Anda di halaman 1dari 22

FARINGITIS AKUT

No. ICPC-2 : R74.Upper respiratory infection acute


No. ICD-10 : J02.9 Acute pharyngitis, unspecified
Tingkat Kemampuan 4A
MASALAH KESEHATAN
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus (40-60%),
bakteri (5-40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain.Anak-anak dan orang dewasa umumnya
mengalami 3-5 kali infeksi virus pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis setiap tahunnya.
HASIL ANAMNESIS (SUBJECTIVE)
Keluhan
1. Nyeri tenggorokan, terutama saat menelan
2. Demam
3. Sekret dari hidung
4. Dapat disertai atau tanpa batuk
5. Nyeri kepala
6. Mual
5. Muntah
6. Rasa lemah pada seluruh tubuh
7. Nafsu makan berkurang
Gejala khas berdasarkan jenisnya, yaitu:
1. Faringitis viral (umumnya oleh Rhinovirus): diawali dengan gejala rhinitis dan beberapa hari
kemudian timbul faringitis. Gejala lain demam disertai rinorea dan mual.
2. Faringitis bakterial: nyeri kepala hebat, muntah, kadang demam dengan suhu yang tinggi,
jarang disertai batuk, dan seringkali terdapat pembesaran KGB leher.
3. Faringitis fungal:terutama nyeri tenggorok dan nyeri menelan.
4. Faringitis kronik hiperplastik: mula-mula tenggorok kering, gatal dan akhirnya batuk yang
berdahak.
5. Faringitis kronik atrofi: umumnya tenggorokan kering dan tebal serta mulut berbau.
6. Faringitis tuberkulosis: nyeri hebat pada faring dan tidak berespon dengan pengobatan
bakterial non spesifik.
7. Bila dicurigai faringitis gonorea atau faringitis luetika, ditanyakan riwayat hubungan seksual,
terutama seks oral.
Faktor Risiko
1. Usia 3 – 14 tahun.
2. Menurunnya daya tahan tubuh.
3. Konsumsi makanan dapat mengiritasi faring
4. Gizi kurang
5. Iritasi kronik oleh rokok, minum alkohol, makanan, refluks asam lambung, inhalasi uap yang
merangsang mukosa faring.

1
6. Paparan udara yang dingin.
HASIL PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG SEDERHANA (OBJECTIVE)
Pemeriksaan Fisik
1. Faringitis viral, pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis, eksudat (virus
influenza, coxsachievirus, cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat). Pada
coxsachievirus dapat timbul lesi vesikular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular
rash.
2. Faringitis bakterial, pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis
dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiaepada
palatum dan faring. Kadang ditemukan kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan
nyeri pada penekanan.
3. Faringitis fungal, pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan pangkal lidah,
sedangkan mukosa faring lainnya hiperemis.
4. Faringitis kronik hiperplastik, pada pemeriksaan tampak kelenjar limfa di bawah mukosa
faring dan hiperplasia lateral band. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior
tidak rata dan bergranular (cobble stone).
5. Faringitis kronik atrofi, pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir yang
kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.
6. Faringitis tuberkulosis, pada pemeriksaan tampak granuloma perkejuan pada mukosa faring
dan laring
7. Faringitis luetika tergantung stadium penyakit:
a. Stadium primer
Pada lidah palatum mole, tonsil, dan dinding posterior faring berbentuk bercak
keputihan. Bila infeksi berlanjut timbul ulkus pada daerah faring seperti ulkus pada
genitalia yaitu tidak nyeri. Juga didapatkan pembesaran kelenjar mandibula
b. Stadium sekunder
Stadium ini jarang ditemukan. Pada dinding faring terdapat eritema yang menjalar ke
arah laring.
c. Stadium tersier
Terdapat guma. Predileksi pada tonsil dan palatum.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah lengkap.
b. Pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan Gram.
c. Pada dugaan adanya infeksi jamur, dapat dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopik swab
mukosa faring dengan pewarnaan KOH.
PENEGAKAN DIAGNOSTIK (ASSESSMENT)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang bila
diperlukan.

2
Klasifikasi faringitis
1. Faringitis Akut
a. Faringitis Viral
Dapat disebabkan oleh rinovirus, adenovirus, Epstein Barr Virus (EBV), virus
influenza, coxsachievirus, cytomegalovirus, dan lain-lain. Pada adenovirus juga
menimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada anak.
b. Faringitis Bakterial
Infeksi grup A stereptokokus beta hemolitikus merupakan penyebab faringitis akut
pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%).
Faringitis akibat infeksi bakteri streptokokkus group A dapat diperkirakan dengan
menggunakan Centor criteria, yaitu :
• Demam
• Anterior Cervical lymphadenopathy
• Eksudat tonsil
• Tidak ada batuk
Tiap kriteria ini bila dijumpai di beri skor 1. Bila skor 0-1 maka pasien tidak
mengalami faringitis akibat infeksi streptokokkus group A, bila skor 1-3 maka pasien
memiliki kemungkian 40% terinfeksi streptokokkus group A dan bila skor 4 pasien
memiliki kemungkinan 50% terinfeksi streptokokkus group A.
c. Faringitis Fungal
Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring. -414-
d. Faringitis Gonorea
Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital
2. Faringitis Kronik
a. Faringitis Kronik Hiperplastik
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring.
b. Faringitis Kronik Atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis
atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga
menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring.
3. Faringitis Spesifik
a. Faringitis Tuberkulosis
Merupakan proses sekunder dari tuberkulosis paru.
b. Faringitis Luetika
Treponema palidum dapat menimbulkan infeksi di daerah faring, seperti juga penyakit lues di organ
lain. Gambaran klinik tergantung stadium penyakitnya.
Komplikasi

3
Tonsilitis, Abses peritonsilar, Abses retrofaringeal, Gangguan fungsi tuba Eustachius, Otitis media
akut, Sinusitis, Laringitis, Epiglotitis, Meningitis, Glomerulonefritis akut, Demam rematik akut,
Septikemia.
PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF (PLAN)
Penatalaksanaan
1. Istirahat cukup
2. Minum air putih yang cukup
3. Berkumur dengan air yang hangat dan berkumur dengan obat kumur antiseptik untuk
menjaga kebersihan mulut. Pada faringitis fungal diberikan Nistatin 100.000-400.000 IU, 2
x/hari. Untuk faringitis kronik hiperplastik terapi lokal dengan melakukan kaustik faring
dengan memakai zat kimia larutan Nitras Argentin 25%
4. Untuk infeksi virus, dapat diberikan anti virus Isoprinosine dengan dosis 60-100 mg/kgBB
dibagi dalam 4-6 x/hari pada orang dewasa dan pada anak <5 tahun diberikan 50 mg/kgBB
dibagi dalam 4-6 x/hari
5. Untuk faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya Streptococcus group A,
diberikan antibiotik Amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 x/hari selama 10 hari dan pada
dewasa 3x500 mg selama 6-10 hari atau Eritromisin 4x500 mg/hari.
6. Pada faringitis gonorea, dapat diberikan Sefalosporin generasi ke- 3, seperti Seftriakson 2 gr
IV/IM single dose.
7. Pada faringitis kronik hiperplastik, penyakit hidung dan sinus paranasal harus diobati. Pada
faringitis kronik atrofi pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofi. Sedangkan, pada faringitis
kronik hiperplastik dilakukan kaustik 1 x/hari selama 3-5 hari.
8. Jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspektoran.
9. Analgetik-antipiretik
10. Selain antibiotik, Kortikosteroid juga diberikan untuk menekan reaksi inflamasi sehingga
mempercepat perbaikan klinis. Steroid yang diberikan dapat berupa Deksametason 3 x 0,5
mg pada dewasa selama 3 hari dan pada anak-anak 0,01 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 x/hari
selama 3 hari.
Konseling dan Edukasi
Memberitahu pasien dan keluarga untuk:
1. Menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makan bergizi dan olahraga teratur.
2. Berhenti merokok bagi anggota keluarga yang merokok.
3. Menghindari makan makanan yang dapat mengiritasi tenggorok.
4. Selalu menjaga higiene mulut dan tangan
Kriteria Rujukan
1. Faringitis luetika
2. Bila terjadi komplikasi
Prognosis
1. Ad vitam : Bonam

4
2. Ad functionam : Bonam
3. Ad sanationam : Bonam

Peralatan
1. Lampu kepala
2. Spatula lidah
3. Lidi kapas
3. febris

GASTROENTERISTIS (TERMASUK DISENTRI, KOLERA DAN GARDIASIS)


No. ICPC II : D73 Gastroenteritis presumed infection
No. ICD X : A09 Diarrhoea and gastroenteritis of presumed infection origin
Tingkat Kemampuan: 4A
MASALAH KESEHATAN
Gastroenteritis (GE) adalah peradangan mukosa lambung dan usus halus yang ditandai dengan diare,
yaitu buang air besar lembek atau cair, dapat bercampur darah atau lender, dengan frekuensi 3 kali
atau lebih dalam waktu 24 jam, dan disertai dengan muntah, demam, rasa tidak enak di perut dan
menurunnya nafsu makan. Apabila diare > 30 hari disebut kronis.
Gastroenteritis lebih sering terjadi pada anak-anak karena daya tahan tubuh yang belum optimal. Hal
ini biasanya terjadi berhubungan dengan tingkat pendidikan dan pendapatan yang rendah yang
terkait dengan perilaku kesehatan yang kurang. Penyebab gastroenteritis antara lain infeksi,
malabsorbsi, keracunan atau alergi makanan dan psikologis penderita.
Infeksi yang menyebabkan GE akibat Entamoeba histolytica disebut disentri, bila disebabkan oleh
Giardia lamblia disebut giardiasis, sedangkan bila disebabkan oleh Vibrio cholera disebut kolera.
HASIL ANAMNESIS (SUBJECTIVE)
Keluhan
Pasien datang ke dokter karena buang air besar (BAB) lembek atau cair, dapat bercampur darah atau
lendir, dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu 24 jam. Dapat disertai rasa tidak nyaman di
perut (nyeri atau kembung), mual dan muntah serta tenesmus. Setiap kali diare, BAB dapat
menghasilkan volume yang besar (asal dari usus kecil) atau volume yang kecil (asal dari usus besar).
Bila diare disertai demam maka diduga erat terjadi infeksi.
a. Bila terjadinya diare didahului oleh makan atau minum dari sumber yang kurang higienenya,
GE dapat disebabkan oleh infeksi. Riwayat bepergian ke daerah dengan wabah diare, riwayat
intoleransi laktosa (terutama pada bayi), konsumsi makanan iritatif, minum jamu, diet cola,
atau makan obat-obatan seperti laksatif, magnesium hidrochlorida, magnesium citrate, obat
jantung quinidine, obat gout (colchicides), diuretika (furosemid, tiazid), toksin (arsenik,

5
organofosfat), insektisida, kafein, metil xantine, agen endokrin (preparat pengantian tiroid),
misoprostol, mesalamin, antikolinesterase dan obat-obat diet perlu diketahui.
b. Selain itu, kondisi imunokompromais (HIV/AIDS) dan demam tifoid perlu diidentifikasi.
Faktor Risiko
a. Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang.
b. Riwayat intoleransi lactose, riwayat alergi obat.
c. Infeksi HIV atau infeksi menular seksual.
HASIL PEMERIKSAAN FISIK DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG SEDERHANA
(OBJECTIVE)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan terpenting adalah menentukan tingkat/derajat dehidrasi akibat diare. Tanda-tanda
dehidrasi yang perlu diperhatikan adalah turgor kulit perut menurun, akral dingin, penurunan
tekanan darah, peningkatan denyut nadi, tangan keriput, mata cekung tidak, penurunan kesadaran
(syok hipovolemik), nyeri tekan abdomen, kualitas bising usus hiperperistaltik. Pada anak kecil
cekung ubun-ubun kepala. Pada tanda vital lain dapat ditemukan suhu tubuh yang tinggi
(hiperpireksi), nadi dan pernapasan cepat.
Pemeriksaan derajat dehidrasi.
Tabel 18. Pemeriksaan derajat dehidrasi
Gejala Derajat Dehidrasi

Minimal (< 3% dari Ringan sampai Berat (> 9% dari


berat badan) sedang (3-9% dari berat badan)
berat badan)

Status mental Baik, sadar penuh Normal, lemas, atau Apatis, letargi, tidak
gelisah, iritabel sadar

Rasa haus Minum normal, Sangat haus, sangat Tidak dapat minum
mungkin menolak ingin minum
minum
Denyut jantung Normal Normal sampai Takikardi, pada
meningkat kasus berat
bradikardi
Kualitas denyut Normal Normal sampai Lemah atau tidak
nadi menurun teraba

pernafasan Normal Normal cepat dalam

mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung

Air mata Normal menurun Tidak ada

6
Mulut dan lidah Basah kering Pecah-pecah

Turgor kulit Baik ˂ 2 detik ˃ 2 detik

Isian kapiler Normal memanjang Memanjang, minimal

Ekstremitas Hangat Dingin Dingin

Output urine Normal sampai Menurun Minimal


menurun

Metode Pierce
Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan = 5% x Berat badan (kg)
Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan = 8% x Berat badan (kg)
Dehidrasi berat, Kebutuhan cairan = 10% x Berat badan (kg)
Metode Daldiyono berdasarkan skor klinis
Tabel 19. Skor Penilaian Klinis Dehidrasi
Klinis Score

Rasa hasus/ muntah 1

Tekanan Darah sistolik 60 -90 mmHg 1

Tekanan darah sistolik <60 mmHg 2

Frekuensi nadi > 120 x/menit 1

Kesadaran apati 1

Kesadaran somnolen, spoor atau koma 2

Frekuensi napas > 30x/ menit 1

Klinis Skor

Facies Cholerica 2

Vox Cholerica 2

Turgor kulit menurun 1

Washer woman’s hand 1

Ekstremitas dingin 1

7
Sianosis 2

Umur 50 – 60 tahun -1

Umur > 60 tahun -2

Pemeriksaan status lokalis


a. Pada anak-anak terlihat BAB dengan konsistensi cair pada bagian dalam dari celana atau
pampers.
b. Colok dubur dianjurkan dilakukan pada semua kasus diare dengan feses berdarah, terutama
pada usia >50 tahun. Selain itu, perlu dilakukan identifikasi penyakit komorbid.
Pemeriksaan Penunjang
Pada kondisi pasien yang telah stabil (dipastikan hipovolemik telah teratasi), dapat dilakukan
pemeriksaan:
a. Darah rutin (lekosit) untuk memastikan adanya infeksi.
b. Feses lengkap (termasuk analisa mikrobiologi) untuk menentukan penyebab.
PENEGAKAN DIAGNOSIS (ASSESSMENT)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis (BAB cair lebih dari 3 kali sehari) dan pemeriksaan
fisik (ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan pemeriksaan konsistensi BAB).
Diagnosis Banding
a. Demam tifoid
b. Kriptosporidia (pada penderita HIV)
c. Kolitis pseudomembran
Komplikasi: Syok hipovolemik
RENCANA PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF (PLAN)
Penatalaksanaan
Pada umumnya diare akut bersifat ringan dan sembuh cepat dengan sendirinya melalui rehidrasi dan
obat antidiare, sehingga jarang diperlukan evaluasi lebih lanjut.
Terapi dapat diberikan dengan:
a. Memberikan cairan dan diet adekuat
1. Pasien tidak dipuasakan dan diberikan cairan yang adekuat untuk rehidrasi.
2. Hindari susu sapi karena terdapat defisiensi laktase transien.
3. Hindari juga minuman yang mengandung alkohol atau kafein, karena dapat meningkatkan
motilitas dan sekresi usus.
4. Makanan yang dikonsumsi sebaiknya yang tidak mengandung gas, dan mudah dicerna.
b. Pasien diare yang belum dehidrasi dapat diberikan obat anti diare untuk mengurangi gejala dan
antimikroba untuk terapi definitif.

8
Pemberian terapi antimikroba empirik diindikasikan pada pasien yang diduga mengalami infeksi
bakteri invasif, traveller’s diarrhea, dan imunosupresi. Antimikroba: pada GE akibat infeksi
diberikan antibiotik atau antiparasit, atau anti jamur tergantung penyebabnya.
Obat antidiare, antara lain:
a. Turunan opioid: loperamide, difenoksilat atropine, tinktur opium.
b. Obat ini sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan disentri yang disertai demam, dan
penggunaannya harus dihentikan apabila diare semakin berat walaupun diberikan terapi.
c. Bismut subsalisilat, hati-hati pada pasien immunocompromised, seperti HIV, karena dapat
meningkatkan risiko terjadinya bismuth encephalopathy.
d. Obat yang mengeraskan tinja: atapulgit 4x2 tablet/ hari atau smectite 3x1 sachet diberikan
tiap BAB encer sampai diare stop.
e. Obat anti sekretorik atau anti enkefalinase: Hidrasec 3x 1/ hari
Antimikroba, antara lain:
a. Golongan kuinolon yaitu ciprofloxacin 2 x 500 mg/hari selama 5-7 hari, atau
b. Trimetroprim/Sulfamethoxazole 160/800 2x 1 tablet/hari.
c. Apabila diare diduga disebabkan oleh Giardia, metronidazole dapat digunakan dengan dosis
3x500 mg/ hari selama 7 hari.
d. Bila diketahui etiologi dari diare akut, terapi disesuaikan dengan etiologi.
Terapi probiotik dapat mempercepat penyembuhan diare akut. Apabila terjadi dehidrasi, setelah
ditentukan derajat dehidrasinya, pasien ditangani dengan langkah sebagai berikut:
a. Menentukan jenis cairan yang akan digunakan Pada diare akut awal yang ringan, tersedia
cairan oralit yang hipotonik dengan komposisi 29 g glukosa, 3,5 g NaCl, 2.5 g Natrium
bikarbonat dan 1.5 KCl setiap liter. Cairan ini diberikan secara oral atau lewat selang
nasogastrik. Cairan lain adalah cairan ringer laktat dan NaCl 0,9% yang diberikan secara
intravena.
b. Menentukan jumlah cairan yang akan diberikan Prinsip dalam menentukan jumlah cairan
inisial yang dibutuhkan adalah: BJ plasma dengan rumus:

Defisit cairan : Bj plasma – 1,025 X Berat badan X 4 ml


0,001
Kebutuhan cairan = Skor X 10% X kgBB X 1 liter
c. Menentukan jadwal pemberian cairan:
1. Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial): jumlah total kebutuhan cairan menurut BJ
plasma atau skor Daldiyono diberikan langsung dalam 2 jam ini agar tercapai
rehidrasi optimal secepat mungkin.
2. Satu jam berikutnya/ jam ke-3 (tahap ke-2) pemberian diberikan berdasarkan
kehilangan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya. Bila tidak
ada syok atau skor daldiyono kurang dari 3 dapat diganti cairan per oral.

9
3. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan cairan melalui
tinja dan insensible water loss.
Kondisi yang memerlukan evaluasi lebih lanjut pada diare akut apabila
ditemukan:
a. Diare memburuk atau menetap setelah 7 hari, feses harus dianalisa lebh lanjut.
b. Pasien dengan tanda-tanda toksik (dehidrasi, disentri, demam ≥ 38.5⁰C, nyeri abdomen yang
berat pada pasien usia di atas 50 tahun
c. Pasien usia lanjut
d. Muntah yang persisten
e. Perubahan status mental seperti lethargi, apatis, irritable.
f. Terjadinya outbreakpada komunitas
g. Pada pasien yang immunocompromised.

KONSELING DAN EDUKASI


Pada kondisi yang ringan, diberikan edukasi kepada keluarga untuk membantu asupan cairan.
Edukasi juga diberikan untuk mencegah terjadinya GE dan mencegah penularannya.
Kriteria Rujukan
a. Tanda dehidrasi berat
b. Terjadi penurunan kesadaran
c. Nyeri perut yang signifikan
d. Pasien tidak dapat minum oralit
e. Tidak ada infus set serta cairan infus di fasilitas pelayanan
SARANA PRASARANA
a. Laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin, feses dan WIDAL
b. Obat-obatan
c. Infus set
PROGNOSIS
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang, ada/tidaknya komplikasi, dan
pengobatannya, sehingga umumnya prognosis adalah dubia ad bonam. Bila kondisi saat datang
dengan dehidrasi berat, prognosis dapat menjadi dubia ad malam.

SKABIES
No. ICPC-2 : S72 Scabies/other acariasis
No. ICD-10 : B86 Scabies
Tingkat Kemampuan 4A
MASALAH KESEHATAN
Skabies adalah penyakit yang disebabkan infestasi dan sensitisasi kulit oleh tungau Sarcoptes
scabiei dan produknya. Penyakit ini berhubungan erat dengan higiene yang buruk. Prevalensi

10
skabies tinggi pada populasi yang padat. Dari hasil penelitian di Brazil, prevalensi skabies dua kali
lebih tinggi di daerah kumuh perkotaan yang padat penduduk daripada di masyarakat nelayan
dimana mereka tinggal di tempat yang lebih luas.
Penularan dapat terjadi karena:
1. Kontak langsung kulit dengan kulit penderita skabies, seperti menjabat tangan, hubungan seksual,
atau tidur bersama.
2. Kontak tidak langsung (melalui benda), seperti penggunaan perlengkapan tidur bersama dan
saling meminjam pakaian, handuk dan alat-alat pribadi lainnya, tidak memiliki alat-alat pribadi
sendiri sehingga harus berbagi dengan temannya.
Tungau hidup dalam epidermis, tahan terhadap air dan sabun dan tetap hidup bahkan setelah mandi
dengan air panas setiap.

HASIL ANAMNESIS (SUBJECTIVE)


Gejala klinis:
1. Pruritus nokturna, yaitu gatal yang hebat terutama pada malam hari atau saat penderita
berkeringat.
2. Lesi timbul di stratum korneum yang tipis, seperti di sela jari, pergelangan tangan dan kaki,
aksila, umbilikus, areola mammae dan di bawah payudara (pada wanita) serta genital eksterna (pria).
Faktor Risiko:
1. Masyarakat yang hidup dalam kelompok yang padat seperti tinggal di asrama atau pesantren.
2. Higiene yang buruk.
3. Sosial ekonomi rendah seperti di panti asuhan, dan sebagainya.
4. Hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas.
HASIL PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG SEDERHANA (OBJECTIVE)
Pemeriksaan Fisik
Lesi kulit berupa terowongan (kanalikuli) berwarna putih atau abu-abu dengan panjang rata-rata 1
cm. Ujung terowongan terdapat papul, vesikel, dan bila terjadi infeksi sekunder, maka akan
terbentuk pustul, ekskoriasi, dan sebagainya.Pada anak-anak, lesi lebih sering berupa vesikel disertai
infeksi sekunder akibat garukan sehingga lesi menjadi bernanah.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan mikroskopis dari kerokan kulit untuk menemukan tungau.
PENEGAKAN DIAGNOSIS (ASSESSMENT)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Terdapat 4 tanda kardinal untuk diagnosis skabies, yaitu:
1. Pruritus nokturna.
2. Penyakit menyerang manusia secara berkelompok.

11
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-
abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok-kelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan
ditemukan papul atau vesikel.
4. Ditemukannya tungau dengan pemeriksaan mikroskopis.
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan 2 dari 4 tanda tersebut.
Diagnosis Banding
Skabies adalah penyakit kulit yang disebut dengan the great imitator dari kelainan kulit dengan
keluhan gatal. Diagnosis bandingnya adalah: Pioderma, Impetigo, Dermatitis, Pedikulosis korporis
Komplikasi
Infeksi kulit sekunder terutama oleh S. aureus sering terjadi, terutama pada anak. Komplikasi
skabies dapat menurunkan kualitas hidup dan prestasi belajar.
PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF (PLAN)
Penatalaksanaan
1. Melakukan perbaikan higiene diri dan lingkungan, dengan:
a. Tidak menggunakan peralatan pribadi secara bersama-sama dan alas tidur diganti bila ternyata
pernah digunakan oleh penderita skabies.
b. Menghindari kontak langsung dengan penderita skabies.
2. Terapi tidak dapat dilakukan secara individual melainkan harus serentak dan menyeluruh pada
seluruh kelompok orang yang ada di sekitar penderita skabies. Terapi diberikan dengan salah satu
obat topikal (skabisid) di bawah ini:
a. Salep 2-4 dioleskan di seluruh tubuh, selama 3 hari berturut-turut, dipakai setiap habis mandi.
b. Krim permetrin 5% di seluruh tubuh. Setelah 10 jam, krim permetrin dibersihkan dengan sabun.
Terapi skabies ini tidak dianjurkan pada anak < 2 tahun.
Konseling dan Edukasi
Dibutuhkan pemahaman bersama agar upaya eradikasi skabies bisa melibatkan semua pihak. Bila
infeksi menyebar di kalangan santri di sebuah pesantren, diperlukan keterbukaan dan kerjasama dari
pengelola pesantren. Bila sebuah barak militer tersebar infeksi, mulai dari prajurit sampai komandan
barak harus bahu membahu membersihkan semua benda yang berpotensi menjadi tempat
penyebaran penyakit.
Kriteria Rujukan
Pasien skabies dirujuk apabila keluhan masih dirasakan setelah 1 bulan paska terapi.
PERALATAN
1. Lup
2. Peralatan laboratorium untuk pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit.
PROGNOSIS
Prognosis umumnya bonam, namun tatalaksana harus dilakukan juga terhadap lingkungannya.

ALERGI MAKANAN

12
No. ICPC-2 : A92 Allergy/ allergic reaction NOS
No. ICD-10 : L27.2 Dermatitis due to ingested food
Tingkat Kemampuan 4A
MASALAH KESEHATAN
Makanan dapat menimbulkan beraneka ragam gejala yang ditimbulkan reaksi imun terhadap alergen
asal makanan. Reaksi tersebut dapat disebabkan oleh reaksi alergi atau non alergi. Reaksi alergi
makanan terjadi bila alergen makanan menembus sawar gastro intestinal yang memacu reaksi IgE.
Gejala dapat timbul dalam beberapa menit sampai beberapa jam, dapat terbatas pada satu atau
beberapa organ, kulit, saluran napas dan cerna, lokal dan sistemik.
Alergen makanan yang sering menimbulkan alergi pada anak adalah susu,telur, kacang tanah, soya,
terigu, dan ikan laut. Sedangkan yang sering menimbulkan alergi pada orang dewasa adalah kacang
tanah, ikan laut, udang, kepiting, kerang, dan telur.
Alergi makanan tidak berlangsung seumur hidup terutama pada anak. Gejala dapat hilang, namun
dapat kambuh pada keadaan tertentu seperti infeksi virus, nutrisi yang tidak seimbang atau cedera
muskulus gastrointestinal.
HASIL ANAMNESIS (SUBJECTIVE)
Keluhan
1. Pada kulit: eksim dan urtikaria.
2. Pada saluran pernapasan: rinitis dan asma.
3. Keluhan pada saluran pencernaan: gejala gastrointestinal non spesifik dan berkisar dari edema,
pruritus bibir, mukosa pipi, mukosa faring, muntah, kram, distensi,dan diare.
4. Diare kronis dan malabsorbsi terjadi akibat reaksi hipersensitivitas lambat non Ig-E-mediated
seperti pada enteropati protein makanan dan penyakit seliak
5. Hipersensitivitas susu sapi pada bayi menyebabkan occult bleeding atau frank colitis.
Faktor Risiko
Terdapat riwayat alergi di keluarga
HASIL PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG SEDERHANA (OBJECTIVE)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kulit dan mukosa serta paru.
Pemeriksaan Penunjang: -
PENEGAKAN DIAGNOSTIK (ASSESSMENT)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik
Diagnosis Banding
Intoksikasi makanan
Komplikasi
Reaksi alergi berat
PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF (PLAN)
Penatalaksanaan

13
Medika mentosa
Riwayat reaksi alergi berat atau anafilaksis:
1. Hindari makanan penyebab
2. Jangan lakukan uji kulit atau uji provokasi makanan
Rencana Tindak Lanjut
1. Edukasi pasien untuk kepatuhan diet pasien
2. Menghindari makanan yang bersifat alergen secara sengaja mapun tidak sengaja (perlu konsultasi
dengan ahli gizi)
3. Perhatikan label makanan
4. Menyusui bayi sampai usia 6 bulan menimbulkan efek protektif terhadap alergi makanan
Kriteria Rujukan
Pasien dirujuk apabila pemeriksaan uji kulit, uji provokasi dan eliminasi makanan terjadi reaksi
anafilaksis.
PERALATAN : -

PROGNOSIS
Umumnya prognosis adalah dubia ad bonam bila medikamentosa disertai dengan perubahan gaya
hidup.

DERMATITIS KONTAK ALERGIK


No. ICPC-2 : S88 Dermatitis contact/allergic
No. ICD-10 : L23 Allergic contact dermatitis
Tingkat Kemampuan 3A
MASALAH KESEHATAN
Dermatisis kontak alergik (DKA) adalah reaksi peradangan kulit imunologik karena reaksi
hipersensitivitas. Kerusakan kulit terjadi didahului oleh proses sensitisasi berupa alergen (fase
sensitisasi) yang umumnya berlangsung 2-3 minggu. Bila terjadi pajanan ulang dengan alergen yang
sama atau serupa, periode hingga terjadinya gejala klinis umumnya 24-48 jam (fase elisitasi).
Alergen paling sering berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da. DKA
terjadi dipengaruhi oleh adanya sensitisasi alergen, derajat pajanan dan luasnya penetrasi di kulit.
HASIL ANAMNESIS (SUBJECTIVE)
Keluhan
Keluhan kelainan kulit berupa gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Keluhan
dapat disertai timbulnya bercak kemerahan.
Hal yang penting ditanyakan adalah riwayat kontak dengan bahan-bahan yang berhubungan dengan
riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetik, bahan-bahan
yang dapat menimbulkan alergi, serta riwayat alergi di keluarga

14
Faktor Risiko
1. Ditemukan pada orang-orang yang terpajan oleh bahan alergen.
2. Riwayat kontak dengan bahan alergen pada waktu tertentu.
3. Riwayat dermatitis atopik atau riwayat atopi pada diri dan keluarga
HASIL PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG SEDERHANA (OBJECTIVE)
Pemeriksaan Fisik
Tanda Patognomonis
Tanda yang dapat diobservasi sama seperti dermatitis pada umumnya tergantung pada kondisi akut
atau kronis. Lokasi dan pola kelainan kulit penting diketahui untuk mengidentifikasi kemungkinan
penyebabnya, seperti di ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan
seterusnya.
Faktor Predisposisi
Pekerjaan atau paparan seseorang terhadap suatu bahan yang bersifat alergen.
Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan

PENEGAKAN DIAGNOSTIK (ASSESSMENT)


Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Diagnosis Banding
Dermatitis kontak iritan.
KOMPLIKASI
Infeksi sekunder
PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF (PLAN)
Penatalaksanaan
1. Keluhan diberikan farmakoterapi berupa: a. Topikal (2 kali sehari)
• Pelembab krim hidrofilik urea 10%.
• Kortikosteroid: Desonid krim 0,05% (catatan: bila tidak tersedia dapat digunakan Fluosinolon
asetonid krim 0,025%).
• Pada kasus dengan manifestasi klinis likenifikasi dan hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan
Betametason valerat krim 0,1% atau Mometason furoat krim 0,1%).
• Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik topikal. b. Oral sistemik
• Antihistamin hidroksisin 2 x 25 mg per hari selama maksimal 2 minggu, atau
• Loratadin 1x10 mg per hari selama maksimal 2 minggu.
2. Pasien perlu mengidentifikasi faktor risiko, menghindari bahan-bahan yang bersifat alergen, baik
yang bersifat kimia, mekanis, dan fisis, memakai sabun dengan pH netral dan mengandung
pelembab serta memakai alat pelindung diri untuk menghindari kontak alergen saat bekerja.
Konseling

15
1. Konseling untuk menghindari bahan alergen di rumah saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
2. Edukasi menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan sepatu boot.
3. Memodifikasi lingkungan tempat bekerja.
Kriteria rujukan
1. Apabila dibutuhkan, dapat dilakukan patch test.
2. Apabila kelainan tidak membaik dalam 4 minggu setelah pengobatan standar dan sudah
menghindari kontak.
PERALATAN
Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit dermatitis kontak alergi.
PROGNOSIS
Prognosis pada umumnya bonam, sedangkan quo ad sanationam adalah dubia ad malam (bila sulit
menghindari kontak dan dapat menjadi kronis).

DISENTRI BASILER DAN DISENTRI AMUBA


No. ICPC-2 : D70 Gastrointestinal infection
No. ICD-10 : A06.0 Acute amoebic dysentery
Tingkat Kemampuan 4A

MASALAH KESEHATAN
Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan seringkali menyebabkan kematian dibandingkan
dengan tipe diare akut yang lain.
Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri disentri basiler yang disebabkan oleh shigellosis dan
amoeba (disentri amoeba).
HASIL ANAMNESIS (SUBJECTIVE)
Keluhan
1. Sakit perut terutama sebelah kiri dan buang air besar encer secara terus menerus bercampur lendir
dan darah
2. Muntah-muntah
3. Sakit kepala
4. Bentuk yang berat (fulminating cases) biasanya disebabkan oleh S. dysentriae dengan gejalanya
timbul mendadak dan berat, dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong.
Faktor Risiko
Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang.
HASIL PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG SEDERHANA (OBJECTIVE)

16
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan:
1. Febris
2. Nyeri perut pada penekanan di bagian sebelah kiri
3. Terdapat tanda-tanda dehidrasi
4. Tenesmus
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman penyebab.
PENEGAKAN DIAGNOSTIK (ASSESSMENT)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis Banding
1. Infeksi Eschericiae coli
2. Infeksi Escherichia coli Enteroinvasive (EIEC)
3. Infeksi Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)
Komplikasi
1. Haemolytic uremic syndrome (HUS)
2. Hiponatremia berat
3. Hipoglikemia berat
4. Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon, prolaps rektal, peritonitis dan perforasi
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
1. Mencegah terjadinya dehidrasi
2. Tirah baring
3. Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan rehidrasi oral
4. Bila rehidrasi oral tidak mencukupi dapat diberikan cairan melalui infus
5. Diet, diberikan makanan lunak sampai frekuensi BAB kurang dari 5 kali/hari, kemudian diberikan
makanan ringan biasa bila ada kemajuan.
6. Farmakologis:
a. Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigelosis pasien diobati dengan antibiotik. Jika
setelah 2 hari pengobatan menunjukkan perbaikan, terapi diteruskan selama 5 hari. Bila tidak ada
perbaikan, antibiotik diganti dengan jenis yang lain.
b. Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal Fluorokuinolon seperti Siprofloksasin atau
makrolid Azithromisin ternyata berhasil baik untuk pengobatan disentri basiler. Dosis Siprofloksasin
yang dipakai adalah 2 x 500 mg/hari selama 3 hari sedangkan Azithromisin diberikan 1 gram dosis
tunggal dan Sefiksim 400 mg/hari selama 5 hari. Pemberian Siprofloksasin merupakan
kontraindikasi terhadap anak-anak dan wanita hamil.

17
c. Di negara-negara berkembang di mana terdapat kuman S.dysentriae tipe 1 yang multiresisten
terhadap obat-obat, diberikan asam nalidiksik dengan dosis 3 x 1 gram/hari selama 5 hari. Tidak ada
antibiotik yang dianjurkan dalam pengobatan stadium karier disentribasiler.
d. Untuk disentri amuba diberikan antibiotik Metronidazol 500mg 3x sehari selama 3-5 hari
Rencana Tindak Lanjut
Pasien perlu dilihat perkembangan penyakitnya karena memerlukan waktu penyembuhan yang lama
berdasarkan berat ringannya penyakit.
Konseling dan Edukasi
1. Penularan disentri amuba dan basiler dapat dicegah dan dikurangi dengan kondisi lingkungan dan
diri yang bersih seperti membersihkan tangan dengan sabun, suplai air yang tidak terkontaminasi
serta penggunaan jamban yang bersih.
2. Keluarga ikut berperan dalam mencegah penularan dengan kondisi lingkungan dan diri yang
bersih seperti membersihkan tangan dengan sabun, suplai air yang tidak terkontaminasi, penggunaan
jamban yang bersih.
3. Keluarga ikut menjaga diet pasien diberikan makanan lunak sampai frekuensi BAB kurang dari 5
kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.
Kriteria Rujukan
Pada pasien dengan kasus berat perlu dirawat intensif dan konsultasi ke pelayanan kesehatan
sekunder (spesialis penyakit dalam).
PERALATAN
Laboratorium untuk pemeriksaan tinja
PROGNOSIS
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang, ada/tidaknya komplikasi, dan
pengobatannya. Pada umumnya prognosis dubia ad bonam.

INFEKSI SALURAN KEMIH


No. ICPC-2 : U71 Cystitis/urinary infection others
No. ICD-10 : N39.0 Urinary tract infection, site not specified
Tingkat Kemampuan 4A
MASALAH KESEHATAN
Infeksi saluran kemih merupakan salah satu masalah kesehatan akut yang sering terjadi pada
perempuan.Masalah infeksi saluran kemih tersering adalah sistitis akut, sistitis kronik, dan uretritis.
HASIL ANAMNESIS (SUBJECTIVE)
Keluhan
Pada sistitis akut keluhan berupa:
1. Demam
2. Susah buang air kecil

18
3. Nyeri saat di akhir BAK (disuria terminal)
4. Sering BAK (frequency)
5. Nokturia
6. Anyang-anyangan (polakisuria)
7. Nyeri suprapubik
Pada pielonefritis akut keluhan dapat juga berupa nyeri pinggang, demam tinggi sampai menggigil,
mual muntah, dan nyeri pada sudut kostovertebra.
Faktor Risiko
1. Riwayat diabetes melitus
2. Riwayat kencing batu (urolitiasis)
3. Higiene pribadi buruk
4. Riwayat keputihan
5. Kehamilan
6. Riwayat infeksi saluran kemih sebelumnya
7. Riwayat pemakaian kontrasepsi diafragma
8. Kebiasaan menahan kencing
9. Hubungan seksual
10. Anomali struktur saluran kemih
HASIL PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG SEDERHANA (OBJECTIVE)
Pemeriksaan Fisik
1. Demam
2. Flank pain (Nyeri ketok pinggang belakang/costovertebral angle)
3. Nyeri tekan suprapubik
Pemeriksaan Penunjang
1. Darah perifer lengkap
2. Urinalisis
3. Ureum dan kreatinin
4. Kadar gula darah
Pemeriksaan penunjang tambahan (di layanan sekunder) :
1. Urine mikroskopik berupa peningkatan >103 bakteri per lapang pandang
2. Kultur urin (hanya diindikasikan untuk pasien yang memiliki riwayat kekambuhan infeksi salurah
kemih atau infeksi dengan komplikasi).
PENEGAKAN DIAGNOSTIK (ASSESSMENT)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis Banding
Recurrent cystitis, Urethritis, Pielonefritis, Bacterial asymptomatic
Komplikasi
Gagal ginjal, Sepsis , ISK berulang atau kronik kekambuhan

19
PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF (PLAN)
Penatalaksanaan
1. Minum air putih minimal 2 liter/hari bila fungsi ginjal normal.
2. Menjaga higienitas genitalia eksterna
3. Pada kasus nonkomplikata, pemberian antibiotik selama 3 hari dengan pilihan antibiotik sebagai
berikut:
a. Trimetoprim sulfametoxazole
b. Fluorikuinolon
c. Amoxicillin-clavulanate
d. Cefpodoxime
Konseling dan Edukasi
Pasien dan keluarga diberikanpemahaman tentang infeksi saluran kemih dan hal-hal yang perlu
diperhatikan, antara lain:
1. Edukasi tentang penyebab dan faktor risiko penyakit infeksi saluran kemih. Penyebab infeksi
saluran kemih yang paling sering adalah karena masuknya flora anus ke kandung kemih melalui
perilaku atau higiene pribadi yang kurang baik.
Pada saat pengobatan infeksi saluran kemih, diharapkan tidak berhubungan seks.
2. Waspada terhadap tanda-tanda infeksi saluran kemih bagian atas (nyeri pinggang) dan pentingnya
untuk kontrol kembali.
3. Patuh dalam pengobatan antibiotik yang telah direncanakan.
4. Menjaga higiene pribadi dan lingkungan.
Kriteria Rujukan
1. Jika ditemukan komplikasi dari ISK maka dilakukan ke layanan kesehatan sekunder
2. Jika gejala menetap dan terdapat resistensi kuman, terapi antibiotika diperpanjang berdasarkan
antibiotika yang sensitifdengan pemeriksaan kultur urin
PERALATAN
Pemeriksaan laboratorium urinalisa

PROGNOSIS
Prognosis pada umumnya baik, kecuali bila higiene genital tetap buruk, ISK dapat berulang atau
menjadi kronis.

GASTROENTERITIS (KOLERA DAN GIARDIASIS)


No. ICPC-2 : D73 Gastroenteritis presumed infection
No. ICD-10 : A09 Diarrhoea and gastroenteritis of presumed
infection origin
Tingkat Kemampuan 4A

20
MASALAH KESEHATAN
Gastroenteritis (GE) adalah peradangan mukosa lambung dan usus halus yang ditandai dengan diare
dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu 24 jam. Apabila diare > 30 hari disebut kronis.
WHO (World Health Organization) mendefinisikan diare akut sebagai diare yang biasanya
berlangsung selama 3 – 7 hari tetapi dapat pula berlangsung sampai 14 hari. Diare persisten adalah
episode diare yang diperkirakan penyebabnya adalah infeksi dan mulainya sebagai diare akut tetapi
berakhir lebih dari 14 hari, serta kondisi ini menyebabkan malnutrisi dan berisiko tinggi
menyebabkan kematian
Gastroenteritis lebih sering terjadi pada anak-anak karena daya tahan tubuh yang belum optimal.
Diare merupakan salah satu penyebab angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada anak di
bawah umur lima tahun di seluruh dunia, yaitu mencapai 1 milyar kesakitan dan 3 juta kematian per
tahun. Penyebab gastroenteritis antara lain infeksi, malabsorbsi, keracunan atau alergi makanan dan
psikologis penderita.
Infeksi yang menyebabkan GE akibat Entamoeba histolytica disebut disentri, bila disebabkan oleh
Giardia lamblia disebut giardiasis, sedangkan bila disebabkan oleh Vibrio cholera disebut kolera.
HASIL ANAMNESIS (SUBJECTIVE)
Keluhan
Pasien datang ke dokter karena buang air besar (BAB) lembek atau cair, dapat bercampur darah atau
lendir, dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu 24 jam. Dapat disertai rasa tidak nyaman di
perut (nyeri atau kembung), mual dan muntah serta tenesmus.
Setiap kali diare, BAB dapat menghasilkan volume yang besar (asal dari usus kecil) atau volume
yang kecil (asal dari usus besar). Bila diare disertai demam maka diduga erat terjadi infeksi.
Bila terjadinya diare didahului oleh makan atau minum dari sumber yang kurang higienenya, GE
dapat disebabkan oleh infeksi. Riwayat bepergian ke daerah dengan wabah diare, riwayat intoleransi
laktosa (terutama pada bayi), konsumsi makanan iritatif, minum jamu, diet cola, atau makan obat-
obatan seperti laksatif, magnesium hidroklorida, magnesium sitrat, obat jantung quinidine, obat gout
(kolkisin), diuretika (furosemid, tiazid), toksin (arsenik, organofosfat), insektisida, kafein, metil
xantine, agen endokrin (preparat pengantian tiroid), misoprostol, mesalamin, antikolinesterase dan
obat-obat diet perlu diketahui.
Selain itu, kondisi imunokompromais (HIV/AIDS) dan demam tifoid perlu diidentifikasi.
Pada pasien anak ditanyakan secara jelas gejala diare:
1. Perjalanan penyakit diare yaitu lamanya diare berlangsung, kapan diare muncul (saat neonatus,
bayi, atau anak-anak) untuk mengetahui, apakah termasuk diare kongenital atau didapat, frekuensi
BAB, konsistensi dari feses, ada tidaknya darah dalam tinja
2. Mencari faktor-faktor risiko penyebab diare
3. Gejala penyerta: sakit perut, kembung, banyak gas, gagal tumbuh.
4. Riwayat bepergian, tinggal di tempat penitipan anak merupakan risiko untukdiare infeksi.
Faktor Risiko
1. Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang.

21
2. Riwayat intoleransi laktosa, riwayat alergi obat.
3. Infeksi HIV atau infeksi menular seksual.
HASIL PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG SEDERHANA (OBJECTIVE)
Pemeriksaan Fisik
1. Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan
pernapasan serta tekanan darah.
2. Mencari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-
tanda tambahan lainnya: ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cekung atau tidak, ada atau
tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.
3. Pernapasan yang cepat indikasi adanya asidosis metabolik.
4. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia.
5. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat
dehidrasi yang terjadi.
6. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: obyektif yaitu dengan
membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subyektif dengan menggunakan kriteria.
Pada anak menggunakan kriteria WHO 1995.

22

Anda mungkin juga menyukai