinatal
Os lahir setelah dikandung selama 9 bulan lewat beberapa hari,
merupakan kehamilan yang direncanakan dan diharapkan, lahir spontan
dibantu oleh bidan, dan tidak ada penyulit dalam proses kehamilan atau
persalinan. Os lahir dengan berat badan cukup dan tidak memiliki
kelainan fisik.

2. Masa kanak kanak awal (0-3 tahun)


Os diasuh oleh ibu kandung nya, pada saat lahir sampai berusia 2
tahun os selalu diberi ASI. Pada perkembangan awal menurut keluarga,
secara umum kesehatan, pertumbuhan, serta perkembangan os normal

4
dan sesuai dengan anak seusianya. Toilet training diajarkan oleh
keluarga secara baik.

5
3. Masa kanak kanak menengah (3-11 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan os sama seperti anak seusianya.
Os merupakan anak yang pemalu dan sering menyendiri.

4. Masa kanak kanak akhir (pre-pubertas hingga remaja)


a. Hubungan sosial
Os merupakan anak yang pemalu dan pendiam, namun os tetap
mempunyai teman dan berhubungan baik dengan teman-temannya
b. Riwayat sekolah
Os tamat SD.
c. Perkembangan kognitif dan motorik
Sesuai dengan anak seusianya.
d. Masalah emosi dan fisik masa remaja
Os sering memendam masalah sendiri.

5. Masa dewasa
a. Riwayat pekerjaan
Os pernah membuka usaha cathering dan online shop , namun
sekarang tidak bekerja
b. Riwayat perkawinan dan relasi
Os menikah dengan suami saat berumur 25 tahun pada tahun 2014.
Os tidak mempunyai anak. Hubungan os dengan suami sedikit
kurang baik, karena os sering sedih dan mudah putus asa. Os juga
sering menangis, tidak menghiraukan pendapat dari suami dan
sering menyendiri. Sekarang os sudah bercerai tahun 2017 dan tidak
berhubungan lagi dengan mantan suaminya
c. Aktivitas sosial
Os tidak aktif mengikuti acara acara yang ada dilingkungan rumah.
d. Latar belakang agama

6
Kehidupan beragama os cukup baik. Menurut os, sejak kecil ia
diajarkan untuk sholat, os juga merupakan santri pengajian di
masjid.
e. Riwayat hukum
Os tidak pernah memilki masalah hukum.

F. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Tanda Vital
 Kesadaran : Compos mentis
 TD : 140/80 mmHg
 Nadi : 84 x/menit
 Suhu : 36,5º C
 RR : 18 x/menit
 Tinggi Badan : 155 cm
 Berat Badan : 91 kg
 IMT : 37,91 (Obesitas)
 Pemeriksaan Kepala Dan Leher : Dalam batas normal
 Pemeriksaan Thorak : Dalam batas normal
 Pemeriksaan Abdomen : Dalam batas normal
 Pemeriksaan Ekstremitas : Dalam batas normal

2. Pemeriksaan Neurologis
 GCS : 15
 Pemeriksaan Nervus Cranialis : Dalam batas normal
 Pemeriksaan Refleks Fisiologis : (+) Dalam batas normal
 Pemeriksaan Refleks Patologis : (-) Dalam batas normal

3. Pemeriksaan Penunjang Lainnya : Tidak dilakukan pemeriksaan

7
G. Status Psikiatri
a. Keadaan Umum
Penampilan :Rapi , pasien mengunakan cadar
Kesadaran : Compos mentis
Orientasi : a. Waktu : Baik
b. Tempat : Baik
c. Orang : Baik
Sikap & Tingkah laku : Kooperatif
b. Gangguan Berpikir
Bentuk pikir : Realistik
Arus pikir : Koheren
Isi Pikir :Preokupasi
c. Alam Perasaan
Mood :Depresif
Afek :Depresif

d. Persepsi
Halusinasi :Auditorik (+)
Ilusi : Tidak ada
e. Fungsi Intelektual
Daya Konsentrasi :Cukup baik
Orientasi : a. Waktu : Baik
b. Tempat : Baik
c. Orang : Baik
Daya Ingat : Baik
Pikiran abstrak : Cukup baik
f. Pengendalian impuls : Cukup baik
g. Daya Nilai : Cukup baik
h. Tilikan :3
i. Taraf dapat dipercaya : Dapat dipercaya

8
Pemeriksaan psikiatrik khusus lainnya :
Pengukuran derajat depresi (HDRS)

No Aspek – aspek HDRS Nilai

1 Keadaan perasaan depresi 4

2 Perasaan bersalah 4

3 Bunuh diri 4

4 Insomnia (initial) 1

5 Insomnia (middle) 1

6 Insomnia (late) 2

7 Kerja dan kegiatannya 4

8 Kelambanan/retrardasi 0

9 Kegelisahan/agitasi 1

10 Ansietas somatik 1

11 Ansietas psikis 2

12 Gejala somatik gastrointestinal 0

13 Gejala somatik umum 1

14 Genital 0

15 Hipokondriasis 0

16 Kehilangan berat badan (A+B) 1

17 Insight (pemahaman diri) 1

18 Variasi lain 2

19 Depersonalisasi dan derealisasi 3

20 Gejala gejala paranoid 3

21 Gejala gejala obsesi dan kompulsi 0

TOTAL 35

9
Jika total nilai :
- <17 : tidak ada depresi
- 17-24 : depresi ringan
- 25-34 : depresi sedang
- 35-51 : depresi berat
- 52-58 : depresi berat sekali

Dari pengukuran HDRS didapatkan nilai 35 poin artinya adalah os mengalami


depresi berat.

a. Differensial Diagnosis
1) F33.3 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat dengan Gejala
Psikotik
2) F31.5Gangguan afektif bipolar episode kini depresif berat dengan gejala
psikotik
3) F34.1 Distimia

b. Diagnosis Multiaksial
Aksis I : Depresi Berat dengan Gejala Psikotik + Kejadian Suicide
Aksis II : Tidak ada
Aksis III : Tidak ada
Aksis IV : Masalah Psikososial dan Perilaku
Aksis V : GAF Scale 60-51

c. Tatalaksana
1. Setralin 50 mg
2. Aripriprazol 10 mg
3. Clozapine 25 mg
4. Diazepam 2 mg
5. Trihexyphenidyl 2 mg

10
K. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsional : Dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Depresi adalah gangguan emosional atau suasana hati yang buruk yang
ditandai dengan kesedihan yang berkepanjangan, putus harapan, perasaan bersalah
dan tidak berarti. Sehingga seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan
berperilaku) tersebut dapat mempengaruhi motivasi untuk beraktivitas dalam
kehidupan sehari-hari maupun pada hubungan interpersonal.
Individu yang mengalami depresi pada umumnya menunjukkan gejala
fisik, gejala psikis, dan gejala sosial yang khas. Depresi disebabkan oleh
kombinasi beberapa factor, yaitu faktor biologi, faktor psikologis/kepribadian dan
faktor sosial. Dimana ketiga faktor tersebut dapat saling mempengaruhi satu
dengan yang lainnya.2

3.2 Epidemiologi
Gejala depresi memiliki variasi dalam kebudayaan yang berbeda. Hal ini
mungkinterjadi karena standar yang berbeda mengenai apa yang diterima sebagai
ekspresi terterkandalam kebudayaan tersebut. Untuk contohnya, orang-orang di
Korea Selatan lebih jarangmenyatakan mood sedih ataupun pikiran bunuh diri bila
dibandingkan orang AmerikaSerikat. Pada budaya Asia, gejala depresi tampak
dari keluhan letih,lemah, dan sulit konsentrasi. 1
Gangguan depresi paling sering terjadi dengan prevalensi seumur hidup
sekitar 15 persen. Penderita perempuan dapat mencapai 25 persen, sekitar 10
persen di perawatan primer dan 15 persen dirawat dirumah sakit. Pada anak
sekolah didapatkan prevalensi sekitar 2 persen,dan usia remaja 5 persen.1,2
1. Jenis kelamin. Perempuan dua kali lipat lebih besar dibandingkan laki-
laki. Diduga adanya perbedaan hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan
stressor psikososial antara laki-laki dan perempuan, dan model perilaku
yag dipelajari tentang ketidakberdayaan.

12
2. Usia. Rata-rata usia sekitar 40 tahunan. Hampir 50 persen awitan diantara
usia 20-50 tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa anak-
anak atau lanjut usia. Data terkini menunjukkan,gangguan depresi diusia
kurang dari 20 tahun mungkin berhubungan dengan meningkatnya
pengguna alkohol dan penyalahgunaan zat dalam kelompok usia tersebut.
3. Status perkawinan. Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai
hubungan interpersonal yang erat atau pada mereka yang bercerai atau
berpisah. Perempuan yang tidak menikah memiliki kecenderungan lebih
rendah untuk menderita depresi dibandingkan dengan yang menikah
namun hal ini berbanding terbalik untuk laki-laki.
4. Faktor sosioekonomi dan budaya. Tidak ditemukan korelasi antara status
sosioekonomi dan gangguan depresi berat. Depresi lebih sering terjadi di
daerah perdesaan dibandingkan perkotaan.

Pada banyak negara jumlah serangan depresi meningkat secara pasti dari
pertengahabad-20 hingga abad-20. Depresi pada anak-anak seringkali berbentuk
keluhan somatis, seperti sakit kepala atauperut. Pada orang dewasa, depresi
seringkali berbentuk kesulitan konsentrasi dan kesulitan mengingat. 1,2
Major Depressive Disorder seringkali diasosiasikan atau muncul bersama
gangguanpsikologis lain. Sekitar 60% individu yang memenuhi kriteria MDD
juga pernah memenuhi kriteria anxiety disorder. Kondisi lain yang juga umum
untuk munculbersama MDD termasuk substance-related disorder, sexual
dysfunctions, dan personalitydisorders.1,2
Prevalensi gangguan somatisasi pada populasi umum diperkirakan 0,2 – 2%.
Prevalensi gangguan somatisasi pada wanita di populasi umum adalah 1–2 %.
Rasio penderita wanita dibanding laki-laki adalah 5 berbanding 1 dan biasanya
gangguan mulai pada usia dewasa muda (sebelum usia 30 tahun). Beberapa
peneliti menemukan bahwa gangguan somatisasi seringkali bersama-sama
dengangangguan mental lainnya seperti depresi.1,2

13
3.3 Etiologi
a. Genetik
Dari penelitian keluarga didapatkan gangguan depresi mayor dan gangguan
bipolar terkait erat dengan hubungan saudara; juga pada anak kembar, suatu bukti
adanya kerentanan biologik, pada genetik keluarga tersebut.Penelitian keluarga
menemukan bahwa sanak saudara derajat pertama dari penderita gangguan
depresif berat berkemungkinan 2 sampai 3 kali lebih besar daripada sanak saudara
derajat pertama. 1,2

b. Neurotransmitter
 Norepinefrin
Penurunan regulasi reseptor beta adrenergik dan respons klinis
antidepresi merupakan peran langsung system noradrenergic pada depresi.
Bukti lainyang juga melibatkan reseptor b2 presinaptik pada depresi,yaitu
aktifnya reseptor yang mengakibatkan pengurangan jumlah pelepasan
norepinefrin. Reseptor b2-presinaptik juga terletak pada neuron
serotonergik dan mengatur jumlah pelepasan serotonin.2
 Dopamin
Aktivitas dopamin mungkin berkurang pada depresi. Penemuan
subtipe baru reseptor dopamin dan meningkatnya pengertian fungsi
regulasi presinaptik dan pascasinaptik dopamin memperkaya hubungan
antara dopamin dan ganguuan mood. Dua teori terbaru tentang dopamin
dan depresi adalah jalur dopamin mesolimbik mungkin mengalami
disfungsi pada depresi dan reseptor dopaminmungkin hipoaktif pada
depresi.2
 Serotonin
Aktivitas serotonin berkurang pada depresi. Serotonin
bertanggung jawab untuk mengontrol regulasi afek, agresi, tidur dan nafsu
makan. Pada beberapa penelitian ditemukan jumlah serotonin yang
berkurang di celah sinap dikatakan bertanggungjawab untuk terjadinya
depresi.2

14
c. Faktor Sosial
Episode depresi seringkali dipicu oleh kejadian yang menekan. Pada
kenyataannya, peneliti telah menemukan bahwa penderita depresi mengalami
lebih banyak kejadian yang tidak menyenangkan dibandingkan dengan orang lain
dalam satu periode waktu. Dalam berbagai studi, 42-67% individu melaporkan
bahwa mereka mengalamikejadian yang amat serius sebelum depresi mereka
timbul. Kejadian tersebut termasuk kehilangan pekerjaan, sahabat penting,
ataupun hubungan romantis.
Keadaan lingkungan kerja yang buruk dapat menjadi sumber stress dan
membuat individu lebih rentan terhadap depresi. Rasa kesepian dan isolasi dalam
lingkungan kerja merupakan salah satu stressor kerja. Hal ini sejalan dengan
kebiasaan penulis kreatif yang jarang bersosialisasi dan lebih memilih isolasi
dalam mengerjakan karyanya. Salah satu stressor yang paling terlihat dalam
pekerjaan terletak dalam masalah finansial. Stressor lain merupakan kesenjangan
antara harapan akan performa kerja dan kenyataannya.2

d. Faktor Kognitif
Dalam pendekatan kognitif, depresi timbul karena pola pikir negatif yang
dilakukan secara terus menerus. Hal ini tampak dalam pemikiran seperti “Nilai
diri saya tergantung pada performa saya dalam tugas” atau “Bila saya gagal, orang
lain akan menjauhi diri saya”.
Sikap ini umumnya merupakan hasil dari pengalaman pribadi dan opini orang-
orang di sekitar mereka. Adanya kegagalan dalam aktivitas merupakan hal yang
tidak dapat terhindarkan, sehingga pola pikir tersebut tidaklah tepat.2

3.4 Gejala Klinis


Tanda dan gejala:2
- Mood terdepresi, kehilangan minat dan berkurangnya energi adalah gejala
utama dari depresi. Pasien mungkin mengatakan perasaannya sedih, tidak
mempunyai harapan, dicampakkan, atau tidak berharga.

15
- Pasien depresi terkadang tidak menyadari ia mengalami depresi dan tidak
mengeluh tentang gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari
keluarga, teman dan aktivitas sebelumnya.
- Hampir semua pasien depresi mengeluh tentang penurunan energi.
- Pasien dengan depresi mengalami kesulitan menyelesaikan tugas,
mengalami hendaya disekolah dan pekerjaan, dan menurunnya motivasi
untuk terlibat dalam kegiatan baru.
- Pasien mengeluh masalah tidur, khususnya terjaga dini hari
(Terminalinsomnia) dan sering terbangun pada malam hari karena
memikirkan masalah yang dihadapi.
- Kebanyakan pasien juga menunjukan peningkatan atau penurunan nafsu
makan demikian pula dengan bertambah dan menurun berat badannya
serta mengalami tidur lebih lama dari yang biasanya.
- Kecemasan
- Perubahan asupan makanan dan istirahat dapat menyebabkan timbulnya
penyakit lain secara bersamaan, seperti diabetes, hipertensi, penyakit paru
obstruksi kronik, dan penyakit jantung. Gejala lain termasuk haid yang
tidak teratur dan menurunnya minat serta aktivitas seksual.
Berdasarkan PPDGJ III (Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa
III) gejala utama depresi: 6
- afek depresif
- kehilangan minat dan kegembiraan, dan
- berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas.
Gejala lainnya: 6
- Konsentrasi dan perhatian berkurang
- Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
- Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
- Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
- Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

16
- Tidur terganggu
- Nafsu makan berkurang
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang-kurangnya dua minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode
lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung
cepat.

3.5 Diagnosis6
Berdasarkan PPDGJ III, Pedoman Diagnostik Episode Depresif terdiri dari:
F32.0 Episode Depresif Ringan
– Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi
– Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
– Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
– Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu
– Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya
F32.1 Episode Depresif Sedang
– Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada
episode depresif ringan
– Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya
– Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu
– Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan
dan urusan rumah tangga.
F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik
– Semua 3 gejala utama depresi harus ada
– Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat.
– Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkibn tidak mau atau tidak mampu untuk
melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian penilaian

17
secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat
dibenarkan.
– Episode depresif biasanya haarus berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka
masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang
dari 2 minggu
– Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan atau urusan rumah tangga kecuali paada taraf yang sangat
terbatas.
F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
– Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F.32 tersebut
– Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang
mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu.
F 32.8 Episode Depresif Lainnya
F 32.9 Episode Depresif YTT

3.6 Tatalaksana
Pada Terapi pasien dengan gangguan mood harus ditujukan pada beberapa
tujuan. Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua, evaluasi diagnostik
lengkap pada pasien harus dilakukan. Ketiga, rencana terapi yang ditujukan tidak
hanya pada gejala saat itu tetapi kesejahteraan pasien dimasa mendatang juga
harus dimulai. Walaupun terapi saat ini yang menekankan pada farmakoterapi dan
psikoterapi ditujukan pada pasien secara individual, peristiwa hidup yang penuh
tekanan juga dikaitakn dengan meningkatnya angka kekambuhan pada pasien
dengan gangguan mood. Dengan demikian, terapi harus menurunkan jumlah dan
keparahan stressor didalam kehidupan pasien.1,3,4

18
3.6.1 Terapi Non Farmakologi
a) Electro Convulsive Therapy ( ECT )
ECT adalah terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak. Metode terapi
semacam ini sering digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai
risiko bunuh diri yang besar dan respon terapi dengan obat antidepresan
kurang baik. Pada penderita dengan risiko bunuh diri, ECT menjadi sangat
penting karena ECT akan menurunkan risiko bunuh diri dan dengan ECT
lama rawat di rumah sakit menjadi lebih pendek.
Pada keadaan tertentu tidak dianjurkan ECT, bahkan pada beberapa
kondisi tindakan ECT merupakan kontra indikasi. ECT tidak dianjurkan
pada keadaan :
 Usia yang masih terlalu muda ( kurang dari 15 tahun )
 Masih sekolah atau kuliah
 Mempunyai riwayat kejang
 Psikosis kronik
 Kondisi fisik kurang baik
 Wanita hamil dan menyusui

Selain itu, ECT dikontraindikasikan pada :


 Penderita yang menderita epilepsi
 TBC milier
 Tekanan tinggi intra kracial dan
 Kelainan infark jantung.

Depresif berisiko kambuh manakala penderita tidak patuh, ketidaktahuan,


pengaruh tradisi yang tidak percaya dokter, dan tidak nyaman dengan efek
samping obat. Terapi ECT dapat menjadi pilihan yang paling efektif dan
efek samping kecil. Terapi perubahan perilaku meliputi penghapusan
perilaku yang mendorong terjadinya depresi dan pembiasaan perilaku baru
yang lebih sehat. Berbagai metode dapat dilakukan seperti CBT (Cognitive

19
Behaviour Therapy) yang biasanya dilakukan oleh konselor, psikolog dan
psikiater. 3,4

b) Psikoterapi
Psikoterapi merupakan terapi yang digunakan untuk menghilangkan atau
mengurangi keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik
atau pola perilaku maladaptif. Terapi dilakukan dengan jalan pembentukan
hubungan profesional antara terapis dengan penderita. Psikoterapi pada
penderita gangguan depresif dapat diberikan secara individu, kelompok, atau
pasangan disesuaikan dengan gangguan psikologik yang mendasarinya.
Psikoterapi dilakukan dengan memberikan kehangatan, empati, pengertian
dan optimisme. Dalam pengambilan keputusan untuk melakukan psikoterapi
sangat dipengaruhi oleh penilaian dari dokter atau penderitanya.3,4

3.6.2 Terapi Farmakologi


Untuk melakukan pengobatan pada os dengan gangguan depresi mayor, ada 3
tahapan yang harus dipertimbangkan antara lain : 1,6
 Fase akut, fase ini berlangsung 6 sampai 10 minggu. pada fase ini
bertujuan untuk mencapai masa remisi ( tidak ada gejala ).
 Fase lanjutan, fase ini berlangsung selama 4 sampai 9 bulan setelah
mencapai remisi. pada fase ini bertujuan untuk menghilangkan gejala
sisa atau mencegah kekambuhan kembali.
 Fase pemeliharaan, fase ini berlangsung 12 sampai 36 bulan. Pada fase
ini tujuannya untuk mencegah kekambuhan kembali.

Obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan depresi dikenal sebagai obat


antidepresan. Berdasarkan mekanisme kerjanya obat-obat antidepresan dapat
dibedakan menjadi beberapa golongan besar seperti :5
a. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI)
Contoh : Sertraline, paroxetin, fluvoxamine, fluoexetin, citalopram,
duloxetine

20
b. Inhibitor Monoamin Oksidase (MAOI)
Contoh : Moclobemide
c. Antidepresan Atypical
Contoh : Tradozone, mirtazepine, venlafaxine.
d. Antidepresan Tetrasiklik
Contoh : Maprotiline, mianserin, amoxapine
e. Antidepresan Trisiklik.
Contoh : Amitriptyline, imipramine, tianepine

Sediaan Obat Anti Depresan dan Dosis Anjuran5


No. Nama generic Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran
1. Amitriptyline AMITRIPTYLINE Drag 25 mg 75-150 mg/h
2. Amoxapine ASENDIN Tab 100 mg 200- 300 mg /h
3. Tianeptine STABLON Tab12,5 mg 25-50 mg/h
4. Clomipramine ANAFRANIL Tab 25 mg 75-150 mg/h
5. Imipramine TOFRANIL Tab 25 mg 75-150 mg/h
6. Meclobemide AURORIX Tab 150 mg 300-600 mg/h
Tab 10 mg
Tab 25 mg
Tab 50 mg
7. Maprotiline LUDIOMIL 75-150 mg /h
Tab 75 mg
Drop 2 % 50 ml
Ampul 25-5 ml
Tab 10 mg
8. Mianserin TOLVON 30-60 mg/h
Tab 30 mg
ZOLOFT
FATRAL
9. Sertraline Tab 50 mg 50-100 mg/h
FRIDEP
NUDEP
Tab 50 mg
10. Trazodone TRAZONE 100-200mg/h
Tab 100 mg
11. Paroxetine SEROXAT Tab 20 mg 20-40 mg/h
Tab 20 mg
12. Fluvoxamine LUVOX 50-100 mg/h
Tab 50 mg
PROZAC Cap 20 mg
NOPRES Cap 20 mg
ANSI Cap 10-20 mg
13. Fluoxetine ANTIPRESTIN Cap 10-20 mg 20-40 mg/h
LODEP Cap 20 mg
KALXETIN Cap 10-20 mg
ZAC Cap 10-20 mg
14. Citalopram CIPRAM Tab 20 mg 20-60 mg/h
15. Mirtazapine REMERON Tab 30 mg 15-45 mg/h

21
3.7 Prognosis
Hasil episode depresif berbeda-beda tetapi pada umumnya semakin lama
follow-up semakin baik. Resiko kekambuhan berkurang jika obat antidepresan
diteruskan selama 6 bulan setelah akhir episode depresif, secara keseluruhan.8
Indikator prognosis baik dan buruk pada depresi yaitu :5
Prognosa baik apabila:
- Episodenya ringan,
- tidak ada gejala psikotik
- Waktu rawat inap singkat
- Indikator psikososial meliputi mempunyai teman akrab selama masa
remaja,
- Fungsi keluarga stabil
- Lima tahun sebelumnya sakit secara umum fungsi sosial baik.
- Tidak ada kemorbiditasdan gangguan psikiatri lain.
- Tidak lebih dari sekali rawat inap dengan depresi berat,
- Onset awal pada usia lanjut.
Prognosa buruk apabila:
- Depresi berat bersamaan dengan distimik
- Penyalahgunaan Alkohol dan zat lain
- Ditemukan gejala gangguan cemas
- Ada riwayat lebih dari satu episode depresi sebelumnya

22
BAB IV
ANALISA KASUS

Pada kasus ini Depresi Berat dengan Gejala Psikotik + Kejadian Siucide
ditegakkan berdasarkan anamnesa dan status psikiatri.Pada kasus ini dilaporkan
Ny. S(30 tahun) datang ke poli jiwa RSJD Provinsi Jambi sendirian dengan
keluhan ± 5 bulan pasien sering merasakan kesedihan yang mendalam, mudah
menangis, putus asa dan merasa tidak berguna. Pasien juga sulit tidur, mimpi
buruk serta merasa kehilangan minat, kehilangan semangat seperti mendapatkan
tekanan. Pasien pernah melakukan percobaan bunuh diri dengan cara terjun dari
lantai 3, namun dicegah oleh keluarga. Pasien sering kali melakukan tindakan
bunuh diri dan sangat sulit unutk melawan keinginan tersebut. Pasien mengaku
sering mendengarkan suara-suara bisikan yang menghasut dirinya untuk bunuh
diri.

Dari hasil observasi didapatkan kesadaran pasien kompos mentis, pasien


datang dengan pakaian rapi, menggunakan cadar dan berpakaian tertutup, sikap
terhadap pemeriksa kooperatif. Raut wajah pasien murung.Mood pasien depresif
dengan afek depresif. Tidak terdapat gangguan dalam bentuk pikir dan arus pikir.
Terdapat gangguan dalam isi pikir, yaitupreokupasi. Pasienmengalami gangguan
berupa halusinasi auditorik dengan sering mendegarkan suara-suara yang
menghasut pasien untuk bunuh diri. Orientasi waktu, tempat dan orang baik,
konsentrasi baik, daya ingat baik. Pasienmenyadari bahwa ia sakit tetapi
menyalahkan faktor eksternal sebagai penyebab penyakitnya.

Diagnosis banding pada kasus ini adalah Gangguan Depresif Berulang,


Episode Kini Berat dengan Gejala Psikotik, Gangguan afektif bipolar episode kini
depresif berat dengan gejala psikotik dan Distimia.

Gambaran klinis pasien memenuhi kriteria diagnosis episode depresif


berat menurut PPDGJ III yaitu adanya minimal 3 gejala utama depresi dan

23
minimal 4 dari gejala lainnya. Gejala utama yang didapatkan pada os dari hasil
anamnesis adalah kehilangan minat dan kegembiraan dan berkurangnya energi
yang ditandai dengan mudah menangis, putus asa dan merasa tidak berguna. Os
tidak melakukan pekerjaan apapun dirumah karena bangkrut dan kehilangan
semangat. Sedangkan untuk gejala tambahan dari anamnesis didapatkan tidur
terganggu, kepercayaan diri berkurang, nafsu makan berkurang dan sering
melakukan percobaan bunuh diri, os juga mengaku sering mendengarkan suara-
suara bisikan yang menghasut dirinya untuk bunuh diri
Terapi yang diberikan pada os adalah :
1. Non farmakologis
a. Psikoterapi suportif
Psikoterapi suportif selalu diindikasikan. Berikan kehangatan,
empati, pengertian, dan optimistik. Bantu pasien mengindentifikasi dan me
ngekspresikan hal-hal yang membuatnya prihatin dan melontarkannya.
Identifikasi faktor pencetus dan bantu untuk mengoreksinya serta
memecahkan problem eksternal.

b. Edukasi
Menyarankan kepada keluarga untuk pentingnya dukungan kepada
pasien, jangan membatasi aktivitas pasien, ajak pasien bergembira,
kurangi hal-hal yang dapat meningkatkan stresor.Berdiskusi terhadap
pentingnya pasien untuk teratur minum obat dan kontrol selain itu kembali
menyibukan diri seperti aktivitas dulu, kembali melakukan hal-hal yang
menyenangkan, jangan menyimpan permasalahan, bila mungkin bisa
kontrol ke psikiater.

2. Terapi Farmakolog
a. Setralin 50 mg
Obat ini merupakan golongan Selective Serotonin Reuptake
Inhibitor (SSRI) yang bekerja menghambat pengambilan serotonin yang
telah disekresikan dalam sinap (gap antar neuron), sehingga kadar

24
serotonin dalam otak meningkat. Peningkatan kadar serotonin dalam sinap
diyakini bermanfaat sebagai antidepresan.
Obat ini bekerja dengan menghambat resorpsi dari serotonin. Kerja
obat ini menghambat re-uptake serotonin dan noradrenalin dan tidak
bersifat selektif. Dosis terapi obat ini yaitu 50 mg/hari (pagi), maksimal 80
mg/hari (dalam dosis tunggal atau terbagi). Efek samping yang dapat
ditimbulkan yaitu gagal ginjal berat, hipersensitif terhadap sertraline.

b. Abilify 10 mg
Aripiprazole (Abilify) merupakan golongan anti-psikotik atipikal
yang dapat dipertimbangkan mengatasi gejala postif dan negatif psikotik
pada pasien ini. Aripiprazole bekerja dengan cara menyeimbangkan kerja
senyawa kimia di dalam otak yang menjadi pemicu gangguan suasana
hati.
Agen antipsikotik yang ada di dalam obat bekerja dengan
memblokade jalur saraf dengan neurotransmiter yang ada di dalam otak.
Neurotransmiter akan ditekan sehingga gejala seperti halusinasi baik
secara visual (penglihatan) dan auditori (pendengaran) yang menjadi
gejala tersering pada penyakit skizofrenia dapat berkurang. Kandungan
dari zat antipsikotik yang ada di dalam obat Aripiprazole juga dapat
mengurangi respon tegang di dalam tubuh serta membantu meluruskan
pola pikir penderita. Obat ini juga membantu meningkatkan mood
terutama pada penderita gangguan depresi mayor.

c. Clozapine 25 mg
Obat ini merupakan golongan anti-psikotik atipikal, Mekanisme
kerja obat ini yaitu dengan memblok dopamin pada reseptornya di pasca
sinaptik pada otak khususnya sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal.
Obat ini selain berafinitas dengan Dopamin D2 receptors juga terhadap
Serotonin 5HT2 receptors sehingga efektif untuk gejala positif dan negatif.
Dosis terapi yang digunakan yaitu 4-6 mg perhari. Dikarnakan efek sedasi

25
pada clozapine tinggi bisa digunakan untuk gangguan tidur pada pasien.
Pasien depresi membutuhkan terapi jangka panjang agar dapat mengurangi
relaps atau rekurensi. Karena beragamnya penyebab depresi, beberapa
modalitas terapi dapat digunakan. Kombinasi farmakoterapi dengan
psikoterapi lebih efektif untuk mengobati depresi dan mencegah relaps
atau rekurensi, dibandingkan dengan hanya far-makoterapi atau
psikoterapi.

d. Diazepam 2 mg
Obat ini merupakan golongan benzodiazepine short acting (waktu
paruh 10-15 jam) yang bekerja dengan menginhibisi reseptor GABA
sehingga memiliki efek antiansietas dan mengatasi gangguan tidur yang
dialami pasien.

e. Trihexyphenidyl 2 mg
Merupakan obat golongan anti muskarinik yang mampu
menurunkan dan menekan efek samping dari penggunaan obat anti-
psikotik yang berefek pada gangguan motorik yang disebabkan oleh efek
samping dari obat psikiatri tertentu. Obat ini berfungsi meringankan
kekakuan (anti kaku) pada pasien psikotik.

26
BAB V
KESIMPULAN

Depresi adalah gangguan emosional atau suasana hati yang buruk yang
ditandai dengan kesedihan yang berkepanjangan, putus harapan, perasaan bersalah
dan tidak berarti. Sehingga seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan
berperilaku) tersebut dapat mempengaruhi motivasi untuk beraktivitas dalam
kehidupan sehari-hari maupun pada hubungan interpersonal. Individu yang
mengalami depresi pada umumnya menunjukkan gejala fisik, gejala psikis, dan
gejala sosial yang khas.
Ada beberapa sebab-sebab yang dapat menimbulkan depresi yaitu dari sisi
biologis karena adanya ketidakseimbangan otak yaitu berkurangnya
neurotransmitter, dari sisi psikologis yaitu karena adanya kepribadian-kepribadian
yang rentan terhadap timbulnya depresi, dari sisi sosial karena keadaan
lingkungan-lingkungan sekitar yang tidak mendukung berlangsungnya kehidupan
yang baik dan dari sisi spiritual adalah kurangnya keimanan dan ketakwaan.
Depresi dapat menimbulkan gejala somatisasi, dan gangguan somatisasi
dapat menyebabkan depresi. Somatisasi adalah gangguan psikis yang
menyebabkan gangguan fisik.Gangguan somatisasi ditandai dengan banyak gejala
somatis yang tidak dapat dijelaskan dengan adekuat berdasarkan pemeriksaan
fisik dan laboratorium.
Menurut PPDGJ III, depresi dapat diklasifikasikan menjadi episode
depresi tunggal (ringan, sedang, berat, lainnya, dan yang tak tergolongkan [YTT])
serta gangguan depresif berulang. Pada os ini memiliki gejala sebagai depresi
ringan, hal ini sesuai dengan hasil pemeriksaan dengan menggunakan HDRS .

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Concise Textbook of Clinical
Psychiatry. 3rd Edition. 2008. USA Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins, Wolters Kluwer Business. P 200-18.
2. Ismail RI, Siste K. Gangguan Depresi. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G.
Buku Ajar Psikiatri. 2010. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. p 209-22.
3. Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi Kedua.
2009. Surabaya: Airlangga University Press.
4. Kaplan Harold I, Benjamin J Sadock, Jack A Grebb. 2010. Sinopsis Psikiatri.
Jakarta: Binarupa Aksara.
5. Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi
Ketiga. 2007. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Unika Atmajaya.
6. Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ
III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
7. Setiabudy, Rianto. Farmakologi dan Terapi. Edisi kelima. 2007. Jakarta:
Gaya Baru.
8. Puri B.K, laking P.J dkk, Buku Ajar Psikiatri edisi keII, Jakarta .EGC
2012.hal: 33, 164-187

28

Anda mungkin juga menyukai