Mata Kuliah :
Keperawatan HIV/AIDS
Dosen Pengampu: Ns. Yulia Irvani Dewi, M. Kep., Sp. Mat
Disusun oleh:
Kelompok 4 A 2020 2
i
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur atas kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan rahmat-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah KEPERAWATAN
HIV/AIDS dengan judul “Konsep HIV,Stigma,Managemen Asuhan Keperawatan
Pada Pasien dengan HIV”. Hanya kepada-Nya penulis memohon pertolongan dan
kemudahan dalam segala urusan. Salawat dan salam penulis ucapkan kepada Nabi
Muhammad saw. yang telah membimbing pada jalan yang diridhai oleh Allah Swt.
Adapun tujuan penulis dalam membuat makalah ini adalah untuk melengkapi nilai
pada mata kuliah Keperawatan HIV/AIDS Program A 2020.2. Harapan dari penulis
semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca, terutama dalam meningkatkan
pemahaman tentang Keperawatan HIV/AIDS. Adapun penyusunan makalah ini masih
ada kekurangan. Untuk itu, penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam
makalah ini. Penulis berharap kepada pembaca makalah dapat memberikan kritik dan
saran.
Wassalammu’alaikum Wr. Wb.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
2. Apa etiologi dan patofisiologi dari HIV?
3. Bagaimana penularan HIV?
4. Apa tanda dan gejala terdampak HIV?
5. Bagaimana pencegahan dari HIV?
6. Apa faktor faktor terbentuknya stigma HIV?
7. Bagaimana manajemen Asuhan Keperawatan pasien terdampak HIV?
1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui definisi dari HIV dan Stigma HIV
2. Untuk mengetahui etiologi dan patofisiologi dari HIV
3. Untuk mengetahui penularan HIV
4. Untuk Mengetahui tanda dan gejala terdampak HIV
5. Untuk mengetahui pencegahan dari HIV
6. Untuk mengetahui faktor terbentuknya stigma HIV
7. Untuk mengetahui bagaimana manajemen Asuhan Keperawatan pasien
berdampak HIV.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
a. Penularan HIV
Cara penularan HIV/AIDS
a) Hubungan seksual : hubungan seksual yang tidak aman dengan orang yang
telah terpapar HIV.
b) Transfusi darah : melalui transfusi darah yang tercemar HIV.
c) Penggunaan jarum suntik : penggunaan jarum suntik, tindik, tato, dan pisau
cukur yang dapat menimbulkan luka yang tidak disterilkan secara bersama-
sama dipergunakan dan sebelumnya telah dipakai orang yang terinfeksi HIV.
Cara-cara ini dapat menularkan HIV karena terjadi kontak darah.
d) Ibu hamil kepada anak yang dikandungnya
1) Antenatal : saat bayi masih berada di dalam rahim, melalui plasenta.
2) Intranatal : saat proses persalinan, bayi terpapar darah ibu atau cairan
vagina.
3) Postnatal : setelah proses persalinan, melalui air susu ibu.
Kenyataannya 25-35% dari semua bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
sudah terinfeksi di negara berkembang tertular HIV, dan 90% bayi dan
anak yang tertular HIV tertular dari ibunya.
1. Sariawan
7
2. Sakit kepala
3. Kelelahan
4. Radang tenggorokan
5. Hilang nafsu makan
6. Nyeri otot
7. Ruam
8. Pembengkakan kelenjar getah bening
9. Berkeringat
Gejala dan tanda-tanda HIV/AIDS tersebut dapat muncul karena sistem kekebalan
tubuh sedang berupaya melawan virus. Gejala ini bisa bertahan selama 1-2 minggu
atau bahkan lebih.
Pada fase ini, tanda-tanda HIV/AIDS memang tidak terlihat, tapi penderita
tetap bisa menularkannya pada orang lain. Pada akhir fase kedua, sel darah putih
berkurang secara drastis sehingga gejala yang lebih parah pun mulai muncul.
Tanda-tanda HIV AIDS pada tahap ini antara lain berat badan menurun
drastis, sering demam, mudah lelah, diare kronis, dan pembengkakan kelenjar getah
bening. Karena pada fase AIDS sistem kekebalan tubuh sudah sangat lemah, maka
penderita HIV/AIDS akan sangat rentan terkena infeksi dan jenis kanker tertentu.
Penyakit yang biasanya terjadi pada penderita AIDS antara lain:
Gejala HIV/AIDS
Stadium 1
Fase ini disebut sebagai infeksi HIV asimtomatik dimana gejala HIV awal
masih tidak terasa. Fase ini belum masuk kategori sebagai AIDS karena tidak
8
menunjukkan gejala. Apabila ada gejala yang sering terjadi adalah pembengkakan
kelenjar getah bening di beberapa bagian tubuh seperti ketiak, leher, dan lipatan paha.
Penderita (ODHA) pada fase ini masih terlihat sehat dan normal namun penderita
sudah terinfeksi serta dapat menularkan virus ke orang lain.
Stadium 2
Daya tahan tubuh ODHA pada fase ini umumnya mulai menurun namun,
gejala mulai muncul dapat berupa:
1. Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas. Penurunan ini dapat mencapai kurang
dari 10 persen dari berat badan sebelumnya
2. Infeksi saluran pernapasan seperti siunusitis, bronkitis, radang telinga tengah (otitis),
dan radang tenggorokan
3. Infeksi jamur pada kuku dan jari-jari
4. Herpes zoster yang timbul bintil kulit berisi air dan berulang dalam lima tahun
5. Gatal pada kulit
6. Dermatitis seboroik atau gangguan kulit yang menyebabkan kulit bersisik,
berketombe, dan berwarna kemerahan
7. Radang mulut dan stomatitis (sariawan di ujung bibir) yang berulang
Stadium 3
Pada fase ini mulai timbul gejala-gejala infeksi primer yang khas sehingga
dapat mengindikasikan diagnosis infeksi HIV/AIDS. Gejala pada stadium 3 antara
lain:
1. Diare kronis yang berlangsung lebih dari satu bulan tanpa penyebab yang jelas
2. Penurunan berat badan kurang dari 10% berat badan sebelumnya tanpa penyebab
yang jelas
3. Demam yang terus hilang dan muncul selama lebih dari satu bulan
4. Infeksi jamur di mulut (Candiasis oral)
5. Muncul bercak putih pada lidah yang tampak kasar, berobak, dan berbulu
6. Tuberkulosis paru
7. Radang mulut akut, radang gusi, dan infeksi gusi (periodontitis) yang tidak kunjung
sembuh
8. Penurunan sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit
Stadium 4
Fase ini merupakan stadium akhir AIDS yang ditandai dengan pembengkakan
kelenjar limfa di seluruh tubuh dan penderita dapat merasakan beberapa gejala infeksi
oportunistik yang merupakan infeksi pada sistem kekebalan tubuh yang lemah.
Beberapa gejala dapat meliputi:
1. Pneumonia pneumocystis dengan gejala kelelahan berat, batuk kering, sesak nafas,
dan demam
2. Penderita semakin kurus dan mengalami penurunan berat badan lebih dari 10%
9
3. Infeksi bakteri berat, infeksi sendi dan tulang, serta radang otak
4. Infeksi herpes simplex kronis yang menimbulkan gangguan pada kulit kelamin dan di
sekitar bibir
5. Tuberkulosis kelenjar
6. Infeksi jamur di kerongkongan sehingga membuat kesulitan untuk makan
7. Sarcoma Kaposi atau kanker yang disebabkan oleh infeksi virus human herpesvirus 8
(HHV8)
8. Toxoplasmosis cerebral yaitu infeksi toksoplasma otak yang menimbulkan abses di
otak
9. Penurunan kesadaran, kondisi tubuh ODHA sudah sangat lemah sehingga aktivitas
terbatas dilakukan di tempat tidur.
10
dilakukan pencegahan supaya tidak menular pada bayi dan anaknya, namun
apabila ibu dan anak sudah terinfe ksi maka sebaiknya diberikan dukungan
dan perawatan bagi ODHA dan keluarganya. Penularan HIV dari ibu ke bayi
bisa dicegah melalui empat cara yaitu mulai saat hamil, saat melahirkan, dan
setelah lahir. Penggunaan antiretroviral selama kehamilan, pengunan
antiretroviral saat persalinan dan bayi yang baru dilahirkan, penggunaan
obstetric selama persalinan, penatalaksanaan selama menyusui. Pemberian
antiretroviral bertujuan agar viral load rendah sehingga jumlah virus yang ada
dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV.
Persalinan sebaiknya dipilih dengan metode sectio caesaria karena terbukti
mengurangi risiko penularan dari ibu ke bayi sampai 80%. Bila bedah caesar
selektif disertai pengunaan terapi antiretroviral, maka risiko dapat diturunkan
sampai 87%. Walaupun demikian bedah caesar juga mempunyai risiko karena
imunitas ibu yang rendah sehingga terjadi keterlambatan penyembuhan luka
bahkan bisa terjadi kematian waktu operasi (Yanto dan Ernawati, 2016)
d) Kewaspadaan Universal
Menurut Yanto, Arief dan Ernawati (2016) kewaspadaan universal
adalah suatu tindakan untuk mengendalikan infeksi yang dilakukan oleh
seluruh tenaga kesehatan termasuk kader kesehatan dengan tujuan untuk
mengurangi risiko tertular penyakit. Hal ini dilakukan karena darah dan cairan
tubuh yang terinfeksi atau mengandung penyakit dapat menularkan penyakit.
Prinsip kewaspadaan universal adalah menjaga kebersihan diri, kebersihan
ruangan,serta sterilisasi peralatan. Kegiatan pokok kewaspadaan universal ini
meliputi cuci tangan guna mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung
diantaranya sarung tangan untuk mencegah kontak dengan darah serta cairan
infeksius yang lain.
1) Cuci tangan
Mencuci tangan dengan baik merupakan unsur satu-satunya
yang penting dan efektif untuk mencegah penularan infeksi. Mencuci
tangan yang baik menggunakan air mengalir dan sabun yang digosok-
gosokan selama 15-20 detik. Kemudian tangan dikeringkan setelah
dicuci. Tujuan dari cuci tangan untuk menghilangkan kotoran dari kulit
secara mekanis.
Langkah mencuci tangan yang benar :
a) Telapak dengan telapak.
b) Telapak kanan diatas punggung tangan kiri dan telapak kiri diatas
punggung tangan kanan.
c) Telapak dengan telapak dan jari saling terkait.
d) Letakan punggung jari pada telapak satunya dengan jari saling
mengunci.
e) Jempol tangan digosok memutar oleh telapak kiri dan sebaliknya.
f) Jari kiri menguncup, gosok memutar ke kanan dan ke kiri pada
telapak kanan dan sebaliknya.
11
Mencuci tangan sebaiknya dilakukan saat :
(1) Sebelum menjenguk orang sakit.
(2) Sesudah menjenguk orang sakit.
(3) Setelah terkena cairan tubuh orang yang sakit.
(4) Setelah menyentuh lingkungan sekitar orang yang sakit.
2) Pemakaian Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri digunakan untuk melindungi kulit dan selaput
lendir kader dari terkena darah, cairan tubuh, dan kulit dari penderita
HIV/AIDS.
Alat pelindung diri terdiri dari :
a) Sarung tangan
Sarung tangan digunakan untuk melindungi tangan dari penularan
penyakit. Sarung tangan digunakan untuk melindungi tangan dari
penularan penyakit. Pemakaian sarung tangan diperlukan pada saat
ada kemungkinan kontak tangan dengan darah atau cairan tubuh
penderita HIV/AIDS, membran mukosa atau kulit yang terlepas,
melakukan prosedur yang invasif misalnya menusukkan sesuatu ke
dalam pembuluh darah, menangani bahan-bahan bekas pakai yang
telah terkontaminasi atau menyentuh permukaan yang terinfeksi,
kontak dengan pasien yang dapat menularkan penyakit melalui kulit.
b) Masker
Untuk melindungi selaput lendir hidung, mulut selama melakukan
tindakan kepada pasien, agar tidak terkena percikan darah dan caran
tubuh lain.
c) Pakaian Pelindung
Untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi,
ekspirasi, ketika merawat orang yang diketahui atau dicurigai
menderita penyakit menular, petugas kesehatan harus mengenakan
gaun pelindung saat kontak dengan orang yang mempunyai penyakit
menular karena mungkin terpercik atau tersemprot darah, cairan
tubuh, sekresi , dan ekresi, pangkal sarung tangan harus menutupi
ujung lengan tangan sepenuhnya.
d) Apron/celemek
Untuk melindungi petugas dari kemungkinan percikan tubuh atau
cairan tubuh, petugas kesehatan harus menggunakan apron ketika
melakukan perawatan langsung pada pasien membersihkan pasien,
atau melakukan prosedur dimana ada risiko tumpahan darah, cairan
tubuh atau sekresi misalnya perawatan jenazah.
e) Pelindung Kaki
Untuk melindung kaki dari cidera akibat benda tajam atau benda
berat yang qmungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki sepatu
boot karet atau sepatu kulit tetutup memberikan lebih banyak
perlindungan, tetapi harus dijaga agar tetap bersih dan bebas
kontaminasi darah atau tumpahan cairan tubuh lain. Penutup sepatu
12
tidak diperlukan jika sepatu bersih.Langkah-langkah menggunakan
alat pelindung diri :
(a) Memakai kedua belah sepatu boot karet
(b) Memakai gaun pelindung
(c) Memakai apron plastik
(d) Memakai masker
(e) Memakai sepasang sarung tangan sebatas pergelangan tangan.
13
f. Setelah Penguburan Jenazah
Petugas dianjurkan untuk mandi dengan sabun.
Jumlah normal dari sel–sel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah800–
1200 sel/ml kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel– selCD4+ T – nya
terhitung dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserangoleh infeksi– infeksi
oportunistik.Infeksi– infeksi oportunistik adalah infeksi – infeksi yang timbul
ketikasistem kekebalan tertekan. Pada seseorang dengan sistem kekebalan yangsehat
infeksi – infeksi tersebut tidak biasanya mengancam hidup mereka tetapi bagi
seorang pengidap HIV hal tersebut dapat menjadi fatal.
14
Ketakutan atas hal yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan
menular. Maksudnya adalah stigma muncul akibat dari faktor penyebab dan
akibat dari HIV dan AIDS, sebagai contoh masyarakat memberi stigma pada
ODHA sebagai orang yang akan mati.
b) Stigma simbolis AIDS
Pengunaan HIV dan AIDS untuk mengekspresikan sikap terhadap
kelompok sosial atau gaya hidup tertentu yang dianggap berhubungan dengan
penyakit tersebut, seperti seseorang menjadi ODHA karena pergaulan pada
masa lalu yang suka berganti-ganti pasangan.
c) Stigma kesopanan AIDS
Hukuman sosial atas orang yang berhubungan dengan isu HIV dan
AIDS atau orang yang positif HIV, seperti ODHA dikeluarkan dari tempat
kerja dengan tidak hormat.
15
a) Persepsi
Persepsi masyarakat terhadap ODHA memberikan pengaruh terhadap sikap dan
perilaku stigma. Wanita dan gadis remaja yang hidup dengan HIV/AIDS sering
dijauhi oleh keluarga dan teman sebaya, mereka (Shaluhiyah et al., 2015).
b) Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan rendah dapat mempengaruhi seseorang kurang pengetahuan
menyebabkan stigma dan diskriminasi yang banyak terjadi dikalangan
masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikannya semakin sedikit perilaku
stigma dibanding dengan mereka yang berpendidikan dasar atau menengah lebih
banyak. menyimpan perilaku stigma dan diskriminasi (Lin et al., 2017). Seseorang
dengan tingkat pendidikan lebih kebanyakan dari mereka tinggal di perkotaan,
sehingga banyak terpapar informasi tentang HIV/AIDS dengan begitu
memungkinkan mereka lebih terpengaruh terhadap penerimaan diagnosis HIV
positif (Li & Sheng, 2014).
c) Usia
Perilaku stigma meningkat dengan bertambahnya usia (Lin et al., 2017).
Berdasarkan kelompok usia dari semua domain stigma yang dirasakan sangat
tinggi dialami oleh ODHA dewasa muda usia 20-29 tahun (Subedi et al., 2019).
d) Jenis Kelamin
Perempuan memiliki peringkat stigma yang lebih tinggi dibandingkan dengan
laki-laki. Perempuan beresiko menerima stigma sehingga perempuan tidak pernah
melakukan pemeriksaan dibandingkan dengan laki-laki. (Lin et al., 2017). Selain
itu Stigma dan diskriminasi terkait gender dapat mengganggu kesehatan mental
dan mempengaruhi kesejahteraan hidup orang dengan HIV/AIDS (Logie et al.,
2018).
e) Ekonomi
Status ekonomi herhubungan dengan sebab dan akibat terhadap ODHA. Stigma
berat pada ODHA dipengaruhi oleh status ekonomi keluarga yang rendah (F.
Maharani, 2017). Perempuan dengan HIV mengalami penolakan secara sosial,
dengan tingginya tingkat stigma eksternal yang diberlakukan dalam pengaturan
penidikan dan pekerjaan dapat berkontribusi pada status ekonomi yang rendah
karena adanya diskriminasi (Armstrong-mensah et al.. 2019).
16
lebih dari 10%, batuk kronis lebih dari 1 bulan, infeksi pada mulut dan
tenggorokan disebabkan oleh jamur Candida albicans, pembengkakan
kelenjer getah bening diseluruh tubuh, munculnya Harpes zoster berulang dan
bercak-bercak gatal diseluruh tubuh.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Dapat ditemukan keluhan yang biasanya disampaikan pasien HIV AIDS
adalah : pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien yang
memiliki manifestasi respiratori, batuk-batuk, nyeri dada dan demam, pasien
akan mengeluhkan mual, dan diare serta penurunan berat badan drastis.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya riwayat
penggunaan narkotika suntik, hubungan seks bebas atau berhubungan seks
dengan penderita HIV/AIDS, terkena cairan tubuh penderita HIV/AIDS.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang menderita
penyakit HIV/AIDS. Kemungkinan dengan adanya orang tua yang terinfeksi
HIV. Pengkajian lebih lanjut juga dilakukan pada riwayat pekerjaan keluarga,
adanya keluarga bekerja di tempat hiburan malam, bekerja sebagai PSK
(Pekerja Seks Komersial).
17
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan marah, cemas, depresi, dan
stres.
g. Pola sensori kognitif
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan pengecapan, dan
gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya mengalami penurunan daya ingat,
kesulitan berkonsentrasi, kesulitan dalam respon verbal. Gangguan kognitif lain
yang terganggu yaitu bisa mengalami halusinasi.
h. Pola hubungan peran
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran yang dapat
mengganggu hubungan interpersonal yaitu pasien merasa malu atau harga diri
rendah.
i. Pola penanggulangan stres
Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas, gelisah dan
depresi karena penyakit yang dideritanya. Lamanya waktu perawatan, perjalanan
penyakit, yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan
menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu
menggunakan mekanisme koping yang kontruksif dan adaptif.
j. Pola reproduksi seksual
Pada pasaien HIV AIDS pola reproduksi seksualitas nya terganggu karena
penyebab utama penularan penyakit adalah melalui hubungan seksual.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awal nya akan berubah, karena
mereka menggap hal menimpa mereka sebagai balasan akan perbuatan mereka.
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh mempengaruhi
nilai dan kepercayaan pasien dalam kehidupan pasien, dan agama merupakan hal
penting dalam hidup pasien.
Pemeriksaan Fisik
a. Gambaran Umum : ditemukan pasien tampak lemah.
b. Kesadaran pasien : Compos mentis cooperatif, sampai terjadi penurunan
tingkat kesadaran, apatis, samnolen, stupor bahkan coma.
c. Vital sign : TD : Biasanya ditemukan dalam batas normal Nadi : Terkadang
ditemukan frekuensi nadi meningkat Pernafasan :Biasanya ditemukan
frekuensi pernafasan meningkat Suhu :Biasanya ditemukan Suhu tubuh
menigkat karena demam.
d. BB : Biasanya mengalami penurunan (bahkan hingga 10% BB) TB : Biasanya
tidak mengalami peningkatan (tinggi badan tetap)
e. Kepala : Biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis seboreika
f. Mata : Biasanya ditemukan konjungtiva anemis, sclera tidak ikhterik, pupil
isokor, reflek pupil terganggu.
g. Hidung : Biasanya ditemukan adanya pernafasan cuping hidung.
h. Gigi dan Mulut: Biasanya ditemukan ulserasi dan adanya bercak-bercak putih
seperti krim yang menunjukkan kandidiasi.
18
i. Leher : kaku kuduk ( penyebab kelainan neurologic karena infeksi jamur
Cryptococcus neoformans), biasanya ada pembesaran kelenjer getah bening,
j. Jantung : Biasanya tidak ditemukan kelainan
k. Paru-paru : Biasanya terdapat yeri dada, terdapat retraksi dinding dada pada
pasien AIDS yang disertai dengan TB, Napas pendek (cusmaul), sesak nafas
(dipsnea).
l. Abdomen : Biasanya terdengar bising usus yang Hiperaktif
m. Kulit : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tanda-tanda lesi
(lesi sarkoma kaposi).
n. Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot menurun, akral
dingin.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis HIV ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan
laboratorium HIV dilakukan pada semua orang dengan gejala klinis yang
mengarah ke HIV/AIDS, dan dilakukan juga untuk menyaring HIV pada semua
remaja dan orang dewasa dengan peningkatan risiko infeksi HIV, dan semua
wanita hamil (Permenkes, 2014).
19
Untuk semua penderita HIV/AIDS diberikan anjuran untuk istirahat sesuai
kemampuan atau derajat sakit, dukungan nutrisi yang memadai berbasis
makronutrien dan mikronutrien untuk penderita HIV & AIDS, konseling
termasuk pendekatan psikologis dan psikososial, dan membiasakan gaya hidup
sehat. Terapi antiretroviral adalah metode utama untuk mencegah perburukan
sistem imun tubuh. Terapi infeksi sekunder/oportunistik/malignansi diberikan
sesuai gejala dan diagnosis penyerta yang ditemukan. Sebagai tambahan,
profilaksis untuk infeksi oportunistik spesifik diindikasikan pada kasus-kasus
tertentu (Maartens G et al., 2014).
Prinsip pemberian ARV adalah menggunakan kombinasi 3 jenis obat yang
ketiganya harus terserap dan berada dalam dosis terapeutik dalam darah, dikenal
dengan highly active antiretroviral therapy (HAART). Istilah HAART sering
disingkat menjadi ART (antiretroviral therapy) atau terapi ARV. Pemerintah
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no 87 Tahun 2014
menetapkan paduan yang digunakan dalam pengobatan ARV dengan berdasarkan
pada 5 aspek, yaitu efektivitas, efek samping/ toksisitas, interaksi obat,
kepatuhan, dan harga obat.(Permenkes, 2014).
Edukasi
o Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
tidak kontraindikasi
20
o Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Intervensi pendukung :
- Dukungan emosional
- Dukungan kepatuhan program pengobatan
- Dukungan ventilasi
- Edukasi pengukuran respirasi
- Konsultasi via telepon
- Manajemen energi
- Pemberian obat farmakologis
- Dll
2 Gangguan rasa Status kenyaman Manajemen nyeri
nyaman Pola tidur Pengaturan posisi
Defenisi : Tingkat agitasi Observasi
Perasaan kurang Tingkat ansietas o Monitor status oksigenasi sebelum dan
senang, lega dan Tingkat nyeri sesudah mengubah posisi
sempurna dalam Tingkat keletihan o Monitor alat traksi agar selalu tepat
dimensi fisik,
Terapeutik
psikospiritual,
o Tempatkan pada matras/tempat tidur
lingkungan dan
terapeutik yang tepat
social
o Tempatkan pada posisi terapeutik
o Tempatkan objek yang sering digunakan
dalam jangkauan
o Tempatkan bel atau lampu panggilan dalam
jangkauan
o Sediakan matras yang kokoh/padat
o Atur posisi tidur yang disukai, jika tidak
kontraindikasi
o Atur posisi untuk mengurangi sesak (mis.
semi-fowler)
o Atur posisi yang meningkatkan drainage
o Posisikan pada kesejajaran tubuh yang tepat
o Imobilisasi dan topang bagian tubh yang
cedera dengan tepat
o Tinggikan bagian tubuh yang sakit dengan
tepat
o Tinggikan anggota gerak 20° atau lebih di atas
level jantung
o Tinggikan tempat tidur bagian kepala
o Berikan bantal yang tepat pada leher
o Berikan topangan pada area adema (mis.
bantal dibawah lengan atau skrotum)
o Posisikan untuk mempermudah
ventilisi/perfusi (mis. tengkurap/ good lung
21
down)
o Motivasi melakukan ROM aktif atau pasif
o Motivasi terlibat dalam perubahan posisi,
sesuai kebutuhan
o Hindari menempatkan pada posisi yang dapat
meningkatkan nyeri
o Hindari menempatkan stump amputasi pada
posisi fleksi
o Hindari posisi yang menimbulkan ketegangan
pada luka
o Minimal gesekan dan tarikan saat mengubah
posisi
o Ubah posisi setiap 2 jam
o Ubah posisi dengan teknik log roil
o Pertahankan posisi dan integritas traksi
o Jadwalakn secara tertulis untuk perubahan
posisi
Edukasi
o Informasikan saat akan dilakukan perubahan
posisi
o Ajarkan cara menggunakan postur yang baik
dan mekanika tubuh yang baik selama
melakukan perubahan posisi
Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian premedikasi sebelum
mengubah posisi, jika perlu
Terapi Relaksasi
Observasi
o Identifikasi penurunan tingkat energi,
ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejal
lain yang mengganggu kemampuan kognitif
o Identifikasi teknik relaksasi yang pernah
efektif digunakan
o Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan
penggunaan teknik sebelumnya
o Priksa ketegangan oto, frekuensi nadi, tekanan
darah, dan suhu sebelum dan sesudah latihan
o Monitor respons terhadap terapi relaksasi
Terapeutik
o Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa
gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
o Berikan informasi tertulis tentang persiapan
dan prosedur teknik relaksasi
o Gunakan pakaian longgar
22
o Gunakan nada suara lembut dengan irama
lambar dan berirama
o Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang
dengan analgetic atau tindakan medis lain, jika
sesuai
Edukasi
o Jelaskan tujuan, manfaat, Batasan, dan jenis
relaksasi yang tersedia (mis. music, meditasi,
napas dalam,relaksasi otot progresif)
o Jelaskan secara rinci intervensi keperawatan
o Anjurkan mengambil posisi nyaman
o Anjurkan rileks dan merasakan sensasi
relaksasi
o Anjurkan sering mengulangi atau melatuh
teknik yang dipilih
o Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi
(mis. napas dalam, peregangan, atau imajinasi)
Intervensi pendukung
- Dukungan hipnosis diri
- Dukungan pengungkapan kebutuhan
- Edukasi manajemen stress
- Edukasi manajemen nyeri
- Manajemen hipotermia
- Dll
Terapeutik
o Berikan teknik nonfarmokologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis,
akupuntur, terapi musik, biofeedback, terai
pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
23
o Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
o Fasilitasi isitrahat dan tidur
o Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
o Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
o Jelaskan strategi meredakan nyeri
o Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
o Anjurkan menggunakan analgetic secara tepat
o Ajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Perawatan Kenyamanan
Terapi Relaksasi
Intervensi pendukung
- Aromaterapi
- Pemberian obat analgesic
- Konsultasi
- dll
Edukasi
24
o Anjurkan berinteraksi dengan keluarga, teman,
dan/atau orang lain
o Anjurkan berpartisipasi dalam kelompok
pendukung
o Ajarkan metode relaksasi, meditasi, dan
imajinasi terbimbing
Kolaborasi
o Atur kunjungan dengan kerohaniawan (mis.
ustadz, pendeta, romo, biksu)
Promosi koping
Intervensi pendukung
- Dukungan emosional
- Dukungan memaafkan
- Mediasi konflik
- Dll
Edukasi
o Jelaskan anatomi dan fisiologi system
reproduksi laki-laki dan perempuan
o Jelaskan perkembangan seksualitas
sepanjang siklus kehidupan
o Jelaskan perkembangan emosi masa anak
dan remaja
o Jelaskan pengaruh tekanan kelompok dan
sosial terhadap aktivitas seksual
o Jelaskan konsekuensi negative mengasuh
anak padda usia dini (mis. kemiskinan,
kehilangan karir dan pendidikan)
o Jelaskan risiko tertular penyakit menular
seksual dan AIDS akibat seks bebas
o Anjurkan orang tua menjadi educator
seksualitas bagi anak-anaknya
o Anjurkan anak/remaja tidak melakukan
25
aktivitas seksual di luar nikah
o Ajarkan keterampilan komunikasi asertif
untuk menolak tekanan teman sebaya dan
sosial dalam aktivitas seksual
Konseling seksual
Intervensi pendukung
- Edukasi komunikasi efektif
- Edukasi penggunaan alat kontrasepsi
- Manajemen stress
- dll
26
BAB III
PENUTUP
1.3 Kesimpulan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis virus yang menginfeksi sel
darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia. Acquired Immune
Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala yang timbul karena turunnya
kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV.
Cara penularan HIV/AIDS: Hubungan seksual, Transfusi darah, Penggunaan jarum
suntuk, dan Ibu hamil kepada anak yang dikandungnya (Antenatal, Intranatal, Postnatal).
Banyak orang dengan HIV tidak tahu kalau mereka terinfeksi. Hal ini karena gejala dan
tanda-tanda HIV/AIDS pada tahap awal sering kali tidak menimbulkan gejala berat.
Infeksi HIV hingga menjadi AIDS terbagi menjadi 3 fase, yaitu: Fase pertama (Infeksi
HIV Akut), Fase kedua (fase laten HIV), Fase ketiga (AIDS). Menurut Badan Besar
Pelatihan Kesehatan (BPPK, 2012) pencegahan HIV/AIDS yaitu : a.) Pencegahan
Penularan Melalui Hubungan Seksual dengan cara: Abstinence (pantang), Be faithful
(setia), Using Condom (Menggunakan Condom). b.) Pencegahan Penularan Melalui
Darah: Drug, Equipment. c.) Pencegahan Penularan dari Ibu kepada anak. d.)
Kewaspadaan Universal: Cuci tangan, Pemakaian Alat Pelindung Diri (Sarung tangan,
Masker, Pakaian Pelindung, Apron/celemek, Pelindung Kaki).
Stigma adalah tindakan memberikan label sosial yang bertujuan untuk memisahkan
atau mendiskreditkan seseorang atau sekelompok orang dengan cap atau pandangan buruk
(Kemenkes RI, 2013). United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS)
mendefinisikan stigma dan diskriminasi terkait dengan HIV sebagai ciri negatif yang
diberikan pada seseorang sehingga menyebabkan tindakan yang tidak wajar dan tidak adil
terhadap orang tersebut berdasarkan status HIV-nya. Terbentuknya stigma dipengaruhi
faktor-faktor sebagai berikut: Persepsi, Tingkat Pendidikan, Usia, Jenis Kelamin,
Ekonomi.
3.2 Saran
Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan
sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, kami akan terus memperbaiki makalah dengan
mengacu pada sumber yang dapat dipertanggung jawabkan nantinya. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas.
Demikian terima kasih atas perhatiannya.
27
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
28
Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidomologi, penularan, pencegahan, dan
pemberantasannya. Jakarta: Erlangga Medical Series
29