Anda di halaman 1dari 12

MEMAHAMI JENIS-JENIS PEMERIKSAAN

DIAGNOSTIK UNTUK HIV/AIDS

Oleh:
Kelompok 2

Luh Ade Mastini (20089014001)


Putu Agus Eka Darma Putra (20089014002)
Alfina Rahmi Latifa Khaerani (20089014003)
Ni Kadek Ayu Sri Anjeli (20089014011)
I Gusti Ayu Dea Maharani Kusuma (20089014017)
Ni Luh Putu Evaliana (20089014024)
Putu Novia Karina Milantari (20089014030)
Luh Sunita Aprilia Safitri (20089014045)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2021
KATA PENGANTAR

“Om Swastyastu”

Segala puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmatnya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah untuk memenuhi
mata kuliah dengan judul “Memahami Jenis-Jenis Pemeriksaan Diagnostik Untuk HIV/AIDS”.
Penulisan ini di maksudkan untuk melengkapi tugas – tugas yang sudah di berikan kepada kami.
Dalam kesempatan ini tidak lupa penulis sampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak
yang mendorong terbentuknya makalah ini.
Dengan menyelesaikan tugas ini, tidak jarang penulis menemui kesulitan. Namun sudah
berusaha sebaik mungkin untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang membaca, yang dimana sifatnya
membangun untuk dijadikan bahan masukan guna penulisan yang akan datang sehingga menjadi
lebih baik lagi. Semoga karya tulis ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca
umumnya.

“Om Santih, Santih, Santih Om”

Singaraja, 24 November 2021

Penyusun,

i
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR ......................................................................................................................i


DAFTAR ISI.....................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................................2
1.3 Tujuan ..........................................................................................................................................2
1.4 Manfaat ........................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................................3
2.1 Definisi Pemeriksaan Diagnostik HIV.........................................................................................3
2.2 Sistem Tahapan Infeksi HIV ........................................................................................................3
2.3 Jenis-Jenis Tes HIV .....................................................................................................................6
BAB III PENUTUP ..........................................................................................................................8
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................................................8
3.2 Saran ...........................................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaaan yang sering dilakukan untuk
kepentingan klinik. Tujuan pemeriksaan laboratorium adalah untuk skrining suatu penyakit,
menegakkan diagnosis penyakit, pemberian pengobatan, evaluasi hasil pengobatan dan
pemantauan pengobatan (Kemenkes RI.2010). Proses pemeriksaan laboratorium harus
diperhatikan dalam tahapan–tahapan pemeriksaan mulai dari pre analitik, analitik, dan post
analitik agar mendapat hasil pemeriksaan yang tepat akurat sesuai dengan kondisi pasien.
Salah satu tahapan dalam proses laboratorium yang harus diperhatikan adalah tahapan
praanalitik dalam pemilihan jenis sampel pemeriksaan, termasuk sampel dalam pemeriksaan
imunologi rapid anti HIV ( DepKes RI. 2006).
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang merusak sel-sel kekebalan
tubuh manusia.Virus ini menyebabkan penyakit Acquired Immunodefisiency Syndrom
(AIDS) merupakan gejala penyakit yang disebabkan menurunnya daya imunitas tubuh.
Kondisi ini menyebabkan tubuh mudah terserang penyakit dan berakhir pada AIDS. Infeksi
HIV dapat ditularkan melalui 3 cara utama yaitu berhubungan sexual, paparan yang
terininfeksi virus HIV dan penularan masa perinatal termasuk pada saat menyusui (Suseno et
al. 2015). Setiap tahun jumlah penderita AIDS bertambah banyak dan semakin didominasi
oleh kalangan remaja. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mencatat jumlah
penderita HIV dan AIDS rata-rata meningkat. Tahun 2011 sebanyak 21.031 kasus, 2012
sebanyak 21.511 kasus dan tahun 2013 sampai bulan Maret sebanyak 5.369 kasus.
Sedangkan jumlah kasus HIV di Kabupaten Semarang mulai tahun 2012 ada 270 kasus,
tahun 2013 ada 309 kasus dan tahun 2014 ada 391 kasus ( Depkes RI. 2010 )
Tingginya kasus HIV dan mudahnya penyebaran virus ini, membutuhkan adanya
upaya pencegahan. Beberapa usaha yang telah dilakukan adalah kegiatansurveilans, skrening
darah donor dan penemuan kasus HIV secara aktif.Pemeriksaan laboratorium anti HIV bisa
dilakukan dengan tujuan skrening, surveilans dan diagnosis (Ratih. 2012). Dirumah sakit
pemeriksaan anti HIV biasanya dilakuakan untuk tujuan diagnostik. Baku emas dalam
menegakkan diagnosis infeksi HIV adalah kombinasi Enzyme- linked immunosorbent assay

1
(ELISA) dan Western Blot (WB). Kombinasi kedua pemeriksaan tersebut mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas tinggi namun memerlukan waktu hingga dua minggu untuk
memperoleh hasil. Pasien dengan HIV positif terkadang tidak kembali untuk mengambil
hasil pemeriksaan. Pasien tersebut tidak mengetahui dirinya terinfeksi HIV dan tidak
menjalani pengobatan hingga mencapai stadium AIDS, sehingga menjadi sumber penularan
HIV bagi keluarga dan lingkungan. Dampak lain adalah peningkatan angka kematian akibat
AIDS karena penderita infeksi HIV tidak mendapat pengobatan lebih dini (Suseno et
al.2015).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pemeriksaan diagnostik HIV ?
2. Bagaimana sistem tahapan infeksi HIV ?
3. Apa saja jenis-jenis tes HIV ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari pemeriksaan diagnostik HIV
2. Untuk mengetahui sistem tahapan infeksi HIV
3. Untuk mengetahui jenis-jenis tes HIV
1.4 Manfaat
Dengan membaca makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi lebih lanjut
tentang tes HIV. Serta dapat memberikan mutu pelayanan dan upaya-upaya promotif melalui
sosialisasi kesehatan kepada masyarakat tentang HIV. Untuk melakukan tes HIV sebagai
upaya dari pencegahan penularan HIV diharapkan menjadi sumber dan referensi untuk
makalah selanjutnya yang akan meneliti tentang motivasi dengan kesediaan melakukan tes
HIV.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pemeriksaan Diagnostik HIV


Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengelola data, keterangan,
dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan.
Diagnosis adalah identifikasi mengenai sesuatu. Diagnosis digunakan dalam medis, ilmu
pengetahuan, teknik, bisnis, dll. Artikel bertopik kedokteran atau medis ini adalah sebuah
rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.
Jadi pemeriksaan diagnostik HIV yaitu Tes HIV adalah prosedur pemeriksaan untuk
mendeteksi infeksi HIV di dalam tubuh seseorang. Tes ini perlu dilakukan secara rutin, baik
bagi yang berisiko maupun tidak, agar infeksi HIV dapat dideteksi dan ditangani sejak dini.

2.2 Sistem Tahapan Infeksi HIV

Seseorang yang terinfeksi HIV pada umumnya tak langsung menyadari terpapar virus
berbahaya tersebut. HIV kira-kira membutuhkan waktu 2-15 tahun hingga menimbulkan
gejala. Berikut tahapan infeksi HIV berkembang menjadi AIDS:
1. Periode masa jendela
Periode masa jendela yaitu periode di mana pemeriksaan tes antibody HIV masih
menunjukkan hasil negatif walaupun virus sudah masuk ke dalam darah pasien dengan
jumlah yang banyak.
Antibodi yang terbentuk belum cukup terdeteksi melalui pemeriksaan laboratorium
karena kadarnya belum memadai. Antibodi terhadap HIV biasanya baru muncul dalam 3-
6 minggu hingga 12 minggu setelah infeksi primer.Periode jendela sangat penting
diperhatikan karena pada periode jendela ini pasien sudah mampu dan potensial
menularkan HIV kepada orang lain.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada periode ini sebaiknya yang mampu
mendeteksi antigen p18, p24, p31, p36, gp120, gp41.

3
2. Fase infeksi akut
Setelah HIV menginfeksi sel target, terjadi proses replikasi yang menghasilkan virus-
virus baru (virion) dengan jumlah hingga berjuta-juta virion.
Viremia dari begitu banyak virion tersebut dapat memicu munculnya sindrom infeksi
akut dengan gejala yang mirip penyakit flu atau infeksi mononukleosa.
Diperkirakan bahwa sekitar 50-70 persen orang yang terinfeksi HIV mengalami sindrom
infeksi akut selama 3-6 minggu setelah terinfeksi virus dengan gejala umum, yakni:
 Demam
 Faringitis
 Limfadenopati
 Artralgia
 Mialgia
 Letargi
 Malaise
 Nyeri kepala
 Mual
 Muntah
 Diare
 Anoreksia
 Penurunan berat badan

HIV juga sering menimbulkan kelainan pada sistem saraf meski paparan HIV baru terjadi
pada stadium infeksi yang masih awal. Kondisi itu, antara lain bisa menyebabkan:

 Meningitis
 Ensefalitis
 Neuropati perifer
 Mielopati

Sementara, gejala pada dematologi atau kulit, yaitu ruam makropapuler eritematosa dan
ulkus mukokutan.

4
3. Fase infeksi laten
Pembentukan respons imun spesifik HIV dan terperangkapnya virus dalam sel dendritik
folikuler (SDF) di pusat germinativum kelenjar limfa dapat menyebabkan virion dapat
dikenalikan, gejala hilang, dan mulai memasuki fase laten.
Pada fese ini jarang ditemukan virion di plasma sehingga jumlah virion di plasma
menurun karena sebagian besar virus terakumulasi di kelenjar limfa dan terjadi replikasi
di kelenjar limfa.
Fase infeksi laten berlangsung rata-rata sekitar 8-10 tahun (dapat 3-13 tahun) setelah
terinfeksi HIV. Pada tahun ke-8 setelah terinfeksi HIV, penderita mungkin akan
mengalami berbagai gejala klinis, berupa:
 Demam
 Banyak berkeringat pada malam hari
 Kehilangan berat badan kurang dari 10 persen
 Diare
 Lesi pada mukosa dan kulit berulang
 Penyakit infeksi kulit berulang

Gejala ini merupakan tanda awal munuculnya infeksi oportunistik. Pembengkakan


kelenjar limfa dan diare secara terus-menerus termasuk gejala infeksi oportunistik.

4. Fase infeksi kronis (AIDS)


Selama berlangsungnya fase ini, di dalam kelenjar limfa terus terjadi replikasi virus HIV
yang diikuti kerusakan dan kematian SDF karena banyaknya virus. Fungsi kelenjar limfa
adalah sebagai perangkap virus menurun atau bahkan hilang dan virus dicurahkan ke
dalam darah. Pada fese ini terjadi peningkatan jumlah virion secara berlebihan di dalam
sirkulasi sistemik. Respons imum tidak mampu meredam jumlah virion yang berlebihan
tersebut. Sementara, limfosit semakin tertekan karena intervensi HIV yang kian banyak.
Penurunan limfosit ini mengakibatkan sistem imun menurun dan penderita semakin
rentan terhadap berbagai penakit infeksi sekunder.
Perjalanan penyakit kemudian semakin progresif yang mendorong ke arah AIDS. Infeksi
sekunder yang sering menyertai, di antaranya adalah:
 Pneumonia yang disebabkan oleh Pneumocytis carinii

5
 Tuberkulosis
 Sepsis
 Toksoplasmosis ensefalitis
 Diare akibat kriptisporidiasis
 Infeksi virus sitomegalo
 Infeksi virus herpes
 Kandidiasis esophagus
 Kandidiasis trachea
 Kandidiasis bronchus atau paru-paru
 Infeksi jamur jenis lain, misalnya histoplasmosis, koksidiodomikosis
 Kadang-kadang juga ditemukan beberapa jenis kanker, yakni kanker kelenjar getah
bening dan kanker sarcoma Kaposi’s.
Pada tahap ini, penderita HIV/AIDS harus segera dibawa ke dokter dan menjalani terapi
anti-retroviral virus (ARV). Terapi ARV bakal mengandalikan virus HIV di dalam tubuh
sehingga dampak infeksi bisa ditekan. Meski demikian, HIV sebenarnya dapat
dikenalikan sedini mungkin sehingga bisa menekan peluang timbulnya AIDS.
Maka dari itu, sangat dianjurkan bagi masyarakat yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS
untuk melakukan cek darah sedini mungkin. Masyarakat yang termasuk berisiko tinggi,
di antaranya yakni pengguna narkoba dengan jarum suntik, kerap berganti pasangan dan
berhubungan seks tanpa kondom.

2.3 Jenis-Jenis Tes HIV

Terdapat tiga jenis tes HIV, yaitu tes serologi, tes virologis dengan PCR, dan tes HIV
antibodi-antigen. Untuk tes serologi dan tes virologis dengan PCR masih ada jenisnya lagi
yaitu :
1. Tes Serologi
Tes serologi terdiri atas tes cepat, tes ELISA, dan tes Western blot.
a. Tes cepat dilakukan pada jumlah sampel yang lebih sedikit dan waktu tunggu kurang
dari 20 menit. Tes ini sudah ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
untuk mendeteksi antibodi terhadap HIV-1 maupun 2.

6
b. Tes ELISA berfungsi mendeteksi antibodi untuk HIV-1 dan HIV-2 yang dilakukan
dengan ELISA (enzyme-linked immunisorbent assay).
c. Tes Western blot adalah tes antibodi untuk konfirmasi pada kasus yang sulit. Jika
hasilnya positif, akan muncul serangkaian pita yang menandakan adanya pengikatan
spesifik antibodi terhadap protein virus HIV. Ini hanya dilakukan untuk
menindaklanjuti skrining ELISA yang positif.
2. Tes Virologis Dengan PCR
Tes HIV ini perlu dilakukan terhadap bayi yang baru dilahirkan oleh ibu yang positif
mengidap HIV. Tes virologis dengan PCR memang dianjurkan untuk mendiagnosis anak
yang berumur kurang dari 18 bulan.
Ada dua jenis tes virologis, yakni HIV DNA kualitatif (EID) dan HIV RNA kuantitatif.
a. Tes HIV DNA kualitatif berfungsi mendeteksi virus dan tidak bergantung pada
keberadaan antibodi (kerap digunakan pada bayi).
b. Tes RNA kuantitatif mengambil sampel dari plasma darah. Tak cuma bayi, tes tersebut
juga dapat digunakan untuk memantau terapi antiretroviral (ART) pada orang dewasa.
3. Tes HIV Antibodi-Antigen
Tes HIV satu ini mendeteksi antibodi terhadap HIV-1, HIV-2, dan protein p24. Protein
p24 adalah bagian dari inti virus (antigen dari virus). Meski antibodi baru terbentuk
berminggu-minggu setelahnya terjadinya infeksi, tetapi virus dan protein p24 sudah ada
dalam darah. Sehingga, tes tersebut dapat mendeteksi dini infeksi.

7
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Jadi pemeriksaan diagnostik HIV yaitu Tes HIV adalah prosedur pemeriksaan untuk
mendeteksi infeksi HIV di dalam tubuh seseorang. Tes ini perlu dilakukan secara rutin,
baik bagi yang berisiko maupun tidak, agar infeksi HIV dapat dideteksi dan ditangani
sejak dini. Seseorang yang terinfeksi HIV pada umumnya tak langsung menyadari
terpapar virus berbahaya tersebut. HIV kira-kira membutuhkan waktu 2-15 tahun hingga
menimbulkan gejala. Berikut tahapan infeksi HIV berkembang menjadi AIDS: Periode
masa jendela, Fase infeksi akut, Fase infeksi laten, Fase infeksi kronos (AIDS). Terdapat
tiga jenis tes HIV, yaitu tes serologi, tes virologis dengan PCR, dan tes HIV antibodi-
antigen.
3.2 Saran
1) Masyarakat membutuhkan edukasi tentang bahaya penyakit HIV/AIDS dan
bagaimana cara penularannya yang benar agar stigma dan diskriminasi terhadap
ODHA dapat diluruskan. Untuk itu perlu diadakannya seminar dan penyuluhan
tentang HIV/AIDS serta diselenggarakannya acara testimonial dari para ODHA untuk
pelajar dan mahasiswa.
2) ODHA butuh mendapat perhatian dan dukungan dari masyarakat dan pemerintah,
selain itu Dukungan Kawan Sebaya juga dapat memberikan semangat hidup bagi
penderita HIV/AIDS.

8
DAFTAR PUSTAKA

Romadhonni, T., Andriani, T., & Sinaga, H. (2020). Antenatal Care: Pemeriksaan HIV, Protein
Urin dan Tekanan Darah Ibu Hamil di Rsud Kwaingga Kabupaten Keerom. GLOBAL HEALTH
SCIENCE (GHS), 5(2), 88-93.

PINA ALPIANI, P. U. T. R. I. (2019). GAMBARAN HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM


UNTUK DETEKSI PENYAKIT IBU HAMIL TRIMESTER III DI PUSKESMAS SOLOKAN
JERUK TAHUN 2018.

Maulia, P. H., & Farapti, F. (2019). STATUS ZINC DAN PERAN SUPLEMENTASI ZINC
TERHADAP SISTEM IMUN PADA PASIEN HIV/AIDS: A SYSTEMATIC REVIEW [Zinc Status
and The Role of Zinc Supplementation on Immune System in HIV/AIDS Patients: A Systematic
Review]. Media Gizi Indonesia, 14(2), 115-122.

Ajik, S., & Pranata, S. (2018). PENGEMBANGAN MODEL PELAYANAN KESEHATAN


DALAM PENCEGAHAN INFEKSI HIV/AIDS PADA PEKERJA REMAJA (TAHAP II).

MOKOAGOW, A. (2017). HUBUNGAN PERSEPSI IBU HAMIL TENTANG TES HIV DENGAN
PERILAKU TES HIV ATAS INISIATIF PEMBERI LAYANAN KESEHATAN DAN KONSELING
(TIPK) DI PUSKESMAS JANTI (Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah Malang).

Kabain, H. A. (2020). Jenis Jenis Napza dan Bahayanya. Alprin.

Anda mungkin juga menyukai