Anda di halaman 1dari 17

Nomor SOP :

Tanggal Pembuatan :
Tanggan Pembuatan :
Tanggal Revisi :
Disahkan Oleh : Kepala Puskesmas Alak

DINAS KESEHATAN KOTA KUPANG dr. Maria Imakulata Husni


PUSKESMAS ALAK NIP. 197802102008042001
NAMA SOP PENANGANAN FARINGITIS
DASAR HUKUM KUALIFIKASI PELAKSANA
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1996 tentang 1. Memahami Tupoksi Kerja
Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Kupang 2. Memiliki Kualifikasi Pendidikan
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Kedokteran/ Keperawatan
Perlindungan Konsumen;
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah;
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5038);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik;
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan;
7. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu
Pelayanan Aparatur Kepada Masyarakat;
8. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
2004 tentang Indeks Kepuasan Masyarakat;
9. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 26 Tahun
2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan
Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan;
10. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2009 tentang Pedoman Peningkatan Partisipasi
Masyarakat;
11. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2012 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan, Penetapan
dan Penerapan Standar Pelayanan;
12. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 63 Tahun
2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik;
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2015
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
KETERKAITAN PERALATAN/ PERLENGKAPAN
SOP Pelayanan Loket
SOP Pelayanan Poli Umum
SOP Pelayanan Apotek
SOP Pelayanan Laboratorium
PERINGATAN PENCATATAN/ PENDATAAN
Pelayanan Pasien dengan Faringitis akan terkendala ketika Rekam Medik Pasien
terjadi penyimpangan prosedur Register Pelayanan Poli Umum
Register ISPA
Pengertian Peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri
(5-40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain.
Tujuan Penatalaksaanaan kasus Faringitis sesuai standar terapi
Kebijakan Panduan Praktek Klinik bagi dokter di fasilitas kesehatan primer edisi I
tahun 2013
Anamnesa Keluhan
 Pasien datang dengan keluhan nyeri tenggorokan, sakit jika
menelan dan batuk.
 Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada
mikroorganisme yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis
menunjukkan tanda dan gejala umum seperti lemas, anorexia,
demam, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher.
 Gejala khas berdasarkan jenisnya, yaitu:
a. Faringitis viral (umumnya oleh Rhinovirus): diawali dengan gejala
rhinitis dan beberapa hari kemudian timbul faringitis. Gejala lain
demam disertai rinorea dan mual.
b. Faringitis bakterial: nyeri kepala hebat, muntah, kadang disertai
demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk.
c. Faringitis fungal: terutama nyeri tenggorok dan nyeri menelan.
d. Faringitis kronik hiperplastik: mula-mula tenggorok kering, gatal
dan akhirnya batuk yang berdahak.
e. Faringitis kronik atrofi: umumnya tenggorokan kering dan tebal
serta mulut berbau.
f. Faringitis tuberkulosis: nyeri hebat pada faring dan tidak berespon
dengan pengobatan bakterial non spesifik.
g. Bila dicurigai faringitis gonorea atau faringitis luetika, ditanyakan
riwayat hubungan seksual.

Faktor Risiko
a. Paparan udara yang dingin.
b. Menurunnya daya tahan tubuh.
c. Konsumsi makanan yang kurang gizi.
d. Iritasi kronik oleh rokok, minum alkohol, makanan, refluks asam
lambung, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring.
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik
a. Faringitis viral, pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis,
eksudat (virus influenza, coxsachievirus, cytomegalovirus tidak
menghasilkan eksudat). Pada coxsachievirus dapat menimbulkan lesi
vesikular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash.
b. Faringitis bakterial, pada pemeriksaan tampak tonsil membesar,
faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya.
Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan
faring. Kadang ditemukan kelenjar limfa leher anterior membesar,
kenyal dan nyeri pada penekanan.
c. Faringitis fungal, pada pemeriksaan tampak plak putih diorofaring
dan pangkal lidah, sedangkan mukosa faring lainnya hiperemis.
d. Faringitis kronik hiperplastik, pada pemeriksaan tampak kelenjar
limfa di bawah mukosa faring dan lateral lateral band hiperplasi. Pada
pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan
bergranular (cobble stone).
e. Faringitis kronik atrofi, pada pemeriksaan tampak mukosa faring
ditutupi oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak mukosa
kering.
f. Faringitis tuberkulosis, pada pemeriksaan tampak granuloma
perkejuan pada mukosa faring dan laring.
g. Faringitis luetika tergantung stadium penyakit:
1. Stadium primer
Pada lidah palatum mole, tonsil, dan dinding posterior faring
berbentuk bercak keputihan. Bila infeksi berlanjut timbul ulkus
pada daerah faring seperti ulkus pada genitalia yaitu tidak nyeri.
Juga didapatkan pembesaran kelenjar mandibula
2. Stadium sekunder
Stadium ini jarang ditemukan. Pada dinding faring terdapat eritema
yang menjalar ke arah laring.
3. Stadium tersier
Terdapat guma. Predileksi pada tonsil dan palatum.
Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan darah lengkap.
b. Terinfeksi jamur, menggunakan slide dengan pewarnaan KOH.
c. Pemeriksaan mikroskop dengan pewarnaan gram.
NB: tidak dapat dilakukan di Puskesmas
Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang bila diperlukan

Klasifikasi a. Faringitis Akut


1. Faringitis Viral
Dapat disebabkan oleh rinovirus, adenovirus, Epstein Barr Virus
(EBV), virus influenza, coxsachievirus, cytomegalovirus, dan lain-lain.
Pada adenovirus juga menimbulkan gejala konjungtivitis terutama
pada anak.
2. Faringitis Bakterial
Infeksi grup A stereptokokus beta hemolitikus merupakan penyebab
faringitis akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%).
Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat
diperkirakan dengan menggunakan Centor criteria, yaitu :
• Demam
• Anterior Cervical lymphadenopathy
• Eksudat tonsil
• Tidak adanya batuk
Tiap kriteria ini bila dijumpai di beri skor 1. Bila skor 0-1 maka
pasien tidak mengalami faringitis akibat infeksi streptococcus
group A, bila skor 1-3 maka pasien memiliki kemungkian 40%
terinfeksi streptococcus group A dan bila skor 4 pasien memiliki
kemungkinan 50% terinfeksi streptococcus group A.
3. Faringitis Fungal
Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring.
4. Faringitis Gonorea
Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital

b. Faringitis Kronik
1. Faringitis Kronik Hiperplastik
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding
posterior faring.

2. Faringitis Kronik Atrofi


Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis
atrofi. Pada rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta
kelembapannya sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi
pada faring.

c. Faringitis Spesifik
1. Faringitis Tuberkulosis
Merupakan proses sekunder dari tuberculosis paru. Pada infeksi
kuman tahan asam jenis bovinum dapat timbul tuberkulosis faring
primer. Cara infeksi eksogen yaitu kontak dengan sputum yang
mengandung kuman atau inhalasi kuman melalui udara. Cara
infeksi endogen yaitu penyebaran melalui darah pada tuberculosis
miliaris
2. Faringitis Luetika
Treponema palidum dapat menimbulkan infeksi di daerah faring,
seperti juga penyakit lues di organ lain. Gambaran klinik tergantung
stadium penyakitnya.

Diagnosis Banding

Komplikasi a. Sinusitis
b. Otitis media
c. Epiglotitis
d. Abses peritonsilar
e. Abses retrofaringeal.
f. Septikemia
g. Meningitis
h. Glomerulonefritis
i. Demam rematik akut

Penatalaksanaan Penatalaksanaan
a. Istirahat cukup
b. Minum air putih yang cukup
c. Berkumur dengan air yang hangat dan berkumur dengan obat kumur
antiseptik untuk menjaga kebersihan mulut. Pada faringitis fungal
diberikan Nystatin 100.000-400.000 IU, 2 x/hari. Untuk faringitis
kronik hiperplastik terapi lokal dengan melakukan kaustik faring
dengan memakai zat kimia larutan nitras argentin 25%.
d. Untuk infeksi virus, dapat diberikan anti virus metisoprinol
(isoprenosine) dengan dosis 60-100 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 x/hari
pada orang dewasa dan pada anak <5 tahun diberikan 50 mg/kgBB
dibagi dalam 4-6 x/hari.
e. Untuk faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya
streptococcus group A, diberikan antibiotik Penicillin G Benzatin
50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal bila pasien tidak alergi penisilin,
atau Amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 x/hari selama 10 hari
dan pada dewasa 3 x 500 mg selama 6-10 hari, atau Eritromisin 4 x
500 mg/hari.
f. Pada faringitis gonorea, dapat diberikan sefalosporin generasi ke-3,
seperti Ceftriakson 2 gr IV/IM single dose.
g. Pada faringitis kronik hiperplastik, penyakit hidung dan sinus
paranasal harus diobati. Pada faringitis kronik atrofi pengobatan
ditujukan pada rhinitis atrofi. Sedangkan, pada faringitis kronik
hiperplastik dilakukan kaustik 1 x/hari selama 3-5 hari.
h. Jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau
ekspektoran.
i. Selain antibiotik, kortikosteroid juga diberikan untuk menekan reaksi
inflamasi sehingga mempercepat perbaikan klinis. Steroid yang
diberikan dapat berupa deksametason 3 x 0,5 mg pada dewasa selama
3 hari dan pada anak-anak 0,01 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 x/hari
selama 3 hari.

Konseling dan Edukasi


Memberitahu pasien dan keluarga untuk:
a. Menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makan bergizi dan
olahraga teratur.
b. Berhenti merokok bagi anggota keluarga yang merokok.
c. Menghindari makan makanan yang dapat mengiritasi tenggorok.
d. Selalu menjaga kebersihan mulut
e. Mencuci tangan secara teratur

Pemeriksaan penunjang lanjutan (bila diperlukan)


a. Kultur resistensi dari swab tenggorok.
b. GABHS rapid antigen detection test bila dicurigai faringitis akibat
infeksi bakteri streptococcus group A-

Kriteria Rujukan
a. Faringitis luetika.
b. Timbul komplikasi: epiglotitis, abses peritonsiler, abses retrofaringeal,
septikemia, meningitis, glomerulonefritis, demam rematik akut.
Sarana prasarana a. Lampu kepala
b. Spatula lidah
c. Lidi kapas
d. Pemeriksaan laboratorium sederhana
e. Larutan KOH
f. Pewarnaan gram
g. Obat-obatan: antibiotik, antiviral, obat batuk antitusif atau
ekspektoran, obat kumur antiseptik.
Prognosis Prognosis pada umumnya bonam, namun hal ini bergantung pada jenis
dan komplikasinya.
Output Tata laksana kasus sesuai dengan standar PPK dokter di Fasyankes
primer
Nomor SOP :
Tanggal Pembuatan :
Tanggan Pembuatan :
Tanggal Revisi :
Disahkan Oleh : Kepala Puskesmas Alak

DINAS KESEHATAN KOTA KUPANG dr. Maria Imakulata Husni


PUSKESMAS ALAK NIP. 197802102008042001
NAMA SOP PENANGANAN DERMATITIS ATOPI
DASAR HUKUM KUALIFIKASI PELAKSANA
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1996 tentang 1. Memahami Tupoksi Kerja
Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Kupang 2. Memiliki Kualifikasi Pendidikan
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Kedokteran/ Keperawatan
Perlindungan Konsumen;
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah;
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5038);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik;
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan;
7. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu
Pelayanan Aparatur Kepada Masyarakat;
8. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
2004 tentang Indeks Kepuasan Masyarakat;
9. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 26 Tahun
2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan
Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan;
10. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2009 tentang Pedoman Peningkatan Partisipasi
Masyarakat;
11. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2012 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan, Penetapan
dan Penerapan Standar Pelayanan;
12. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 63 Tahun
2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik;
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2015
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
KETERKAITAN PERALATAN/ PERLENGKAPAN
SOP Pelayanan Loket
SOP Pelayanan Poli Umum
SOP Pelayanan Apotek
SOP Pelayanan Laboratorium
PERINGATAN PENCATATAN/ PENDATAAN
Pelayanan Pasien dengan Dermatitis Atopi akan terkendala Rekam Medik Pasien
ketika terjadi penyimpangan prosedur Register Pelayanan Poli Umum
Pengertian Dermatitis atopik adalah penyakit kulit yang paling sering dijumpai pada bayi
dan anak, ditandai dengan reaksi infamasi pada kulit dan didasari oleh
faktor herediter dan lingkungan. Penyakit ini bersifat kronik residif. Bila residif
biasanya disertai infeksi, akibat alergi, faktor psikogenik, atau akibat bahan
kimia atau iritan. Dermatitis atopik dapat sembuh dengan bertambahnya
usia, tetapi dapat pula menetap bahkan meluas dan memberat sampai usia
dewasa. Kejadian dermatitis atopi meningkat dari 3 – 10 %. Enam puluh persen
anak dengan dermatitis atopi manifestasi klinis terjadi pada tahun pertama
kehidupan, 90% pada anak usia 5 tahun.
Tujuan Sebagai acuan dalam penatalaksanaan Dermatitis Atopi pada anak di
Puskesmas
Kebijakan Semua tenaga medis dan paramedis terampil
Prosedur Faktor-faktor pencetus
Iritan: sabun, detergen, desinfektan
Alergen kontak dan hirup : debu, serbuk bunga
Mirkoorganisme: kandida, dermatofit, stafilokokus aureus, pityrosporum
yeast, infeksi virus
Lain-lain: makanan, faktor psikogenik, iklim, hormon -
Manifestasi klinis
Terdapat 3 bentuk klinis dermatitis atopik yaitu bentuk infantil, anak dan
bentuk dewasa.
Bentuk infantil
Secara klinis berbentuk dermatitis akut eksudatif dengan predileksi daerah
muka terutama pipi dan daerah ekstensor ektremitas.
Bentuk ini berlangsung sampai usia 2 tahun.
Lesi yang paling menonjol adalah vesikel dan papula, serta garukan yang
menyebabkan
krusta dan kadang infeksi sekunder.
Bentuk anak
Seringkali merupakan lanjutan dari bentuk infantil walaupun diantaranya
terdapat suatu periode remisi.
Gejala klinis ditandai oleh kulit kering (xerosis) yang lebih bersifat kronik
dengan predileksi daerah fleksura antekubiti, poplitea tangan, kaki dan
periorbita.
Bentuk dewasa
Terjadi pada usia sekitar 20 tahun. Umumnya berlokasi didaerah lipatan
muka, leher, bagian badan atas dan ekstremitas.
Lesi bebentuk dermatitis kronik dengan gejala utama likenifikasi dan
skuamasi.
Kriteria diagnosis dermatitis atopik
Diagnosis Dermatitis atopi bila ditemukan minimal 3 gejala mayor dan 3
gejala minor (Hanifn & Rajka, 1980)
Kriteria mayor
Pruritus
Morfologi dan distribusi khas:
Dewasa: likenifikasi fleksura
Bayi dan anak: lokasi kelainan di daerah muka dan ekstensor
Dermatitis bersifat kronik residif
Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
Kriteria minor
Xerosis
Iktiosis/pertambahan garis di palmar/keatosis pilaris
Reaktivasi pada uji kulit tipe cepat
Peningkatan kadar IgE
Kecenderungan mendapat infeksi kulit atau kelainan imunitas seluler
Dermatitis pada areola mamae
Keilitis
Konjungtivitis berulang
Lipatan Dennie-Morgan daerah infraorbita
Keratokonus
Katarak subskapular anterior
Hiperpigmentasi daerah orbita
Kepucatan/eritema daerah muka
Pitiriasis alba
Lipatan leher anterior
Gatal bila berkeringat
Intoleransi terhadap bahan wol dan lipid solvent
Gambaran polifolikuler lebih nyata
Intoleransi makanan
Perjalanan penyakit dipengaruhi lingkungan dan emosi
White dermographism/delayed blanch
Tata laksana Gejala ringan
Perawatan harian rutin:
Memotong kuku untuk mengurangi abrasi kulit
Mandi dengan air hangat
Kurangi kontak sabun pada genitalia, aksila, tangan dan kaki
Gunakan sabun yang lembut
Keringkan dan gunakan pelembab
Hindari kontak dengan alergen
Kortikosteroid topikal potensi lemah-sedang
Antihistamin bila perlu
Bila membaik, lanjutkan terapi. Bila tidak membaik, tata laksana sesuai
gejala sedang berat
Gejala sedang-berat
Perawatan harian rutin
Naikkan potensi kortikosteroid topikal
Antihistamin rutin
Nomor SOP :
Tanggal Pembuatan :
Tanggan Pembuatan :
Tanggal Revisi :
Disahkan Oleh : Kepala Puskesmas Alak

DINAS KESEHATAN KOTA KUPANG dr. Maria Imakulata Husni


PUSKESMAS ALAK NIP. 197802102008042001
NAMA SOP ASPIRASI MEKONIUM
DASAR HUKUM KUALIFIKASI PELAKSANA
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1996 tentang 1. Memahami Tupoksi Kerja
Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Kupang 2. Memiliki Kualifikasi Pendidikan
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Kedokteran/ Keperawatan
Perlindungan Konsumen;
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah;
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5038);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik;
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan;
7. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu
Pelayanan Aparatur Kepada Masyarakat;
8. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
2004 tentang Indeks Kepuasan Masyarakat;
9. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 26 Tahun
2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan
Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan;
10. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2009 tentang Pedoman Peningkatan Partisipasi
Masyarakat;
11. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2012 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan, Penetapan
dan Penerapan Standar Pelayanan;
12. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 63 Tahun
2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik;
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2015
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
KETERKAITAN PERALATAN/ PERLENGKAPAN
SOP Pelayanan Loket
SOP Pelayanan Poli Umum
SOP Pelayanan Apotek
SOP Pelayanan Laboratorium
PERINGATAN PENCATATAN/ PENDATAAN
Pelayanan Pasien dengan Aspirasi Mekonium akan Rekam Medik Pasien
terkendala ketika terjadi penyimpangan prosedur Register Pelayanan Poli Umum
Pengertian Hipoksia akut maupun kronik dapat mengakibatkan keluarnya mekonium
intrauterin.Sindrom aspirasi mekonium (meconium aspiration syndrome,
MAS) disebabkan aspirasi cairan amnion yang mengandung mekonium.
Tujuan Sebagai acuan dalam penatalaksanaan Aspirasi Mekonium di Puskesmas
Kebijakan Semua tenaga medis dan paramedis terampil
Prosedur Manifestasi klinis
 Manifestasi klinis MAS bervariasi dan bergantung pada derajat hipoksia,
jumlah serta konsistensi mekonium yang teraspirasi.
 Bayi dengan MAS sering menunjukkan tanda postmaturitas, yaitu
kecil masa kehamilan, kuku panjang, kulit terkelupas, dan pewarnaan
kuning-hijau pada kulit.
 Adanya mekonium pada cairan ketuban. Konsistensi mekonium
bervariasi. Walaupun MAS dapat terjadi pada mekonium yang hanya
sedikit, sebagian besar bayi dengan MAS memiliki riwayat mekonium
kental seperti lumpur.
 Obstruksi jalan napas. MAS dini akan bermanifestasi sebagai obstruksi
saluran napas.
 Gasping, apnu, dan sianosis dapat terjadi akibat mekonium kental yang
menyumbat saluran napas besar.
 Distres pernapasan. Mekonium yang teraspirasi sampai ke saluran
napas distal tetapi tidak menyebabkan obstruksi total akan
bermanifestasi sebagai distres pernapasan, berupa takipnu, napas
cuping hidung, retraksi interkostal, peningkatan diameter
anteroposterior dada, dan sianosis.
Pemeriksaan penunjang
1. Darah perifer lengkap dan septic work-up untuk menyingkirkan infeksi.
2. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia. Hiperventilasi
mengakibatkan alkalosis repiratorik pada kasus ringan, tetapi pada
kasus berat akan mengakibatkan asidosis respiratorik.
3. Foto toraks menunjukkan hiperinfasi, diafragma mendatar, dan infltrat
kasar/bercak iregular. Dapat ditemukan pneumotoraks atau
pneumomediastinum.
4. Ekokardiograf diperlukan bila diduga terjadi persistent pulmonary
hypertension of the newborn (PPHN).
Tata laksana A. Tata laksana bayi dengan cairan amnion bercampur mekonium di ruang
persalinan
1. Nilai konsistensi mekonium. Kejadian MAS meningkat seiring dengan
peningkatan konsistensi mekonium.
2. Rekomendasi bahwa dokter kebidanan harus membersihkan
hidung dan orofaring bayi sebelum melahirkan bahu atau dada,
tidak dianjurkan lagi. Jika ditemukan mekonium pada cairan
ketuban, bayi harus segera diserahkan kepada dokter anak untuk
dibersihkan (AAP 2009).
3. Pada penilaian awal sebuah persalinan dengan ketuban
bercampur mekonium, dokter anak harus menentukan apakah bayi
bugar atau tidak. Bayi dikatakan bugar bila frekuensi denyut
jantung >100 kali/menit, bernapas spontan, dan tonus baik
(bergerak spontan atau feksi ekstremitas).
a. Bila bayi bugar, berikan perawatan rutin tanpa memandang
konsistensi mekonium.
b. Bila terdapat distres pernapasan, lakukan laringoskopi direk
dan pengisapan intratrakeal (menggunakan aspirator
mekonium).
4. Bayi yang dilahirkan dengan ketuban bercampur mekonium,
sebanyak 20-30% akan mengalami depresi saat melalui perineum.
Pada kasus ini, intubasi menggunakan laringoskop sebaiknya
dilakukan sebelum usaha napas dimulai. Setelah intubasi, pipa
endotrakeal dihubungkan dengan mesin pengisap. Prosedur ini
diulangi sampai trakea bersih atau bila resusitasi harus dimulai.
Visualisasi pita suara tanpa melakukanpengisapan tidak dianjurkan
karena mekonium masih mungkin berada di bawah pita suara.
Ventilasi tekanan positif sebisa mungkin dihindari sampai
pengisapan trakea selesai. Kondisi umum bayi tidak boleh
diabaikan selama melakukan pengisapan trakea. Pengisapan
trakea harus dilakukan dengan cepat dan ventilasi harus segera
dimulai sebelum terjadi bradikardi.
Nomor SOP :
Tanggal Pembuatan :
Tanggan Pembuatan :
Tanggal Revisi :
Disahkan Oleh : Kepala Puskesmas Alak

DINAS KESEHATAN KOTA KUPANG dr. Maria Imakulata Husni


PUSKESMAS ALAK NIP. 197802102008042001
NAMA SOP RINITIS ALERGI
DASAR HUKUM KUALIFIKASI PELAKSANA
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1996 tentang 1. Memahami Tupoksi Kerja
Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Kupang 2. Memiliki Kualifikasi Pendidikan
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Kedokteran/ Keperawatan
Perlindungan Konsumen;
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah;
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5038);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik;
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan;
7. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu
Pelayanan Aparatur Kepada Masyarakat;
8. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
2004 tentang Indeks Kepuasan Masyarakat;
9. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 26 Tahun
2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan
Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan;
10. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2009 tentang Pedoman Peningkatan Partisipasi
Masyarakat;
11. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2012 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan, Penetapan
dan Penerapan Standar Pelayanan;
12. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 63 Tahun
2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik;
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2015
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
KETERKAITAN PERALATAN/ PERLENGKAPAN
SOP Pelayanan Loket
SOP Pelayanan Poli Umum
SOP Pelayanan Apotek
SOP Pelayanan Laboratorium
PERINGATAN PENCATATAN/ PENDATAAN
Pelayanan Pasien dengan Rinitis Alergiakan terkendala Rekam Medik Pasien
ketika terjadi penyimpangan prosedur Register Pelayanan Poli Umum
Pengertian Infamasi mukosa hidung yang ditandai oleh satu atau lebih gejala hidung
seperti bersin, gatal, rinorea, atau hidung tersumbat. Rinitis sering disertai
gejala yang melibatkan mata, telinga, dan tenggorok. Alergi merupakan
penyebab tersering rinitis dan menjadi salah satu penyakit kronis pada
masa anak. Gejala yang timbul pada rinitis alergi merupakan akibat infamasi
yang diinduksi oleh respons imun yang dimediasi IgE terhadap alergen
tertentu.
Tujuan Sebagai acuan dalam penatalaksanaan Rinitis Alergi di Puskesmas
Kebijakan Semua tenaga medis dan paramedis terampil
Prosedur Anamnesis
Rasa gatal di hidung, telinga, palatum, tenggorok, dan mata Bersin
Rinorea, sekret hidung jernih ,Hidung tersumbat ,
Bernapas melalui mulut atau mengorok. Gejala bernapas melalui mulut
sering terjadi pada malam hari yang dapat menimbulkan gejala
tenggorokan kering, mendengkur, gangguan tidur, serta rasa kelelahan
pada siang hari.
Gejala sinusitis:
post nasal drip, sakit kepala Mimisan ,Batuk kronik,Riwayat atopi pada
keluarga, Anamnesis juga diarahkan untuk mencari faktor pencetus
seperti faktor lingkungan, makanan, atau faktor fsik seperti dingin, panas,
dan sebagainya.
Pemeriksaan fsik
Sering didapatkan warna gelap ( dark circle atau shiners) serta
bengkak di bawah mata.
Bila terdapat gejala hidung tersumbat yang berat pada anak, sering
terlihat mulut selalu terbuka yang disebut sebagai adenoid face. Keadaan
ini memudahkan timbulnya gejala lengkung palatum yang tinggi, serta
maloklusi.
Anak yang sering menggosok hidung karena rasa gatal menunjukkan
tanda yang disebut allergic salute.
Tanda-tanda sinusitis seperti nyeri tekan sinus juga dapat ditemukan.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk mencari:
Komplikasi sinusitis (pencitraan sinus), asma (uji fungsi paru)
Tata laksana Tata laksana rinitis alergi meliputi penghindaran alergen penyebab,
medikamentosa,dan imunoterapi.
Antihistamin H1 generasi 2 oral (setirizin, loratadin, levosetirizin,
desloratadin) diberikan untuk mengurangi gejala bersin, gatal, dan
rinorea tetapi sangat sedikit pengaruhnya terhadap sumbatan hidung.
Kortikosteroid topikal adalah pengobatan paling efektif untuk mengontrol
gejala rinitis alergi persisten.
Kortikosteroid oral dapat diberikan untuk jangka pendek (5-7 hari)
untuk gejala yang berat dan sulit diatasi atau pasien dengan polip nasal.
Dekongestan oral tidak diberikan secara rutin. Dekongestan oral dapat
diberikan untuk mengurangi sumbatan hidung bila diperlukan.
Dekongestan topikal dapat dipertimbangkan untuk penggunaan jangka
pendek (tidak lebih dari 5 hari). Hindari penggunaan dekongestan topikal
untuk jangka panjang karena terdapat risiko terjadinya rinitis
medikamentosa. Dekongestan topikal tidak disarankan untuk diberikan pada
anak di bawah 5 tahun.Ipratropium bromide topikal dapat diberikan untuk
mengurangi gejala rinorea.Imunoterapi dengan alergen spesifk dapat
dipertimbangkan pada pasien yang tidak membaik dengan kombinasi
penghindaran alergen dan pengobatan.
Nomor SOP :
Tanggal Pembuatan :
Tanggan Pembuatan :
Tanggal Revisi :
Disahkan Oleh : Kepala Puskesmas Alak

DINAS KESEHATAN KOTA KUPANG dr. Maria Imakulata Husni


PUSKESMAS ALAK NIP. 197802102008042001
NAMA SOP HIPERTENSI
DASAR HUKUM KUALIFIKASI PELAKSANA
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1996 tentang 1. Memahami Tupoksi Kerja
Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Kupang 2. Memiliki Kualifikasi Pendidikan
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Kedokteran/ Keperawatan
Perlindungan Konsumen;
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah;
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5038);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik;
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan;
7. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu
Pelayanan Aparatur Kepada Masyarakat;
8. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
2004 tentang Indeks Kepuasan Masyarakat;
9. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 26 Tahun
2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan
Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan;
10. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2009 tentang Pedoman Peningkatan Partisipasi
Masyarakat;
11. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2012 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan, Penetapan
dan Penerapan Standar Pelayanan;
12. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 63 Tahun
2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik;
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2015
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
KETERKAITAN PERALATAN/ PERLENGKAPAN
SOP Pelayanan Loket
SOP Pelayanan Poli Umum
SOP Pelayanan Apotek
SOP Pelayanan Laboratorium
PERINGATAN PENCATATAN/ PENDATAAN
Pelayanan Pasien dengan Hipertensiakan terkendala ketika Rekam Medik Pasien
terjadi penyimpangan prosedur Register Pelayanan Poli Umum
Pengertian Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri yang
menyebabkan meningkatnya risiko terhadap stroke, aneurisma, gagal
jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal.
Tujuan Sebagai acuan dalam penatalaksanaan hipertensi
Kebijakan Semua tenaga medis dan paramedis terampil
Prosedur Anamnesis
 Lama menderita hipertensi dan derajat TD
 Indikasi adanya hipertensi sekunder
a. Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal
b. Adanya penyakit ginjal, ISK, hematuria, pemakaian obat-obat
analgesic dan obat/bahan lain
c. Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi
d. Episode lemah otot dan tetani
 Faktor-faktor risiko
a. Riwayat HT pada pasien atau keluarga
b. Riwayat hyperlipidemia pada pasien atau keluarga
c. Riwayat DM pada pasien atau keluarga
d. Kebiasaan merokok
e. Pola makan
f. Kegemukan, intensitas olahraga
g. Kepribadian
 Gejala kerusakan organ
a. Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan
b. Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki
c. Ginjal : haus, polyuria, nokturia, hematuria
d. Arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio
 Pengobatan anti HT sebelumnya
 Faktor pribadi, keluarga, lingkungan
Pemeriksaan fisik
Ukur TD
Klasifikasi TD pada orang dewasa
Klasifikasi TD TDS TDD
Normal <120 dan <80
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi derajat I 140-159 atau 90-99
Hipertensi derajat II >160 atau >100

Pemeriksaan penunjang
 Tes darah rutin
 Glukosa darah
 Asam urat serum
 Hb dan Ht
Tata laksana 1. Hidroklorotiazid (HCT) 12,5-25 mg/hari dosis tunggal pada pagi hari
2. Reserpin 0,1-0,25 mg/hari dosis tunggal
3. Propranolol mulai dari 10 mg 2x/hari dapat dinaikkan 20 mg 2x/hari
(kontraindikasi pasien asma)
4. Kaptopril 12,5-25 mg 2-3x/hari (kontraindikasi pada kehamilan dan
penderita asma)
5. Nifedipin mulai dari 5 mg 2x/hari bisa dinaikkan 10 mg 2x/hari
Nomor SOP :
Tanggal Pembuatan :
Tanggan Pembuatan :
Tanggal Revisi :
Disahkan Oleh : Kepala Puskesmas Alak

DINAS KESEHATAN KOTA KUPANG dr. Maria Imakulata Husni


PUSKESMAS ALAK NIP. 197802102008042001
NAMA SOP HIPERTENSI
DASAR HUKUM KUALIFIKASI PELAKSANA
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1996 tentang 1. Memahami Tupoksi Kerja
Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Kupang 2. Memiliki Kualifikasi Pendidikan
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Kedokteran/ Keperawatan
Perlindungan Konsumen;
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah;
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5038);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik;
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan;
7. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu
Pelayanan Aparatur Kepada Masyarakat;
8. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
2004 tentang Indeks Kepuasan Masyarakat;
9. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 26 Tahun
2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan
Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan;
10. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2009 tentang Pedoman Peningkatan Partisipasi
Masyarakat;
11. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2012 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan, Penetapan
dan Penerapan Standar Pelayanan;
12. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 63 Tahun
2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik;
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2015
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
KETERKAITAN PERALATAN/ PERLENGKAPAN
SOP Pelayanan Loket
SOP Pelayanan Poli Umum
SOP Pelayanan Apotek
SOP Pelayanan Laboratorium
PERINGATAN PENCATATAN/ PENDATAAN
Pelayanan Pasien dengan Hipertensiakan terkendala ketika Rekam Medik Pasien
terjadi penyimpangan prosedur Register Pelayanan Poli Umum
Pengertian Pelayanan yang diberikan pada pasien yang datang ke UGD dalam
kondisi Gawat darurat yang membutuhkan penanganan cepat dan tepat
Tujuan 1. Pasien mendapat penanganan yangcepatdan tepat
2. Untuk mencegah dan memelihara keadaan pasien agar tidak
memperburuk keaadaan paien dan komplikasi
3. Mencegah kecacatan yang tebih parah
Kebijakan 1. Waktu pelayanan UGD 24 Jarn
2. Persediaan alat medis,non medis dan bahan habis pakai yang steril
dan obat-obatan standar yang dibutuhkan tersedia cukup
3. Mengutamakan pasien dengan kondisi gawat darurat
4. Petugas mengunakan tehnik komunikasi terapeutik
5. Setiap tindakan medis harus mendapat persetujuan dari pasien atau
keluarga Pasien
6. Petugas mendokumentasikan semua tindakan medis dan
keperawatafi
pada status observasi UGD
7. Tersedianya buku registerdan status pasien
8. Tersedianya format tentang surat persetujuan / penolakan (INFORM
CONSENT)
Prosedur 1. Pasien dan keluarganya diterima dengan ramah.
2. Pasien diantar ke tempat tidur dilihat dan dipilah sesuai dengan
tingkatkegawatannya
3. Bila pasien dapat berdiri, tJkur berat badan sebelum dibaringkan.
4. Segera memberikan pertotongan sesuai dengan kondisi pasien
denganmemperhatikan prinsip penanganan Kegawatan mencakup
Jatan Napas (Airway), Breathing {Pernapasan}, Sirkulasi (Circulation},
dan paparan(Disposure).
5. Melakukan pengkajian data melalui anamncse dan pemeriksaan fisik
6. Mencatat data dari hasil pengkajian pada catatan medik dan
catatanperawatan pasien.
7. Memberitahu prosedur perawatan/tindakan yang segera dilakukan
kepada pasien dan keluarga pasien sekaligus meminta persetujuan
pasien/Keluarga pasien (lnformed Consent)
8. Semua tindakan medis dan keperawatan didokumentasikan dalam
statuspasien.
9. Pasien yang sudah ditangai kegawatannya selanjutnya
diobservasiperkembangannya sesuai dengan Protap Pelayaan UGD
10. Pasien dengan perkembangan yang baik dan dinyatakan dokter
untuk melanjutkan pengobatan di rumah bisa dipulangkan dengan
mengiformasikan kondisi perkembangan pasien kepada pasien
dankeluarga pasien
11. Pasien yangterindikasi Rawat lnap oleh dokter aga dilengkapi
statusnya dan dikirim ke Ruang Rawat inap dengan
menginformasikan kondisiperkembangan pasien kepada pasien dan
keluarga pasien
12. Pasien yang memerlukan rujukan ke RS disiapkan Surat
Rujukannya, Surat Tugas Petugas (apabila membutuhkan
pendamping) dan bagi Pasiendengan Jasa ASKES, JAMKESDA dan
JAMKESMAS harus melengkapi syarat - syarat klaimnya terlebih
dahulu.
13. Pasien yang menolak setiap tindakan medis dan keperawatan harus
menandatangani surat penolakan
14. Pasien yang menolak untuk Rawat lnap atau menolak untuk
diruiuk harus menandatangani surat penolakan
15. Pasienyang dinyatakan boleh pulang harus menyelesaikan
administrasiterlebih dahulu.
16. Registrasi kuniungan Pasien
Nomor SOP :
Tanggal Pembuatan :
Tanggan Pembuatan :
Tanggal Revisi :
Disahkan Oleh : Kepala Puskesmas Alak

DINAS KESEHATAN KOTA KUPANG dr. Maria Imakulata Husni


PUSKESMAS ALAK NIP. 197802102008042001
NAMA SOP GASTRITIS
DASAR HUKUM KUALIFIKASI PELAKSANA
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1996 tentang 1. Memahami Tupoksi Kerja
Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Kupang 2. Memiliki Kualifikasi Pendidikan
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Kedokteran/ Keperawatan
Perlindungan Konsumen;
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah;
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5038);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik;
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan;
7. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu
Pelayanan Aparatur Kepada Masyarakat;
8. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
2004 tentang Indeks Kepuasan Masyarakat;
9. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 26 Tahun
2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan
Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan;
10. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2009 tentang Pedoman Peningkatan Partisipasi
Masyarakat;
11. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2012 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan, Penetapan
dan Penerapan Standar Pelayanan;
12. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 63 Tahun
2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik;
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2015
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
KETERKAITAN PERALATAN/ PERLENGKAPAN
SOP Pelayanan Loket
SOP Pelayanan Poli Umum
SOP Pelayanan Apotek
SOP Pelayanan Laboratorium
PERINGATAN PENCATATAN/ PENDATAAN
Pelayanan Pasien dengan Gastritisakan terkendala ketika Rekam Medik Pasien
terjadi penyimpangan prosedur Register Pelayanan Poli Umum
Pengertian Nyeri epigastrium yang hilang-timbul atau menetap dapat disertai dengan
mual/muntah
Tujuan Sebagai acuan penatalaksanaan tentang gastritis
Kebijakan Dibawah tanggung jawab poli
Prosedur Gambaran Klinis
 Nyeri ulu hati
 Perdarahan saluran cerna pada gastritis erosive akibat obat
 Nyeri epigastrium, perut kembung, mual, muntah tidak selalu ada
Pemeriksaan Fisik
 Tidak diperlukan, kecuali pada gastritis kronis dengan melakukan
pemeriksaan pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Penunjang
 Endoskopi
 Histopatologi --> rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap
Diagnosis Banding
 Kolesistitis
 Kolelitiasis
 Chron diseases
 Kanker lambung
 Gastroenteritis
 Limfoma
 Ulkus peptikum
 Sarkoidosis
 GERD
Terapi  Terapi per oral dengan obat :
 H2 bloker 2x/hari (Ranitidin 150 mg/kali, Famotidin 20 mg/kali,
Simetidin 400-800 mg/kali), PPI 2x/hari (Omeprazole 20 mg/kali,
Lansoprazole 30 mg/kali), serta antasida dosis 3 x 500-1000 mg/hari
Kriteria rujukan
 Bila 5 hari pengobatan belum ada perbaikan
 Terjadi komplikasi
 Terjadi alarm symptoms seperti perdarahan, berat badan menurun 10%
dalam 6 bulan, dan mual-muntah berlebihan

Anda mungkin juga menyukai