Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

“STEPwise UNTUK PENANGGULANGAN PENYAKIT TIDAK


MENULAR”

Dosen Pembimbing :
Dr.Nur Ulmy Mahmud, SKM.,M.Kes

Disusun Oleh

Kelompok 2 :
zahratul Aini Asnawi (14120200077)
Nur Anisya Jusmin (14120200078)
Nova Selviani (14120200079)
Husna Ma’ap (14120200081)
Aulia Alman (14120200082)
Nur Annisa Al Waly Ramadhana (14120200083)
Nur Fitria Chaerani (14120200085)
Andi Besse Beruga Wecudai (14120200086)
Jihan Adilah Sunnita (14120200088)

Kelas B4

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya,
kami diberi kesehatan lahir batin sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “STEPwise Penanggulangan Untuk Penyakit Tidak Menular ”
dengan baik dan tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu agar membantu para
pembaca untuk menerima wawasan baru sehingga lebih memperluas
pengetahuannya terhadap bagaimana sih STEPwise penanggulangan untuk
penyakit tidak menular dan juga bertujuan untuk memenuhi tugas dari dosen saya
pada mata kuliah Epidemiologi Penyakit TIdak Menular.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr.Nur Ulmy
Mahmud,SKM.,M.Kes selaku dosen pengampu mata kuliah kami karena dengan
adanya tugas ini dapat meningkatan pengetahuan kami secara lebih
mendalam.Kami juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
ikut serta dalam membantu penyusunan makalah ini.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun dari para pembaca sangat
bermanfaat untuk penulis agar kedepan nya bisa lebih baik lagi.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii


DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 4
A. Latar Belakang ................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 6
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................. 6
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 7
A. Pengertian STEPwise ....................................................................................... 7
B. Tujuan STEPwise ............................................................................................ 19
C. Manfaat STEPwise........................................................................................... 19
D. Kelebihan STEPwise........................................................................................ 20
E. Pendekatan STEPwise untuk Surveilans Faktor Resiko .................................... 20
F. Langkah langkah dalam STEPwise untuk Pencegahan Penyakit ....................... 22
G. Prinsip-prinsip dasar penganggulangan penyakit tidak menular ........................ 24
H. Strategi global dan regional penanggulangan penyakit tidak menular ............... 26
I. Strategi nasional penanggalungan penyakit tidak menular di indonesia ............ 28
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 34
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 34
B. Saran ............................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 36

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Surveilans penyakit adalah ciri kesehatan penduduk yang ditetapkan
secara ilmiah dan legal yang tujuannya adalah mengumpulkan, menafsirkan, dan
menyebarluaskan secara sistematis data untuk menargetkan dan memantau
intervensi untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas penyakit. Namun, data
adalah sering kurang atau berkualitas rendah terutama di negara-negara
berpenghasilan rendah dan menengah (LMICs). Sebagai contoh, lebih dari
setengah kematian global untuk tahun 2015 tidak penyebab yang pasti. Beban
Penyakit Global (GBD), studi epidemiologi deskriptif terbesar, menunjukkan
tingkat kualitas data yang rendah untuk sebagian besar LMIC selama 1980–2016.
Meskipun ada peningkatan substansial dalam data kualitas dan penyebab
kematian, lebih dari 50 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan terkait kesehatan
(SDGs) indikator yang diidentifikasi dalam laporan Statistik Kesehatan Dunia
2017, data memadai untuk memantau 36 indikator (Wamai, Kengne, and Levitt
2018).
Contoh penelitian studi nya yaitu, studi ini menggunakan data dari Kenya
2015 nasional Survei STEPwise untuk penyakit tidak menular dan faktor risiko
cedera di antara orang dewasa berusia 18–69 tahun di Kenya. Survei
menggunakan desain sampel cluster tiga tahap: pemilihan 200 daerah perkotaan
dan pedesaan yang merata cluster, 30 rumah tangga sampel dari cluster terpilih
dan random sampling satu anggota dari semua daftar anggota rumah tangga di
setiap rumah tangga. Itu Survei STEPwise populasi yang ditargetkan berdasarkan
usia-jenis kelamin kelompok, dan melibatkan individu berusia 18-69 tahun. Dari
4654 rumah tangga yang memberikan persetujuan, 4500 individu setuju untuk
berpartisipasi dalam survei tingkat respons 95%. Kuesioner terstruktur
berdasarkan

4
Pendekatan WHO STEPwise untuk faktor risiko penyakit kronis—informasi
demografis dan perilaku (Langkah 1), pengukuran antropometrik (Langkah 2) dan
biokimia (Langkah 3) digunakan. Asisten digital pribadi dimuat dengan kuesioner
eSTEPS digunakan oleh pengumpul data terlatih untuk merekam data. Berbagai
langkah penjaminan mutu dilakukan termasuk pemeriksaan data yang
dikumpulkan untuk konsistensi dengan kualitas tim jaminan. Institut Penelitian
Medis Kenya Komite Peninjau Etika menyetujui survei dan semua peserta yang
memenuhi syarat memberikan persetujuan tertulis . Data yang tidak teridentifikasi
yang digunakan dalam penelitian ini diakses dari Biro Statistik Nasional Kenya
berdasarkan a perjanjian akses data. Lebih detail dari survei diterbitkan di tempat
lain. Pengukuran Variabel hasil Hipertensi, variabel hasil utama kami
didefinisikan sebagai: tekanan darah sistolik 140 mmHg dan/atau tekanan darah
diastolik 90 mmHg pada dua kejadian atau penggunaan obat tekanan darah yang
dilaporkan sendiri dan/atau diagnosis sebelumnya oleh penyedia layanan
kesehatan”. Variabel biner dihasilkan di mana 0 adalah normal sedangkan 1
adalah hipertensi (Gatimu and John 2020).
Surveilans menurut WHO adalah suatu proses pengumpulan, pengolahan,
analisisdan interpretasi data yang sistematik dan terus menerus serta penyebaran
informasi padapihak terkait untuk intervensi. Salah satu tujuan surveilans adalah
untuk memberikaninformasi mengenai masalah kesehatan populasi sehingga
penyakit dan faktor risiko dapatdideteksi lebih dini sehingga dapat dilakukan
pengendalian dan pencegahan secara cepatdan tepat.Sebagai antisipasi untuk
peningkatan kematian akibat penyakit tidak menular, WHOmengeluarkan
surveilans global untuk faktor risiko penyakit tidak menular yaitu
WHOSTEPwise. STEPwise WHO merupakan sebuah sistem surveilans untuk
faktor risiko penyakitkronis yang didesain untuk negara dengan pendapatan
rendah dan menengah. Surveilansfaktor risiko penyakit tidak menular dapat
bermanfaat dalam menentukan prioritaspenyakit, mengetahui besaran suatu
penyakit serta untuk implementasi dan evaluasiprogram.Pendekatan STEPWise
WHO menggunakan instrumen dan protokol yang telahterstandardisasi untuk
memonitor trend penyakit tidak menular di setiap negara. STEPWiseWHO

5
terfokus pada pengumpulan data terkait faktor risiko penyakit kronis/penyakit
tidak menular secara kontinyu.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat disimpulkan rumusan masalah:
1. Apa yang dimaksud dengan STEPwise?
2. Apa tujuan dari STEPwise dalam Epidemiologi Penyakit Tidak Menular?
3. Apa manfaat dari STEPwise?
4. Apa saja kelebihan dan kekurangan STEPwise?
5. Bagaimana pendekatan STEPwise untuk surveilans faktor resiko?
6. Apa saja langkah langkah dalam STEPwise untuk Pencegahan Penyakit?
7. Apa saja prinsip-prinsip dasar penganggulangan penyakit tidak menular?
8. Bagaimana strategi nasional penanggalungan penyakit tidak menular di
indonesia?

C. Tujuan Penulisan
Dalam hal ini, bertujuan untuk mempelajari, mengindetifikasi, dan
memahami indikator – indikator yang ada dalam Epidemiologi Penyakit Tidak
Menular.

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian STEPwise
a) STEPwise
Salah satu strategi penanggulangan PTM adalah melakukan surveilans
WHO membuat metode surveilans yang disebut dengan STEPwise/STEPS.
Metode stepwise merupakan satu diantara empat metode yang dapat
digunakan untuk memilih model terbaik. Metode stepwise merupakan metode
alternatif dalam analisis regresi yang membantu proses analisis untuk
mendapatkan model yang memberikan kontribusi tinggi. STEPwise
merupakan surveilans untuk mengetahui faktor risiko pada penyakit tidak
menular. Instrumen ini telah dirumuskan oleh WHO dan dapat digunakan di
setiap negara dengan penyesuaian masing – masing kebutuhan negara WHO,
2003. STEPS dimulai dengan mengumpulkan informasi mengenai faktor
risiko dengan menggunakan kuesioner, selanjutnya pengukuran fisik secara
sederhana dan pengumpulan sampel darah untuk analisis biokimia.
Pendekatan STEPwise lebih menekankan terhadap kualitas daripada kuantitas.
STEPwise menggunakan level berbeda pada setiap kuesioner. Hal ini
dikategorikan berdasarkan kompleksitas dalam memperoleh data. (Suraya
2020)
Metode surveilans PTM standard yang dibangun oleh WHO terkait
dengan:
 Faktor resiko perilaku (merokok, konsumsi alcohol, inaktifitas fisiki, diet
tidak sehat) ,
 Faktor risiko metabolik (kegemukan dan obesitas, peningkatan tekanan
darah, peningkatan glukosa darah dan kadar kolesterol abnormal).

Metode stepwise merupakan satu diantara empat metode yang dapat


digunakan untuk memilih model terbaik. Metode stepwise merupakan metode
alternatif dalam analisis regresi yang membantu proses analisis untuk

7
mendapatkan model yang memberikan kontribusi tinggi. Berbeda dengan
ketiga metode pemilihan yang lain, metode stepwisememperhitungkan
korelasi parsial sebagai prosedur dalam analisis. Korelasi parsial dihitung dari
residual hasil meregresikan antar variabel independen yang satu dengan yang
lain. Kriteria pemilihan model pada umumnya sama yaitu dengan melihat nilai
R-sq yang cenderung stabil dimana nilai s yang dihasilkan mendekati nilai
varians data tersebut. Metode ini sesuai dengan karakteristik data track quality
indexuntuk perencanaan kereta api semicepat yang digunakan dalam
penelitian ini.(Hapsery, Rizki, and Lubis 2019)

b) Steps
Dimulai dengan mengumpulkan informasi mengenai faktor risiko dengan
menggunakan kuesioner, selanjutnya pengukuran fisik secara sederhana dan
pengumpulan sampel darah untuk analisis biokimia.

c) WHO STEPwise
Surveilans menurut WHO adalah suatu proses pengumpulan, pengolahan,
analisis dan interpretasi data yang sistematik dan terus menerus serta
penyebaran informasi pada pihak terkait untuk intervensi. Salah satu tujuan
surveilans adalah untuk memberikan informasi mengenai masalah kesehatan
populasi sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi lebih dini
sehingga dapat dilakukan pengendalian dan pencegahan secara cepat dan
tepat. Sebagai tindakan antisipasi untuk peningkatan kematian akibat penyakit
tidak menular, WHO mengeluarkan surveilans global untuk faktor risiko
penyakit tidak menular yaitu WHO STEPwise. STEPwise WHO merupakan
sebuah sistem surveilans untuk faktor risiko penyakit kronis yang didesain
untuk negara dengan pendapatan rendah dan menengah. Surveilans faktor
risiko penyakit tidak menular dapat bermanfaat dalam menentukan prioritas
penyakit, mengetahui besaran suatu penyakit serta untuk implementasi dan
evaluasi program Jabbour dalam Workshop on the WHO STEPwise

8
Surveillance System, 2004. Pendekatan STEPwise WHO ini mengunakan
instrumen dan protokol yang telah terstandarisasi untuk memonitor trend
penyakit tidak menular di setiap negara. STEPwise WHO terfokus pada
pengumpulan data terkait faktor risiko penyakit tidak menular secara
kontinyu.

d) Pendekatan STEPwise
Menekankan bahwa data dengan jumlah kecil, tapi berharga disbanding
dengan data dengan jumlah besar dengan kualitas rendah. Pendekatan ini
menggunakan instrument dan protocol yang telah terstandardisasi untuk
memonitor trend penyakit tidak menular disetiap Negara. Pendekatan
STEPwise lebih menekankan terhadap kualitas daripada kuantitas. Pendekatan
STEPwise menggunakan level berbeda pada setiap kuesioner. Hal ini
dikategorikan berdasarkan kompleksitas dalam memperoleh data.

e) WHO STEPwise Pendekatan Faktor Risiko untuk Penyakit Tidak


Menular
Pengukuran Step 1 (informasi Step 2 Step 3
umum individu) (Pengukuran (pengukuran
fisik) kimia/biokimia)
Core (inti) 1. Demografi dasar : Pengukuran Pemeriksaan gula
usia, jenis berat badan, darah puasa dan
kelamin, dan tinggi badan, total kolestrol
tahun sekolah lingkar
2. Penggunaan pinggang dan
tembakau tekanan
3. Konsumsi alcohol darah
4. Aktivitas fisik
5. Perilaku
sedentary
6. Konsumsi buah

9
dan sayur
Expanded 1. Etnis, pendidikan Pengukuran HDL kolestrol dan
(tambahan) tertinggi, lingkar detak trigliserida
pekerjaan dan pinggul dan
pendapatan detak jantung
2. Riwayat merokok
3. Penggunaan
rokok tanpa asap
4. Minum minuman
berakohol
5. Konsumsi lemak
dan minyak
6. Riwayat
hipertensi dan
diabetes
Optional Perilaku lainnya Pengukuran Tes toleransi
(contoh) yang berkaitan ketebalan glukosa oral, tes
dengan kesehatan kulit, urin
seperti status pengukuran
kesehatan mental, aktivitas fisik
disabilitas, injuri

STEP 1 merupakan pengisian kuesioner yang berisi tentang informasi umum


individu terkait faktor risiko yaitu data sosio ekonomi, konsumsi tembakau dan
alkohol, aktivitas fisik dan pola makan (konsumsi buah, sayur, garam, dan
gula).STEP 2 merupakan tambahan informasi pada STEP 1 yaitu berupa
pengukuran fisik terhadap individu yang terdiri dari pengukuran tekanan darah,
tinggi badan dan berat badan. STEP 3 merupakan pengukuran klinis/biokimia
seperti pengukuran kadar kolesterol dan gula darah. Setiap level (STEP) tersebut
terdapat core (inti) merupakan pertanyaan inti yang terdapat dalam kuesioner,
expanded (tambahan) merupakan pengembangan dari pertanyaan inti, dan

10
optional (pilihan) merupakan pertanyaan tambahan yang digunakan sesuai
kebutuhan peneliti. (Marchianti, Nurus Sakinah, and Diniyah 2017)

f) Perbedaan level pada instrument STEPS WHO


Step Deskripsi Tujuan Rekomendasi
1 Mengumpulkan Untuk mendapat dua Semua
informasi uatama mengenai: Negara/instansi
demografi dan 1. Informasi sosio disarankan
perilaku dengan demografi mendapat data data
kuesioner 2. Penggunaan pafa STEP 1
tembakau dan alcohol
3. Status nutrisi
4. Aktifitas fisik
2 Memperoleh data Untuk tambahan data Semua
pengukuran fisik pada data utama STEP 1 Negara/instansi
dengan tes dan menetapkan proporsi disarankan
sederhana pada mendapat data data
1. Overweight dan pafa STEP 2
obesitas
2. Kenaikan tekanan
darah
3 Pengambilan Untuk mengukur Hanya
sampel darah prevalensi mellitus atau direkomendasikan
untuk pengukuran gula darah tinggi dan pada Negara yang
biokimia abnormalitas kadar lemak tersedia sumber
darah daya yang cukup

g) Transisi Epidemiologi
Transisi epidemiologi adalah suatu pola perubahan penyakit dalam
masyarakat ketika akan terjadi pergeseran pola penyakit dan pola sebab
kematian dalam masyarakat dengan menurunnya angka penyakit menular

11
tertentu dan meningkatnya angka berbagai penyakit tidak menular. Transisi
epidemiologi yang paralel antara transisi demografi dan transisi teknologi,
dewasa ini mengakibatkan perubahan pola penyakit dari penyakit infeksi ke
Penyakit Tidak Menular (PTM). Terjadinya transisi epiemiologi ini
disebabkan oleh terjadinya perubahan sosial ekonomi, lingkungan dan
perubahan struktur penduduk seperti kebiasaan merokok, kurang aktifitas
fisik, makanan tinggi lemak dan kalori serta konsumsi alkohol yang diduga
berkontribusi menjadi penyebab dalam penyakit PTM (Depkes, 2008). Salah
satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan ialah hipertensi.
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi
batas normal. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh.
Penyakit ini dapat mengganggu fungsi organ-organ lain, terutama organ-organ
vital seperti jantung dan ginjal (Depkes, 2013).
Menurut Riskesdas (2013) pada tahun 2020 jumlah penduduk Indonesia
diperkirakan akan mencapai 262,6 juta jiwa. Total jumlah tersebut, terdapat
30,3 juta jiwa wanita usia menopause. Pada usia 40-55 tahun seorang wanita
akan lebih rentan dan beresiko terhadap penyakit 2 kardiovaskuler
dikarenakan adanya penurunan hormon esterogen dan hormon progesteron
sehingga menurunnya fungsi elastisitas sel endotel yang dapat mempengaruhi
tekanan darah (Meida dkk, 2012). Penyakit hipertensi di Indonesia,
merupakan penyebab kematian dengan menempati urutan ketiga setelah stroke
dan tuberculosis (TB), dengan proporsi kematian sebesar 6,8%. Adapun
prevalensi nasional hipertensi pada penduduk umur >18 tahun adalah sebesar
26,5%, sedangkan prevalensi hipertensi di Jawa Tengah mencapai angka
26,4% (Kemenkes RI, 2013). Faktor yang menyebabkan hipertensi ada 2,
yaitu faktor yang dapat diubah dan faktor yang tidak dapat diubah. Faktor
yang tidak dapat diubah antara lain ialah karakteristik individu (usia, jenis
kelamin, riwayat penyakit hipertensi), sedangkan faktor yang dapat diubah
ialah pola makan (kebiasaan konsumsi lemak, natrium dan kalium), status gizi
dan gaya hidup (Stefhany, 2012). Terdapat berbagai macam mineral yang

12
dapat menurunkan tekanan darah, salah satunya ialah magnesium (Krummel,
2004). Mineral tersebut menghambat terjadinya konstriksi pembuluh darah
yang menyebabkan penurunan resistensi perifer sehingga terjadi penurunan
tekanan darah (Krummel, 2004). Penelitian dari Kisters dkk (2013)
menunjukkan defisiensi magnesium berpengaruh terhadap berbagai penyakit
kardiovaskuler seperti hipertensi, arteriosklerosis, diabetes melitus dan pre-
eklamsia.
Penelitian lain juga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara
asupan magnesium dengan tekanan darah. Penelitian tersebut menyatakan
bahwa, responden yang 3 memiliki asupan magnesium baik cenderung tidak
menderita hipertensi (Widyaningrum, 2014). Berkebalikan dengan
magnesium, kebiasaan mengkonsumsi lemak erat kaitannya dengan
peningkatan tekanan darah. Konsumsi lemak yang berlebih dapat
menyebabkan terjadinya aterosklerosis yang menimbulkan tekanan darah
seseorang menjadi meningkat (Lidyawati, 2014). Penelitian dari Sthefany
(2012) menyatakan adanya hubungan antara kebiasaan konsumsi lemak
terhadap hipertensi, sedangkan penelitian lain menunjukkan bahwa
mengkonsumsi lemak tinggi memiliki resiko 8,7 kali lebih besar untuk
menderita hipertensi (Irza, 2009).
Nugrahaeni dkk (2008), mengemukakan bahwa menurunkan asupan lemak
hingga 30% dari kebutuhan energi total dapat mencegah terjadinya hipertensi.
Faktor lain yang dapat memicu terjadinya peningkatan tekanan darah ialah
status gizi. Status gizi dengan indeks masa tubuh mencapai >25 kg/m2
menyebabkan peningkatan tekanan darah (Ridwan, 2009). Penelitian
menunjukkan bahwa sekitar 10% dari peningkatan berat badan berhubungan
dengan kenaikan 7 mmHg tekanan darah sitolik (Asriati, 2014). Penelitian
Manampiring (2008) menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara
status gizi dengan tekanan darah pada penduduk usia 45 tahun ke atas di
Kelurahan Pakowa Kecamatan Wanea Kota Manado. Hasil ini sesuai dengan
penelitian dari Korneliani dkk (2012), bahwa orang yang obesitas memiliki
faktor resiko 4 kali lebih besar untuk terkena hipertensi dibandingkan dengan

13
orang yang tidak obesitas. Berdasarkan survey pendahuluan tahun 2015,
menurut data yang diperoleh dari rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten 4 Sukoharjo, hipertensi termasuk penyakit yang menempati urutan
sepuluh besar pada rawat jalan dengan prevalensi 9,4% pada bulan Desember
2014. Jumlah penderita hipertensi selama 3 tahun terakhir antara tahun 2012-
2014 mengalami peningkatan sebanyak 84%. Berdasarkan latar belakang
tersebut, maka peneliti ingin mengetahui hubungan antara asupan magnesium,
asupan lemak dan status gizi dengan tekanan darah pada wanita menopause
penderita hipertensi di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah
Sukoharjo. (Suputra 2013).

h) Unsur-Unsur Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular


Surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan
terus-menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi
yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau
masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data,
pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara
program kesehatan.
Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular Merupakan analisis
terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak menular dan faktor risiko
untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit tidak menular.
Kegiatan surveilans dapat berjalan dengan baik, karena adanya unsur yang
mendukung. Unsur tersebut merupakan data yang dikumpulkan dari berbagai
sumber. Adapun unsur-unsur tersebut, antara lain :
a) Pencatatan Kematian
Pencatatan kematian yang dilakukan di tingkat desa dilaporkan ke
tingkat kelurahan seterusnya ke tingkat kecamatan dan puskesmas, lalu
selanjutnya dilaporkan ke kabupaten daerah tingkat II. Pada beberapa
daerah tertentu, Amil (yang memandikan mayat) berperan dalam
melaporkan kematian tertentu di desa-desa. Beberapa seminar di Indonesia

14
telah diadakan pula untuk menilai dan membahas usaha untuk
meningkatkan kelengkapan pencatatan kematian, yang validitasnya
relative lebih baik karena didiagnosis oleh dokter. Unsur ini akan
bermanfaat bila data pada pencatatan kematian itu cepat diolah dan
hasilnya segera diberitahukan kepada yang berkepentingan.
b) Laporan Penyakit
Unsur ini penting untuk mengetahui distribusi penyakit menurut
waktu, apakah musiman atau siklus. Dengan demikian dapat diketahui
pula ukuran endemis suatu penyakit. Bila terjadi lonjakan frekuensi
penyakit melebihi ukuran endemis berarti terjadi kejadian luar biasa pada
daerah atau lokasi tertentu. Macam data yang diperlukan sesederhana
mungkin, variable “orang” hanya diperlukan data mengenai nama dan
umurnya, sedangkan variable “tempat” hanya diperlukan data mengenai
alamatnya. Dan yang tidak boleh dilupakan adalah diagnosis penyakit dan
kapan mulai timbulnya penyakit tersebut.
c) Laporan Wabah
Penyakit tersebut terjadi dalam bentuk wabah, misalnya keracunan
makanan, influenza, demam berdarah, dan lainnya. Laporan wabah dengan
distribusi penyakit menurut waktu, tempat, dan orang, penting artinya
untuk menganalisis dan menginterpretasikan data dalam rangka
mengetahui sumber dan penyebab wabah tersebut.
d) Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium merupakan suatu sarana yang penting untuk mengetahui
kuman penyebab penyakit menular dan pemeriksaan tertentu untuk
penyakit-penyakit lainnya, misalnya kadar gula darah untuk penyakit
diabetes mellitus, trombosit untuk penyakit demam berdarah, dan lainnya.
e) Penyakit Kasus
Penyelidikan kasus dimaksudkan untuk mengetahui riwayat alamiah
penyakit yang belum diketahui secara umum yang terjadi pada seorang
atau lebih individu.
f) Penyelidikan Wabah atau Kejadian Luar Biasa

15
Bila terjadi lonjakan frekuensi penyakit yang melebihi frekuensi
biasanya, maka perlu diadakan penyelidikan wabah pada tempat dimana
bila diadakan analisis data sekunder, dapat diketahui terjadinya
peningkatan kasus, untuk itu diperlukan diagnosis klinis dan laboratoris
disamping penyelidikan epidemiologi di lapangan. Wabah sering dikenal
dengan istilah kejadian luar biasa (KLB).
g) Pendekatan Stepwise untuk surveilans stroke
Secara global, penyakit serebro vaskular (stroke) adalah penyebab
utama kematian kedua. Ini adalah penyakit yang terutama terjadi pada usia
pertengahan dan orang dewasa yang lebih tua. WHO memperkirakan
bahwa pada tahun 2005, stroke menyumbang 5,7 juta kematian di seluruh
dunia, setara dengan 9,9% dari semua kematian. Lebih dari 85% dari
kematian ini akan terjadi pada orang yang tinggal di negara berpenghasilan
rendah dan menengah dan sepertiga akan berada pada orang yang berusia
kurang dari 70 tahun.
a. Tujuan
Menanggapi kebutuhan untuk perbaikan dalam pengumpulan data stroke,
pencegahan dan pengobatan, WHO telah mengembangkan sistem surveilans
stroke internasional: pendekatan STEPwise untuk surveilans stroke (STEPS-
stroke) yang membentuk kerangka kerja untuk pengawasan dan pengumpulan
data dan bertujuan untuk menyediakan data untuk semua Negara Anggota WHO.
Tujuan dari studi surveilans stroke STEPS WHO adalah untuk
menyediakanpekerja kesehatan dan pembuat kebijakan dengan alat standar
untuknilai besarnya stroke, Menjelaskan populasi yang berisiko, mengidentifikasi
faktor-faktor risiko yang terkait, memantau tren dari waktu ke waktu, memberikan
dasar untuk merancang dan melaksanakan intervensi,memantau dan mengevaluasi
efektivitas intervensi.

b. Desain
STEPS Stroke mengidentifikasi tiga kelompok pasien stroke yang berbeda yang
membuat beban stroke di komunitas atau populasi tertentu. Mereka tercantum

16
dalam urutan kompleksitas dalam mengidentifikasi mereka, beberapa langkah-
langkah yaitu antara lain :
1. Informasi tentang pasien stroke yang dirawat di fasilitas kesehatan
(Langkah 1)
2. Identifikasi kejadian stroke fatal berbasis komunitas (Langkah 2)
3. Perkiraan kejadian stroke non-fatal berbasis komunitas (Langkah 3)
4. Hasil lainnya yang diharapkan, dari pengaturan lokasi surveilans
termasuk:
5. Membangun keahlian dan sistem berkualitas tinggi untuk komunitas
jangka Panjang surveilans penyakit tidak menular kronis, terutama stroke.
6. Bentuk jaringan penelitian
7. Meningkatkan kesadaran akan penyakit tidak menular di masyarakat.
8. Menetapkan prioritas spesifik per negara untuk pencegahan dan
pengelolaanstroke dalam konteks rencana terpadu nasional untuk penyakit
kronispencegahan dan control.
Surveilans merupakan kunci dari pencegahan stroke, terpenting uji klinis dan
studi epidemiologi telah menunjukkan bahwa strokeuntuk sebagian besar dapat
dicegah. Tindakan publik untuk menurunkan prevalensipaparan faktor risiko,
bagaimanapun, tidak mungkin diambil, jika besarnyadan konsekuensi dari stroke
dan penyakit kronis utama lainnya tidak di identifikasi.

c. Strategi Pencegahan
Setelah data yang akurat telah tersedia, strategi pencegahan yang dapat
dilakukan dengan di implementasikan untuk mengurangi terjadinya dan dampak
stroke seperti yang dijelaskan dalamtabel di bawah ini :

Strategi Ditujukan untuk


pencegahan mengurangi Misalnya, melalui
- Identifikasi individu keseluruhan
resiko stroke yang tinggi atau CVD
Terjadinya stroke (orang hipertensi atau penderita
primer di tempat pertama diabetes)

17
- Populasi luas inisiatif untuk
meningkatkan aktivitas fisik
- Legislasi untuk mengendalikan
penggunaan tembakau
- Pengurangan intensif dalam
Dampak stroke paparan yang besar terhadap faktor
dalam orang yang resiko kardiovaskular
sudah menderita - Anti trombosit dan pengobatan
Sekunder stroke atau TIA hipertensi
Konsekuensi dan- Pengobatan infeksi ditahap akut
kerugian pasien - Manajemen ko-morditas
Tersier stroke - Perbaikan rehabilitasi

18
B. Tujuan STEPwise
1. Tujuan STEPwise
1) Untuk memfasilitasi perkembangan gambaran faktor risiko PTM di
populasi
2) Memberikan standar pembuatan sistem surveilans faktor risiko PTM di
setiap negara
3) Memudahkan negara untuk melakukan perbandingan data terkait PTM
4) Memperkuat ketersediaan data untuk sosialisasi, monitoring, dan
evaluasi kebijakan dan program penanggulangan PTM
5) Membangun kapasitas sumber daya manusia dan institusi terkait
surveilans PTM.

2. Tujuan WHO STEPSwise


1) Mengumpulkan informasi terhadap faktor risiko penyakit
kronispenyakit tidak menular untuk pembuat kebijakan dan
perencanaan intervensi
2) Terkumpulnya data faktor risiko yang sesuai standar dapat disesuaikan
dengan standar masing –masing negara.
3) Menyediakan sistem surveilans penyakit kronis untuk negara dengan
pendapatan rendah –menengah.
4) Membangun kapasitas masing –masing negara untuk monitoring faktor
risiko penyakit tidak menular.
5) Mengintegrasi pendekatan dengan biaya rendah.

C. Manfaat STEPwise
1. Menyajikan data berupa prevalensi penyakit di setiap provinsi.
2. Melakukan analisis multivariat sehingga dapat diketahui proporsi
responden.
3. Menunjukkan Nilai Prediktif Positif misalnya pada tahun 2000 sebanyak
972 juta (26%) orang dewasa di dunia menderita penyakit tertentu.
4. Merencanakan program perencanaan dan penanggulangan penyakit
dengan baik, melalui strategi dan peranan masing-masing unit kerja.

19
5. Kegiatan epidemiologi dilakukan melalui pendekatan beberapa faktor
yang mempengaruhi hipertensi, misalnya faktor keturunan, stres, usia,
jenis kelamin dan lain-lain.
6. Melakukan inovasi program sesuai dengan kemajuan teknologi dan
kondisi daerah setempat (local area specifi).

D. Kelebihan STEPwise
1. Metode dan kuesioner yang sudah terstandarisasi
2. Lebih fleksibel untuk diadaptasi oleh masing masing Negara
3. Lebih sederhana
4. Dapat ditambahkan dalam sistem yang sudah ada
5. Diperuntukkan untuk masyarakat yang berusia 25-64 tahun dan dapat
diulangi dalam 2–3 tahun

E. Pendekatan STEPwise Untuk Surveilans Faktor Resiko


Khatib (2003) dalam Workshop on the WHO STEPwise surveillance
system (2004), menjelaskan bahwa surveilans merupakan bahan evaluasi
terhadap intervensi yang telah dilakukan, melalui strategi-strategi
terstandarisasi sehingga menghasilkan pemetaan trend dan penanganan
intervensi tersebut. Khatib juga menambahkan bahwa surveilans nasional,
epidemiologi faktor risiko, dan program pembangunan berbasis masyarakat
termasuk hal-hal yang penting untuk di perhatikan. Tujuan utama surveilans
adalah penggunaan data yang dikumpulkan untuk merumuskan kebijakan dan
program promosi kesehatan dan pencegahan penyakit (Khatib, 2003). Jabbour
(2003) dalam Workshop on the WHO STEPwise surveillance system (2004)
juga menyebutkan bahwa surveilans berguna untuk mengetahui besaran
masalah suatu penyakit, menentukan prioritas penyakit, serta sebagai
implementasi dan evaluasi program. Shah dan Marthur (2010) menjelaskan
bahwa surveilans faktor risiko memiliki beberapa tujuan yaitu : (Rahajeng and
Wahidin 2020)
a) Mengidentifikasi kasus beserta wilayah asal, agar dapat diberikan
intervensi yang tepat sasaran.

20
b) Mengidentifikasi kecenderungan penyakit dan faktor risikonya
berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan.
c) Memonitor efektifitas kebijakan/program intervensi.
d) Memetakan distribusi kasus dan faktor risiko berdasarkan wilayah
dankarakteristik kelompok.
e) Mengidentifikasi isu penelitian baru berdasarkan temuan, yang dapat
memperkuat surveilan.
f) Memfasilitasi advokasi, sebagai pedoman kebijakan, dan menentukan
prioritas alokasi sumber daya.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka surveilans sebaiknya dilakukan dengan


memperhatikan hal berikut (Shah dan Marthur, 2010) :
a) Mengevaluasi sistem yang sudah berjalan (baik publik maupun swasta).
b) Mengidentifikasi dan melibatkan semua stakeholder, mulai dari tahap
perencanaan hingga pelaksanaan.
c) Memulai dengan pembuatan indikator sederhana yang akurat, reliabel,
tepat waktu, dan kontributif.
d) Fleksibel, sensitif, dan mudah beradaptasi sesuai dengan kebutuhan dan
multiple user.
Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan salah satu penyakit tidak
menular, dan sebagaimana yang telah dirumuskan WHO mengenai surveilans
penyakit tidak menular yaitu dengan pendekatan WHO STEPwise. STEPwise
merupakan flexible tool yang digunakan untuk assessment faktor risiko penyakit
tidak menular, dimana setiap negara pelaksana dapat menyesuaikannya sesuai
dengan kebutuhan masing-masing (WHO, 2003). Pendekatan STEPwise
menekankan bahwa data dengan jumlah kecil, tapi dengan kualitas tinggi lebih
berharga dibanding data dengan jumlah besar dengan kualitas rendah.

21
F. Langkah langkah Dalam STEPwise untuk Pencegahan Penyakit
1. Pengumpulan Data
a. Data dikumpulkan dari hasil survey seperti Riskesdas, SDKI, Posbindu
PTM, dan survei rutin yang lain yang merupakan
data agregat/kelompok. Data Posbindu PTM didapatkan dari
pencatatan individu peserta Posbindu PTM. Puskesmas melakukan
pengumpulan data dari posbindu PTM di wilayahnya.
b. Data dikumpulkan menggunakan sistem informasi yang sudah ada
seperti Sistem Informasi manajemen PTM utuk data Posbindu PTM.
2. Pengolahan dan Analisis Data
a. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan bantuan software.
Sistem Informasi Manajemen PTM (data Posbindu PTM) atau dengan
software lain seperti Micosoft Excel, Epi Info, Epi Data, SPSS atau
STATA.
b. Data yang diolah adalah faktor risiko PTM dengan memperhitungkan
jumlah sampel/penduduk di suatu wilayah.
c. Produk pengolahan dan analisis berupa prevalensi faktor risiko PTM
yang bersumber dari Riskesdas dan SDKI antara lain :
1) Prevalensi perokok aktif
2) Prevalensi kurang aktivitas fisik (<150 menit per minggu)
3) Prevalensi kurang konsumsi sayur dan buah
4) Prevalensi obesitas, Prevalensi obesitas sentral
5) Prevalensihipertensi
6) Prevalensiminum alkohol
7) Proporsi penyebab cedera

Sedangkan yang bersumber dari posbindu PTM antara lain:


1) Cakupan kunjungan posbindu.
2) Jumlah rujukan ke fasilitas kesehatan
3) Proporsi perokok aktif
4) Proporsi kurang aktivitas fisik (<150 menit per minggu)

22
5) Proporsikurang konsumsi sayur dan buah
6) Proporsi obesitas
7) Proporsi obesitas sentral
8) Proporsi hipertensi
9) Proporsi hiperglikemi
10) Proporsihiperkolesterolemia
11) Proporsi gangguan fungsi paru, dan lain-lain.
d. Berdasarkan hasil pengolahan data, maka dilakukan penyajian
dalambentuknarasi,tabel, grafik, spot map, area map, dan lainnya.
e. Analisis data dilakukan secara diskriptif menurut variabel orang (umur,
jenis kelamin, pendidikan, dan lainnya), tempat(antar wilayah) dan
waktu (antar waktu).

3. Interpretasi Data
Hasil analisis di interpretasi berdasarkan situasi di suatu wilayah,
apakah prevalensi menunjukkan besaran masalah faktor risiko PTM di
wilayah setempat, dan menghubungkannya dengan data lain, seperti
demografi, geografi, gaya hidup/perilaku, dan pendidikan.
4. Diseminasi Informasi
a. Hasil-hasil analisis dan interpretasi dibuat dalam bentuk laporan
dan/atau presentasi. Laporan tersebut dikirimkan oleh unit
penanggungjawab kepada jenjang struktural yang lebih tinggi, dari
Puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten/kota, dari dinas kesehatan
kabupaten/kota ke dinas kesehatan provinsi dan Kementerian
Kesehatan.Umpan balik diberikan ke unit jenjang dibawahnya, seperti
ke dinkes kabupaten/kotadan dinkes provinsi.
b. Diseminasi informasi ditujukan kepada seluruh stakeholder yang
terkait, seperti jajaran kesehatan, LSM, profesi, perguruan tinggi dan
masyarakat pada umumnya. Untuk jajaran kesehatan, khususnya dinas
kesehatan informasi akan menjadi dasar dalam pengambilan keputusan
dan perencanaan pengendalian PTM serta evaluasi program.

23
G. Prinsip-prinsip dasar penanggulangan penyakit tidak menular
Rencana Aksi Nasional penanggulangan penyakit menular ini dimasukkan
dalam sebagai peta Jalan bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam
mengembangkan dan mengimplementasikan upaya-upaya untuk menurunkan
beban penyakit tidak menular bagi penduduk di setiap tingkat administrasi
dokumen ini juga akan menjadi sumber di setiap informasi bagi Kementerian
atau lembaga dan sektor dan stakeholders terkait tentang strategi nasional
penanggulangan penyakit tidak menular sehingga dapat memberikan
dukungan optimal sesuai dengan peran dan tanggung jawabnya pendekatan
intervensi penanggulangan penyakit tidak menular di Indonesia mengacu pada
kesepakatan global dan regional yang bukan beberapa prinsip dasar sebagai
berikut:
1. Berfokus pada kesetaraan (equity)
Kebijakan dan program penanggulangan penyakitt tidak menullar
harus ditujukan untuk mengurangi kesenjangan dalam penyediaan
layanan penyakit tidak menular terkait determinan social seperti
Pendidikan,gender,status social ekonomi, dan etnis
2. Keterlibatan lintas sector dan para pemangku kepentingan
Untuk mengendalikan penyakit tidak menular dan factor risikonya
diperlukan kerja sama di dalam sector Kesehatan dan juga dengan
sector lain, seperti pertanian, pendidikan, agama, dalam negri,
lingkungan hidup, keuangan, kominfo, olahraga, perdagangan,
perindustrian dan perhubungan. Hal ini perlu diperkuat dengan
keterlibatan para pemangku kepentingan termasuk pemerintah
organisasi masyarakat sipil Akademia swasta dunia usaha dan
organisasi internasional peran lintas sektor sangat penting dan
mempunyai peran kunci dalam menentukan keberhasilan upaya
penanggulangan penyakit tidak menular terutama terkait faktor risiko
Bersama Untuk itu pemerintah sudah merancangkan penguatan
paradigma sehat dengan mendorong promotif preventif melalui

24
pendekatan multi sektor yaitu “gerakan masyarakat hidup sehat”
germas
3. Pendekatan pada setiap tahap kehidupan
Pendekatan pada setiap tahapan kehidupan merupakan kunci dalam
penanggulangan penyakit tidak menular yang dimulai dari kesehatan
ibu sebelum kehamilan antenatal dan postnatal dan Gizi Ibu yang
berlanjut dengan pemberian makanan pada bayi secara benar termasuk
pemberian air susu ibu dan kesehatan bagi anak remaja diikuti dengan
promosi kesehatan agar tercapai kelompok usia kerja yang sehat usia
lanjut yang sehat dan dilengkapi dengan pelayanan dan rehabilitasi
bagi penderita penyakit tidak menular pendekatan pada setiap tahap
kehidupan harus bersinergi dan terintegrasi dengan lintas program
melalui pendekatan keluarga
4. Keseimbangan antara pendekatan pada tingkat populasi dan individu
Strategi penanggulangan penyakit tidak menular yang
komprehensif membutuhkan keseimbangan antara pendekatan atau
intervensi yang ditujukan untuk mengurangi tingkat faktor risiko
populasi secara keseluruhan dengan pendekatan yang ditunjukkan
dengan khusus bagi individu-individu berisiko tinggi
5. Pemberdayaan masyarakat
Penduduk dan masyarakat harus diberdayakan untuk meningkatkan
dan menjadi mitra pemerintah yang aktif dalam penagnggulangan
penyakit
6. Penguatan system Kesehatan
Revilitasi dan reorientasi pelayanan kesehatanterutama pada
fasilitas pelayanan Kesehatan primer terhadap upaya-upaya promos
Kesehatan,pencegahan penyakit,deteksi dini dan pelayanan penyakit
tidak menular yang terintegrasi
7. Cakupan kesehtan semesta (universal health converage)
Seluruh penduduk terutama keluarga miskin dan rentan harus
memiliki akses pelayanan kesehatan yang terstandar secara nasional

25
yang meliputi pelayanan promotif preventif kuratif rehabilitatif dan
aktif serta akses terhadap obat-obatan yang esensial aman terjangkau
efektif dan berkualitas tanpa hambatan pembiayaan
8. Strategi berbasis bukti (evidene based strategless)
Pengembangan kebijakan dan program harus berdasarkan bukti
ilmiah cost-effectiveness keterjangkauan dan prinsip-prinsip kesehatan
masyarakat serta kebutuhan di masyarakat.
9. Pengelolaan confiicts of interest
Kebijakan kesehatan public untuk penanggulangan penyakit tidak
menular harus terbebas dari adanya vested interest pihak-pihak tertentu
oleh karena itu conflict of interest harus dikenali dengan dikelola
sebaik-baiknya

H. Strategi global dan regional penganggulangan penyakit tidak menular


1. Strategi global penanggulangan penyakit tidak menular
Inisiatif global untuk penanggulangan penyakit tidak menular dengan fokus
perhatian di negara berkembang telah disepakati secara internasional melalui
resolusi world health assembly pada tahun 2100 Egi global tersebut terdiri atas
tiga pilar yaitu pencegahan primer penguatan pelayanan kesehatan dan
surveilans.

a. Pencegahan penyakit tidak menular


Timbulnya factor resiko penyakit tidak menular Sebagian besar bisa
dicegah,pencegahan meliputi intervensi yang diarahkan pada seluruh
penduduk untuk menghindari timbulnya factor risiko penyakit dan melakukan
deteksi dan diagnosa dini serta melalui tata laksana kasus di fasilitas
Kesehatan yang cost effective dan komprehensif.

Dibawah ini mejelaskan berbagai jenis factor risiko dan pegaruhnya terhadap
kejadian penyakit tidak menular utama.Terdapat 4 jenis faktor risiko yaitu :

1. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi


2. Faktor risiko perilaku

26
3. Faktor risiko lingkungan
4. Faktor risiko fisiologis/biologis

Demikian pencegahan penyakit tidak menular merupakan serangkaian upaya


untuk mengurangi prevalensi faktor-faktor risiko baik faktor resiko perilaku
maupun lingkungan yang berpengaruh terhadap kejadian faktor risiko
fisiologis yang pada gilirannya meningkatkan kejadian penyakit tidak menular
utama tampak bahwa banyak risiko ini dipengaruhi oleh hal-hal diluar bidang
kesehatan misalnya polusi udara ketersediaan makanan yang sehat
ketersediaan sarana olahraga budaya hidup modern dan lain-lain hal ini
mempunyai implikasi bahwa upaya pencegahan penyakit tidak menular
membutuhkan kerjasama seluruh elemen masyarakat yang terdiri dari
pemangku kepentingan dari lintas sektor terkait lintas kementerian profesi dan
masyarakat luas.

b. Penguatan system pelayanan kesehatan


Penanggulangan penyakit tidak menular yang efektif membutuhkan suatu
sistem pelayanan kesehatan yang kuat dan menjamin terjadinya hubungan
intensitas antar jejaring pelayanan kesehatan di semua tingkat dari tingkat
primer sekunder dan tersier termasuk pelayanan pelayanan promotif preventif
dan pengobatan serta pelayanan pelatih dan rehabilitasi efektifnya pelayanan
kesehatan primer merupakan hal yang esensial dalam pengendalian faktor
risiko baik faktor risiko perilaku merokok konsumsi alkohol dan tidak
olahraga dan tidak sehat maupun faktor risiko biologi seperti tekanan darah
tinggi kadar gula darah tinggi obesitas dan dyslipidemia

WHO mengembangkan model Ino aktif care for chronic conditions prinsip
dari model ini adalah bahwa pelayanan kesehatan untuk penyakit kronis
seperti penyakit tidak menular tidak hanya tergantung pada diagnosa dan
intervensi klinis aja walaupun hal itu penting tetapi membutuhkan suatu
dukungan lingkungan yang memahami kompleksitas penyelenggaraan
pelayanan kesehatan serta kerjasama antara petugas kesehatan dan masyarakat

27
terutama dengan pasien dan keluarganya sebagai contoh terapi yang diberikan
untuk suatu penyakit kronis tidak akan mempunyai dampak berarti bila
persediaan obat tidak stabil bila pasien tidak meminum obat secara teratur bila
petugas laboratorium tidak ada saat dibutuhkan bila pasien meminum obatnya
tetapi tetap berperilaku merokok minum alkohol berlebihan diet tidak sehat
dan kurangnya olahraga dalam upaya memperoleh keluaran yang lebih baik
bagi penanggulangan penyakit kronis maka dibutuhkannya kerangka kerja
yang melibatkan seluruh unsur masyarakat dan pelaku kesehatan serta
mengambil keputusan

I. Strategi nasional penganggulangan penyakit tidak menular di Indonesia


Untuk menjamin tercapainya target yang telah ditetapkan pada rencana
pembangunan jangka menengah nasional 2015-2019 dan rencana strategis
kementerian kesehatan tahun 2015-2019 diperlukan strategi nasional
penanggulangan penyakit tidak menular di Indonesia strategi tersebut perlu
mengacu pada strategi global dan strategi regional Asia tenggara yang telah
disesuaikan dengan tantangan dan permasalahan serta kapasitas yang dimiliki
bangsa Indonesia mengacu pada strategi yang dianjurkan oleh WHO maka
strategi nasional penanggulangan penyakit tidak menular terdiri dari empat
pilar yaitu advokasi dan kemitraan promosi kesehatan dan penurunan faktor
resiko 3 penguatan sistem pelayanan kesehatan dan 4 penguatan reservations
and reset kerangka pikir strategi nasional penanggulangan penyakit tidak
menular di Indonesia dapat dilihat dari implementasi strategi nasional
penanggulangan penyakit tidak menular akan dipengaruhi oleh arah kebijakan
dan strategi pembangunan nasional, arah kebijakan pembangunan nasional,
kerangka regulasi, kerangka kelembagaan dan, kerangka pendanaan serta
kelingkungan strategi global regional dan nasional.
1. Advokasi dan kemitraan
Kegiatan dalam area strategis ini meliputi advokasi dan kemitraan
lintas sektor untuk peningkatan dan percepatan penanggulangan penyakit
tidak menular fokus kegiatan pada area ini adalah 1 peningkatan intensitas

28
advokasi dua penguatan kemitraan dengan masyarakat dan lintas sektor
serta kementerian atau lembaga dan tiga upaya peningkatan kapasitas
kepemimpinan di semua tingkatan administrasi hasil yang diharapkan pada
area strategis ini adalah meningkatkannya komitmen politik dan
berfungsinya mekanisme koordinasi lintas kementriannya secara efektif
dapat menjamin ketersediaan sumber daya yang cukup bagi pelaksanaan
program secara kesenambungan alat lokasi ini diperlukan untuk menjamin
adanya pemahaman peran masing-masing sektor dan lembaga terkait
dalam mendukung terwujudnya masyarakat sehat interaksi yang kompleks
antar faktor budaya lingkungan dan ekonomi serta mempengaruhi status
kesehatan masyarakat menurut anda nya kesadaran dari seluruh lembaga
pemerintah dan mempertimbangkan kesehatan dalam setiap
pengembangan kebijakannya dengan kata lain implementasi hot in all dan
kesamaan pemahaman atas pentingnya penanggulangannya penyakit tidak
menular secara lintas sektor menjadi kunci keberhasilan program ini di
samping itu kemitraan antara pemerintahan dan LSM atau C dapat
memberikan kontribusi besar dalam peningkatan kesehatan masyarakat
kampanye dalam bidang kesehatan dapat dilakukan bersama antara
pemerintah dan dapat mengorganisir dan memberdayakan masyarakat
dengan edukasi sehingga masyarakat dapat membuat pilihan yang tepat.
2. Promosi kesehatan dan penurunan faktor risiko
Situasi saat ini memberikan tantangan yang lebih berat dalam
menciptakan kehidupan yang sehat beberapa sektor industri menjadikan
masyarakat rentan terhadap pembentukan perilaku tidak sehat yang
berakibat meningkatkannya keterpaparan masyarakat pada faktor-faktor
risiko penyakit tidak menular seperti rokok makanan tinggi lemak dan gula
garam minuman beralkohol serta makanan tidak sehat lainnya masyarakat
mempunyai peran penting dalam pencegahan penyakit tidak menular
antara lain dalam menumbuhkannya budaya perilaku hidup bersih dan
sehat atau PHBS pada komunitas PHBS pada perilaku hidup bersih dan
sehat dan pencegahan penyakit tidak menular diterapkan melalui kegiatan

29
cerdik yang merupakan akronim dari cek kesehatan secara berkala akan
asap rokok rajin aktivitas fisik diet sehat dengan kalori seimbang istirahat
yang cukup dan kelola stres upaya upaya kesehatan berbasis masyarakat
seperti pos pembinaan terpadu atau PTM sangat tidak penting untuk
mengendalikan faktor-faktor risiko penyakit tidak menular masyarakat
harus didorong untuk bertanggung jawab atas perilakunya termasuk
penerapan perilaku cerdik lingkungan seharusnya dibangun untuk
memberikan ruang bagi publik untuk membuat pilihan sehat dan
menghindari faktor-faktor penyebab timbulnya masalah kesehatan
termasuk penyakit tidak menular.
Disamping itu, pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular
seharusnya diterapkan berbasis siklus tahapan kehidupan oleh karena itu
upaya tersebut dianjurkan untuk dilakukan sejak usia dini usia remaja dan
usia kerja hingga usia lanjut dengan demikian sekolah merupakan lembaga
yang penting dalam pencegahan penyakit tidak menular dan pada usia
anak dan remaja usaha kesehatan sekolah atau UKS yang antar lainnya
menumbuhkan budaya PHBS atau penerapan cerdik pada komunitas
sekolah termasuk guru administrasi peserta didik tenaga tenaga tenaga
pembinaan UKS di sekolah Puskesmas dan pemerintahan daerah setempat
mempunyai peran besar terhadap kegiatan ini termasuk menjadi role
model diusulkannya agar komponen upaya penanggulangan penyakit tidak
menular pada program UKS menjadi program wajib Puskesmas agar
pengendalian faktor risiko dan deteksi dini dapat dilakukan sejak usia dini
sementara usia target sasaran usia produktif dan usia lanjut
penanggulangan penyakit tidak menular dapat dilakukan melalui program
posbindu PTM di tempat kerja dan kelompok-kelompok masyarakat serta
integrasi kegiatan posbindu PTM dan posyandu lansia.
3. Penguatan system pelayanan kesehatan
Pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular seharusnya
diterapkan berbasis siklus tahapan kehidupan oleh karena itu upaya
tersebut dianjurkan untuk dilakukan sejak usia dini usia remaja dan usia

30
kerja hingga usia lanjut dengan demikian sekolah merupakan lembaga
yang penting dalam pencegahan penyakit tidak menular dan pada usia
anak dan remaja usaha kesehatan sekolah atau UKS yang antar lainnya
menumbuhkan budaya PHBS atau penerapan cerdik pada komunitas
sekolah termasuk guru administrasi peserta didik tenaga tenaga tenaga
pembinaan UKS di sekolah Puskesmas dan pemerintahan daerah setempat
mempunyai peran besar terhadap kegiatan ini termasuk menjadi role
model diusulkannya agar komponen upaya penanggulangan penyakit tidak
menular pada program UKS menjadi program wajib Puskesmas agar
pengendalian faktor risiko dan deteksi dini dapat dilakukan sejak usia dini
sementara usia target sasaran usia produktif dan usia lanjut
penanggulangan penyakit tidak menular dapat dilakukan melalui program
posbindu PTM di tempat kerja dan kelompok-kelompok masyarakat serta
integrasi kegiatan posbindu PTM dan posyandu lansia.
Penanggulangan penyakit tidak menular yang efektif membutuhkan
interaksi efektif antara fasilitas kesehatan dari tingkat primer hingga
tingkat rujukan yang meliputi pelayanan promotif preventif kuratif dan
Latief terhadap kasus-kasus penyakit tidak menular pelayanan kesehatan
primer yang efektif merupakan kunci keberhasilan pengendalian penyakit
kronik dengan demikian seluruh fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
primer secara bertahap harus diupayakan mampu melakukan pelayanan
kesehatan bagi kasus-kasus penyakit tidak menular secara terintegrasi
meningkatkan beragamnya penyakit tidak menular dan prioritas yang
harus dikerjakan who telah mengembangkan panduan untuk penguatan
lain di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang dikenal sebagai essential
for non communicable disease intervention for primary health care in low
resort setting 2010 mengidentifikasi jenis pelayanan yang diharapkan
dapat di secara cost-effective dan standar sarana prasarana yang
dibutuhkan khususnya ketersediaan obat dan peralatan minimal agar
kelainan tersebut dapat dilaksanakan mengacu pada pedoman ini
kementerian kesehatan telah mengembangkan pelayanan terpadu terhadap

31
penyakit tidak menular untuk fasilitas kesehatan tingkat primer khususnya
di Puskesmas penguatan layanan kesehatan primer akan menjamin
dilakukannya deteksi dini diagnosa dini secara pengobatan dini termasuk
penguatan tata tata laksana faktor risiko pada area strategis ini sistem
rujukan juga perlu diperlukan untuk menjamin penanganandaruratan dan
kasus-kasus yang perlu dirujuk agar upaya penguatan menjadi lebih
optimal diperlukan sinkronisasi dengan pola pelayanan jaminan kesehatan
nasional atau JKN secara keseluruhan diperlukan reorientasi sistem
pelayanan kesehatan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan bagi kasus
kasus kronis yang dapat dilakukan antara melalui satu peningkatan
kompetensi tenaga kesehatan 2 peningkatan efisiensi dan efektivitas
operasional fasilitas yang cash primer 3 penguatan sistem rujukan empat
pendorong masyarakat keluarga dan pasien untuk upaya pencegahan
perawatan mandiri dan 5 pemanfaatan teknologi informasi.
4. Surveilans, monitoring dan evaluasi serta riset bidang penyakit tidak
menular
Pada prinsipnya hasil yang diharapkan pada pilar ini adalah untuk
meningkatkan kesetiaan dan pemanfaatan data untuk mengembangkan
kebijakan dan program serta pemilihan kegiatan penanggulangan penyakit
tidak menular di tingkat nasional dan daerah penguatan surveilans untuk
meningkatkan ketersediaan data faktor risiko dan determinan lain penyakit
tidak menular angka morbiditas dan mortalitas serta penguatan sistem
monitoring untuk mengevaluasi kemajuan program dan kegiatan
penanggulangan penyakit tidak menular pengobatan melalui upaya
integrasi surveilans penyakit tidak menular ke dalam sistem informasi
kesehatan dalam melakukan pengumpulan secara periodik data mencakup
faktor risiko perilaku maupun faktor risiko metabolisme seperti konsumsi
alkohol olahraga penggunaan tembakau dia tidak sehat obesitas dan
tekanan darah tinggi gula darah data meliputi pula determinan kesehatan
seperti pemasaran rokok alkohol data terkumpul meliputi gender umur 100
ekonomi untuk memonitor kecenderungan penyakit dan kemajuan

32
program riset kebijakan dan kesehatan masyarakat dalam bidang penyakit
tidak menular amat dibutuhkan untuk menilai bagaimana dampak dari
berbagai kegiatan yang dirancang mulai dari advokasi kemitraan promosi
kesehatan dan penguatan sistem pelayanan kesehatan primer terhadap
berbagai indikator antara sebelum mengukur seperti penurunan prevalensi
merokok dan kalangan penduduk usia 15 sampai 18 tahun mengingat
penanggulangan penyakit tidak menular membutuhkan dukungan lintas
sektor yang sangat luas maka dibutuhkan jajaran surveilans menit dan riset
penyakit tidak menular dapat memberi masukan bagi kebijakan
penanggulangan penyakit tidak menular.

33
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
 STEPwise merupakan surveilans untuk mengetahui faktor risiko pada
penyakit tidak menular..
 Pendekatan STEPwise lebih menekankan terhadap kualitas daripada
kuantitas, selanjutnya pengukuran fisik secara sederhana yang digunakan
di setiap negara dengan penyesuaian masing – masing kebutuhan negara
WHO, 2003. Hal ini dikategorikan berdasarkan kompleksitas dalam
memperoleh data dala memilih model terbaik yang memberikan kontribusi
tinggi.
 Tujuan STEPwise
1. Untuk memfasilitasi perkembangan gambaran faktor risiko PTM di
populasi
2. Memberikan standar pembuatan sistem surveilans faktor risiko PTM di
setiap negara
3. Memudahkan negara untuk melakukan perbandingan data terkait PTM
 Faktor risiko perilaku (merokok, konsumsi alcohol, inaktifitas fisiki, diet
tidak sehat) dan kadar kolesterol abnormal (kegemukan dan obesitas,
peningkatan tekanan darah.
 Sebagai tindakan antisipasi untuk peningkatan kematian akibat penyakit
tidak menular, sehingga dapat dilakukan pengendalian dan pencegahan
secara cepat dan tepat. Pendekatan ini menggunakan instrument dan
protocol yang telah ter terstandarisasi.
 Langkah langkah Dalam STEPwise untuk Pencegahan Penyakit sebagai
berikut:
1. Pengumpulan Data
2. Pengolahan dan Analisis Data
3. Interpretasi Data
4. Diseminasi Informasi

34
 Data dikumpulkan menggunakan sistem informasi yang sudah ada seperti
Sistem Informasi manajemen PTM utuk data Posbindu PTM yang diolah
adalah faktor risiko PTM dengan memperhitungkan jumlah
sampel/penduduk di suatu wilayah. Laporan tersebut dikirimkan oleh unit
penanggungjawab kepada jenjang struktural yang lebih tinggi, dari
Puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten/kota, Masyarakat perencanaan
pengendalian PTM serta evaluasi program. Surveilans penyakit tidak
menular. Surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara
sistematis dan terus-menerus terhadap penyakyakit atau masalah-masalah
kesahatan.

B. SARAN
Diharapkan kepada pembaca untuk bisa lebih memahami materi ini karena di
materi ini membahas tentang STEPwise penangulangan penyakit tidak
menular,tidak hanya itu di dalam materi ini mempelajari bagaimana cara
menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

35
DAFTAR PUSTAKA

Gatimu, Samwel Maina, and Thomas Wiswa John. 2020. “Socioeconomic


Inequalities in Hypertension in Kenya: A Decomposition Analysis of 2015
Kenya STEPwise Survey on Non-Communicable Diseases Risk Factors.”
International Journal for Equity in Health 19(1):1–11. doi: 10.1186/s12939-
020-01321-1.

Hapsery, Alfisyahrina, Reysha Rizki, and Amanda Lubis. 2019.


“PENGGUNAAN METODE STEPWISE PADA PEMODELAN
PERENCANAAN TRACK QUALITY INDEX ( TQI ) UNTUK KERETA
API SEMICEPAT INDONESIA Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Korelasi Parsial Dihitung
Dari Residual Hasil Meregresi.” 4(1):114–22.

Marchianti, Ancah., Elly. Nurus Sakinah, and Nunad. et al. Diniyah. 2017. Digital
Repository Universitas Jember Digital Repository Universitas Jember. Vol.
3.

Rahajeng, Ekowati, and Mugi Wahidin. 2020. “Evaluasi Surveilans Faktor Risiko
Penyakit Tidak Menular (PTM) Berbasis Data Kegiatan ‘Posbindu PTM.’”
Media Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan 30(3):241–56. doi:
10.22435/mpk.v30i3.3569.

Suputra, Oka. 2013. “Transisi Epidemiologi.” 53(9):1689–99.

Suraya, Izza. 2020. “Penanggulangan Penyakit Tidak Menular Dengan Metode


Stepwise.”

Wamai, Richard G., Andre Pascal Kengne, and Naomi Levitt. 2018. “Non-
Communicable Diseases Surveillance: Overview of Magnitude and
Determinants in Kenya from STEPwise Approach Survey of 2015.” BMC
Public Health 18(Suppl 3):1–8. doi: 10.1186/s12889-018-6051-z.

36

Anda mungkin juga menyukai