Anda di halaman 1dari 12

PEMERIKSAAN FISIK DAN DIAGNOSTIK PADA KLIEN HIV/AIDS

Disusun untuk Memenuhi Tugas Keperawatan HIV AIDS


Yang Diampu oleh Dosen Adi Wibowo, S.Kep, Ns

Disusun Oleh :

1. Betty Ria Stevani (127220017135)


2. Hana Ayu Afifah (127220017141)
3. Endah Sundari (21210109114)
4. Farista Rachmahdani (21210109211)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI PROFESI NERS

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat,
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “Pemeriksaan Fisik Dan Diagnostik Pada Klien Hiv/Aids”.

Dalam penyusunanmakalah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan


dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang
terhormat :

1. Widodo., MN., selaku Ketua Jurusan Keperawatan yang telah memberikan


kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Jurusan Keperawatan Politeknik
Kesehatan Surakarta.
2. Siti Lestari., MN., selaku Ketua Program Studi Sarjana Terapan
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di Prodi Profesi Keperawatan, Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan
Surakarta.
3. Adi Wibowo, S.Kep, Ns, selaku dosen mata kuliah keperawatan Gerontik
yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat.
4. Semua dosen Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta yang telah
memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang
bermanfaat
5. Ayah, Ibu dan adik saya tercinta yang selalu menjadi inspirasi dan
memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
6. Teman-teman mahasiswa Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan
Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang
telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Semoga makalah ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan,
aamiin.

Surakarta, Agustus 2021

ii
DAFTAR ISI

Cover.........................................................................................................................I
Kata Pengantar.........................................................................................................Ii
Bab I.........................................................................................................................5
Pendahuluan.............................................................................................................5
A. Latar Belakang..............................................................................................5
B. Rumusan Masalah.........................................................................................6
C. Tujuan...........................................................................................................6
Bab II........................................................................................................................7
Konsep Teori............................................................................................................7
A. Pemeriksaan Fisik Klien Hiv/Aids................................................................7
B. Pemeriksaan Diagnostic Klien Hiv/Aids......................................................9
Bab III....................................................................................................................12
Penutup...................................................................................................................12
A. Kesimpulan.................................................................................................12
B. Saran............................................................................................................12
Daftar Pustaka........................................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan retrovirus bersifat
limfotropik khas yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh,
menghancurkan atau merusak sel darah putih spesifik yang disebut limfosit
Thelper atau limfosit pembawa faktor T4 (CD4). Virus ini diklasifikasikan
dalam famili Retroviridae, subfamili Lentiviridae, genus Lentivirus. Selama
infeksi berlangsung, sistem kekebalan tubuh menjadi lemah dan orang
menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Tingkat HIV dalam tubuh dan
timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV
telah berkembang menjadi AIDS (Acquired Imunnodeficiency Syndrome.
AIDS merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh
menurunnya kekebalan tubuh akibat virus HIV. Sebagian besar orang yang
terkena HIV, bila tidak mendapat pengobatan, akan menunjukkan tanda-tanda
AIDS dalam waktu 8-10 tahun. AIDS diidentifikasi berdasarkan beberapa
infeksi tertentu yang dikelompokkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia
(World Health Organization) menjadi 4 tahapan stadium klinis, dimana pada
stadium penyakit HIV yang paling terakhir (stadium IV) digunakan sebagai
indikator AIDS. Sebagian besar keadaan ini merupakan infeksi oportunistik
yang apabila diderita oleh orang yang sehat, infeksi tersebut dapat diobati.
Virus HIV yang menyebabkan AIDS ini menyerang sistem kekebalan
tubuh manusia. Yang dimaksud dengan sistem kekebalan adalah suatu sistem
dalam tubuh yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari masuknya bakteri
atau virus yang bertujuan menyerang sel, menyerang pertahan tubuh. Organ
dimana sistem kekebalan tubuh berada disebut lymphoid, memiliki peran
utama dalam mengembangkan lymphocytes (sel darah putih) yang secara
spesifik berfungsi untuk menjaga tubuh dari serangan virus, yang disebut
sebagai T cells, yang terbagi dalam beberapa sel (Sarafino, 2006) yaitu Killer

4
5

T cells (sel CD-8), memory T cells, delayed-hypersensitivity cell, helper T


cells (sel CD-4), dan suppressor T cells.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemeriksaan fisik pada klien HIV/AIDS ?
2. Bagaimana pemeriksaan diagnostic pada klien HIV/AIDS ?

C. Tujuan
1. Mengetahui pemeriksan fisik yang dilakukan pada klien HIV/AIDS
2. Mengetahui pemeriksaan diagnostic pada klien HIV/AIDS
BAB II

KONSEP TEORI

A. Pemeriksaan Fisik Klien HIV/AIDS


Pemeriksaan fisik HIV yang dilakukan oleh dokter untuk mengetahui kondisi
kesehatan pasien saat ini. Pemeriksaan HIV meliputi antara lain :
1. Suhu
Demam umum pada orang yang terinfeksi HIV, bahkan bila tidak ada
gejala lain. Demam kadang-kadang bisa menjadi tanda dari jenis penyakit
infeksi tertentu atau kanker yang lebih umum pada orang yang mempunyai
sistem kekebalan tubuh lemah. Dokter akan memeriksa suhu Anda pada
setiap kunjungan.
2. Berat.
Pemeriksaan berat badan dilakukan pada setiap kunjungan. Kehilangan
10% atau lebih dari berat badan Anda mungkin akibat dari sindrom
wasting, yang merupakan salah satu tanda-tanda AIDS, dan yang paling
parah Tahap terakhir infeksi HIV. Diperlukan bantuan tambahan gizi yang
cukup jika Anda telah kehilangan berat badan.
3. Mata.
Cytomegalovirus (CMV) retinitis adalah komplikasi umum AIDS. Hal ini
terjadi lebih sering pada orang yang memiliki CD4 jumlah kurang dari 100
sel per mikroliter (MCL). Termasuk gejala floaters, penglihatan kabur,
atau kehilangan penglihatan. Jika terdapat gejala retinitis CMV,
diharuskan memeriksakan diri ke dokter mata sesegera mungkin. Beberapa
dokter menyarankan kunjungan dokter mata setiap 3 sampai 6 bulan jika
jumlah CD4 anda kurang dari 100 sel per mikroliter (MCL).
4. Mulut
Infeksi Jamur mulut dan luka mulut lainnya sangat umum pada orang yang
terinfeksi HIV. Dokter akan akan melakukan pemeriksaan mulut pada
setiap kunjungan. pemeriksakan gigi setidaknya dua kali setahun. Jika

6
7

Anda beresiko terkena penyakit gusi (penyakit periodontal), Anda perlu ke


dokter gigi Anda lebih sering.
5. Kelenjar getah bening
Pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati) tidak selalu disebabkan
oleh HIV. Pada pemeriksaan kelenjar getah bening yang semakin
membesar atau jika ditemukan ukuran yang berbeda, Dokter akan
memeriksa kelenjar getah bening Anda pada setiap kunjungan.
6. Perut.
Pemeriksaan abdomen mungkin menunjukkan hati yang membesar
(hepatomegali) atau pembesaran limpa (splenomegali). Kondisi ini dapat
disebabkan oleh infeksi baru atau mungkin menunjukkan kanker. Dokter
akan melakukan pemeriksaan perut pada kunjungan setiap atau jika Anda
mengalami gejala-gejala seperti nyeri di kanan atas atau bagian kiri atas
perut Anda.
7. Kulit.
Kulit merupakan masalah yang umum untuk penderita HIV. Pemeriksaan
yang teratur dapat mengungkapkan kondisi yang dapat diobati mulai
tingkat keparahan dari dermatitis seboroik dapat sarkoma Kaposi. Dokter
akan melakukan pemeriksaan kulit setiap 6 bulan atau kapan gejala
berkembang.
8. Ginekologi terinfeksi.
Perempuan yang HIV-memiliki lebih serviks kelainan sel daripada wanita
yang tidak memiliki HIV. Perubahan ini sel dapat dideteksi dengan tes
Pap. Anda harus memiliki dua tes Pap selama tahun pertama setelah anda
telah didiagnosa dengan HIV. Jika kedua pemeriksaan Pap Smear hasilnya
normal, Anda harus melakukan tes Pap sekali setahun. Anda mungkin
harus memiliki tes Pap lebih sering jika Anda pernah memiliki hasil tes
abnormal. Pemeriksaan fisik secara menyeluruh akan memberikan
informasi tentang keadaan kesehatan Anda saat ini. Pada Pemeriksaan
selanjutnya dokter akan menggunakan informasi ini untuk melihat apakah
status kesehatan Anda berubah.
8

B. Pemeriksaan diagnostic klien HIV/AIDS


Pemeriksaan diagnostik menurut (Kemenkes, 2019):
Tes diagnosis HIV
1. Diagnosis HIV dapat ditegakkan dengan menggunakan 2 metode
pemeriksaan, yaitu pemeriksaan serologis dan virologis.
a. Metode pemeriksaan serologis
Antibodi dan antigen dapat dideteksi melalui pemeriksaan serologis.
Adapun metode pemeriksaan serologis yang sering digunakan adalah
1) rapid immunochromatography test (tes cepat)
2) EIA (enzyme immunoassay)
Secara umum tujuan pemeriksaan tes cepat dan EIA adalah sama, yaitu
mendeteksi antibodi saja (generasi pertama) atau antigen dan antibodi
(generasi ketiga dan keempat). Metode western blot sudah tidak
digunakan sebagai standar konfirmasi diagnosis HIV lagi di Indonesia.
b. Metode pemeriksaan virologis
Pemeriksaan virologis dilakukan dengan pemeriksaan DNA HIV dan
RNA HIV. Saat ini pemeriksaan DNA HIV secara kualitatif di
Indonesia lebih banyak digunakan untuk diagnosis HIV pada bayi. Pada
daerah yang tidak memiliki sarana pemeriksaan DNA HIV, untuk
menegakkan diagnosis dapat menggunakan pemeriksaan RNA HIV
yang bersifat kuantitatif atau merujuk ke tempat yang mempunyai
sarana pemeriksaan DNA HIV dengan menggunakan tetes darah kering
(dried blood spot [DBS]).
Pemeriksaan virologis digunakan untuk mendiagnosis HIV pada:
1) Bayi berusia dibawah 18 bulan.
2) Infeksi HIV primer.
3) Kasus terminal dengan hasil pemeriksaan antibodi negatif namun
gejala klinis sangat mendukung ke arah AIDS.
4) Konfirmasi hasil inkonklusif atau konfirmasi untuk dua hasil
laboratorium yang berbeda.
9

2. Hasil pemeriksaan HIV dikatakan positif apabila:


a. Tiga hasil pemeriksaan serologis dengan tiga metode atau reagen
berbeda menunjukan hasil reaktif.
b. Pemeriksaan virologis kuantitatif atau kualitatif terdeteksi HIV.
Strategi pemeriksaan yang digunakan diasumsikan mempunyai
sensitivitas minimal 99% (batas bawah IK 95%) dan spesifisitas
minimal 98% (batas bawah IK 95%), sehingga menghasilkan nilai duga
positif sebesar 99% atau lebih. Strategi pemeriksaan yang dilakukan di
laboratorium atau di komunitas harus memberikan hasil yang sama.
Strategi ini dapat diaplikasikan pada semua format tes serologis. Semua
personel yang terlibat, baik tenaga laboratorium maupun pekerja
kesehatan yang telah dilatih, dalam melakukan tes, termasuk
pengambilan spesimen, prosedur pemeriksaan, pelaporan status HIV
harus berpedoman pada strategi tes ini. Kombinasi tes cepat atau
kombinasi tes cepat dan EIA dapat memberikan hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan kombinasi EIA/western blot.

Pemeriksaan diagnostic untuk penderita AIDS (Arif Mansjoer, 2000) adalah:


1. Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait
dengan AIDS.
2. Telusuri perilaku berisiko yang memungkinkan penularan.
3. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker
terkait.
4. Jangan lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan
funduskopi.
5. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi
HIV, dan pemeriksaan Rontgen.
Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan
jumlah CD4, protein purufied derivative (PPD), serologi toksoplasma,
serologi sitomegalovirus, serologi PMS, hepatitis, dan pap smear. Sedangkan
pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4. Bila >500 maka
pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-500 maka
10

diulang tiap 3-6 bulan, dan bila <200 diberikan profilaksi pneumonia
pneumocystis carinii. Pemberian profilaksi INH tidak tergantung pada jumlah
CD4. Perlu juga dilakukan pemeriksaan viral load untuk mengetahui awal
pemberian obat antiretroviral dan memantau hasil pengobatan.
Bila tidak tersedia peralatan untuk pemeriksaan CD 4 (mikroskop
fluoresensi atau flowcytometer) untuk kasus AIDS dapat digunakan rumus
CD4 = (1/3 x jumlah limfosit total)-8.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan retrovirus bersifat
limfotropik khas yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh,
menghancurkan atau merusak sel darah putih. AIDS merupakan kumpulan
gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh
akibat virus HIV. Pemeriksaan fisik pada klien HIV meliputi suhu, berat,
mata, mulut, kelenjar getah bening, perut, kulit, ginekologi terinfeksi.
Pemeriksaan diagnostic pada klien HIV metode pemeriksaan serologis dan
metode pemeriksaan virologis. Pemeriksaan diagnostic AIDS meliputi
Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait dengan
AIDS. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi
HIV, dan pemeriksaan Rontgen.

B. Saran
Diharapkan makalah ini memiliki referensi yang lebih luas, bagi mahasiswa
dan masyarakat yang ingin mempelajari pemeriksaan fisik dan diagnostik
pasien HIV/AIDS.

11
DAFTAR PUSTAKA

Bahrudin, dkk. 2019. Modul Pembelajaran Keperawatan HIV/AIDS. Jombang :


2019 Icme Press

Kemenkes. 2019. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


Hk.01.07/Menkes/90/2019 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Hiv.

Anda mungkin juga menyukai