DI PUSKESMAS SENTANI
Disusun Oleh :
Maria Rud Woisiri 20180711014189 Jessy rosani kewasare 20180711014258
Belandina F Griapon 20180711014022 Jeane P Soetimo 2020072014089
Renny J mokay 20180711014080 Geneyra Naomi Purba 201807110104043
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
2021
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Evaluasi
Sistem Surveilans HIV”
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pada Mata Kuliah Evaluasi Sistem Surveilans Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang sistem surveilans pada penyakit HIV bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.
Kami menyadari, makalah yang Kami buat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan Kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Dengan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah
Bagaimana evaluasi sistem surveilans HIV AIDS di Puskesmas Kota Sentani
Kabupaten Jayapura ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui evaluasi sistem surveilans HIV AIDS di Puskesmas Sentani
Kabupaten Jayapura.
2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui pelaksanaan surveialns HIV/AIDS di Puskesmas Sentani
Kabupaten Jayapura ditinjau dari aspek input meliputi sumber daya, biaya,dan
waktu.
2. Mengetahui pelaksanaan surveilans HIV/AIDS di Puskesmas Sentani di tinjau
dari aspek output meliputi informasi dan indikator program HIV/AIDS yang
dihasilkan
3. Mengetahui pelaksanaan surveilans HIV/AIDS di Puskesmas Sentani di tinjau
dari atribut-atribut surveilans meliputi
2. Bagi Peneliti
Dapat menambah pengalaman dalam mengaplikasikan teori yang telah dipeoleh
selama berada di bangku perkuliahan ke dalam suatu penelitian dengan
menggunakan pola pikir yang ilmiah, serta dapat menambah pengetahuan
khususnya mengenai masalah surveilans.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
positif AIDS bisa melalui fax atau email untuk sementara tetapi kemudian disusul
dengan data secara tertulis.
4
membantu evaluasi program serta membantu menjelaskan perubahan suatu prevalensi.
Prinsip dari pelaksanaan surveilans perilaku sama dengan surveilans HIV yaitu survei
yang dilakukan berulang untuk mengumpulkan data tentang perilaku terhadap populasi
berisiko tertular seperti PSK, waria, pengguna NAPZA suntik dan lain-lain
d. Surverilans Generasi Kedua
Surveilans ini lebih mementingkan penggunaan data mengenai perilaku terhadap
suatu populasi, yang potensial tertular HIV/AIDS sebagai informasi dan menjelaskan
tren HIV pada pada suatu populasi. Surveilans generasi kedua ini merupakan
penggabungan dari surveilans biologis dan surveilans perilaku, informasi yang penting
didapatkan dari surveilans generasi kedua ini adalah perilaku suatu populasi yang
berisiko tertular HIV sebagai system kewaspadaan dini, kemudian mengambil
informasi dari perilaku populasi berisiko tinggi untuk membuat suatu program agar
terpusat dan tepat pada sasaran, serta mendapatkan informasi terhadap perilaku apa
saja yang bisa diubah untuk mencegah penularan, dan melakukan pengamatan perilaku
suatu populasi yang sudah diberikan program kemudian di evaluasi hasilnya apakah
perilaku populasi tersebut berubah yang artinya perilalku tersebut dapat menurunkan
prevalensi HIV pada populasi itu.
5
berdasarkan perbedaan tingkat kerawanan dan tingkat bahaya transmisi penyakit.
Contoh, anak sekolah diliburkan untuk mencegah penularan penyakit
campak, sedang orang dewasa diperkenankan terus bekerja. Satuan tentara yang
ditugaskan pada pos tertentu dicutikan, sedang di pospos lainnya tetap bekerja.
Dewasa ini karantina diterapkan secara terbatas, sehubungan dengan masalah legal,
politis, etika, moral, dan filosofi tentang legitimasi, akseptabilitas, dan efektivitas
langkah-langkah pembatasan tersebut untuk mencapai tujuan kesehatan masyarakat
(Bensimon dan Upshur, 2007).
2. Surveilans Penyakit
Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan pengawasan terus menerus
terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit, melalui pengumpulan
sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-laporan penyakit dan kematian,
serta data relevan lainnya. Jadi fokus perhatian surveilans penyakit adalah penyakit,
bukan individu. Di banyak negara, pendekatan surveilans penyakit
biasanya didukung melalui program vertikal (pusat-daerah). Contoh, program
surveilans tuberkulosis, program surveilans malaria. beberapa dari system
surveilans vertikal dapat berfungsi efektif,tetapi tidak sedikit yang tidak terpelihara
dengan baik dan akhirnya kolaps,karena pemerintah kekurangan biaya. banyak
program surveilans penyakit vertical yang berlangsung parallel antara satu penyakit
dengan penyakit lainnya, mengeluarkan biaya untuk sumber daya masing-masing
dan memberikan informasi duplikatif, sehingga mengakibatkan inefisiensi.
3. Surveilans Sindromik
Syndromic surveillance (multiple disease surveillance) melakukan
pengawasan terus-menerus terhadap sindroma (kumpulan gejala) penyakit, bukan
masing-masing penyakit. Surveilans sindromik mengandalkan deteksi indikator-
indikator kesehatan individual maupun populasi yang bisa diamati
sebelum konfirmasi diagnosis. Surveilans sindromik mengamati indikator-indikator
individu sakit, seperti pola perilaku, gejala-gejala, tanda, atau temuan laboratorium,
yang dapat ditelusuri dari aneka sumber, sebelum diperoleh konfirmasi
laboratorium tentang suatu penyakit. Surveilans sindromik dapat dikembangkan
pada level lokal, regional, maupun nasional. Sebagai contoh, Centers for Disease
Control and Prevention (CDC) menerapkan kegiatan surveilans sindromik berskala
6
nasional terhadap penyakit-penyakit yang mirip influenza (flu-like
illnesses) berdasarkan laporan berkala praktik dokter di AS. Dalam surveilans
tersebut, para dokter yang berpartisipasi melakukan skrining pasien berdasarkan
definisi kasus sederhana (demam dan batuk atau sakit tenggorok) dan
membuat laporan mingguan tentang jumlah kasus, jumlah kunjungan menurut
kelompok umur dan jenis kelamin, dan jumlah total kasus yang teramati.
Surveilans tersebut berguna untuk memonitor aneka penyakit yang
menyerupai influenza, termasuk flu burung, dan antraks, sehingga dapat
memberikan peringatan dini dan dapat digunakan sebagai instrumen
untuk memonitor krisis yang tengah berlangsung (Mandl et al., 2004; Sloan et al.,
2006). Suatu sistem yang mengandalkan laporan semua kasus penyakit tertentu dari
fasilitas kesehatan, laboratorium, atau anggota komunitas, pada lokasi tertentu,
disebut surveilans sentinel.
5. Surveilans Terpadu
Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan memadukan
semua kegiatan surveilans di suatu wilayah yurisdiksi (negara/ provinsi/ kabupaten/
kota) sebagai sebuah pelayanan publik bersama. Surveilans terpadu menggunakan
struktur, proses, dan personalia yang sama, melakukan fungsi mengumpulkan
informasi yang diperlukan untuk tujuan pengendalian penyakit. Kendatipun
pendekatan surveilans terpadu tetap memperhatikan perbedaan kebutuhan data
khusus penyakit-penyakit tertentu (WHO, 2001, 2002; Sloan et al., 2006).
Karakteristik pendekatan surveilans terpadu:
1) Memandang surveilans sebagai pelayanan bersama (common services);
2) Menggunakan pendekatan solusi majemuk;
3) Menggunakan pendekatan fungsional, bukan struktural;
7
4) Melakukan sinergi antara fungsi inti surveilans (yakni,
pengumpulan, pelaporan, analisis data, tanggapan) dan fungsi pendukung
surveilans (yakni, pelatihan dan supervisi, penguatan
laboratorium, komunikasi, manajemen sumber daya);
5) Mendekatkan fungsi surveilans dengan pengendalian penyakit. Meskipun
menggunakan pendekatan terpadu, surveilans terpadu tetap memandang
penyakit yang berbeda memiliki kebutuhan surveilans yang berbeda
(WHO,2002).
8
secara berjenjang. Direktorat P2ML Subdit AIDS& PMS akan melakukan pembinaan
teknis terhahap Dinkes Provinsi, dan Dinkes Provinsi akan melakukan hal yang sama
terhadap Dinkes Kabupaten/Kota. Sementara, Direktorat Laboratorium Kesehatan
bertanggung jawab memantau kegiatan pemeriksaan spesimen yang dilakukan oleh
BLK/BBLK/ Labkesda/laboratorium lain yang ditunjuk. Indikator yang digunakan
untuk mengukur kegiatan SSH adalah:
1. Indikator Proses:
Semua kegiatan yang tercantum pada petunjuk teknis harus
dimasukkan kedalam daftar tilik pada saat supervisi, dan menjadi
indikator proses.
2. Indikator Output:
Pencapaian populasi sentinel sesuai rencana berdasarkan sasaran dan
lokasi.
Ketepatan waktu pelaksanaan kegiatan.
Ketepatan waktu pelaporan hasil kegiatan.
b. Evaluasi
Biasanya evaluasi program dilakukan pada akhir suatu kegiatan, akan tetapi karena
Surveilans Sentinel Hiv merupakan kegiatan yang berkesinambungan, maka evaluasi
diadakan pada setiap akhir tahun anggaran, bersamaan dengan penyusunan rencana
aksi tahun berikutnya. Evaluasi kegiatan SSH dilakukan pada tahap input, proses
pelaksanaan, dan output.
1.Tahap Input
2. Tahap Proses
9
apa dan bagaimana caranya”. Evaluasi ini dilakukan untuk semua petugas yang
dilibatkan, seperti: petugas pencatatan dan pelaporan, petugas laboratorium, dsb.
Contoh: Apakah petugas pengambil spesimen darah telah menggunakan prosedur
yang benar dan telah melakukan pengkodean pada setiap tabung vacuntainer yang
berisi spesimen darah.
3. Tahap Output
Evaluasi output mencerminkan evaluasi terhadap kegunaan data, kualitas data, dan
cakupan Surveilans Sentinel Hiv. Evaluasi terhadap kegunaan hasil surveilans
dilakukan dengan mengintrepretasikan tren/kecenderungan prevelans HIV pada
populasi sentinel yang diamati oleh setiap tingkat administrasi. Sementara, evaluasi
terhadap kualitas data SSH dilakukan untuk mengetahui seberapa valid data yang
dihasilkan dari kegiatan SSH tersebut, namun evaluasi tahap ini lebih dititikberatkan
pada proses pelaksanaan kegiatan. Evaluasi menyeluruh terhadap sistem surveilans ini
meliputi hal-hal yang menghambat pelaksanaan SSH yang mencakup 10 aspek
evaluasi sistem, yaitu:
a. Sensitivitas
b. Ketepatan waktu
c. Keterwakilan (Representativeness)
Kasus yang dilaporkan tidak berbeda dengan kasus yang tidak dilaporkan.
Kegagalan untuk mendapatkan kepercayaan atau akses ke seluruh lapisan
populasi kunci, serta adanya stigma dan diskriminasi akan mengakibatkan
10
hanya sebagian populasi yang akan berpartisipasi, sehingga terjadi
underreporting, yang dapat mengakibatkan hasilnya tidak dapat mewakili.
d. Nilai prediksi positif
Proprosi kasus yang benar-benar sakit.
Nilai prediksi positif yang tinggi merupakan indikator yang penting untuk
efisiensi.
e. Daya terima
Sistem mampu mendorong kerjasama dari seluruh pemangku kepentingan
dan sektor terkait, serta dapat menggalang partisipasi dengan responden.
Dapat tercemin dari derajat keterwakilan atau tingkat respon/partisipasi
(respons rate atau participation rate) atau ketepatan waktu.
Beberapa faktor, seperti: sikap dan pendekatan otoritas pelaksana terhadap
populasi sentinel, faktor sosial budaya masyarakat, kepercayaan (trust),
stigma dan diskriminasi terhadap populasi kunci, faktor biaya, dan tingkat
kesulitan/kompleksitas dari pelaksanaan kegiatan SSH (misalnya: luas dan
jarak wilayah cakupan, serta kesulitan akses ke populasi kunci), dapat
mempengaruhi daya terima.
f. Fleksibilitas
Sistem yang lentur dan mudah diubah sesuai dengan perkembangan yang
relevan.
Dalam ruang lingkup sistem surveilans nasional generasi kedua, aspek ini
juga penting untuk diperhatikan.
g. Kesederhanaan
Sistem dirancang sesederhana mungkin, namun tetap dapat memberikan
informasi yang dibutuhkan dengan ketepatan yang memadai.
h. Untung rugi
Biaya yang dikeluarkan sebanding dengan nilai manfaat.
Biaya dapat ditekan tanpa mengorbankan mutu informasi.
i. Penyebaran hasil
Hasil disebarluaskan kepada pemangku kepentingan, serta pihak yang
tepat dan berwenang dalam mengambil keputusan.
11
j. Tindakan yang tepat
Data/informasi hasil surveilans ditindaklanjuti secara tepat dan dapat
memberikan arah untuk tindakan intervensi yang efektif
12
a. Aspek Masukan
Aspek masukan meliputi seluruh sumber daya (manusia,bahan-
bahan,alat-mesin,dana,teknologi,informasi dan lain-lain.) yang
diperlukan dan dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan peran
serta para pemangku dan penanggulangan HIV/AIDS.
b. Aspek Proses
Aspek proses meliputi seluruh tahapan untuk mengubah masukan
menjadi keluaran,yaitu kesesuaiannya dengan
kebijakan,peraturan,pedoman,alur dan prosedur (SPO),yang telah
ditetapkan untuk pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS
c. Aspek Keluaran
Aspek keluaran meliputi hasil capaian pelaksana kegiatan,yaitu
kesesuaiannya dengan target,standar dan harapan yang telah
ditetapkan untuk pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS.
d. Aspek Dampak
Aspek dampak meliputi perubahan-perubahan jangka panjang yang
kemungkinan bisa terjadi yang disebabkan oleh pelaksanaan kegiatan
pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS.
2.6 Tujuan Evaluasi
Tujuan pelaksanaan evaluasi adalah :
1.Menentukan titik awal suatu program,
2. Menunjukkan Seberapa jauh kemajuan yang diperoleh akibat pelaksanaan Program,
3. Menunjukkan apakah program sesuai atau tidak,
4. Menunjukkan efektivitas program,
5. Membantu mehemukan titik Lemah pelaksanaan program
6. Sebagai arah keterampilan dan Kerja sama dengan potensi sekitar, dan
7. Membuktikan Sistematika perencanaan, serta
8. Memberikan kepuasan Perencana, pelaksana dan penilai.
13
2.7 Prosedur Evaluasi
1.Monitoring dan Evaluasi
Melakukan pemantauan dan evaluasi secara mandiri pelaksanaan
Program pengendalian HIV-AIDS dan IMS di puskesmas.
2.Pencatatan Dan Pelaporan
Melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan pengendalian
HIV dan IMS di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.
14
BAB III
METODE EVALUASI
15
BAB IV
b. Dana (Money)
Sumber dana program HIV di puskesmas Sentani pada tahun 2020 berasal
dari dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan). Dana tersebut
digunakan untuk keperluan pelaksanaan program HIV di puskesmas
seperti, membayar isentif petugas surveilans, membiayai kegiatan-kegiatan
penyuluhan dan sosialisasi tentang HIV yang dilakukan kepada
masyarakat atau sasaran dari program-program HIV dan lain-lain.
16
Alat tulis kantor (ATK) berupa pensil,bolpoin,penggaris, kertas
F4,A4,printer, stenpel dan labtop di sediakan oleh puskesmas.Alat-
alat laboratorium untuk pemeriksaan darah dan dahak bagi pasien
yang menderita TB-HIV.
2) Bahan
Bahan atau dokumen yang digunakan dalam surveilans HIV terdiri
dari beberapa dokumen atau lembar pelaporan. Dokumen atau
lembar pelaporan HIV di puskesmas yang tersedia dan tidak
tersedia adalah sebagai berikut.
4) Metode
Metode yang digunakan pada surveilans HIV di puskesmas sentani
yaitu, berdasarkarkan buku register HIV dimana pencatatan
dilakukan pada saat pasien datang ke polik umum dan polik TB
untuk melakukan pengobatan. Pasien di arahkan untuk mengisi
formulir tes dan konseling HIV, setelah itu pasien di arahkan oleh
petugas untuk melakukan pemeriksaan lanjutan atau pemeriksaan
labotatorium.
5) Data
Data program HIV di kumpulkan berdasarkan sistem pencatatan
dan pelaporan rutin di puskesmas
17
Tabel 4.2 Komponen data surveilans HIV di Puskesmas Sentani Tahun 2020
2. Gambaran Proses
a. Pengumpuan Data
Pengumpulan data pada sistem surveilans HIV dilakukan secara akif dan pasif
ditingkat puskesmas.Secara aktif yaitu berasal dari data kunjungan penderita yang
dilaporkan rutin ke puskesmas dan juga dilakukan secara pasif seperti kunjungan
investigasi pasien HIV oleh petugas, ketok pintu dari rumah ke rumah dengan
frekuensi pengumpulan data telah sesuai dengan buku panduan yang dilaporkan
setiap bulan.
18
tempat (jumlah kasus menurut kelurahan dan kampung), dan berdasarkan
indikator-indikator HIV yang telah diprogramkan.
c. Pelaporan
Untuk pelaporan rutin puskesemas Sentani akan melaporkan kasus HIV melalui
sistem pelaporan online berbasis aplikasi yaitu aplikasi SIHA(Sistem Informasi HIV
AIDS) yang dilaporkan setiap bulan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura,
Dinas Kesehatan Provinsis Papua, dan Kementrian Kesehatan RI.
Kementrian Kesehatan RI
Dinas Kesehatan
Kabupaten
Fasilitas Kesehatan
Puskesmas Rujukan Tingkat
Lanjutan (RS/Klinik)
19
b. Indikator Program HIV
20
Dampa Kesakitan Survei Kuisioner Tiga
k (insidens, Prevalens Survei tahunan
(Impac prevalens) i (STBP) STBP Tahuna
t) Kematian Survei Form n
Kesehata Laporan
n Lab
Estimasi Aplikasi
Pemodela Pemodelan
n Sistem
Informasi
HIV AIDS
dan PIMS
(SIHA)
Indikator program HIV/AIDS di Puskesmas Sentani didapat dengan menbandingkan
antara hasil pencapaian dengan target yang ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk.
Diketahui jumlah orang yang melakukan tes HIV sebanyak 2.896 orang. Berikut ini program
P2 HIV yang ada di Puskesmas Sentani.
100
80
Axis Title
60
40
20
0
Pasien
Bumil HIV
HIV (+) Eligible ARV Eligible Kasus Sifilis TB-HIV
(+)
Dapat Arv
Jumlah 54 51 51 10 101 10
Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat indikator program HIV tahun 2020 kasus sifilis
sebanyak 101 kasus , diikuti dengan jumlah HIV positif sebanyak 54 kasus dari total 2.896
yang melakukan tes HIV di Puskesmas Sentani.
21
Kegiatan Program HIV Puskesmas Sentani Januari-Desember 2020
14000 14348
12000
Populasi Umum
10000
8000
Series 1
6000
4000
2777
2000
0 52 47
Target tes HIV Di Tes HIV HIV Positit Rujuk PDP
350
300
250
235
200 Series 1
150
100
50
0 5 4
Target tes HIV Di Tes HIV HIV Positit Rujuk PDP
Gambar. 4.4 Hasil Kelompok resiko (PSK, Waria, LSL, Lesbi, Penasum dan WBP)
22
3 PPIA/BUMIL
Untuk data Kinerja Skrining/Tes HIV pada PPIA atau Bumil Dapat kita lihat
di grafik tersebut bahwa Banyaknya Target tes HIV sebesar 1670, untuk
banyak yang di tes HIV yaitu berjumlah 1415. kemudian untuk HIV
Positifnya 24 dan Rujuk PDP nya 21. Itu Artinya Target tes HIV lebih
banyak di bandingkan Rujuk PDP dan hampir sama dengan kedua grafik
sebelumnya.
PPIA/BUMIL
1800
1600 1670
1400 1415
Jumlah PPIA/Bumil
1200
1000
800 Series 1
600
400
200
0 24 21
Target tes HIV Di Tes HIV HIV Positit Rujuk PDP
14 14
12
10 10
8
6 6 Series 1
4
2
1
0
Bayi Lahir dr Dapat Di Tes EID HIV Positit
Ibu HIV + Profilaksis
5 Kolaborasi TB HIV
Kemudian yang berikut ini adalah hasil Grafik dari Kinerja Skrining/Tes HIV Pada
Kolaborasi TB HIV. Juhlah Pasien TB yang di rikrut data sebanyak 286 dan yang di
tes HIV nya 221 Hasil yang positif HIV sebanyak 43 dan hanya 39 yang dapat ARV
23
dan OAT itu artinya sebagian dari jumlah Pasien TB tdk dapat di ARV dan OAT. di
karekan sebagian tidak mengikuti tes HIV dan Juga Tidak Positif HIV.
KOLABORASI TB HIV
350
300
286
Jumlah Kolaborasi TB HIV 250
221
200
150 Series 1
100
50 43 39
0
JML PASIEN TB Di Tes HIV HIV Positit Dapat ARV &
OAT
1200
1000 996
860
800 777
Than 2020 Kabupaten
675
600
400
303
200 242
87 43
0 Kabupaten
24
dan Mendapatkan PPK juga 21 tetapi Yang FLU Ada 5 dan Bersalin dengan
Seksio hanya 2 tetapi yang bersalin Per Vaginam adalah 12. Dari grafik ini
dapat kita lihat bahwa Jumlah Bumil yang terpositi HIV, Mendapat ART dan
mendapat PPK di Kabupaten dengan jumlah yang sama yaitu sebanyak 21,
Tetapi yang bersalin dengan Seksio hanya 2 dan 12 nya Bersalin Per
Vaginam.
Kabupaten BUMIL HIV +
Puskesmas Sentani Tahun 2020
Jumlah Cascade Layanan PPIA
25
20 21 21 21
15
12
10
5 5
2 Kabupaten
0
Gambar 4.9 Hasil Cascade Layanan PPIA Puskesmas Sentani Tahun 2020
HIV +
14
JIMLAH CASCADE LAYANAN PPIA
12 12
11
10 10 10
6
Kabupaten
4
2
1
0
Bayi Lahir Mendapat Mendapat Mendapat Mendapat
dr Bumil PPK Profilaksis PASI ASI ekslusif
HIV + ARV
Gambar 4.10 Hasil Layanan PPIA Tahun 2020 Bayi Dari Bumil HIV +
25
Tren kasus HIV
Berdasarkan data dari United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS),
tahun 2019 populasi terinfeksi HIV terbesar di dunia adalah di benua Afrika (25,7
juta orang), kemudian di Asia Tenggara (3,8 juta), dan di Amerika (3,5 juta).
Sedangkan yang terendah ada di Pasifik Barat sebanyak 1,9 juta orang. Tingginya
populasi orang terinfeksi HIV di Asia Tenggara mengharuskan Indonesia untuk
lebih waspada terhadap penyebaran dan penularan virus ini. Meskipun cenderung
fluktuatif, data kasus HIV AIDS di Indonesia terus meningkat dari tahun ke
tahun. terlihat bahwa selama sebelas tahun terakhir jumlah kasus HIV di
Indonesia mencapai puncaknya pada tahun 2019, yaitu sebanyak 50.282 kasus.
Berdasarkan data WHO tahun 2019, terdapat 78% infeksi HIV baru di regional
Asia Pasifik.
Berdasarkan provinsi, HIV paling banyak terjadi Jawa Timur, yakni 8.935 kasus.
Sedangkan, AIDS paling banyak terjadi di Jawa Tengah, yakni 1.613
kasus.Mayoritas penderita HIV/AIDS merupakan laki-laki. Sedangkan
berdasarkan usia, penderitanya paling banyak berumur 25-49 tahun.Tingginya
kasus HIV di Indonesia salah satunya disebabkan oleh perilaku seks bebas. Selain
itu, hal tersebut karena masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang
perilaku seksual berisiko, pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan, serta
penyakit menular seksual
1. A (Abstinence) : Artinya Absen seks atau tidak melakukan hubungan seks bagi yang
belum menikah.
26
2. B (Be Faithful) : Artinya Bersikap salaingb setia kepa satu pasangan seks (tidak berganti-
ganti pasangan).
3. C (Condom) : Artinya Cegah penularan HIV melalui hubungan seks dengan
mennggunakan kondom.
4. D (Drug No) : Artinya Dilarang menagunakan narkoba.
5. E (Education) : Artinya pemberian edukasi dan Informasi yang benar mengenai HIV, cara
penularan, pencegahan,dan pengobatannya
100
80
Axis Title
60
40
20
0
Pasien
Bumil HIV
HIV (+) Eligible ARV Eligible Kasus Sifilis TB-HIV
(+)
Dapat Arv
Jumlah 54 51 51 10 101 10
Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat capaian terbanyak indikator program HIV tahun
2020 ialah kasus sifilis yaitu sebanyak 101 kasus , diikuti dengan jumlah HIV positif
sebanyak 54 kasus dari total 2.896 yang melakukan tes HIV di Puskesmas Sentani.
27
c. Desiminasi Informasi
Desiminasi informasi disampaikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten
Jayapura dalam bentuk laporan ke bidang pengendalian penyakit. Informasi
epidemiologi yang dihasilkan dari hasil analisis dan interpretasi dapat
dimanfaatkan baik oleh institusi puskesmas yang dimanfaatkan untuk
perencanaan, melakukan tindakan dan evaluasi program penanggulangan
maupun instansi lain dimasyarakat yang membutuhkan.
3. Acceptability (akseptabilitas)
Sistem Surveilans HIV yang dilaksanakan di Puskesmas Sentani
mengalami perubahan dari segi tenaga dan pelaporan dimana, petugas
pelaksana sebelumnya mengalami kendala dalam melakukan penginputan
secara online sehingga data yang didapatkan tidak bisa dianalisa lebih
lanjut.sehingga dengan adanya penggantian petugas yang mempunyai
kompeten dalam pengoperasian alat elektronik memudahkan petugas
dalam menginput data-data yang didapat baik di dalam gedung maupun
28
luar gedung dan dapat dilaporkan tepat waktu dan mudah untuk
diinterpretasikan.
4. Sensitivity (sensitifitas)
Kegiatan surveilans HIV yang dilakukan di Puskesmas Sentani dapat
dikatakan sensitif karena dilakukan pengumpulan data secara pasif dimana
pasien dating sendiri tanpa paksaan ke Puskesmas dan juga dilakukan
secara aktif denimana petugas melakukan screening HIV ke masyarakat
yang terduga terinfeksi. Frekuensi pengumpulan bersifat akumulatif dan
data telah sesuai dengan buku panduan, yaitu setiap bulan dan pelaporan
tahunan.
5. Representativeness (Keterwakilan)
Surveilans HIV yang ada di Puskesmas Sentani dapat menguraikan
kejadian HIV yang ada di Puskesmas Sentani sesuai dengan system
pelaporan berdasarkan panduan Kemenkes tetapi,kami tidak melihat
persentase laporan berdasarkan tempat wilayah kerja kerja Puskesmas
Sentani, dan variabel usia dan jenis kelamin. Kalaupun ada, variabel yang
digunakan hanya berdasarkan kasus sehingga kami kesulitan untuk
melakukan tabulasi data.
29
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dilihat dari aspek input, Puskesmas Sentani memiliki dua orang petugas
surveilans HIV yang salah satu diantaranya memiliki tugas rangkap sebagai
petugas pelayanan IMS.
2. Dari aspek proses pelayanan surveilans HIV sudah berjalan dengan cukup baik
namun analisis yang dilakukan hanya berdasarkan waktu,tempat, dan orang dan
belum menghasilkan indkator sesuai program HIV
3. Dilihat dari atribut-atribut surveilans seperti, kesederhanaan, fleksibel,
akseptabilitas,sensitifitas dan lain-lain di Puskesmas Sentani telah berjalan engan
baik.
B. Saran
Sebaiknya dari Dinas Kesehatan perlu mengadakan pelatihan khusus bagi petugas
surveilans di Puskesmas tentang bagaimana cara mengelolah dan menganalisis
data serta menginterpretasikan data agar kedepannya bisa mencapai indikator
program HIV sesuai dengan target.
30
DAFTAR PUSTAKA
https://WWW.kemkes.go.id/article/view/17010600004/situasi-hiv-aids-di-
indonesia.html
https://infopublik.id/kategori/sosial-budaya/314722/jumlah-odha-tahun-2018-
sebanyak-640-443-jiwa
https://m.mediaindonesia.com/humaniora/365519/jangan-tutup-mata-dari-hivaids-di-
papua
https://databoks.katada.co.id/datapublish/2021/07/02/kasus-hiv-di-indonesia-terus-
meningkat-aids-cenderung-turun
Sumber Organ Pengendalian HIV AIDS dan PIMS Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama
https://books.google.co.id/books?id=r4AIEAAAQBAJ&pg=PT87&dq=ruang+lingku
p+evaluasi+HIV&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwijs6uZ4vTzAhWL7XMBHc7zBGw
Q6AF6BAgMEAM#v=onepage&q=ruang%20linglup%20evaluasi%20HIV&f=false
31
LAMPIRAN
32