Anda di halaman 1dari 542

Infeksi Saluran

Pernafasan Atas:
Faringitis
Kelompok 1 - Farmakoterapi 3-C
01
Tanda dan Gejala
Khas ISPA: Faringitis
Audina Khalda Nabilah – 1906347804
Faringitis
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi,
trauma, iritan, dan lainnya.

Penyebab

● Virus (40-60%)
Rhinovirus (20%), coronavirus (5%), adenovirus (5%), herpes simples virus (4%), influenza virus (2%),
parainfluenza virus (2%), dan Epstein-Barr virus (1%)
● Bakteri (5-40%)
Group A beta-hemolytic streptococcus (GABHS) (10-30%); Streptococcus grup C dan G, Corynebacterium
diphtheriae, Neisseria gonorrhoeae, Mycoplasma pneumoniae, Arcanobacterium haemolyticum, Yersinia
enterocolitica, dan Chlamydia pneumoniae
● Alergi, trauma, iritan

Keluhan ● nyeri kepala


● nyeri tenggorokan, terutama saat menelan ● mual
● demam ● muntah
● sekret dari hidung ● rasa lemah pada seluruh tubuh
● dapat disertai atau tanpa batuk ● nafsu makan berkurang
Dipiro, J.T., et al. (2020). Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach 11th Edition. New York: McGraw-Hill
IDI. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Edisi I. Jakarta: Pengurus Besar IDI.
Gejala Khas Faringitis
Gejala khas berdasarkan jenis

1. Faringitis viral (umumnya Rhinovirus)


Diawali dengan gejala rhinitis. Hidung gatal dan beberapa hari kemudian timbul faringitis. Gejala lain demam
disertai rinorea dan mual.
2. Faringitis bakterial
Nyeri kepala hebat, muntah, kadang demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk, dan seringkali
terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher
3. Faringitis fungal
Terutama nyeri tenggorokan dan nyeri menelan
4. Faringitis kronik hiperplastik
Mula-mula tenggorokan kering, gatal, dan kemudian batuk berdahak
5. Faringitis kronik atrofi
Umumnya tenggorokan kering dan tebal serta mulut berbau
6. Faringitis tuberkulosis
Nyeri hebat pada faring dan tidak merespon dengan pengobatan bakterial non spesifik
Bila dicurigai faringitis gonorea atau faringitis luetika, ditanyakan riwayat hubungan seksual, terutama seks oral
Dipiro, J.T., et al. (2020). Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach 11th Edition. New York: McGraw-Hill
IDI. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Edisi I. Jakarta: Pengurus Besar IDI.
02
Diagnosis ISPA:
Faringitis
Darisa Naurahhanan – 1906347792
Pemeriksaan Fisik
Faringitis Viral Tampak faring dan tonsil hiperemis,
eksudat (virus influenza, coxsachievirus,
cytomegalovirus tidak menghasilkan
eksudat). Pada coxsachievirus dapat
timbul lesi vesikular di orofaring dan lesi
kulit berupa maculopapular rash.

Faringitis Bakterial Tonsil membesar, faring dan tonsil


hiperemis dan terdapat eksudat di
permukaannya; beberapa hari kemudian
timbul bercak patechia pada palatum
dan faring; kadang ditemukan kelenjar
limfa leher anterior membesar, kenyal,
dan nyeri pada penekanan.

Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Faringitis Fungal Tampak plak putih di orofaring dan pangkal lidah, sedangkan mukosa faring
lainnya hiperemis.

Faringitis Kronik Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan hiperplasia lateral band,
Hiperplastik tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan bergranular (cobble stone).

Faringitis Kronik Atrofi Tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak
mukosa kering.

Faringitis Tuberkulosis Tampak granuloma perkejuan pada mukosa faring dan laring.

Faringitis Leutika ● Stadium primer: pada lidah palatum mole, tonsil, dan dinding posterior
faring berbentuk bercak keputihan; bila infeksi berlanjut timbul ulkus pada
daerah faring seperti ulkus pada genitalia yang tidak nyeri; terdapat
pembesaran kelenjar mandibula.
● Stadium sekunder: jarang ditemukan; pada dinding faring terdapat eritema
yang menjalar ke arah laring.
● Stadium tersier: terdapat guma predileksi pada tonsil dan palatum.

Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap
2. Pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan gram
3. Pada dugaan adanya infeksi jamur, dapat dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopik swab
mukosa faring dengan pewarnaan KOH

Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Pemeriksaan Laboratorium

1. Kultur tenggorokan (Throat Culture)


Kultur tenggorokan menjadi standar diagnosis faringitis bakterial dengan spesifitas 97-120%
dan sensitivitas 90-95% tetapi memakan waktu lama dan menunda inisiasi antibiotik.

2. Rapid Antigen Detection Testing (RADT)


RADT mendeteksi antigen dari bakteri atau virus melalui swab tenggorokan menggunakan
dipstick dengan spesifitas 54-100% dan sensitivitas 38-100%

Sykes, E. A., Wu, V., Beyea, M. M., Simpson, M., & Beyea, J. A. (2020). Pharyngitis: Approach to diagnosis and treatment. Canadian family physician Medecin de famille canadien, 66(4), 251–257.
Centor Criteria
Centor criteria dapat digunakan untuk menilai
tanda dan gejala faringitis streptokokus
● Skor < 2 → tidak butuh uji kultur/ RADT,
tidak memerlukan antibiotik
● SKor > 3
→ perlu dilakukan RADT
→ Jika (+) berikan antibiotik
→ Jika (-) usia > 20 tidak perlu antibiotik
● → Jika (-) usia < 20 lakukan uji kultur dan
jika positif berikan antibiotik

Sykes, E. A., Wu, V., Beyea, M. M., Simpson, M., & Beyea, J. A. (2020). Pharyngitis: Approach to diagnosis and treatment. Canadian family physician Medecin de famille canadien, 66(4), 251–257.
03
Tujuan Terapi
Audina Khalda Nabilah – 1906347804
Tujuan Terapi
Tujuan terapi faringitis adalah untuk meningkatkan tanda dan gejala klinis, meminimalisir efek
samping obat, mencegah transmisi pada kontak dekat, dan mencegah demam rematik akut
dan komplikasi supuratif, seperti peritonsillar abscess, cervical lymphadenitis, dan mastoiditis.

Dipiro, J.T., et al. (2020). Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach 11th Edition. New York: McGraw-Hill
04
Algoritma Terapi
Umum dan Khusus
Audrie - 1906404991
Intania L. Kirana - 1906405073
Umum & Pediatri
Ditinjau terlebih dahulu apakah ada tanda dan gejala : sakit
tenggorokan, disfagia, demam (>102 F), pegal-pegal, sakit kepala,
ruam kemerahan, eksudat tonsil, kelenjar getah bening ringan.
→ Jika tidak → ditinjau apakah ada gejala berikut: batuk, rinorea,
suara serak, luka pada mulut, diare → kemungkinan disebabkan
virus → Dilakukan symptomatic treatment
→ Jika ada → direkomendasikan test rapid antigen untuk pasien
dengan:
● riwayat kontak erat dengan orang yang terinfeksi
● usia 4-15 tahun disertai demam/sakit tenggorokan
● onset gejala mendadak
● riwayat demam rheumatic
● Epidemi GAS (group A streptococci) atau Corynebacterium
diphteria
→ Jika hasil test negatif (-) Group A Strep → dilakukan kultur
tenggorokan untuk GAS
● hasil negatif → dilakukan symptomatic treatment
● hasil positif → inisiasi terapi antibiotik
→ jika hasil test positive (+) Group A Strep → inisiasi terapi
antibiotik
Untuk Alergi Penisilin:

First-Line Pediatri Alergi Ringan (Gatal-gatal)

Cephalexin:
Penicillin V : 50 mg/kg/hari terbagi dalam 3 dosis
● Dewasa: 500 mg 4 kali sehari
● Pediatri: 25-50 mg/kg/hari terbagi tiap 6-12 jam
Amoxicillin: 40-50 mg/kg/hari terbagi dalam 3 dosis
Cefdinir:
First-Line Dewasa ● Dewasa: 300 mg 3 kali sehari
● Pediatri: 14 mg/kg/hari QD atau 7 mg/kg q 12 jam
Penicillin V : 500 mg 2-3 kali sehari
Alergi Parah (Anaphylaxis)
Amoxicillin : 500 mg 2-3 kali sehari
Clindamycin:
Ditambahkan Symptomatic Treatment ● Dewasa: 300 mg 3 kali sehari
Durasi 10 hari ● Pediatri : 7 mg/kg 3 kali sehari

Azithromycin:
● Dewasa: 500 mg sekali minum dilanjutkan 250 mg selama 4
hari
● Pediatri: 12 mg/kg sekali minum (maks 500 mg) dilanjutkan
6 mg/kg (maks 250 mg) selama 4 hari

Ditambahkan Symptomatic Treatment


Durasi 10 hari
Ibu Hamil
1. Pemilihan Antibiotik untuk Ibu
Hamil
Dilarang (kategori C) → Klaritromisin
- Amoksisilin

- Fenoksimetilpenisilin Terapi suportif analgetik - antipiretik dapat


diberikan paracetamol (kategori B);
- Benzilpenisilin

2. Apabila alergi penisilin, diberikan pilihan


sbb:

- Sefiksim
- Eritromisin
Geriatri

● Penisilin VK 500 mg → 2 kali sehari selama 10 hari


● Benzatin penisilin 1,2 mu IM
● Jika pasien alergi penisililn → diberikan antibiotik berbasis
eritromisin
05
Kasus
Cindy -1906404373
Dian Framesya- 1906347615
Fadhilatul Ikromah - 1906347786
Florean Fedora - 1906347621
Hadra Khalisya - 1906304300
Salwa Dinia - 1906404511
Saori Salma A. - 190630116
Kasus
- James berusia 14 tahun Gejala Poin
- keluhan: sakit tenggorokan, sakit kepala,
Demam (subjektif atau terukur) 1
demam, dan malaise
- Sejak munculnya gejala, 24 jam sebelumnya Tidak adanya batuk 1
dia tidak mau makan makanan padat
Adenopati serviks anterior 1
karena nyeri yang dirasakannya yang nyeri
- tidak memiliki keluhan batuk, sesak, dan
Pembengkakan tonsil atau 1
ataupun kesulitan bernafas eksudat
- tidak terdapat mual, muntah, ataupun nyeri
perut Umur :
- < 15 tahun +1
- tidak ada keluarganya yg sedang sakit, - 15-45 tahun 0
tetapi ada temannya yang sakit - > 45 tahun -1
- Pemeriksaan fisik:(+) eritema pada tonsil
disertai eksudat berwarna putih
- Tanda vital: BP 118/74, Pulse: 84, RR: 15, T
Pasien mendapatkan poin 5 → butuh antibiotik
38,5°C; BB 71 kg, TB 170 cm
empiris
Diagnosis dan Pilihan Terapi
- Faringitis bakterial →(+) eritema pada tonsil dan eksudat putih
- faringitis streptokokus dengan tes laboratorium positif. Penisilin dapat menjadi terapi pilihan
→ narrow spektrum (gram -) → efektif, aman, dan murah, juga akan mencegah demam
rheumatic

pilihan terapi berdasarkan Dipiro yaitu,

- Amoksisilin mungkin lebih baik untuk anak-anak → karena suspensi memiliki rasa yang lebih
enak daripada penisilin
- Acetaminophen dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) untuk membantu menghilangkan
rasa sakit, asetaminofen lebih dianjurkan karena beberapa NSAID lainnya dapat menyebabkan
fascitis nekrotikans/sindrom syok toksik

Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., DiPiro, J.T., & DiPiro, C.V. (2017). Pharmacotherapy Handbook Tenth Edition. San Francisco: McGraw-Hill Education.
Amoksisilin
Dosis 500 mg 3 kali sehari

Rute Per oral

Durasi 10 hari

Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap amoxicillin atau antibiotik golongan beta


laktam lainnya (cth: penicillin, cephalosporin)

Efek Samping Diare, mual, muntah, ruam kulit

Interaksi Obat ● Tetrasiklin, kloramfenikol, makrolida, dan sulfonamid →


menurunkan aktivitas antibakteri)
● warfarin → memperpanjang waktu protrombin
● Allopurinol → meningkatkan risiko reaksi alergi (ruam)

Perhatian Hipersensitivitas terhadap penicillin, gangguan ginjal dan hati

Referensi: dipiro, MIMS, PIONAS, micromedex


Asetaminofen
Dosis 0,5–1 gram setiap 4–6 jam, maksimum 4 gram per hari

Rute Oral

Durasi 4 - 6 jam

Kontraindikasi Gangguan fungsi hati berat, hipersensitivitas

Efek Samping Reaksi hipersensitivitas, ruam kulit, kelainan darah, penggunaan jangka
panjang dan overdosis dapat menyebabkan kerusakan hati

Interaksi Obat dengan isoniazid meningkatkan risiko hepatotoksik, dengan warfarin


meningkatkan risiko pendarahan

Perhatian Gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, dan ketergantungan


alkohol. Simpan pada suhu 20-25°C. Jangan dibekukan dan lindungi dari
cahaya

Referensi: MIMS, PIONAS, micromedex


Parameter Keberhasilan Terapi
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Pendukung
● Tonsil tidak membengkak dan membesar ● Pemeriksaan darah lengkap → Pemeriksaan
● Eksudat pada permukaan faring dan kultur darah dan tonsil faring Streptococcus
tonsil berkurang group A → negatif
● Tidak ada bercak petechiae pada palatum ● Pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan
dan faring Gram → hasil negatif
● Pemeriksaan mikroskopik swab mukosa faring
dengan pewarnaan KOH pada medium NA
(dugaan adanya infeksi jamur) → Hasil kultur
tonsil-faring tidak terdapat mikroba tumbuh

Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, dan Departemen Kesehatan RI. (2005). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan
Parameter Monitoring
Amoksisilin
Efek Samping Monitoring

● Reaksi hipersensitivitas ● Tes kultur bakteri dan kepekaan


● Pantau fungsi ginjal, hati, dan
● Anafilaksis
hematologi secara berkala
● Ruam
● Lakukan CBC untuk memantau respon
● Diare
terapeutik
● Mual dan muntah
● Tanda atau gejala anafilaksis, infeksi
● Sakit kepala
oportunistik, dan diare terkait antibiotik

IBM Micromedex
MIMS
Parameter Monitoring
Paracetamol
Efek Samping Monitoring

● Pruritus (5%) ● Penurunan suhu pada demam yang

● Nausea (5%) (pada pediatrik) berkurang menandakan terapi

● Konstipasi (5%) berhasil

● Sakit kepala (1-10%) ● Pemeriksaan ada atau tidaknya

● Insomnia (1-7%) perbaikan pada rasa nyeri

IBM Micromedex . Paracetamol


Terapi Non
Farmakologi
● Mengonsumsi permen pereda
sakit tenggorokan
● Gunakan humidifier yang bersih
atau cool mist vaporizer Strepsils. Sumber: k24klik
● Berkumur dengan air garam.
● Minum minuman hangat dan jaga
jumlah cairan tubuh.
● Konsumsi madu sebagai pereda
batuk

Madu. SUmber: Halodoc

Centers for Disease Control and Prevention. (2021, October 6). Sore Throat. Retrieved November 14, 2022, from https://www.cdc.gov/antibiotic-use/sore-throat.html
KIE UMUM DAN OBAT
PADA KASUS
KIE Umum
Edukasi untuk pasien dan keluarga:

1. Menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makan bergizi dan olahraga teratur.
2. Berhenti merokok bagi anggota keluarga yang merokok.
3. Menghindari makan makanan yang dapat mengiritasi tenggorokan.
4. Selalu menjaga kebersihan mulut dan tangan

Pencegahan penularan:

● Cuci tangan dengan sabun dan air setidaknya selama 20 detik. Jika sabun dan air tidak
tersedia, gunakan pembersih tangan.
● Hindari menyentuh mulut, wajah, mata, atau hidung.
● Mengajarkan anak untuk batuk atau bersin ke tisu/lengan baju/siku alih-alih ke tangan atau
ke udara.
Elsevier. (n.d.). Patient education │ Upper Respiratory Infection (pediatric). Elsevier Health. Retrieved November 14, 2022, from https://elsevier.health/en-US/preview/upper-respiratory-peds Ikatan
Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
KIE Paracetamol
● Cara Penggunaan: Berikan penjelasan kepada pasien bahwa tidak aman jika mengkonsumsi parasetamol
lebih dari 4000 mg dalam 24 jam. Jelaskan kepada pasien atau caregiver untuk membaca keterangan
obat untuk mengetahui konsentrasi larutan parasetamol, dan cara penggunaan.
● Cara Penyimpanan:
○ larutan/tablet: simpan pada suhu 20-25°C, hindari dari kelembaban, dan lindungi dari
cahaya
● Potensi Efek Samping: perdarahan pada saluran cerna, hepatotoksisitas, dan nefrotoksisitas.
● Peringatan: pecandu alkohol, gangguan fungsi hati, hypovolemia, malnutrisi, dan gangguan fungsi ginjal
● Edukasi:
○ Mengkonsumsi obat dengan minum segelas air putih
○ Pasien tidak boleh mengkonsumsi alkohol selama pengobatan.

micromedex
KIE Amoxicillin
● Cara Penggunaan:
○ jangan mengkonsumsi amoksisilin jika memiliki alergi terhadap amoksisilin, penisilin, atau
sefalosporin
○ Gunakan sesuai bentuk sediaan. Contoh: kocok sirup amoksisilin sebelum digunakan, dan ukur
volume amoksisilin dengan sendok makan.
● Cara Penyimpanan:
○ simpan kapsul,tablet, dan serbuk yang belum direkonstitusi pada suhu 20-25°C
● Potensi Efek Samping: infeksi mikotik vulvovaginal, mual, muntah, dan sakit kepala
● Peringatan: hindari obat dan makanan yang dapat mempengaruhi kinerja amoksisilin, seperti
allopurinol, probenesid, pil kb, dan pengencer darah.
● Edukasi:
○ Berikan informasi kepada pasien untuk menghentikan pengobatan jika muncul efek samping
seperti gatal pada kulit dan lesi pada mukosa.
○ Instruksikan pasien untuk melaporkan gejala diare untuk memperoleh pengobatan dengan
antidiare
○ Instruksikan pasien untuk mengkonsumsi obat dalam durasi 1 jam setelah makan

micromedex
KIE OBAT LAIN
KIE PENISILIN VK
http://pionas.pom.go.id/monografi/benzilpenisilin-penisilin-g
http://pionas.pom.go.id/monografi/fenoksimetilpenisilin-penisilin-v
https://www.mims.com/indonesia/drug/info/phenoxymethylpenicillin?mty
pe=generic

● Alternatif lini pertama untuk amoksisilin


● Dosis:
○ Dewasa: 500 mg tiap 6 jam, dapat ditingkatkan hingga 1 g tiap 6 jam pada infeksi berat.
○ Anak sampai 1 tahun: 62,5 mg tiap 6 jam dapat, ditingkatkan hingga 12,5 mg/kg bb tiap 6 jam pada infeksi berat.
○ Anak 1-5 tahun: 125 mg tiap 6 jam, dapat ditingkatkan hingga 12,5 mg/kg bb tiap 6 jam pada infeksi berat.
○ Anak 6-12 tahun: 250 mg tiap 6 jam, dapat ditingkatkan hingga 12,5 mg/kg bb tiap 6 jam pada infeksi berat.
● Kontraindikasi: hipersensitivitas (alergi) terhadap penisilin.
● Peringatan: riwayat alergi, hasil tes glukosa urin positif palsu, gangguan fungsi ginjal, dan kehamilan (kategori FDA: B)
● Efek samping: mual, muntah, sakit abdomen, urtikaria, demam, nyeri sendi, angioedema, anafilaksis, serum sickness-like
reaction, trombositopenia, leukopenia, eosinofilia, anemia hemolitik, gangguan koagulasi, hepatitis, kejang, nefritis interstisial,
nefropati
● Interaksi obat: absorpsi berkurang dengan neomisin, dapat mengganggu kinerja antikoagulan, efek bakterisida berkurang
dengan kloramfenikol, eritromisin, dan tetrasiklin, dapat meningkatkan toksisitas metotreksat, resiko reaksi anafilaksis
meningkat dengan nadolol dan propanolol
● Edukasi pasien: obat dihabiskan, sampaikan efek samping yang mungkin muncul, konsultasi dengan dokter jika efek samping
yang dirasa terlalu berat, simpan dalam suhu kamar dan terhindar dari sinar matahari
KIE ERITROMISIN http://pionas.pom.go.id/monografi/eritromisin
https://www.mims.com/indonesia/drug/info/erythromycin?mtype=generic

● Lini kedua untuk pasien yang alergi terhadap penisilin


● Dosis:
○ Dewasa dan anak di atas 8 tahun: 250-500 mg tiap 6 jam atau 0,5-1 g tiap 12 jam; pada infeksi berat dapat dinaikkan
sampai 4 g/hari.
○ Anak sampai 2 tahun, 125 mg tiap 6 jam; 2-8 tahun 250 mg tiap 6 jam. Untuk infeksi berat dosis dapat digandakan.
● Kontraindikasi: penyakit hati (garam estolat)
● Peringatan: gangguan fungsi hati dan porfiria ginjal, perpanjangan interval QT (pernah dilaporkan takikardi ventrikuler);
porfiria; kehamilan (tidak diketahui efek buruknya) dan menyusui (sejumlah kecil masuk ke ASI).
● Efek samping: mual, muntah, nyeri perut, diare; urtikaria, ruam dan reaksi alergi lainnya; gangguan pendengaran yang reversibel
pernah dilaporkan setelah pemberian dosis besar; ikterus kolestatik dan gangguan jantung (aritmia dan nyeri dada).
● Interaksi obat: resiko hipotensi meningkat dengan CCB yang dimetabolisme CYP3A4, konsentrasi serum turun dengan induktor
CYP3A4, dapat meningkatkan efek antikoagulan oral, resiko rhabdomiolisis dengan simvastatin dan lovastatin, dapat
meningkatkan konsentrasi serum, meningkatkan efek pemanjangan QT, takikardia atau fibrilasi ventrikuler, dan torsades de
pointes dengan antiaritmia kelas IA atau III
● Edukasi pasien: obat dihabiskan, sampaikan efek samping yang mungkin muncul, konsultasi dengan dokter jika efek samping
yang dirasa terlalu berat, simpan dalam suhu kamar dan terhindar dari sinar matahari
KIE NYSTATIN MIMS
Micromedex

● Untuk faringitis fungal dengan mekanisme menginhibisi permeabilitas dinding sel fungal
● Dosis:
○ Dewasa dan anak di atas 8 tahun: 100.000 unit 4 kali sehari selama 7-14 hari atau melanjutkan pengobatan setidaknya
48 jam setelah penyembuhan klinis tercapai untuk mencegah kekambuhan
● Kontraindikasi: Hipersensitivitas
● Peringatan: Pasien immunocompromised, anak-anak, kehamilan dan menyusui (Kategori C)
● Efek samping: Hipersensitivitas, iritasi, diare, mual, muntah, nyeri abdominal
● Interaksi obat: Dapat mengurangi efek terapetik Saccharomyces boulardii
● Edukasi pasien:
○ Minum obat setelah makan dengan segelas penuh air
○ Jangan berbagi obat ini dengan orang lain, bahkan yang memiliki gejala yang sama
○ Gunakan obat ini untuk jangka waktu penuh yang ditentukan meski kondisi sudah membaik untuk mencegah resistensi
○ Jika dosis terlewat maka konsumsi segera setelah ingat, lewati dosis jika sudah mendekati dosis selanjutnya, dan jangan
menggandakan dosis
○ Simpan pada suhu antara 20-25°C, terhindar dari kelembaban dan panas
KIE ISOPRINOSINE MIMS
Micromedex

● Sebagai imunomodulator untuk faringitis viral


● Dosis:
○ Dewasa dan anak di atas 8 tahun: 50 mg/kg/hari dalam 3-4 dosis terbagi dan fase akut 100 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis
terbagi. Durasi pengobatan 7-10 hari, lanjutkan pengobatan setidaknya selama 2 hari setelah gejala mereda
● Peringatan: Gangguan ginjal, asam urat, atau hiperurisemia
● Kontraindikasi: Hipersensitivitas
● Efek samping: Mual sementara, muntah, sakit kepala, artralgia, kelelahan, vertigo, peningkatan enzim hati, pruritus, dan ruam
● Edukasi pasien:
○ Dikonsumsi bersamaan dengan makanan
○ Gunakan obat ini untuk jangka waktu penuh yang ditentukan meski kondisi sudah membaik untuk mencegah
kambuhnya infeksi dan resistensi
○ Simpan semua obat jauh dari panas, cahaya langsung dan dari anak-anak
○ Jangan pernah berbagi obat dengan orang lain
KIE DEXAMETHASONE MIMS
Micromedex

● Dosis: Dosis inisiasi 0,5-9 mg 3 kali sehari dalam dosis terbagi. Maks 1,5 mg/hari
● Kontraindikasi: Infeksi jamur sistemik, infeksi sistemik kecuali diobati dengan anti infeksi spesifik, perforasi membran gendang
(otic), dan pemberian vaksin virus hidup
● Peringatan: Pasien dengan gangguan kardiovaskular, gangguan ginjal dan hati, diabetes mellitus, penyakit gastrointestinal,
lansia, kehamilan dan menyusui (Kategori C)
● Efek samping: sakit perut, mulas, sakit kepala, sulit tidur, atau nafsu makan meningkat
● Interaksi obat: Penurunan kadar dexamethasone di dalam darah jika digunakan bersama phenytoin, rifampicin, barbiturat,
carbamazepine, atau ephedrine; Peningkatan risiko penurunan kadar kalium (hipokalemia) jika digunakan bersama obat
golongan diuretik; Peningkatan risiko terjadinya infeksi dan menurunkan efektivitas vaksin hidup, seperti vaksin BCG
● Edukasi pasien:
○ Hindari henti obat tiba-tiba atau pengurangan dosis yang cepat
○ Jangan mengonsumsi minuman beralkohol karena dapat meningkatkan risiko terjadinya perdarahan lambung
○ Beri tahu dokter bila akan melakukan vaksinasi
○ Deksametason dapat mempengaruhi pertumbuhan pada anak. Beritahu dokter Anda jika anak Anda tidak tumbuh pada
tingkat normal saat menggunakan obat ini.
○ Jika dosis terlewat, konsumsi dosis sesegera mungkin
¡Gracias!
¿kamu nanya?

CRÉDITOS: Esta plantilla de presentación fue creada


por Slidesgo, que incluye iconos de Flaticon,
infografías e imágenes de Freepik

Por favor, conserva esta diapositiva para atribuirnos


Farmakoterapi 3-C

OTITIS
MEDIAKelompok 3
Anggota Kelompok
- Amira Hasna Chalid 1906404966
- Aqqilla Rinanda AP 1906404902
- Faishal Andzar 1906347483
- Intan Munawaroh 1906347722
- Kirana Ali 1906405022
- Krisastra Halim 1906404801
- Natasya Fathania Rizkillah 1906404493
- Nazma Indira 1906347810
- Rizky Benedict.S 1906404386
- Shofiah Nur Rohmah 1906288000
- Yvonne Juslim 1906404985
Tanda dan Gejala
01 You can enter a subtitle here if you need it
OTITIS MEDIA
- Otitis Media → peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel
mastoid
- Banyak terjadi pada bayi dan anak-anak (khususnya 6
bulan-2 tahun) → karena tuba Eustachius lebih pendek dan
lebih horizontal sehingga memfasilitasi bakteri masuk dari
nasofaring ke telinga tengah via Eustachius Penyebab: infeksi virus atau bakteri pada mukosa
- 3 tipe pada otits → otitis akut, otitis media dengan efusi, saluran pernapasan atas → terjadi edema yang
kronis menyebabkan terdorongnya bakteri/virus dari
nasofaring ke telinga tengah melewati tabung
- Tanda dan gejala umum : demam, otalgia (nyeri pada bagian
Eustachia → terjadi tekanan negatif di telinga tengah
telinga), pada anak kecil yang menonjol adalah keluhan dan meningkatkan eksudat pada mukosa yang
iritabilitas dengan menarik telinga mengalami inflamasi dan penumpukan sekresi
- Patogen umum : Streptococcus pneumoniae, Moraxella mukosa → kolonisasi bakteri atau virus di telinga
catarrhalis, and Haemophilus influenzae tengah → otitis media

- Virus : RSV (Respiratory Syncytial Virus), Influenza,


Parainfluenza, Rhinovirus, Adenovirus

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. (2017). Jakarta : PB IDI
Otitis Media: Practice Essentials, Background, Pathophysiology. (2020). https://emedicine.medscape.com/article/994656-overview
Schwinghammer, T., DiPiro, J., Wells, B., & DiPiro, C. (2017). Pharmacotherapy handbook (10th ed.). New York: McGraw-Hill.
Massa HM, Cripps AW, Lehmann D. Otitis media: viruses, bacteria, biofilms and vaccines. Med J Aust. 2009 Nov 2;191(S9):S44-9. doi: 10.5694/j.1326-5377.2009.tb02926.x. PMID: 19883356; PMCID: PMC7168357.
Otitis Media Akut Otitis Media Efusi Otitis Media Kronik

● Inflamasi sebagian/ ● Adanya cairan di ● Infeksi secara persisten


seluruh mukosa telinga rongga telinga bagian pada telinga tengah hingga
tengah, tuba tengah tanpa disertai menyebabkan perforasi
eustachius, antrum tanda peradangan akut atau robeknya membran
mastoid, dan sel-sel → tidak perlu timpani → dapat terjadi
mastoid yang terjadi menggunakan hearing loss
dalam waktu kurang antibiotik dalam ● Ditandai dengan adanya
dari 3 minggu. terapinya cairan (otorrhea) yang
● Tanda dan gejala : ● Ciri → hearing loss, purulen sehingga
otorrhea, otalgia, tinnitus, vertigo, otalgia diperlukan drainase
iritabilitas, kurang khususnya pada malam ● Nyeri jarang terjadi pada
istirahat & nafsu makan hari otitis kronik, kecuali pada
menurun, demam ● Otitis media efusi eksaserbasi akut
sembuh secara
perlahan, 90% sembuh
pada waktu 3 bulan
DEPKES RI. (2005). Pharmaceutical Care untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik.
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta : PB IDI
MENKES RI. (2014). Permenkes RI No 5 Tahun 2014 tentang Panduan Praktis Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta: Menkes RI
02 Diagnosis
Nazma Indira (1906347810)
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. (2017). Jakarta : PB IDI
NICE. (2017). Otitis media (acute): antimicrobial prescribing. Retrieved from, https://www.nice.org.uk/guidance/ng91/documents/draft-guideline

Diagnosis OMA (Otitis Media Akut)


Anamnesis Pemeriksaan Fisik

● Stadium oklusi tuba → telinga terasa penuh ● Dapat terjadi peningkatan suhu
atau nyeri, pendengaran akan berkurang ● Otoskopi
● Stadium hiperemis → nyeri telinga makin ● Tes Penala : dapat ditemukan tuli konduktif,
intens, demam, rewel, gelisah (pada yaitu tes Rinne (-); dan tes Schwabach
bayi/anak), muntah, nafsu makan hilang, memendek pada telinga yang sakit, tes
anak sering memegang telinga yang nyeri Weber terjadi lateralisasi ke telinga yang
● Stadium supurasi → sama seperti stadium sakit.
hiperemis
● Stadium perforasi → keluar sekret dari liang Otitis media dapat disebabkan oleh virus atau
telinga bakteri, dan keduanya sering muncul bersamaan.
● Stadium resolusi → setelah sekret keluar, Pada kebanyakan anak, otitis media akut yang
keluhan berkurang (suhu turun, nyeri sembuh tanpa pengobatan (self-limiting),
mereda, bayi/anak lebih tenang. Bila menunjukkan infeksi virus saja atau bakteri
perforasi permanen, pendengaran dapat patogen yang kurang virulen.
tetap berkurang
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. (2017). Jakarta : PB IDI

Otoskopi
Depkes RI. (2018). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. HK.01.07/MENKES/350/2018 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Otitis Media Supuratif Kronik. Kementerian Kesehatan RI

Diagnosis OMSK (Otitis Media Supuratif Kronik)


Anamnesis Pemeriksaan Fisik

● Keluarnya Sekret telinga selama 2-6 minggu ● Liang telinga dan mastoid:
● Penurunan pendengaran ● bekas luka/parut, inflamasi, penyempitan
● Rasa penuh di telinga liang telinga, sekret telinga, fistula
● Tinnitus ● Telinga tengah: perforasi membran timpani,
● Komplikasi: inflamasi, jaringan granulasi, Kolesteatoma,
○ Paralisis wajah Timpanosklerosis
○ Otalgia (nyeri telinga) ● Tes penala
○ Vertigo ● Audiometri nada murni
○ Demam tinggi ● Foto mastoid
○ Fotofobia
○ Bengkak di belakang telinga
(mengindikasikan mastoiditis / infeksi
bakteri pada tulang mastoid)
● Komplikasi emergensi: Sakit kepala hebat,
Muntah proyektil, Defisit neurologis fokal,
Penurunan kesadaran
Atmadja, A. S., Kusuma, R., & Dinata, F. (2016). Pemeriksaan laboratorium untuk membedakan infeksi bakteri dan infeksi virus. CDK-241, 43(6),
457-461.

Diagnosis Membedakan Infeksi


Bakteri dan Virus
Bakteri Virus

● Utama : ● Utama
○ Pemeriksaan kultur ○ Pemeriksaan kadar titer
● Tambahan: antibodi serum
○ Laju endap darah (LED) ( tidak ○ Pemeriksaan kadar antigen
sensitif dan spesifik) virus (viral load)
○ C-reactive protein (CRP)
○ Procalcitonin (PCT)
03 Tujuan
Terapi
Tujuan Terapi
- Penanganan nyeri → analgesik (asetaminofen/iburpofen)
- Pemberatasan patogen dari cairan telinga tengah
- Mencegah komplikasi

Depkes, R. I. (2005). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
Schwinghammer, T., DiPiro, J., Wells, B., & DiPiro, C. (2017). Pharmacotherapy handbook (10th ed.). New York: McGraw-Hill.
04 Algoritma
Terapi
Algoritma
Terapi Dewasa
Kirana Ali - 1906405022
Algoritma Dewasa
Lini Pertama

Amoksisilin 40 mg/kg/hari terbagi dalam 3 dosis

Lini Kedua

Amoksisilin - Klavulanat 2x875mg

Kotrimoksazol 2 x 1-2 tab

Cefuroksim 2 x 250-500 mg

Cefprozil 2 x 250-500mg

Cefixime 2 x 200mg

Direktorat Bina Farmasu Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
(2005). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan.
file:///C:/Users/Kiran/OneDrive/Universitas%20Indonesia/Semester%20VII/Farkot%20-%203/UAS/Pharmaceutical_20Care_20Untuk
_20Penyakit_20Infeksi_20Saluran_20Pernapasan.pdf
Algoritma Terapi Dewasa (Akut)
→ Sistemik:
1. Antibiotik → Topikal :
- Amoksisilin - asam klavulanat ( 875 mg 1. Stadium oklusi tuba → membuka kembali tuba
amoksisilin, 125 mg asam klavulanat 2 kalis ehari eustachius
- Cefdinir (300 mg 2 kali sehari, 600 mg 1 kali - Pengangkatan benda asing oleh tenaga
sehari) kesehatan
- Cefuroxime (200 mg 2 kali sehari)
- Ceftriaxone (1-2 g IV atau 1 g IM satu kali sehari 2. Stadium perforasi
selama 3 hari)
- H2O2 3% ( 3 kali sehari 4 tetes di telinga yang
- Doksisiklin (100 mg setiap 12 jam)
sakit, diamkan 2-5 menit)
- Azitromisin ( 500 mg pada hari 1, 250 mg pada hari
2 - 5) - Asam asetat 2% (3 kali sehari 4 tetes di telinga
2. Analgesik / antipiretik yang sakit)
- NSAID - Ofloxacin ( 2 kali sehari 5 - 10 tetes di telinga
- Acetaminophen / Paracetamol yang sakit maksimal 2 minggu)
3. Antihistamin → apabila terdapat tanda-tanda alergi
4. Dekongestan
Limb, C. J., Lustig, L. R., & Durand, M. L. (2022, April 6). Acute otitis media in adults. UpToDate. Retrieved November 14, 2022, from
https://www.uptodate.com/contents/acute-otitis-media-in-adults#H17

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis di Pelayanan Kesehatan Primer. PBIDI
Algoritma
Terapi Pediatri
Amira Hasna Chalid (1906404966)
Algoritma Terapi Pasien Pediatri (NICE)

NICE guideline. 2022.


Rekomendasi Terapi Antibiotik (NICE)

NICE guideline. 2022.


Harmes, K. M., Blackwood, R. A., Burrows, H. L., Cooke, J. M., Harrison, R. V., & Passamani, P. P. (2013). Otitis media:
diagnosis and treatment. American family physician, 88(7), 435–440.

Algoritma Terapi Pasien Pediatri (AFP)


Anak 6-23 bulan dengan Anak 6-23 bulan dengan otitis
Anak≳2 tahun otitis media akut media akut bilateral Anak≳6 bulan dengan
dengan gejala berat unilateralasimtomatis asimtomatis otorrhea atau otalgia

Terapi antibiotik
Terapi antibiotik Observasi
selama 5-7 hari
selama 10 hari

Gejala persisten
Lakukan pemeriksaan
Tidak Ya telinga ulang

Positif otitis media

Inisiasi/subtitusi terapi antibiotik


Rekomendasi Terapi Antibiotik (AFP)
Terapi antibiotik Initial atau delayed Terapi antibiotik 48-72 jam setelah kegagalan terapi
antibiotik initial

First-line Terapi alternatif (alergi penicillin) First-line Terapi alternatif

Amoxicillin (80-90 mg/kg Cefdinir (14 mg/kg 1-2 kali sehari) Amoxicillin-clavulanate Ceftriaxone, 3 d
per hari dalam 2 dosis (amoxicillin 90 mg/kg per clindamycin, dengan
terbagi) hari , 6,4 mg/kg per hari atau tanpa sefalosporin
clavulanate dalam 2 dosis generasi 3
terbagi)

Amoxicillin-clavulanate Cefuroxime (30 mg/kg per hari Ceftriaxone (50 mg/kg IM Kegagalan lini kedua :
(amoxicillin 90 mg/kg per dalam 2 dosis terbagi) atau IV per hari selama Clindamycin (30-40
hari , 6,4 mg/kg per hari 1-3 hari, tidak melebihi 1 mg/kg per hari dalam 3
clavulanate dalam 2 dosis Cefpodoxime (10 mg/kg per hari g per hari dosis terbagi) + generasi
terbagi) dalam 2 dosis terbagi) ketiga cephalosporin

Ceftriaxone (50 mg/kg IM atau IV


per hari selama 1-3 hari, tidak
melebihi 1 g per hari

Harmes, K. M., Blackwood, R. A., Burrows, H. L., Cooke, J. M., Harrison, R. V., & Passamani, P. P. (2013). Otitis media:
diagnosis and treatment. American family physician, 88(7), 435–440.
Algoritma
Terapi Geriatri
Shofiah Nur R. (1906288000)
Algoritma Geriatri
● Otitis Media pada geriatri kasusnya cukup jarang terjadi. Gejala pada pasien geriatri adalah otalgia
dengan atau tanpa kehilangan pendengaran atau tanda-tanda inflamasi.

● Untuk infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis


dapat diberikan amoksisilin dosis tinggi atau kombinasi amoksisilin-klavulanat.

● Alternatif lain : Sefalosporin (Cefuroxime atau Cefdinir), penisilin, beta-laktam, dan


fluorokuinolon

● Durasi pengobatan setidaknya harus berkisar antara 10-14 hari.

● Pengobatan untuk periode yang lebih pendek dapat menyebabkan kontrol infeksi yang tidak
memadai dan berkembang menjadi otitis media dengan efusi (OME) atau otitis media supuratif
kronis (OMSK).

Al-Sadeeq, H., et al. (2018). Otitis media among elderly: incidence, complication and prevention. Int J Community Med Public Health. 5(3):839-841. [online]
http://doi.org/10.18203/2394-6040.ijcmph20180419
Geffen, L. (2006). Common upper respiratory tract problems in the elderly—A guide to clinical diagnosis and prudent prescription. South African Family Practice,
48(5), 20–23.doi:10.1080/20786204.2006.10873390
Algoritma Terapi Wanita
hamil & Menyusui
Krisastra Halim (1906404801)
Algoritma Terapi Pasien wanita hamil & menyusui

● Antibiotik beta-laktam merupakan pilihan paling aman dan dapat


diberikan selama kehamilan, namun perlu dilakukan penyesuaian
dosis
● Terapi alternatif adalah makrolida untuk kasus alergi beta-laktam,
namun terdapat laporan kasus malformasi kongenital pada
eritromisin→disarankan menggunakan makrolida baru yaitu
roxithromycin

Vlastarakos, P. V., Nikolopoulos, T. P., Manolopoulos, L., Ferekidis, E.,


& Kreatsas, G. (2008). Treating common ear problems in pregnancy:
what is safe?. European archives of oto-rhino-laryngology, 265(2),
139-145.
Kasus 2
By. M berusia 2 tahun setiap setiap malam sudah selama 2
hari selalu menangis dan sering menarik-narik telinganya.
Saat diukur menggunakan thermometer, suhu tubuh
menunjukkan 39oC. Ibunya kemudian membawa pasien ini
ke RS untuk diperiksakan lebih lanjut.

Keterangan: BB 15 kg, Pulse: 84, RR: 15


Rekomendasi Terapi
● Antibiotik → amoxicillin oral 80 - 90 mg/kg/hari dalam dosis terbagi
Anak-anak 6 bulan hingga 12 tahun dengan nyeri telinga sedang - parah
atau suhu 39°C atau lebih tinggi harus mendapat antibiotik.
● Analgesik antipiretik → paracetamol oral 120 mg - 250 mg setiap 4 - 6
jam
Untuk terapi nyeri dan demam.

Dipiro, Joseph T. et al. (2020). Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. Ed. 11th. New York: Mc. Graw Hill. Halaman 5279
Amoksisilin
Bentuk sediaan Sirup 125 mg/5mL

Regimen dosis 80-90 mg/kg bb sehari dalam 3 dosis terbagi (maksimum 3 g


sehari); sehari tiga kali satu sendok takar (5 mL)

Durasi pemakaian 5 - 7 hari

Cara penyimpanan Simpan pada suhu ruang, hindari paparan cahaya langsung
dan lindungi dari kelembaban

Paracetamol
Bentuk sediaan Sirup 120 mg/5mL

Regimen dosis 120 mg - 250 mg setiap 4 - 6 jam (maksimum 4 g sehari);


sehari tiga kali satu sendok takar (5 mL)

Durasi pemakaian Hingga nyeri/demam mereda

Cara penyimpanan Simpan pada suhu ruang, hindari paparan cahaya langsung
dan lindungi dari kelembaban

PIONAS, MIMS
KIE
1. Amoxicilin
2. Paracetamol

Kontraindikasi: Tanyakan kepada pasien Obat ini digunakan untuk menurunkan demam
apakah ada riwayat alergi terhadap
antibiotik seperti amoxicilin atau beta Kontraindikasi: Kerusakan hati, pasien
kekurangan G6PD,
laktam lain(carbapenem)
Cara aturan minum: Minum tanpa/dengan
Cara pakai: bisa diminum dengan/tanpa makanan
perut kosong, namun disarankan untuk
Efek samping: Mual, muntah, hepatic injury,
minum setelah makan untuk absorpsi nyeri perut (jika overdosis).
lebih baik dan menghindari
ketidaknyamanan di perut.

Efek samping: sakit kepala, kebingungan,


urtikaria, pruritus
Terapi Non-Farkol
Terapi Kompresi Dingin
Terapi kompres dingin/es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat
sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat
proses inflamasi (Andarmoyo, 2013: 86).

Terapi kompresi dingin dapat memberikan efek yaitu menurunkan respons inflamasi,
menurunkan aliran darah dan mengurangi edema, dan menurunkan rasa nyeri secara
lokal
Parameter Monitoring
Aqqilla Rinanda Arenta Putri (1906404902)
Parameter Monitoring
● Tujuan terapi : mengurangi nyeri, eradikasi infeksi, dan mencegah komplikasi.
● Kegagalan terapi → tidak adanya perbaikan gejala setelah mengkonsumsi obat
dalam 3 hari, gejala tersebut diantaranya: demam, nyeri, dan kemerahan atau
pembengkakan pada membran timpani
● Perbaikan/resolusi tanda dan gejala → Menilai kembali rencana terapi jika gejala
anak memburuk atau menurun dalam waktu 48 sampai 72 jam dari onset gejala
● Evaluasi yang dilakukan terlalu awal saat gejala membaik dapat menjadi misleading,
karena masih terdapat efusi (kehilangan pendengaran)
○ Lakukan evaluasi dengan segera jika pasien merasakan kehilangan
pendengaran yang disebabkan efusi di telinga tengah
● Pada anak-anak tanpa gejala sistemik → pemberian antibakteri sistemik dapat
diberikan jika 72 jam setelah pengobatan tidak menunjukkan perbaikan.

Dipiro J.T., Talbert R.L., Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G. and Posey L.M.,. 2011, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 8th ed., Mc Graw.
Parameter Keberhasilan Terapi
● Adanya perbaikan klinis setelah 3 hari pada tanda dan gejala persisten:
○ Demam (> 37,5oC)
○ Nyeri kuping/otalgia
● Eradikasi infeksi
● Kebiasaan menarik dan menggosok telinga serta menangis atau sulit tidur pada anak-anak berkurang
● Prevensi komplikasi atau gejala baru
● Efusi (kehilangan pendengaran) membaik/hilang
● Tidak ada lagi cairan di kavum timpani
● Fungsi tuba eustachius sudah normal → cek dengan timpanometer
● Absen gejala pada membran timpani:
○ Menonjol dan/atau protrusion
○ Kemerahan
○ Hiperemia
○ Otorrhea

Dipiro J.T., Talbert R.L., Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G. and Posey L.M.,. 2011, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 8th ed., Mc Graw.
Parameter Monitoring
Antibiotik

Nama Obat Parameter Monitoring

Amoksisilin ● Tanda-tanda reaksi hipersensitivitas


● Fungsi ginjal, hati, dan hematologi
● Efek samping diare dan kejang

Amoksisilin-Asam Klavulanat ● Tanda-tanda reaksi hipersensitivitas


● Fungsi ginjal, hati, dan hematologi
● Pemantauan enzim hati pada pasien gangguan hati setelah
penghentian antimikroba

Eritromisin ● Monitor resistensi mikroba terhadap eritromisin


● Fungsi hati dan jantung
● Perlu diagnosis colitis pseudomembran pada pasien yang
mengalami diare berat setelah pemberian eritromisin

Trimetoprim-Sulfametoksazol Monitor CBC, BUN, rasio kreatinin serum


Parameter Monitoring

Analgesik
Nama Obat Parameter Monitoring

Asetaminofen ● Penurunan rasa nyeri dan demam


● Monitor pada pasien dengan gangguan hati atau ginjal

Ibuprofen ● Penurunan suhu tubuh, menurunkan rasa nyeri/hilang


rasa nyeri merupakan efikasi dari obat
● Gejala gastrointestinal (gastritis atau perdarahan GI)
● Monitor fungsi hati dan ginjal

Gerriets V, Anderson J, Nappe TM. Acetaminophen. [Updated 2022 Nov 14]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482369/
Ngo VTH, Bajaj T. Ibuprofen. [Updated 2022 Nov 14]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK542299/
Parameter Monitoring
Terapi Alternatif

Cefdinir ● Parameter Laboratorium → Kultur dan sensitivitas patogen yang dicurigai; Hitung
darah putih dengan diferensial
● Temuan Fisik : Perbaikan klinis infeksi yang diobati
● Toksisitas → Waktu protrombin dan/atau waktu perdarahan; Tes fungsi ginjal; Tes
fungsi hati

Cefuroxime Waktu protrombin (PT) pada pasien yang berisiko mengalami penurunan waktu
protrombin (PT).

Ceftriaxone ● Untuk efek terapeutik, pantau kultur, tanda dan gejala infeksi.
● Toksisitas → pantau fungsi ginjal selama terapi.
● Neutropenia parah, tetapi reversibel, telah dilaporkan pada pasien yang menerima
ceftriaxone dosis tinggi dan terapi jangka panjang. Pada pasien tersebut,
pemantauan rutin jumlah sel darah putih dan diferensial akan lebih bijaksana

Micromedex
KIE OBAT LAIN
Sumber: MIMS & PIONAS Cefdinir
Kontraindikasi Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin Kontraindikasi untuk bayi
dibawah 6 bulan

Cara Penggunaan ➔ Tersedia dalam bentuk kapsul (300mg) atau suspensi oral (125mg/5mL atau
250mg/5mL)
➔ Dikonsumsi 7 mg/kg PO setiap 12 jam selama 5-10 hari atau 14 mg/kg PO
setiap 24 jam selama 10 hari (untuk 6 bulan-12 tahun)
➔ Untuk sediaan suspensi oral, kocok dahulu sebelum diminum.
➔ Dapat diberikan dengan atau tanpa makanan

Kategori B

Cara Penyimpanan Simpan pada suhu antara 20-25 derajat C dan jauhkan dari panas dan kelembaban
berlebih.
Buang suspensi yang tidak digunakan setelah 10 hari

Potensi Efek Samping Diare, mual, sakit perut, muntah, sakit kepala, vagina gatal, tinja kemerahan.

Perhatian ● Antibiotik harus dihabiskan meskipun keadaan sudah membaik


● Cefdinir tidak boleh dikonsumsi bersamaan dengan antasida atau suplemen zat
besi. Minumlah setidaknya 2 jam sebelum atau setelah mengonsumsi Cefdinir.
Sumber: MIMS & PIONAS Cefuroxime
Kontraindikasi Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin Kontraindikasi untuk bayi
dibawah 6 bulan

Cara Penggunaan ➔ Dikonsumsi 15 mg/kg setiap 12 jam selama 7-10 hari. Maks: 250 mg
12 jam (untuk anak >3 bulan dengan berat <40 kg)
➔ Untuk sediaan tablet dapat dikonsumsi dengan atau tanpa makanan
➔ Sediaan suspensi oral harus dikocok terlebih dahulu dan dikonsumsi
dengan makanan

Kategori B

Cara Penyimpanan Untuk tablet : Simpan pada suhu 15-30 °C dan Bubuk untuk susp oral: Simpan
antara 2-30°C.

Potensi Efek Samping Mual, muntah, diare, demam, sakit perut, perut kembung, dan sariawan

Perhatian ● Antibiotik harus dihabiskan meskipun keadaan sudah membaik.


● Jika terjadi reaksi alergi seperti ruam, gatal-gatal-gatal dan kesulitan
bernapas atau menelan segera periksakan ke dokter
Sumber: MIMS & PIONAS

Ceftriaxone
Kontraindikasi Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin Kontraindikasi
untuk bayi dibawah 6 bulan

Kategori B

Cara Penyimpanan Simpan pada suhu antara 20-25 derajat C dan jauhkan dari cahaya,
panas, dan kelembaban berlebih.

Potensi Efek Samping diare dan kolitis yang disebabkan oleh antibiotik (keduanya karena
penggunaan dosis tinggi), mual dan muntah, rasa tidak enak pada
saluran cerna, sakit kepala, reaksi alergi berupa ruam, pruritus,
urtikaria

Perhatian Obat ini dapat menyebabkan pusing, jangan mengemudi atau


mengoperasikan mesin. Antibiotik harus dihabiskan walaupun
kondisi sudah membaik.
Sumber: MIMS & PIONAS
Ibuprofen
Kontraindikasi Kehamilan trimester akhir, pasien dengan ulkus peptikum (ulkus
duodenum dan lambung), hipersensitivitas, polip pada hidung,
angioedema, asma, rinitis, serta urtikaria ketika menggunakan
asam asetilsalisilat atau AINS lainnya.

Kategori C

Cara Penyimpanan Simpan di bawah 25°C. Lindungi dari kelembaban. Solusi untuk
infus: Simpan antara 15-30 ° C. Lindungi dari cahaya.

Potensi Efek Samping pusing, sakit kepala, dispepsia, diare, mual, muntah, nyeri
abdomen, konstipasi, hematemesis, melena, perdarahan lambung,
ruam.

Perhatian Obat ini dapat menyebabkan pusing, kantuk, kelelahan atau


gangguan penglihatan, jika terpengaruh, jangan mengemudi atau
mengoperasikan mesin. Hindari paparan berlebihan pada area yang
dirawat terhadap sinar matahari (topikal).
Sumber: MIMS & PIONAS
Cefixime
Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap sefalosporin, penisilin, atau antibiotik
beta-laktam lainnya.

Kategori B

Cara Penyimpanan Simpan antara 20-25 ° C. Susp oral yang dilarutkan: Simpan antara
2-8°C, stabil hingga 14 hari. Jangan membeku.

Potensi Efek Samping Ensefalopati termasuk kejang, bingung, gangguan kesadaran, dan
gangguan gerak (pada pasien dengan gangguan ginjal); superinfeksi
bakteri atau jamur, penurunan aktivitas protrombin.

Perhatian Obat ini dapat menyebabkan kebingungan, gangguan koordinasi,


gangguan gerakan dan kejang sebagai efek samping, jika
terpengaruh, jangan mengemudi atau mengoperasikan mesin. Laju
absorpsi yang tertunda dengan makanan. Antibiotik harus dihabiskan
walaupun kondisi sudah membaik.
Sumber: MIMS & PIONAS
Clindamycin
Kontraindikasi Hipersensitivitas. Topikal dan vagina: Riwayat penyakit radang usus, enteritis
regional, kolitis ulserativa atau kolitis terkait antibiotik. Neonatus
(parenteral).

Kategori B

Cara Penyimpanan Cap/Oral solution/Krim/Lotion/foam/Gel: Simpan antara 20-25°C. Solusi untuk


inj: Dapat disimpan di bawah 25°C atau antara 2-8°C

Potensi Efek Umum: kolitis pseudomembran, diare, nyeri abdomen, gangguan pada tes
Samping fungsi hati, ruam makulopapular. Tidak umum: eosinofilia, dysgeusia,
hipotensi, cardiorespiratory arrest, mual, muntah, urtikaria, pada pemberian
injeksi: nyeri dan abses.

Perhatian Antibiotik harus dihabiskan walaupun kondisi sudah membaik. granul: Harus
diminum dengan makanan.Kapsul: Dapat diberikan dengan atau tanpa
makanan. Telan utuh dengan segelas penuh air & dalam posisi tegak.
Terima
Kasih
Kasus 3:
Rhinosinusitis
Kelompok 5 - Farmakoterapi 3 C
Nama Anggota:
1. Aliya Yasmina K. (1806194391)
2. Catherine (1906450123)
3. Dannisya Alzura (1906404543)
4. Eka Ulya Z (1906318666)
5. Gabriella Putrijoys S. (1906404404)
6. Grace Natasya S. (1906405054)
7. Jihan (1906404700)
8. Laurentio Daniel Caesar P.P. (1906404796)
9. Nasal Auni Rabbina (1906404751)
10. Salsabilanova A.M. (1906287982)
11. Vania Aileen (1906347571)
Tanda dan gejala khas
1.
dari Rhinosinusitis
Vania Aileen ー 1906347571
Definisi dan Penyebab
Sinusitis atau rinosinusitis kronik merupakan
inflamasi mukosa sinus pranasal dan rongga
hidung dengan durasi lebih dari 12 minggu
dan/atau dalam 6 bulan terakhir kambuh lebih
dari 3 episode
Penyebabnya:
1. Rinogen berupa kelainan anatomi hidung,
infeksi jamur/ bakteri, alergi, Laringo
faringeal reflux (LPR), hipertrofi adenoid,
tumor, pasca trauma
2. Odontogen (infeksi gigi)
3. Keadaan penurunan sistem imun seperti https://speciality.medicaldialogues.in/acute-bacterial-rhinosinusitis-guidelines-2016
HIV
Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Indonesia. (2015). Panduan Praktik Klinis, Panduan Praktik Klinis Tindakan, dan Clinical Pathway di
Bidang Telinga, Hidung, Tenggorok-Kepala Leher. http://perhati-kl.or.id/wp-content/uploads/2015/11/E-Book_PPK_PP_Perhati-KL.pdf
PANDUAN PRAKTIK KLINIS TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER
DI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG
Yayasan Bidang Wakaf RS Sultan Agung. (2020). Panduan Praktis Klinis Telinga HIdung Tenggorok-Kepala Leher di RUmah Sakit Islam Sultan Agung.
http://61.8.75.226/itblog/attachments/article/1750/PPK%20THT-KL%202020.pdf
Bakteri Penyebab
“The most common bacteria isolated from pediatric and adult
patients with community-acquired acute purulent sinusitis are
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella
catarrhalis, and Streptococcus pyogenes.

Staphylococcus aureus and anaerobic bacteria (Prevotella and


Porphyromonas, Fusobacterium and Peptostreptococcus spp.)
are the main isolates in chronic sinusitis”

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/21364226/#:~:text=Staphylococcus%20aureus%20and%20anaerobic%20bacteria,main%20isolates%20in%20chronic%20sinusitis.
Onset dan Gejala Klinis
Onset timbulnya gejala:
a. Akut : < 12 minggu
b. Kronis : ≥ 12 minggu

Khusus untuk sinusitis dentogenik,


gejalanya:
a. Salah satu rongga hidung
berbau busuk
b. Dari hidung dapat keluar
ingus kental atau tidak
beringus
c. Terdapat gigi di rahang atas
yang berlubang / rusak
Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Edisi I. Jakarta: IDI.
Tanda dan Gejala Klinis
Gejala Utama Gejala Tambahan Gejala Faktor Risiko

Ingus mukopurulen Nyeri kepala Curiga rinitis alergi: gejala ingus


encer, bersin, hidung gatal jika
Ingus belakang hidung Halitosis/ Bau mulut terpajan alergen.

Hidung tersumbat Nyeri daerah gusi atau gigi Curiga refluks laringofaringeal:
rahang atas gejala suara serak, mendehem,
Nyeri wajah ingus belakang hidung,
Nyeri telinga kesukaran menelan, batuk
Hiposmia (penurunan
setelah makan/berbaring, rasa
kemampuan mencium bau) Kelelahan
tercekik, rasa mengganjal di
dan anosmia (tidak bisa
tenggorok, rasa panas di dada
mencium bau)
(skor reflux symptomindex).

Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Indonesia. (2015). Panduan Praktik Klinis, Panduan Praktik Klinis Tindakan, dan Clinical Pathway di
Bidang Telinga, Hidung, Tenggorok-Kepala Leher. http://perhati-kl.or.id/wp-content/uploads/2015/11/E-Book_PPK_PP_Perhati-KL.pdf
Dapat disertai keluhan gangguan kualitas tidur, sesuai dengan Epworth sleepiness scale
(skor lebih dari 4)

Jung, J. H., Park, J. W., Kim, D. H., & Kim, S. T. (2019). The Effects of Obstructive Sleep Apnea on Risk factors for Cardiovascular diseases. Ear, Nose & Throat Journal, 014556131988254.
doi:10.1177/0145561319882548
Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Indonesia. (2015). Panduan Praktik Klinis, Panduan Praktik Klinis Tindakan, dan Clinical Pathway di
Bidang Telinga, Hidung, Tenggorok-Kepala Leher. http://perhati-kl.or.id/wp-content/uploads/2015/11/E-Book_PPK_PP_Perhati-KL.pdf
Tanda dan Gejala Klinis
Jika terdapat keluhan bengkak di mata, penglihatan
ganda, penurunan penglihatan, nyeri dan bengkak di
dahi yang berat, nyeri kepala berat dengan kaku
kuduk dipikirkan kemungkinan komplikasi sinusitis ke
orbita atau intrakranial.

Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Indonesia. (2015). Panduan Praktik Klinis, Panduan Praktik Klinis Tindakan, dan Clinical Pathway di
Bidang Telinga, Hidung, Tenggorok-Kepala Leher. http://perhati-kl.or.id/wp-content/uploads/2015/11/E-Book_PPK_PP_Perhati-KL.pdf
Rinosinusitis Akut
(RSA)

Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer Edisi I. Jakarta: IDI.
Rinosinusitis
Kronis (RSK)

Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis bagi


Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Edisi I.
Jakarta: IDI.
2. Metode atau cara utk
memastikan diagnosis,
terutama untuk
membedakan infeksi virus
dan bakteri!
Eka ulya z
Akut

Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Edisi I. Jakarta: IDI.
Akut
Rinosinusitis akut dapat dibedakan lagi menjadi:
● Rinosinusitis akut viral (common cold):
○ Bila durasi gejala < 10 hari

● Rinosinusitis akut pasca-viral:


○ Bila terjadi peningkatan intensitas gejala setelah 5 hari, atau
○ Bila gejala persisten > 10 hari namun masih < 12 minggu

● Rinosinusitis akut bakterial: Bila terdapat sekurangnya 3 tanda / gejala berikut ini:
○ Sekret berwarna atau purulen dari rongga hidung
○ Nyeri yang berat dan terlokalisasi pada wajah
○ Demam, suhu > 38oC
○ Peningkatan LED / CRP
○ Double sickening, yaitu perburukan setelah terjadi perbaikan sebelumnya

Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Edisi I. Jakarta: IDI.
Kronik
Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis
bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer
Edisi I. Jakarta: IDI.
Diagnosis Banding Akut& Kronik

Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Edisi I. Jakarta: IDI.
3. Tujuan Terapi

Jihan (1906404700)
Tujuan Terapi (DiPiro, 2020)

Mencegah
Mengurangi tanda perkembangan dari
dan gejala akut ke kronis

Meminimalisasi
Mencegah komplikasi penggunaan
antimikroba

Mengatasi infeksi
bakteri Mengurangi durasi
penyakit

Dipiro, J., Yee, G., Posey, M., Haines, S., Nolin, a., & Ellingord, V. (2020). Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach (11th ed., Vol. 11). McGraw Hill.
(Depkes RI, 2005) (IDI, 2017)

Membebaskan obstruksi Mengeradikasi infeksi

Mengurangi viskositas Mengurangi severitas dan


sekret durasi gejala

Mengeradikasi kuman Mencegah komplikasi

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis


Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
Departemen Kesehatan RI. (2005). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan.
4. Algoritma Terapi
Umum dan Khusus
Gabriella Putrijoys S. (1906404404)
Laurentio Daniel (1906404796)
Salsabilanova A.M. (1906287982)
Rhinosinusitis Akut
Tujuan penatalaksanaan:
● Mengeradikasi infeksi
● Mengurangi keparahan dan durasi
gejala
● Mencegah komplikasi

Prinsip utama penatalaksanaan:


● Memfasilitasi drainase sekret dari
sinus ke ostium di rongga hidung

Rujukan segera ke spesialis THT


dilakukan bila:
● Terdapat gejala dan tanda
Ikatan komplikasi
● Bila tidak terjadi perbaikan pasca
Dokter
Indonesia.
2014.
Panduan
terapi adekuat setelah 10 hari (RSA
Praktik viral), 14 hari (RSA pasca viral), dan
Klinis Bagi
Dokter di 48 jam (RSA bakterial)
Fasilitas
Pelayanan
Rencana Tindak Lanjut:
Kesehatan ● Pasien dengan RSA viral (Common Cold) dievaluasi kembali setelah 10 hari pengobatan
Primer
Edisi Revisi
● Pasien dengan RSA pasca viral dievaluasi kembali setelah 14 hari pengobatan
Tahun 2014 ● Pasien dengan RSA bakterial dievaluasi kembali 48 jam setelah pemberian antibiotik dan KS intranasal
Rhinosinusitis Kronis
Rujukan ke spesialis THT dilakukan
apabila:
1. Pasien imunodefisien
2. Terdapat dugaan infeksi jamur
3. Bila rinosinusitis terjadi ≥ 4 kali
dalam 1 tahun
4. Bila pasien tidak mengalami
perbaikan setelah pemberian
terapi awal yang adekuat
setelah 4 minggu.
5. Bila ditemukan kelainan
anatomis ataupun dugaan
faktor risiko yang memerlukan
tatalaksana oleh spesialis THT,
misalnya: deviasi septum, polip
nasal, atau tumor.

Ikatan Dokter Indonesia. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Edisi Revisi Tahun 2014
Geriatri
Rinosinusitis Akut

● Terapi awal adalah irigasi nasal dengan saline, analgesik, dan topical nasal steroids
● Antihistamin dan steroid sistemik sangat tidak dianjurkan
● Pada ABRS, terapi antibiotik dianjurkan
○ Amoksisilin dianggap sebagai terapi lini pertama
● Untuk pasien dengan penisilin alergi, trimetoprim-sulfametoksazol atau antibiotik makrolida dapat
digunakan
● Pertimbangan khusus harus diambil untuk terapi medis pada populasi geriatri
○ Efek samping antibiotika (gangguan gastrointestinal, pusing, dan kelelahan) dapat meningkat pada
orang tua.

Hsu, D. W., & Suh, J. D. (2018). Rhinitis and Sinusitis in the Geriatric Population. Otolaryngologic Clinics of North America, 51(4), 803–813.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.otc.2018.03.008
Geriatri
Rinosinusitis Kronis

● Kortikosteroid topikal spray dan irigasi saline adalah 2 terapi kunci dan terbukti
○ Steroid intranasal memang menyebabkan risiko epistaksis, yang merupakan keluhan umum pasien geriatri
dan terutama penting pada mereka yang menggunakan pengencer darah
● Antimikroba tidak direkomendasikan untuk pengobatan CRS, kecuali ada:
○ Gejala yang berhubungan dengan eksaserbasi
● Antibiotik topikal dan intravena umumnya tidak direkomendasikan untuk pasien dengan CRS, tetapi dapat
berguna dalam kasus tertentu
● Kortikosteroid sistemik untuk manajemen jangka pendek terutama dicadangkan untuk eksaserbasi CRS
● Profil efek samping steroid oral termasuk insomnia, refluks asam, dan perubahan suasana hati, relatif
dikontraindikasikan pada pasien dengan osteoporosis, diabetes, glaukoma, dan penyakit kejiwaan, yang lazim
di populasi lansia
● Endoscopic sinus surgery (ESS) direkomendasikan untuk rhinosinusitis yang parah dan tidak menunjukkan
perbaikan selama terapi
Hsu, D. W., & Suh, J. D. (2018). Rhinitis and Sinusitis in the Geriatric Population. Otolaryngologic Clinics of North America, 51(4), 803–813.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.otc.2018.03.008
Pediatri

Brooks, I &
Gooch, W &
Jenkins, Stephen
& Pichichero, M &
Reiner, SA & Sher,
Lawrence &
Yamauchi, T.
(2000). Medical
management of
acute bacterial
sinusitis -
Recommendation
s of a Clinical
Advisory
Committee on
Pediatric and
Adult Sinusitis.
The Annals of
otology, rhinology
& laryngology.
Supplement. 182.
2-20.
Ibu Hamil
Berdasarkan buku pedoman Infectious Diseases Society of America tahun 2012, algoritma
dan tatalaksana terapi untuk ibu hamil yang mengalami rinosinusitis adalah sebagai berikut:

● Terapi empiris : Amoksisilin-klavulanat


● Terapi alternatif : Doksisiklin atau fluorokuinolon respirasi (levofloksasin atau
moksifloksasin) → alergi terhadap penisilin (kuat, sedang).
● Resisten beta laktam dan makrolida : Florokuinolon (risiko teratogenisitas rendah, dan
fluorokuinolon dapat diberikan selama kehamilan jika diindikasikan)
● Pengobatan tambahan : irigasi salin intranasal dengan salin fisiologis/hipertonik
● Tidak direkomendasikan :
○ Tetrasiklin (doksisiklin, minosiklin, dll.) → cacat gigi dan tulang pada janin,
hepatosis ketika diberikan IV dalam dosis berlebih atau ketika diberikan kepada
seorang ibu dengan fungsi ginjal yang terganggu.
○ Dekongestan topikal/oral/antihistamin tidak direkomendasikan sebagai
pengobatan tambahan

Roemer, H., Martinez, M. Katz, V., dan Riggs, S. (2013). ENT Issues in Pregnancy. ACEP. Diakses dari https://www.acepnow.com/article/ent-issues-pregnancy/2/
5. Pilihan Terapi
untuk Pasien
Nasal Auni Rabbina 1906404751
Aliya Yasmina K 1806194391
KASUS 3 (Rhinosinusitis)
Ny. Ratna berusia 30 tahun datang ke dokter dengan
keluhan hidung mampet dan demam bersuhu 38,5 derajat
sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga mengatakan sudah
menggunakan obat flu dan batuk yang dijual di warung
namun tak kunjung membaik. Pasien mengeluhkan
ingusnya berwarna hijau dan merasa nyeri pada sekitar
wajahnya pada saat sujud untuk sholat.

Diketahui pasien memiliki alergi terhadap obat yang


mengandung penisilin.
Identitas Pasien
● Wanita dewasa → 30 tahun

Tanda dan Gejala Klinis


● Suhu 38,5oC → Demam sudah 3 hari
● Ingus hijau
● Nyeri di wajah ketika sujud

Kondisi Pasien Terapi


● Pasien sudah mengonsumsi obat flu
dan batuk dari warung
● Alergi penisilin

Rinosinusitis Akut Bakterial


Pilihan Terapi Pokok
Untuk membebaskan obstruksi, mengurangi viskositas sekret, dan mengeradikasi kuman

Doksisiklin 2x100 mg peroral (PPK, 2005; DiPiro, 2020; DeBoer DL, 2022) selama 5–7 hari (DiPiro, 2020; DeBoer DL, 2022)
Bila tidak ada, gunakan Levofloxacine/Moxifloxacin.

Menurut PPK 2005, Sulfametoksazol-Trimetoprim merupakan pilihan kedua setelah Amoxiclav yang merupakan 1st
line. Namun, terdapat tingkat resistensi S. pneumoniae dan Hemophilus influenzae yang lebih tinggi (DiPiro, 2020; DeBoer DL,
2022). Sefalosporin (2nd gen) dan Makrolida tidak lagi direkomendasikan sebagai monoterapi karena tingkat resistensi yang
bervariasi terhadap S. pneumoniae (DiPiro, 2020; DeBoer DL, 2022), serta Sefalosporin (3rd gen) monoterapi memiliki tingkat
efikasi yang bervariasi terhadap S. pneumoniae (DeBoer DL, 2022). Selain itu, Fluorokuinolon juga dapat dipertimbangkan
tetapi dikaitkan dengan tingkat efek samping yang lebih tinggi (DeBoer DL, 2022).

DeBoer DL, Kwon E. Acute Sinusitis. [Updated 2022 Aug 8]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK547701/
DiPiro, J., Yee, G., Posey, L., Haines, S., Nolin, T., & Ellingrod, V. (2020). Pharmacotherapy A Pathophysiology Approach (11th ed.). New York: McGraw-Hill.
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama Tahun 2017
Pharmaceutical Care untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Tahun 2005
Pilihan Terapi Pendukung
● Pasien demam tinggi dan merasa nyeri pada sekitar wajahnya → Dapat
ditambahkan terapi analgesik

Paracetamol

Indikasi Nyeri ringan sampai sedang

Rute Oral

Dosis 0,5–1 gram setiap 4–6 jam hingga maksimum 4 gram per hari

Efek Samping Hipersensitivitas, ruam kulit, kelainan darah (termasuk


trombositopenia, leukopenia, neutropenia)

Peringatan Peningkatan kerusakan fungsi hati pada penggunaan bersama alkohol

PIONAS
Pilihan Terapi Pendukung
● Pasien mempunyai keluhan hidung mampet → Dapat ditambahkan terapi
saline nasal irrigation

Saline Nasal Irrigation

Indikasi Melembabkan membran nasal yang kering dan teriritasi karena pilek,
alergi, dan kelembaban yang rendah

Rute Intranasal

Dosis Kurang lebih 10 cc/ml pada masing-masing lubang hidung atau sesuai
petunjuk dan kebutuhan

Efek Samping Iritasi nasal

Peringatan Penggunaan pada lebih dari 1 orang dapat menyebabkan penyebaran


infeksi

MIMS; Pionas; Micromedex


Hal-hal yang dapat mempercepat
kesembuhan

● Pasien dianjurkan untuk membilas/mencuci hidung dengan larutan


garam isotonis (salin) secara teratur.
● Pasien menggunakan masker atau ijin kerja bila simtom masih ada.
● Istirahat yang cukup dan terhidrasi.
● Jangan merokok.

Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama Tahun 2017
6. Parameter
Keberhasilan & ESO
Grace Natasya Sirait (1906400554)
Parameter Keberhasilan Pengobatan
Respon Penuh GOALS

Gejala membaik hingga 1. Berkurangnya tanda & gejala berikut:


- Hidung tersumbat
mendekati normal
- Demam
- Pusing
- Batuk
Respon Parsial
- Nyeri pada muka
Gejala membaik namun tidak 2. Eradikasi infeksi bakteri
mendekati normal setelah
pemberian antibiotik

Respon Buruk

Gejala tidak membaik

Peters, A. T., Spector, S., Hsu, J., Hamilos, D. L., Baroody, F. M., Chandra, R. K., … Slavin, R. G. (2014). Diagnosis and management of
rhinosinusitis: a practice parameter update. Annals of Allergy, Asthma & Immunology, 113(4), 347–385. doi:10.1016/j.anai.2014.07.025
dan cahaya

Normal
tipis yang fleksibel dan
Prosedur untuk melihat saluran

disebut endoskop, yaitu tabung

diperlengkapi oleh kamera kecil


dengan menggunakan alat yang
hidung dan sinus yang dilakukan
Metode Evaluasi Keberhasilan : Nasal Endoscopy

Peters, A. T., Spector, S., Hsu, J., Hamilos, D. L., Baroody, F. M.,
Chandra, R. K., … Slavin, R. G. (2014). Diagnosis and management of
rhinosinusitis: a practice parameter update. Annals of Allergy, Asthma &
Immunology, 113(4), 347–385. doi:10.1016/j.anai.2014.07.025
Metode Evaluasi Keberhasilan : Sinus Puncture

rhinosinusitis: a practice parameter update. Annals of Allergy, Asthma &


Chandra, R. K., … Slavin, R. G. (2014). Diagnosis and management of
Peters, A. T., Spector, S., Hsu, J., Hamilos, D. L., Baroody, F. M.,

Immunology, 113(4), 347–385. doi:10.1016/j.anai.2014.07.025


● Rongga sinus akan ditusuk dengan jarum dan sampel sinus diperoleh.
● Tes kultur dan sensitivitas akan dilakukan pada sampel untuk mengidentifikasi
keberadaan bakteri, virus atau jamur yang menyebabkan infeksi
● Dapat digunakan juga untuk menentukan pengobatan yang dapat diberikan
untuk jenis patogen penyebab penyakit
Metode Evaluasi Keberhasilan : Coronal Sinus CT Scan

rhinosinusitis: a practice parameter update. Annals of Allergy, Asthma &


Chandra, R. K., … Slavin, R. G. (2014). Diagnosis and management of
Peters, A. T., Spector, S., Hsu, J., Hamilos, D. L., Baroody, F. M.,
CT scan wajah

Immunology, 113(4), 347–385. doi:10.1016/j.anai.2014.07.025


menghasilkan
visualisasi rongga
sinus paranasal
pasien

Cashman EC, MacMahon PJ, Smyth D. (2011). Computed tomography scans of paranasal sinuses before functional
endoscopic sinus surgery. World J Radiol; 3(8): 199-204 [PMID: 22022638 DOI: 10.4329/wjr.v3.i8.199]
Parameter Monitoring ESO

Doksisiklin (Pengobatan Utama)

● Monitoring fungsi ginjal dan hati


● Doksisiklin dikontraindikasikan untuk ibu hamil, menyusui dan anak <12
tahun sehingga perlu dipastikan Ny. Ratna tidak sedang hamil atau
menyusui
● Efek samping yang “khas” pada doksisiklin adalah perubahan warna
gigi menjadi kekuningan
● Monitoring reaksi alergi seperti kulit kemerahan, urtikaria, anafilaksis,
dan lain-lain

Patel RS, Parmar M. Doxycycline Hyclate. [Updated 2021 Aug 10]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK555888/
Doxycycline: Indication, Dosage, Side Effect, Precaution | MIMS Indonesia. (n.d.). Retrieved October 27, 2021, from
https://www.mims.com/indonesia/drug/info/doxycycline?mtype=generic
HIGHLIGHTS OF PRESCRIBING INFORMATION DORYX ® (doxycycline hyclate). (n.d.). Retrieved October 27, 2021, from www.fda.gov/medwatch.
Parameter Monitoring ESO
Hal lain yang perlu dimonitor
Levofloksasin (Alternatif
kalau tidak ada doksisiklin) ● Levofloxacin dikenal dapat meningkatkan
Hal yang perlu dimonitor pada risiko tendonitis dan tendon rupture →
Pasien: perlu perhatian pada tanda dan gejalanya
● Frekuensi BAB ● Levofloxacin sebagian besar dieliminasi
● Demam melalui ginjal → perlu monitoring fungsi
● Kram abdominal ginjal dan perlu/ tidak penyesuaian dosis
● Kehilangan nafsu makan untuk mencegah akumulasi levofloxacin
● Mual ● Monitoring kristaluria → selama perawatan
● Muntah pasien disarankan cukup minum
● Jaundice ● Monitoring fungsi sistem organ lain seperti
● Urin berwarna gelap hati dan hematopoietik
● Palpitasi ● Monitoring regulasi glukosa → levofloxacin
berisiko menurunkan kadar glukosa darah
Podder V, Sadiq NM. Levofloxacin. [Updated 2021 Sep 22]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545180/
Levofloxacin: Indication, Dosage, Side Effect, Precaution | MIMS Indonesia. (n.d.). Retrieved November 14, 2022, from
https://www.mims.com/indonesia/drug/info/levofloxacin?mtype=generic
FDA reinforces safety information about serious low blood sugar levels and mental health side effects with fluoroquinolone antibiotics; requires label changes | FDA. (n.d.).
Retrieved October 27, 2021, from
https://www.fda.gov/drugs/drug-safety-and-availability/fda-reinforces-safety-information-about-serious-low-blood-sugar-levels-and-mental-health-side
Parameter Monitoring ESO
Saline Nasal Irrigation (untuk hidung Paracetamol (untuk demam dan
mampet) nyeri)
● Penggunaan awal satu kali irigasi per ● Monitoring fungsi hati dan
hari ketika merasakan gejala → dapat ginjal
ditingkatkan menjadi dua kali sehari ● Perlu dilakukan penilaian
● Monitoring efek samping yang mungkin riwayat gangguan hati dan
terjadi: penyalahgunaan alkohol →
- Telinga tersumbat → dapat terjadi jika alkohol dapat meningkatkan
terdapat cairan yang masuk ke dalam risiko hepatotoksisitas
saluran eustachius, penanganan dengan
memencet hidung kemudian tiup udara
melalui hidung secara perlahan Saline Nasal Irrigation for Sinus Problems - American Family
- Nyeri telinga (earache) → dapat terjadi Physician. (n.d.). Retrieved November 14, 2021, from
https://www.aafp.org/afp/2009/1115/p1121.html
jika tekanan terlalu tinggi ketika Flo Sinus Care Full Prescribing Information, Dosage & Side
Effects | MIMS Philippines. (n.d.). Retrieved November 14,
memencet botol, penanganan 2021, from https://www.mims.com/philippines/drug/info/flo
sinus care?type=full
sama dengan telinga tersumbat, jika tidak Paracetamol: Indication, Dosage, Side Effect, Precaution |
MIMS Indonesia. (n.d.). Retrieved November 14, 2022, from
membaik segera hubungi dokter https://www.mims.com/indonesia/drug/info/paracetamol?mtype=g
eneric
7. Informasi/Edukasi Kepada
Pasien
Dannisya Alzura - 1906404543
Non Farmakologi

1. Pada pasien perokok, sebaiknya merokok dihentikan. Dokter dapat


membantu pasien berhenti merokok dengan melakukan konseling
2. Bila terdapat pajanan polutan sehari-hari, dokter dapat membantu
memberikan anjuran untuk meminimalkannya, misalnya dengan pasien
menggunakan masker atau ijin kerja selama simtom masih ada.
3. Pasien dianjurkan untuk cukup beristirahat dan menjaga hidrasi.
4. Pasien dianjurkan untuk membilas atau mencuci hidung secara teratur
dengan larutan garam isotonis (salin).

Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama Tahun 2017
Doksisiklin
● Cara penggunaan: 100 mg per oral dua kali sehari selama 5 sampai 7 hari, sesudah makan
atau sebelum makan

● Cara penyimpanan:
Simpan obat dalam wadah tertutup pada suhu kamar (20-25 ° C), jauh dari panas, lembab,
dan cahaya langsung. Jauhkan semua obat dari jangkauan anak-anak.

● Efek samping: anoreksia, kemerahan, dan tinnitus.

● Kontraindikasi: Hipersensitivitas

● Interaksi obat: Penggunaan bersama DOXYCYCLINE dan METHOTREXATE dapat


mengakibatkan peningkatan risiko toksisitas methotrexate, Penggunaan ASAM ASKORBAT
dan DOXYCYCLINE secara bersamaan dapat menyebabkan penurunan kemanjuran
doksisiklin.

● Note: Anjurkan pasien untuk menggunakan tabir surya karena obat menyebabkan
fotosensitifitas, Anjurkan pasien hindari paparan sinar matahari
MIMS || PIONAS || Micromedex
Levofloksasin
● Cara penggunaan: 500 mg sekali sehari selama 10-14 hari, Dapat diberikan dengan
atau tanpa makanan. Pastikan asupan cairan yang cukup.

● Cara penyimpanan: simpan obat dalam wadah tertutup pada suhu kamar (20-25°
C), jauh dari panas, lembab, dan cahaya langsung. Jauhkan semua obat dari
jangkauan anak-anak.

● Efek samping: diare, mual, vaginitis, muntah, anoreksia, ansietas, konstipasi,


edema, lelah, sakit kepala

● Kontraindikasi: Hipersensitivitas terhadap levofloxacin atau kuinolon lainnya.


Epilepsi, riwayat gangguan tendon yang berhubungan dengan penggunaan
fluoroquinolone sebelumnya.

MIMS || PIONAS || Micromedex


Levofloksasin
● Interaksi obat:
- berpotensi membentuk kelat bersama ion logam (Al, Cu, Zn, Mg, Ca),
- antasida mengandung aluminium atau magnesium dan obat mengandung besi
menurunkan absorpsi levofloksasin,
- penggunaan bersama AINS dengan kuinolon dapat meningkatkan risiko
stimulasi SSP dan serangan kejang, gangguan glukosa darah, termasuk
hiperglikemia dan hipoglikemia jika diberikan bersama obat antidiabetik,
- levofloksasin dapat menghambat pertumbuhan bakteri Mycobacterium
tuberculosis, sehingga dapat memberikan hasil negatif palsu pada diagnosis
bakteri tuberkulosis.
● Note:
- Beri tahu pasien untuk menghindari aktivitas yang membutuhkan
kewaspadaan mental atau koordinasi sampai efek obat disadari, karena obat
dapat menyebabkan efek samping sistem saraf pusat (mis., pusing, sakit
kepala ringan, peningkatan tekanan intrakranial
- Anjurkan pasien untuk menggunakan tabir surya, memakai pakaian pelindung,
dan menghindari tanning bed karena potensi fotosensitifitas

MIMS || PIONAS || Micromedex


Parasetamol
● Cara penggunaan:
Diminum dengan segelas air, Dikonsumsi 3-4 kali/hari saat gejala demam saja

● Cara penyimpanan:
simpan pada suhu 20-25oC serta jauhkan dari kelembaban dan cahaya

● Efek samping: Konstipasi, muntal, mual, sakit kepala, pruritus, kelainan darah
(trombositopenia, leukopenia, neutropenia)

● Kontraindikasi : gangguan fungsi hati berat, hipersensitivitas.

● Interaksi obat: peningkatan risiko kerusakan fungsi hati pada pengunaan


bersama alkohol.

MIMS || PIONAS || Micromedex


Saline Nasal Irrigation
● Cara penggunaan: Mengalirkan normal saline ke lubang
hidung menggunakan neti pot, tabung jarum suntik, atau
botol cuci hidung
2-3 kali/hari (jika perlu)

● Cara penyimpanan: Letakkan pada suhu ruangan (25℃).


Tidak boleh diletakkan pada suhu di atas 66℃

● Efek samping:
Umum : Hipernatremia, rasa haus, sakit kepala, demam
Serius : Emboli paru-paru

MIMS || PIONAS || Micromedex


Saline Nasal Irrigation
Note:

- Miringkan kepala ke samping dengan dahi dan


dagu sejajar untuk menghindari cairan mengalir
ke mulut
- Bernapas melalui mulut, masukkan spuit berisi
saline ke lubang hidung bagian atas sehingga
cairan mengalir melalui lubang hidung bagian
bawah
- Bersihkan lubang hidung, kemudian ulangi
prosedurnya ke lubang hidung lain

https://www.aafp.org/afp/2009/1115/p1121.html
8. Siapkan KIE utk obat lain
yg termasuk dalam algoritma
terapi
Catherine (1906405123)
Irigasi Nasal: Salin Fisiologis (NaCl 0,9%)
Indikasi untuk melembabkan membran nasal yang kering dan teriritasi
karena pilek, alergi, kelembaban yang rendah, perdarahan
hidung minor dan iritasi hidung minor lainnya.

Dosis & Cara 1-2 tetes pada masing-masing lubang hidung, atau sesuai
Pakai dengan anjuran dokter. Dapat diulang beberapa saat
kemudian. Dapat digunakan pada anak dan bayi 1 bulan ke
atas.

Efek Samping -

Kontraindikasi hipersensitivitas

Peringatan jangan digunakan untuk orang lain, untuk mencegah


penyebaran infeksi.

Penyimpanan

https://pionas.pom.go.id/ioni/bab-12-telinga-hidung-dan-tenggorok/122-obat-yang-bekerja-pada-hidung/1224-sed
iaan-lain-untuk
Dekongestan (Topikal): Oxymetazoline 0,05%
Indikasi Untuk meringankan simtomatik dari kongesti (kesembaban) hidung dan
nasofaring karena salesma (flu), sinusitis, hay fever atau alergi saluran
napas bagian atas lainnya.

Dosis & 0.05% nasal spray: Usual dose: 1-2 semprotan ke setiap lubang hidung
Cara 2-3 kali sehari jika perlu. Max treatment duration: 5-7 hari
Pakai (berturut-turut).

Efek Exacerbated vascular insufficiency, acute angle-closure glaucoma; local


Samping nasal effects (e.g. burning, stinging, sneezing, increased nasal
discharge), rhinitis medicamentosa and rebound nasal congestion

Kontraindi Penyakit koroner akut, asma jantung, glaukoma sudut tertutup, rinitis
kasi sicca, peradangan atau lesi kulit di sekitar lubang hidung atau mukosa
hidung.

Penyimpa Simpan pada suhu 20-25 °C


nan
https://www.mims.com/indonesia/drug/info/oxymetazoline?mtype=generic
https://pionas.pom.go.id/cari/konten/Oxymetazoline%200%2C05%25
Cara Penggunaan Nasal Spray

https://www.dymista.co
m/en/about/using-dymi
sta
Dekongestan (0ral): Pseudoefedrin
Indikasi Mengurangi gejala hidung tersumbat, bersin, rinorea, lakrimasi yang
berkaitan dengan rinitis alergi dan flu.

Dosis & Cara 60 mg 4 kali sehari; 10 ml 3 kali sehari; Anak 2-5 tahun: 2,5 mL; 6-12
Pakai tahun: 5 ml.

Efek Samping Umum: insomnia, mulut kering, sakit kepala, dan somnolen (kantuk).
Jarang: cemas, pusing, lelah, mual.

Kontraindikasi Hipersensitivitas, pasien yang menerima pengobatan penghambat MAO atau


baru berhenti pengobatan dalam 14 hari, glaukoma sudut sempit, retensi urin,
hipertensi berat, penyakit arteri koroner berat, hipertiroid, dan anak di bawah 12
tahun.

Peringatan Glaukoma, ulkus peptik stenosing, obstruksi piloroduodenal, hipertropi prostat


atau obstruksi leher kandung kemih, penyakit kardiovaskular, peningkatan
tekanan intraokular, diabetes melitus

Penyimpanan Store between 20-25°C. Protect from light.


https://pionas.pom.go.id/ioni/bab-3-sistem-saluran-napas-0/310-dekongestan-nasal-sistemik
https://www.mims.com/indonesia/drug/info/pseudoephedrine?mtype=generic
Kortikosteroid Topikal: Flutikason Propionat
Indikasi Profilaksis dan pengobatan rinitis alergik musiman, termasuk hay fever dan rinitis alergik tahunan,
profilaksis dan terapi asma.

Dosis & Cara Dewasa dan anak di atas 12 tahun, 100 mcg (2 semprotan) ke dalam tiap lubang hidung 1 kali sehari
Pakai disarankan pagi hari, dapat ditingkatkan hingga 2 kali sehari, dosis maksimum per hari tidak lebih
dari 200 mcg (4 semprotan) tiap lubang hidung. Anak 4-11 tahun, 50 mcg (1 semprotan) ke dalam
tiap lubang hidung 1 kali sehari, dapat ditingkatkan 2 kali sehari, dosis maksimum per hari tidak lebih
dari 2 semprotan tiap lubang hidung.

Efek Samping Epistaksis, kandidiasis mulut dan kerongkongan. Umum: sakit kepala, rasa tidak enak, bau tidak
enak, hidung kering, iritasi hidung, tenggorokan kering, iritasi tenggorokan, pneumonia, suara serak,
luka memar.

Kontraindikasi Hipersensitivitas
Interaksi: Ritonavir: penggunaan bersama flutikason intranasal harus dihindari karena menimbulkan
efek sistemik kortikosteroid seperti sindroma Cushing dan menekan fungsi ginjal. Ketokonazol:
meningkatkan paparan sistemik terhadap flutikason propionat.

Peringatan Anak, kehamilan, pengobatan terdahulu dengan kortikosteroid per oral, pemberian dengan ritonavir,
infeksi lokal pada saluran napas, penghentian pengobatan sistemik dan mulai pengobatan
intranasal, pemberian dosis besar dalam jangka panjang, pneumonia.

Penyimpanan Store between 15-30°C. Protect from direct heat or sunlight. Do not refrigerate or freeze.

https://pionas.pom.go.id/monografi/flutikason-propionat
https://www.mims.com/indonesia/drug/info/fluticasone?mtype=generic
Antibiotik: Amoksisilin
Indikasi Infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, infeksi pada mulut (lihat keterangan di
atas), bronkitis, salmonellosis invasif; listerial meningitis.;
juga untuk profilaksis endokarditis; terapi tambahan pada listerial meningitis,
eradikasi Helicobacter pylori

Dosis & Cara oral: 250 mg tiap 8 jam, dosis digandakan pada infeksi berat
Pakai

Efek Samping mual, muntah, diare; ruam (hentikan penggunaan), jarang terjadi kolitis karena
antibiotik

Kontraindikasi hipersensitivitas terhadap penisilin.

Peringatan Riwayat alergi, gangguan ginjal, ruam eritematous umumnya pada glandular fever,
infeksi sitomegalovirus, dan leukemia limfositik akut atau kronik. Pemakaian dosis
tinggi atau jangka lama dapat menimbulkan superinfeksi terutama pada saluran
pencernaan. Jangan diberikan pada bayi baru lahir dan ibu yang hipersensitif
terhadap penisilin. mempertahankan hidrasi yang tepat pada pemberian dosis tinggi.

Penyimpanan Store between 20-25°C. Protect from moisture and light.

https://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/51-antibakteri/511-penisilin/5113-penisilin-spektrum-luas
https://www.mims.com/indonesia/drug/info/amoxicillin?mtype=generic
Mukolitik: Bromheksin HCl
Indikasi Oral: mukolitik untuk meredakan batuk berdahak. Injeksi: sekretolitik pada
bronkopulmonari akut dan kronik terkait sekresi mukus abnormal dan gangguan
saluran mukus.

Dosis & Cara Oral: diminum saat perut kosong (1 jam sebelum – 2 jam sesudah makan). Tablet 8 mg
Pakai atau sirup 4 mg/5mL: Dewasa dan anak-anak >10 tahun: 1 tablet atau 10 mL sirup 3
kali sehari, anak 5-10 tahun: 1/2 tablet atau 5 mL sirup 3 kali sehari, anak 2-5 tahun:
1/2 tablet atau 5 mL sirup 2 kali sehari.

Efek Samping Hipersensitivitas, syok dan reaksi anafilaktik, bronkospasme, mual, muntah, diare,
nyeri perut bagian atas, ruam, angioedema, urtikaria, pruritus.

Kontraindikasi Hipersensitivitas

Peringatan Tukak lambung, kehamilan, menyusui, penghentian pengobatan jika terjadi lesi kulit
atau mukosa.

https://pionas.pom.go.id/ioni/bab-3-sistem-saluran-napas-0/37-mukolitik
TERIMA
KASIH
Analgetik: Parasetamol
Indikasi

Dosis & Cara


Pakai

Efek Samping

Kontraindikasi

Peringatan

Penyimpanan
KS Topikal
Indikasi

Dosis & Cara


Pakai

Efek Samping

Kontraindikasi

Peringatan

Penyimpanan
KS Topikal
Indikasi

Dosis & Cara


Pakai

Efek Samping

Kontraindikasi

Peringatan

Penyimpanan
Infeksi Jamur
Dermatofitosis
Kelompok 2
Farmakoterapi 3-C
Anggota Kelompok
Abrarriani Euis Kartika 1906347823
Annisa Fitria Huda 1906287673
Desthiani Nabilah 1906287736
Fara Fanesa Z 1906404726
Hanifa Azzahra 1906404676
Maudini Safira 1906405060
Nadia Zahra Nooraisha 1906405155
Noer Luthfianeu Edsyah 1906404695
Rachma Allysa Vidya Putri A. 1906404732
Rannia Putri Isniendira 1906347760
Zahidah Raihanah 1806194076
01
Tanda &
Gejala Khas
Abrarriani Euis Kartika - 906347823
Noer Luthfianeu Edsyah -1906404695
Dermatofitosis
Dermatofitosis (ringworm, tinea) :
Merupakan penyakit infeksi jamur
superfisial yang disebabkan oleh jamur
kelompok dermatofita (Trichophyton sp.,
Epidermophyton sp. dan Microsporum sp)

Klasifikasi menurut lokasi :


● Tinea kapitis: kepala
● Tinea barbae: dagu dan jenggot Penularan melalui kontak langsung
● Tinea korporis: badan, ekstremitas atau wajah dengan agen penyebab. Sumber
● Tinea kruris: genitokrural, sekitar anus, bokong, penularan dapat berasal dari
dan perut bagian bawah
manusia (jamur antropofilik),
● Tinea pedis: kaki
● Tinea manum: tangan binatang (jamur zoofilik) atau dari
● Tinea unguium: kuku jari tanah (jamur geofilik).
● Tinea imbrikata: seluruh tubuh
PERDOSKI. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI.
Tinea Kapitis
● Populasi risiko tinggi
● Gejala klinis khas : skuama tipikal, alopesia, pembesaran kelenjar getah bening
● Anamnesis : gatal, kulit kepala berisisik, alopesia
● Pemeriksaan fisik : bergantung pada etiologinya
○ Noninflammatory, human, atau epidemic type (“grey patch”) → rambut pada daerah terkena
berubah warna menjadi abu-abu dan tidak berkilat; rambut mudah patah di atas permukaan skalp;
lesi tampak berskuama, hiperkeratosis, dan berbatas tegas karena rambut yang patah
○ Inflammatory type → kerion yang biasanya disebabkan oleh patogen zoofilik/geofilik → folikulitis
pustular hingga furunkel atau kerion, sering terjadi alopesia sikatrisial, lesi biasanya gatal dapat
disertai nyeri dan limfadenopati servikalis posterior
○ “Black dot” → disebabkan oleh organisme endotriks antropofilik → rambut mudah patah pada
permukaan skalp, meninggalkan kumpulan titik hitam pada daerah alopesia (black dot), kadang
masih terdapat sisa rambut normal di antara alopesia, skuama difus juga umum ditemui
○ Favus → gejala berat dan kronis → berupa plak eritematosa perifolikular dengan skuama; awalnya
berbentuk papul kuning kemerahan yang kemudian membentuk krusta tebal berwarna kekuningan

PERDOSKI. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI.
Black dot Gray patch

→ horse-shoe hair

→ comma hair
→ perifollicular
→ cork-screw hair scaling

Kumar, et al. (2020). Trichoscopy as a diagnostic tool for tinea capitis: A prospective,
observational study. International Journal of Trichology, Vol 12, Pp68-74.
Tinea Korporis
● Anamnesis : ruam yang gatal di badan, ekstremitas atau wajah
● Pemeriksaan fisik :
○ Mengenai kulit berambut halus
○ Keluhan gatal terutama bila berkeringat
○ Secara klinis tampak lesi berbatas tegas, polisiklik, tepi aktif karena tanda radang lebih jelas
○ Polimorfi yang terdiri atas eritema, skuama, dan kadang papul dan vesikel di tepi, normal di tengah
(central healing)

PERDOSKI. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI.
Tinea Kruris
● Anamnesis : Ruam kemerahan yang gatal di paha bagian atas dan inguinal
● Pemeriksaan fisik :
○ Lesi serupa tinea korporis berupa plak anular berbatas tegas dengan tepi meninggi yang dapat pula
disertai papul dan vesikel
○ Terletak di daerah inguinal, dapat meluas ke suprapubis, perineum, perianal dan bokong
○ Area genital dan skrotum dapat terkena pada pasien tertentu
○ Sering disertai gatal dengan maserasi atau infeksi sekunder

PERDOSKI. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI.
Tinea Pedis
● Anamnesis : Gatal di kaki terutama sela-sela jari. Kulit kaki bersisik, basah dan mengelupas
● Pemeriksaan fisik :
○ Tipe interdigital (chronic intertriginous type) → bentuk klinis yang paling banyak dijumpai
→ terdapat skuama, maserasi dan eritema pada daerah interdigital dan subdigital kaki,
terutama pada tiga jari lateral; pada kondisi tertentu, infeksi dapat menyebar ke telapak kaki
yang berdekatan dan bagian dorsum pedis; oklusi dan koinfeksi dengan bakteri dapat
menyebabkan maserasi, pruritus, dan malodor (dermatofitosis kompleks atau athlete’s foot)
○ Tipe hiperkeratotik → tampak skuama difus, bilateral, pada kulit yang tebal (telapak kaki,
lateral dan medial kaki), dikenal sebagai “moccasin-type”; dapat timbul sedikit vesikel
dengan skuama kolaret diameter <2 mm; tinea manum unilateral umumnya berhubungan
dengan tinea pedis hiperkeratotik sehingga terjadi “two feet-one hand syndrome”
○ Tipe vesikobulosa → tampak vesikel tegang dengan diameter lebih dari 3 mm, vesikopustul,
atau bula pada kulit tipis telapak kaki dan periplantar; jarang terjadi pada anak-anak
○ Tipe ulseratif akut → terjadi ko-infeksi dengan bakteri gram negatif menyebabkan
vesikopustul dan daerah luas dengan ulserasi purulen pada permukaan plantar; sering
diikuti selulitis, limfangitis, limfadenopati, dan demam
PERDOSKI. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI.
Tinea Manum
● Dermatofitosis pada telapak tangan
● Gejala → Kulit yang menebal dan rasa gatal pada tangan
● Biasanya unilateral, terdapat 2 bentuk:
○ Dishidrotik → lesi segmental atau anular berupa vesikel dengan skuama di tepi pada telapak
tangan,jari tangan, dan tepi lateral tangan
○ Hiperkeratotik → vesikel mengering dan membentuk lesi sirkular atau iregular, eritematosa,
dengan skuama difus; garis garis tangan menjadi semakin jelas; lesi kronik dapat mengenai
seluruh telapak tangan dan jari disertai fisur.

PERDOSKI. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI.
Tinea Unguium
● Onikomikosis merujuk pada semua infeksi pada kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofita, jamur
nondermatofita, atau ragi (yeasts)
● Dapat mengenai kuku tangan maupun kuku kaki, dengan bentuk klinis:
○ Onikomikosis subungual proksimal (OSP)
○ Onikomikosis subungual distal lateral (OSDL)
○ Onikomikosis superfisial putih (OSP)
○ Onikomikosis endoniks (OE)
○ Onikomikosis distrofik totalis (ODT)
Klinis dapat ditemui distrofi, hiperkeratosis, onikolisis, debris subungual, perubahan warna kuku, dengan lokasi
sesuai bentuk klinis

PERDOSKI. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI.
Tinea Imbrikata
● Dermatofitosis pada badan (kecuali rambut)
● Gejala → Gatal, terutama saat berkeringat
● Penyakit ditandai dengan lapisan stratum korneum terlepas dengan bagian bebasnya menghadap
sentrum lesi
● Terbentuk lingkaran konsentris tersusun seperti susunan genting
● Bila kronis, peradangan sangat ringan dan asimtomatik
● Tidak pernah mengenai rambut

PERDOSKI. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI.
Tinea Barbae
● Dermatofitosis pada dagu
● Gejala → rasa gatal atau nyeri saat disentuh tetapi gejala ini tidak selalu terjadi
● terdapat jerawat di antara area yang terkena, bengkak dan kemerahan di sekitar area yang
terinfeksi, kulit merah dan menggumpal di area yang terinfeksi.
● Pengerasan kulit di sekitar rambut di area yang terinfeksi akan terjadi, rambut di area yang
terinfeksi juga akan mudah dicabut.

PERDOSKI. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI.
02
Tujuan
Terapi
Abrarriani Euis Kartika - 906347823
Noer Luthfianeu Edsyah -1906404695
● Membantu meredakan gejala
● Membantu proses penyembuhan klinis
● Mencegah penyebaran infeksi dan jamur
● Membatasi paparan ke tempat yang terinfeksi
● Menghilangkan dan memberantas mikroorganisme sumber infeksi secara menyeluruh
● Mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi

Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., & Posey, L. M. (2008). Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 7 th ed. New York: Mc Graw Hill.
Dipiro, J. T., Kolesar, J.M., Malone, P. M., Wells, B. G., Schwinghammer, T. L., & Chisholm-Burns, M. A. (2016). Pharmacotherapy Principles and Practice, 4th ed. New York: Mc Graw Hill.
Medscape. (2020). Tinea Corporis. Diakses melalui https://emedicine.medscape.com/article/1091473-medication#1
Medscape. (2021). Tinea Barbae. Diakses melalui https://emedicine.medscape.com/article/1091252-medication
03
Algoritma
Terapi
Desthiani Nabilah 1906287736
Nadia Zahra Nooraisha 1906405155
Rachma Allysa Vidya Putri A. 1906404732
Rannia Putri Isniendira 1906347760
Alur Diagnosis

Perhimpunan Dokter
Spesialis Kulit dan Kelamin
Indonesia. (2017).
Panduan Praktik Klinis bagi
Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin di Indonesia:
Dermatofitosis. Perdoski
2017: Jakarta
Algoritma Terapi
Umum (Dipiro 7th)

● Terapi topikal umumnya


dianggap sebagai terapi lini
pertama
● Terapi oral dipilih jika
infeksinya lebih luas atau
parah, atau pada kasus
onikomikosis

DiPiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., & Posey, L. M. (2008).
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach (7th ed.). McGraw-Hill Medical.
https://doi.org/10.1036/007147899X
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Ikatan Dokter Indonesia.
Terapi Medikamentosa (PERDOSKI, 2017)
Terapi Topikal Terapi Oral Catatan

Tinea Shampoo Spesies Microsporum Tidak


Capitis Antimikotik: Griseofulvin fine particle/microsize 20-25 mg/kgBB/hari dan ultramicrosize disaran-
Selenium 10-15 mg/kgBB/hari selama 8 minggu kan bila
Sulfida 1% hanya
sebanyak 4 Alternatif: terapi
kali/minggu - Itrakonazol 50-100 mg/hari atau 5 mg/kgBB/hari selama 6 minggu topikal
- Terbinafin 62,5 mg/hari (BB 10-20 kg); 125 mg/hari (BB 20-40 kg); saja
250 mg/hari (BB >40kg) selama 4 minggu

Shampoo Spesies Trichophyton


Antimikotik: Terbinafin 62,5 mg/hari (BB 10-20 kg); 125 mg/hari (BB 20-40 kg); 250
Ketokonazol mg/hari (BB >40kg) selama 4 minggu
2% sebanyak
2 hari sekali Alternatif:
selama 2-4 - Griseofulvin 8 minggu Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
minggu - Itrakonazol 2 minggu Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis bagi
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia:
- Flukonazol 6 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu Dermatofitosis. Perdoski 2017: Jakarta
Terapi Medikamentosa (PERDOSKI, 2017)
Terapi Topikal Terapi Oral Catatan

Tinea Gol. Alilamin (Krim Terbinafin, Terbinafin 1x250 mg/hari (hingga klinis Terapi oral
Corporis Butenafin) 1x sehari selama membaik dan pemeriksaan lab negatif) diberikan bila lesi
& Cruris 1-2 minggu selama 2 minggu kronik, luas, atau
sesuai indikasi
Alternatif: Alternatif:
Gol. Azol (Krim Mikonazol, - Itrakonazol 2x100 mg/hari selama 2
Ketokonazol, Klotrimazol) 2x minggu
sehari selama 4-6 minggu - Griseofulvin 500 mg/hari atau 10-25
mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu
- Ketokonazol 200 mg/hari

Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia: Dermatofitosis. Perdoski 2017: Jakarta
Terapi Medikamentosa (PERDOSKI, 2017)
Terapi Topikal Terapi Oral Catatan

Tinea Gol. Alilamin (Krim Terbinafin, Butenafin) 1x Terbinafin 250 mg/hari selama 2 minggu
Pedis sehari selama 1-2 minggu
Alternatif:
Alternatif: Itrakonazol 2x100 mg/hari selama 3
- Gol. Azol (Krim Mikonazol, minggu atau 100 mg/hari selama 4
Ketokonazol, Klotrimazol) 2x sehari minggu
selama 4-6 minggu
- Siklopiroksolamin (Ciclopirox gel 1%
atau krim 1%) 2x sehari selama 4
minggu

Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia: Dermatofitosis. Perdoski 2017: Jakarta
Terapi Medikamentosa (PERDOSKI, 2017)
Terapi Catatan

Tinea Terbinafin 1x250 mg/hari selama 6 minggu (kuku tangan) dan 12-16 minggu (kuku kaki)
Unguium

Alternatif:
- Itrakonazol dosis denyut (2x200 mg/hari selama 1 minggu, istirahat 3 minggu)
sebanyak 2 denyut (kuku tangan), dan 3-4 denyut (kuku kaki)
- Itrakonazol 200 mg/hari selama 2 bulan (kuku tangan), dan min. 3 bulan (kuku
kaki)

Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia: Dermatofitosis. Perdoski 2017: Jakarta
Pediatri: Tinea Capitis

Obat Dosis Durasi Catatan


62.5 mg/day for <20 kg
Terbinafin (Oral) 125 mg/day for 20-40 kg 6 wk Usia ≥2 tahun
First 250 mg/day for >40 kg
Line Griseofulvin
10 mg/kg 6-8 wk Usia ≥2 tahun
(Oral)
2.5%: keamanan
selenium sulfide 1% atau 2.5% dua kali Sesuai
Terapi untuk <12th belum
shampoo seminggu terapi oral ditetapkan
Adjunct Keamanan untuk
ive ketoconazole
2% sekali Satu kali anak belum
shampoo ditetapkan
Gupta, A. K., MacLeod, M. A., Foley, K. A., Gupta, G., & Friedlander, S. F. (2017). Fungal skin infections. Pediatrics in Review, 38(1), 8-22.
Andrews, M. D., & Burns, M. (2008). Common tinea infections in children. American family physician, 77(10), 1415–1420.
Gupta, A. K., MacLeod, M. A., Foley, K. A., Gupta, G., & Friedlander, S. F. (2017). Fungal skin infections. Pediatrics in Review, 38(1), 8-22.

Pediatri: Tinea Corporis


Obat Dosis Durasi Catatan
Butenafin 1% krim, dua kali sehari 1 wk Usia ≥12 tahun
Keamanan pada <10th belum
Ciclopirox 0.77% krim, dua kali sehari 1 wk ditetapkan; Jika clotrimazole &
First micronazole gagal
Line Clotrimazole 1% krim, dua kali sehari 4 wk Usia ≥2 tahun
(Topikal) Micronazole 2% krim, dua kali sehari 4 wk Usia ≥2 tahun
Terbinafin 1% krim, dua kali sehari 1-2 wk Usia ≥12 tahun
Tolnaftate 1% krim, dua kali sehari 4 wk Usia ≥2 tahun
62.5 mg/day for <20 kg

Alternati Terbinafin 125 mg/day for 20-40 kg


250 mg/day for >40 kg
6 wk Usia ≥2 tahun
f (Oral) Griseofulvin 10 mg/kg setiap hari 4-8 wk Usia ≥2 tahun
infeksi
Keamanan pada anak belum
Parah atau Itraconazole 5 mg/kg setiap hari 4-6 wk
ditetapkan; Monitor fungsi hati
resisten
Fluconazole 3-6 mg/kg setiap hari 2-3 wk Monitor fungsi hati
Pediatri: Tinea Pedis
Obat Dosis Durasi Catatan
Butenafin 1% krim, dua kali sehari 1 wk Usia ≥12 tahun
First
Clotrimazole 1% krim, dua kali sehari 4 wk Usia ≥2 tahun
Line
Micronazole 2% krim, dua kali sehari 4 wk Usia ≥2 tahun
(Topikal)
Terbinafin 1% krim, dua kali sehari 1-2 wk Usia ≥12 tahun
Ciclopirox Keamanan pada <10th belum
Alternati (topikal) 0.77% krim, dua kali sehari 1 wk ditetapkan
f (Oral) Terbinafin
125 mg/day for <25 kg; 187.5 mg/day
6 wk Usia ≥2 tahun
for 25-35 kg; 250 mg/day for >35 kg
infeksi
rekuren Keamanan pada anak belum
Itraconazole 5 mg/kg setiap hari 4-6 wk
ditetapkan; Monitor fungsi hati
atau
resisten
Fluconazole 3-6 mg/kg setiap hari 2-3 wk Monitor fungsi hati

Gupta, A. K., MacLeod, M. A., Foley, K. A., Gupta, G., & Friedlander, S. F. (2017). Fungal skin infections. Pediatrics in Review, 38(1), 8-22.
Pediatri: Tinea Unguium (Onychomycosis)
Obat Dosis Durasi Catatan
Ciclopirox 8%, setiap hari 48 wk Aman untuk ≥12 tahun
Efinaconazol Keamanan pada anak belum
10%, setiap hari 48 wk
Topikal e ditetapkan
Keamanan pada anak belum
Tavaborole 5% seiap hari 48 wk
ditetapkan
62.5 mg/day for <20 kg
Terbinafin Keamanan pada anak belum
125 mg/day for 20-40 kg 6 wk
(1st line) ditetapkan
250 mg/day for >40 kg
Oral <20 kg: 5 mg/kg/d Setiap hari
selama 1
20–40 kg: 100 mg/d Keamanan pada anak belum
Itraconazole 40–50 kg: 200 mg/d
minggu
ditetapkan; Monitor fungsi hati
dalam 1
>50 kg: 200 mg twice a day bulan
Gupta, A. K., MacLeod, M. A., Foley, K. A., Gupta, G., & Friedlander, S. F. (2017). Fungal skin infections. Pediatrics in Review, 38(1), 8-22.
Hawkins, D. M., & Smidt, A. C. (2014). Superficial Fungal Infections in Children. Pediatric Clinics of North America, 61(2),
Geriatri: Cutaneous Tinea

● Azole 1 atau 2 kali sehari selama 2-4 minggu


Terapi Topikal
● Terbinafine 1% 2 kali sehari selama 2 minggu

● Terbinafine 250 mg/hari selama 2-3 minggu


Terapi Sistemik 1st line
● Itraconazole 100 mg/hari selama 1-4 minggu

● Griseofulvin 500-1000 mg/hari selama 2-4


minggu
Terapi Sistemik 2nd line
● Fluconazole 150-300 mg/minggu selama 2-6
minggu

Kaul, S., Yadav, S., & Dogra, S. (2017). Treatment of Dermatophytosis in Elderly, Children, and Pregnant Women. Indian dermatology online
journal, 8(5), 310–318. https://doi.org/10.4103/idoj.IDOJ_169_17
Geriatri: Onychomycosis
● Terbinafine 250 mg/hari (kuku tangan 6 minggu, kuku kaki 12 minggu,
Terapi Sistemik inadequate response: tambah 4 minggu)
1st line ● Itraconazole 200 mg 1x sehari selama 1 minggu setiap 1 bulan (kuku tangan 1
siklus, kuku kaki 2 siklus, inadequate: tambah 1 siklus)

Terapi Sistemik ● Fluconazole 450 mg/minggu (kuku tangan 3 bulan, kuku kaki 6 bulan)
Alternatif ● Griseofulvin 500-1000 mg/hari (kuku tangan 6-9 bulan, kuku kaki 12-18 bulan)

● Ciclopirox 8% 1x sehari ● Effinaconazole 10% 1x sehari


Terapi Topikal
● Amorolfine 5% 1x seminggu ● Tavabarole 5% 1x sehari selama 48 minggu

Terapi Adjuvant ● Operasi, Laser, Photodynamic therapy (PDT)

Kaul, S., Yadav, S., & Dogra, S. (2017). Treatment of Dermatophytosis in Elderly, Children, and Pregnant Women. Indian dermatology online
journal, 8(5), 310–318. https://doi.org/10.4103/idoj.IDOJ_169_17
Geriatri: Tinea Capitis

Terapi Sistemik 1st line ● Terbinafine 250 mg/hari selama 2-4 minggu

Terapi Sistemik
● Itraconazole atau Griseofulvin
Alternatif

● 2% Ketoconazole ● 1-2% Zinc pyrithione


Terapi Topikal (Untuk
● 1-2,5% Selenium ● 2,5% shampoo [povidone
mencegah transmisi)
sulfide iodine

Kaul, S., Yadav, S., & Dogra, S. (2017). Treatment of Dermatophytosis in Elderly, Children, and Pregnant Women. Indian dermatology online
journal, 8(5), 310–318. https://doi.org/10.4103/idoj.IDOJ_169_17
Ibu Hamil: Cutaneous Tinea

Terapi Sistemik 1st line ● Tidak direkomendasikan

Terapi Sistemik
● Tidak direkomendasikan
Alternatif

● Clotrimazole
● Terbinafine
Terapi Topikal ● Ciclopirox
● Naftifine (Tidak ada di Indonesia)
● Oxiconazole (tidak ada di Indonesia)

Kaul, S., Yadav, S., & Dogra, S. (2017). Treatment of Dermatophytosis in Elderly, Children, and Pregnant Women. Indian dermatology online
journal, 8(5), 310–318. https://doi.org/10.4103/idoj.IDOJ_169_17
Ibu Hamil: Onychomycosis
● Tidak direkomendasikan
● Terbinafine termasuk ke dalam Cat B namun
Terapi Sistemik 1st line
tidak ada data penggunaan untuk kehamilan→
tidak direkomendasikan

Terapi Sistemik
● Tidak direkomendasikan
Alternatif

● Ciclopirox 8% sehari sekali


Terapi Topikal ● Amorolfine 5% seminggu sekali selama 6-12
bulan (tidak ada di Indonesia)

Terapi Adjuvant Operasi, laser


Kaul, S., Yadav, S., & Dogra, S. (2017). Treatment of Dermatophytosis in Elderly, Children, and Pregnant Women. Indian dermatology online
journal, 8(5), 310–318. https://doi.org/10.4103/idoj.IDOJ_169_17
Ibu Hamil: Tinea Capitis

Terapi Sistemik 1st line ● Tidak direkomendasikan

Terapi Sistemik
● Tidak direkomendasikan
Alternatif

Terapi Topikal (Untuk Ketokonazole dan selenium sulfida (Kategori C) →


mencegah transmisi) tidak direkomendasikan

Kaul, S., Yadav, S., & Dogra, S. (2017). Treatment of Dermatophytosis in Elderly, Children, and Pregnant Women. Indian dermatology online
journal, 8(5), 310–318. https://doi.org/10.4103/idoj.IDOJ_169_17
04
Pilihan Terapi
Kasus A
Seorang pasien Michael 22 tahun datang
ke apotek dengan keluhan gatal-gatal di
kulit. Didapatkan bahwa terdapat bercak
putih pada bagian punggung dan
lengannya. Pasien mengeluhkan dia
memiliki kebiasaan sering berolahraga di
malam hari namun sering ketiduran dan
tidak sempat mandi.
Diagnosis
● Tanda dan gejala:
○ Gatal pada kulit
○ Terdapat bercak putih pada punggung
dan lengan
○ Sering berolahraga di malam hari, tidak
mandi sebelum tidur → kondisi kulit
yang lembab akibat berkeringat dapat
memicu pertumbuhan jamur
● Diagnosis → pityriasis versicolor/ tinea
versicolor/ panu
Pilihan Terapi

● Pengobatan Topikal (terapi


utama) → Ketokonazol krim 2%
● Pengobatan sistemik → jika
pigmentasi pada kulit bersifat
ekstensif (luas), terdapat infeksi
rekuren atau kegagalan terapi,
maka digunakan pilihan obat oral
→ Ketokonazol 200mg/ hari
(PERDOSKI, 2017)

Dipiro, J.T. Yee, Gary C. Posey, L. Michael. Haines, Stuart T. Nolin, Thomas D. Ellingrod, Vicki. (2020). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Eleventh edition. New York: McGraw Hill.
Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Edisi I. http://www.idionline.org/wp-content/uploads/2017/11/PPK-Primer.pdf
Ketokonazol Krim 2%

● Indikasi: infeksi jamur pada kulit


● Bentuk sediaan: krim
● Rute pemberian: topikal
● Dosis: diaplikasikan pada bagian terinfeksi 1-2 kali
sehari
● Durasi: 2-3 minggu

MIMS. Ketoconazole. Diakses dari https://www.mims.com/indonesia/drug/info/ketoconazole?mtype=generic


MIMS. Erazol. Diakses dari https://www.mims.com/indonesia/drug/info/erazol
Itrakonazol

● Bentuk sediaan: kapsul


● Rute pemberian: per oral
● Dosis: 1 x 200 mg sehari
● Durasi: 5-7 hari

PIONAS. Itrakonazol. Diakses dari http://pionas.pom.go.id/monografi/itrakonazol


Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Edisi I. http://www.idionline.org/wp-content/uploads/2017/11/PPK-Primer.pdf
Ketokonazol (Oral)

● Indikasi: infeksi jamur pada kulit, infeksi jamur


sistemik atau yang resisten, vulva kandidiasis
● Bentuk sediaan: tablet
● Dosis: 200 mg/hari (1x sehari)
● Rute: per oral
● Durasi: 10 hari

Dipiro, Joseph T., et al (2008). Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. McGraw Hill, Inc.
PERDOSKI. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. PERDOSKI: Jakarta
Pionas. Ketokonazol. Diakses pada 2 November 2021 dari http://pionas.pom.go.id/monografi/ketokonazol-1.
05
Parameter
Monitoring
Zahidah Raihanah - 1806194076
Parameter Keberhasilan Terapi
Indikasi keberhasilan → perbaikan tanda dan gejala infeksi jamur sistemik

● Pemeriksaan dengan lampu Wood:tidak terlihat fluoresensi berwarna kuning keemasan.


● Pemeriksaan langsung dari bahan kerokan kulit dengan mikroskop dan larutan KOH 20% tidak tampak spora
berkelompok dan hifa pendek (spora berkelompok merupakan tanda kolonisasi, sedangkan hifa
menunjukkan adanya infeksi)
● Kultur jamur negatif

Kesembuhan total (mycological cure) ditandai dengan hasil negatif pada uji kultur dan KOH dan kehilangan total dari
tanda dan gejala infeksi

Rosen, T. 2015. Assessment of Dermaphytosis Treatment Studies: Interpreting the Data. Texas: Baylor College of Medicine. Diakses dari
https://www.researchgate.net/publication/7485209_Dermatophytosis_The_Management_of_Fungal_Infections
PERDOSKI. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. PERDOSKI: Jakarta
Ketokonazol. IBM Micromedex Diakses pada 2 November 2021 dari https://remote-lib.ui.ac.id:2307/micromedex2/librarian/
Monitoring ESO
KETOKONAZOL

Oral

● Pada awal terapi :serum gamma glutamyl transferase, alkaline phosphatase, ALT, AST dan kadar bilirubin
total, waktu protrombin dan INR, tes hepatitis virus
● Selama terapi : fungsi adrenal pada pasien dengan insufisiensi adrenal atau fungsi adrenal borderline, dan
pada pasien dengan stres berkepanjangan (misalnya, operasi besar, perawatan intensif)

Topikal

● Iritasi kulit yang parah, pruritus, perih, dan dermatitis kontak

PERDOSKI. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. PERDOSKI: Jakarta
Ketokonazol. IBM Micromedex Diakses pada 2 November 2021 dari https://remote-lib.ui.ac.id:2307/micromedex2/librarian/
06
KIE
Annisa Fitria Huda
Hanifa Azzahra
Maudini Safira
Topikal

Selenium sulfide 1-2%


Bentuk sediaan : Lotion 1%; 2,5%
Dosis : Oleskan ke daerah yang terkena, selama 7 hari.
Rute : Topikal
Kontraindikasi : hipersensitivitas,
Efek samping : Iritasi
Kategori kehamilan: C
KIE :
1. Oleskan obat pada bagian tubuh yang sakit, kecuali wajah dan alat kelamin (organ seks).
2. Usap menggunakan sedikit air.
3. Biarkan obat tetap berada di kulit selama 10 menit.
4. Bilas hingga bersih untuk menghilangkan semua obat.

● Lepaskan perhiasan emas, perak atau perhiasan logam lainnya sebelum menggunakan lotion
● Untuk hasil kesembuhan terbaik, gunakan obat ini minimal 2 kali seminggu atau sesuai petunjuk
dokter.
● Jangan gunakan obat ini jika terdapat area yang melepuh, atau mengeluarkan cairan
● Jauhkan obat dari mata.
Oral

Ketoconazole
Bentuk sediaan : Tablet 200 mg
Dosis : 200 mg, sekali sehari. Selama 2 minggu.
Rute : Oral, dapat diminum sesudah makan
Kontraindikasi : Ganguan hati, kehamilan, pemberian dengan terfenadin atau astemizol
Efek samping : mual, muntah, nyeri perut; sakit kepala; ruam, urtikaria, pruritus; jarang trombositopenia,
parestesia, fotofobia, pusing, alopesia, ginaekomastia dan oligospermia; kerusakan hati fatal
Interaksi : antifungi, imidazol dan triazol
Kategori kehamilan: C
KIE :
- Anjurkan pasien wanita menghindari kehamilan dan menggunakan metode pengendalian kelahiran yang
terbukti selama penggunaan. Ketoconazole karena dapat menyebabkan teratogenik
- Ketoconazole dapat menyebabkan pusing atau mengantuk. Jika terpengaruh, jangan mengemudi atau
ambil bagian dalam aktivitas apa pun yang perlu Anda waspadai.
- Anjurkan pasien bila terjadi ruam, sesak napas, mulut atau mata bengkak, untuk berhenti minum
Ketoconazole dan melaporkan ke dokter

MIMS Indonesia. Ketoconazole. https://www.mims.com/indonesia/drug/info/ketoconazole/patientmedicine/ketoconazole


PIONAS BPOM. Ketoconazole. http://pionas.pom.go.id/monografi/ketokonazol
Topikal

Ketoconazole
Bentuk sediaan : Krim
Dosis : Dioleskan 1-2 kali sehari (Krim 2%) selama 2-4 hari sekali
Rute : Topikal
Kontraindikasi : hipersensitivitas
Efek samping : Sensasi terbakar (topikal, 4%), Pruritus (topikal, kurang dari 1%)
Kategori kehamilan: C
KIE :
● Hindari paparan nyala api terbuka atau sumber penyulut lainnya selama atau setelah
digunakan.
● Hindari kontak dengan mata dan selaput mukosa lainnya.
● Dapat menyebabkan eritema, pruritus, dan iritasi atau rasa terbakar pada tempat
dioleskannya

IBM Micromedex. Ketoconazol


MIMS Indonesia. Ketoconazole
Oral

Itrakonazol
Bentuk sediaan : Kapsul 100 mg

Dosis : Tinea korporis dan tinea kruris, 100 mg/hari selama 15 hari, atau 200 mg/hari selama 7 hari;
Tinea manus dan pedis, 100 mg/hari selama 30 hari.

Rute : Per oral setelah makan

Kontraindikasi : Hipersensitivitas; disfungsi ventrikel (riwayat CHF); Gangguan ginjal berat;Kehamilan.

Efek samping : Mual, sakit perut, dispepsia, konstipasi, sakit kepala, pusing, kenaikan enzim hati, gangguan
haid, reaksi alergi

Kategori Kehamilan :C

KIE : Obat ini dapat menyebabkan pusing, gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran
sehingga jangan mengemudi; obat harus dikonsumsi setelah makan; segera periksa jika ada
gejala gangguan hati
MIMS : https://www.mims.com/indonesia/drug/info/itraconazole?mtype=generic
PIONAS : http://pionas.pom.go.id/monografi/itrakonazol
Oral

Terbinafin
Bentuk sediaan : Tablet 250 mg, gel/krim/spray 1%
Dosis : 250 mg, sekali sehari. Selama 4 minggu.
Rute : Oral, dapat diminum sebelum atau sesudah makan
Topikal, dioleskan pada area yang sakit, 1x sehari, selama 1-2 minggu
Kontraindikasi : Hipersensitivitas
Efek samping : (PO) mual, muntah, dispepsia, sakit kepala
Interaksi : CYP450 inhibitor (fluconazole, amiodarone, ketoconazole)
Kategori kehamilan: B
KIE :
- Selagi menggunakan obat, pertahankan kebersihan yang baik karena penting dalam
mengelola infeksi jamur.
- Obat dapat menyebabkan fotosensitifitas. Anjurkan pasien untuk menggunakan tabir surya
dan hindari paparan sinar matahari.
IBM Micromedex. Terbinafine
MIMS Indonesia. Terbinafine. https://www.mims.com/indonesia/drug/info/terbinafine?mtype=generic
Oral

Griseofulvin
Bentuk sediaan : tablet 125 mg, 250 mg, 500 mg
Dosis : 500 mg atau 10-25 mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu (setelah makan)
Rute : oral
Kontraindikasi : hipersensitif terhadap griseofulvin dan penisilin, ibu hamil, porfiria, Systemic lupus erythematosus (SLE)
Efek samping: urtikaria, ruam kulit, sakit kepala, tidak nyaman pada lambung, fotosensitif, diare, mual, muntah

Interaksi : dapat meningkatkan waktu protrombin antikoagulan, meningkatkan konsentrasi serum obat yang
dimetabolisme oleh CYP3A4 dan CYP2C9
Kategori kehamilan: X
KIE :
● Obat dapat menyebabkan sensitivitas matahari.
● Anjurkan pasien untuk menggunakan tabir surya dan hindari tanning bed. Tekankan penggunaan kontrasepsi yang andal
untuk pasien. (berlaku selama pengobatan dan hingga 1 bulan pasca terapi untuk wanita dan 6 bulan pasca terapi untuk pria) .
● Obat ini dapat menyebabkan ruam, urtikaria, diare, mual, muntah, atau sakit kepala. Pasien sebaiknya minum obat setelah
makan dengan kandungan lemak yang tinggi.
IBM MIcromedex
PIONAS BPOM. Griseofulvin. http://pionas.pom.go.id/monografi/griseofulvin
MIMS Indonesia. Griseofulvin. https://www.mims.com/indonesia/drug/info/griseofulvin/patientmedicine/griseofulvin%20-%20oral
Flukonazol Oral

Dosis : Tinea pedis, korporis, kruris, versikolor dan kandidiasis dermal (per oral)
→ 50mg/hari selama 2-4 minggu (sampai 6 minggu pada tinea pedis)
Rute : oral
Kontraindikasi :
● Penggunaan bersamaan dengan obat yang diketahui memperpanjang interval QT dan yang dimetabolisme oleh CYP3A4 seperti
eritromisin, pimozide, dan quinidine
● Hipersensitif terhadap flukonazol atau komponen produk lainnya
Efek samping : nausea, sakit perut, diare, kembung; gangguan enzim hati; kadang-kadang ruam (hentikan obat atau awasi secara
ketat); angioudem, anafilaksis, lesi bulosa, nekrolisis epidermal toksik, sindrom Stevens-Johnson; pada pasien AIDS pernah dilaporkan
reaksi kulit yang hebat.
Interaksi :
● Penggunaan FLUCONAZOLE dan TACROLIMUS secara bersamaan dapat menyebabkan peningkatan paparan tacrolimus dan
risiko toksisitas tacrolimus, termasuk perpanjangan interval QT.
● Penggunaan FLUCONAZOLE dan METHADONE secara bersamaan dapat menyebabkan peningkatan paparan metadon dan
risiko perpanjangan interval QT.
Kategori kehamilan : D (FDA)
Cara Penyimpanan : Tablet fluconazole sebaiknya disimpan di bawah suhu 30 C.
Cara Penggunaan : Dikonsumsi baik sebelum maupun sesudah makan IBM MIcromedex
PIONAS BPOM.
Flukonazol.https://pionas.pom.go.id/monografi/flukonazol
Butenafin
Tidak ada di Indonesia

Topikal
Dosis :
● Tinea corporis, Tinea Cruris → terapkan secara topikal ke daerah yang terkena sekali sehari selama 2 minggu
● Tinea Pedis → terapkan secara topikal dua kali sehari selama 7 hari atau sekali sehari selama 4 minggu
Rute : Topikal
Kontraindikasi : hipersensitivitas terhadap butenafin
Efek samping : Dermatologi: Dermatitis kontak (kurang dari 2% ), Eritema (kurang dari 2% ), Gatal (kurang dari 2% ), Iritasi kulit
(kurang dari 2% )
Interaksi : Quinidine, Progesterone, Tacrolimus, Amphotericin B, Busulfan, Cisapride
Kategori kehamilan : C (FDA)
Cara Penyimpanan : Simpan di suhu antara 5-30°C.
Cara Penggunaan : Anjurkan pasien untuk kulit harus bersih dan kering sebelum aplikasi. Oleskan produk untuk menutupi area yang
terkena dan kulit di sekitarnya. Jangan gunakan pembalut oklusif.
Informasi & Edukasi :
● Pasien harus melaporkan jika tidak ada perbaikan gejala setelah 3 sampai 4 minggu.
● Anjurkan pasien untuk menghindari kontak dengan mata, hidung, mulut, dan selaput lendir lainnya.
● Hindari kontak dengan/mata atau selaput lendir lainnya. Hindari pembalut oklusif. IBM MIcromedex : Butenafine
MIMS : Butenafine
Ciclopirox
Tidak ada di Indonesia
dalam bentuk gel

Dosis : tinea → Pijat lembut gel 0,77% secara topikal ke area yang terkena dan kulit di sekitarnya
dua kali sehari, di pagi dan sore hari segera setelah membersihkan atau mencuci area yang akan dirawat selama 4
minggu
Rute : Topikal
Kontraindikasi : Hipersensitivitas; pembungkus/pembalut oklusif.
Efek samping : Dermatologis: Reaksi situs aplikasi (1% ), Gatal, Meningkat (1% )
Topikal
Interaksi :-
Kategori kehamilan :B
Cara Penyimpanan : Simpan antara 15-30°C
Cara Penggunaan : Pijat lembut gel
Informasi & Edukasi :
● Hindari kontak dengan mata. Hanya untuk pemakaian luar.
● bilas mata secara menyeluruh dengan air jika terjadi kontak
● sensitivitas atau iritasi telah dilaporkan; hentikan penggunaan jika terjadi IBM MIcromedex : Ciclopirox
MIMS : Ciclopirox
Miconazol nitrat
Topikal

Dosis : tinea → terapkan secara topikal ke daerah yang terkena dampak dua kali sehari
Rute : topikal
Kontraindikasi : hipersensitivitas
Efek samping : dermatitis kontak
Interaksi : Penggunaan MICONAZOLE dan WARFARIN secara bersamaan dapat menyebabkan
peningkatan INR dan peningkatan risiko perdarahan.
Kategori kehamilan :C
Cara Penyimpanan : Simpan di suhu 4°C
Cara Penggunaan : aplikasikan secara topikal
Informasi & Edukasi :
● Penghentian sensitisasi dan iritasi terjadi. Hindari kontak dengan/mata.

IBM MIcromedex : Miconazol nitrate


MIMS
Tidak ada di Indonesia Tolnaftate
Dosis : tinea → oleskan secara topikal ke area kulit yang terkena dua kali sehari
Rute : topikal
Topikal
Kontraindikasi : hipersensitivitas
Efek samping : pruritus
Interaksi :-
Kategori kehamilan :-
Cara Penyimpanan : simpan pada suhu 20-25C
Cara Penggunaan : oleskan secara topikal
Informasi & Edukasi :
● Obat ini dapat menyebabkan dermatitis kontak dan iritasi.
● Instruksikan pasien untuk memberi tahu profesional kesehatan jika kondisinya tidak membaik atau memburuk
setelah satu minggu terapi.
● Anjurkan pasien untuk mencuci dan mengeringkan area yang terkena sebelum mengoleskan obat.
● Anjurkan pasien untuk tidak mengoleskan obat lain ke area kulit yang terkena kecuali diresepkan oleh
profesional kesehatan.
● Pasien tidak boleh menggunakan kosmetik atau produk kulit lainnya pada area kulit yang dirawat.
IBM MIcromedex : Tolnaftate
MIMS : Tolnaftate
Clotrimazole

Dosis : Dewasa: Sebagai krim, lotion, larutan 1%: Oleskan tipis-tipis pada area yang terkena 2/3x sehari.
Lanjutkan pengobatan setidaknya selama 4 minggu (infeksi dermatofita) atau minimal 2 minggu (infeksi kandida).
Kontraindikasi : Hipersensitivitas
Efek samping : Peningkatan iritasi kulit (kemerahan, gatal, terbakar, melepuh, bengkak, mengeluarkan cairan)
Interaksi :-
Kategori kehamilan: B
Cara penyimpanan: Lindungi dari suhu panas atau dingin
KIE :
● Instruksikan pasien yang menggunakan formulasi topikal untuk tidak menggunakan pembalut oklusif di area yang
dirawat.

IBM MIcromedex
MIMS Indonesia. Clotrimazole. https://www.mims.com/indonesia/drug/info/clotrimazole?mtype=generic
Tidak ada di Indonesia
Efinaconazole

Dosis : Dewasa: Larutan 10% → Oleskan sekali sehari selama 48 minggu.


Kontraindikasi : Hipersensitivitas
Efek samping : Nyeri lokal, iritasi, dermatitis, pertumbuhan kuku ke dalam
Interaksi :-
Kategori kehamilan: C
Cara penyimpanan: Simpan pada suhu <30C
KIE :
● Memberitahu pasien untuk melaporkan iritasi persisten di area pemakaian.
● Anjurkan pasien untuk menghindari penggunaan di dekat panas atau api terbuka karena larutan mudah
terbakar
● Efek samping mungkin termasuk kuku tumbuh ke dalam, atau dermatitis situs aplikasi, vesikel, atau nyeri
● Anjurkan pasien untuk menunggu setidaknya 10 menit setelah mandi sebelum menggunakan obat

IBM MIcromedex
MIMS Indonesia. Efinaconazole. https://www.mims.com/indonesia/drug/info/efinaconazole?mtype=generic
Tidak ada di Indonesia
Tavaborole
Dosis : Dewasa: Oleskan secara topikal ke kuku kaki yang terinfeksi sekali sehari selama 48 minggu; menutupi kuku
sepenuhnya, termasuk permukaan bawah
Kontraindikasi :-
Efek samping: Situs aplikasi eritema, dermatitis, kuku tumbuh ke dalam, pengelupasan kulit
Interaksi :-
Kategori kehamilan: X
Cara penyimpanan: Lindungi dari suhu panas atau api
KIE :
● Hindari penggunaan di dekat api terbuka atau panas berlebihan karena produk mudah terbakar
● Efek samping mungkin termasuk kuku tumbuh ke dalam atau dermatitis situs aplikasi, eritema, atau pengelupasan kulit
● Beri tahu pasien untuk melaporkan iritasi persisten di tempat aplikasi (yaitu, kemerahan, gatal, bengkak)
● Anjurkan pasien untuk mengoleskan obat ke seluruh permukaan kuku kaki yang terinfeksi serta di permukaan bawahnya
● Anjurkan pasien untuk membersihkan dan mengeringkan kuku sebelum pemberian. Biarkan larutan mengering sepenuhnya
setelah diaplikasikan
● Anjurkan pasien untuk menghindari kontak dengan kulit. Seka larutan berlebih dari kulit di sekitarnya
● Peringatkan pasien bahwa obat ini bukan untuk penggunaan oral, oftalmik, atau intravaginal
IBM MIcromedex
MIMS Indonesia. Amorolfine. https://www.mims.com/indonesia/drug/info/amorolfine?mtype=generic
Tidak ada di Indonesia
Amorolfine

Dosis : Dewasa: Sebagai krim 0,25%: Oleskan ke area yang terkena sekali sehari, sebaiknya di malam
hari. Lanjutkan pengobatan selama 3-5 hari setelah penyembuhan klinis tercapai. Durasi pengobatan: 2-3 minggu
(hingga 6 minggu untuk mikosis kaki).
Kontraindikasi : Hipersensitivitas
Efek samping : Hipersensitivitas sistemik atau lokal, eritema, urtikaria, melepuh
Interaksi :-
Kategori kehamilan: -
Cara penyimpanan: Simpan pada suhu <25 C
KIE :
● Obat ini dapat menyebabkan reaksi alergi, beberapa dapat menjadi serius. Jika hal ini terjadi, hentikan
pengaplikasian produk, segera bersihkan produk dengan penghapus pernis kuku atau penyeka pembersih
yang disertakan dengan kemasan dan hubungi bantuan medis.
● Produk tidak boleh digunakan secara berulang kali
IBM MIcromedex
MIMS Indonesia. Amorolfine. https://www.mims.com/indonesia/drug/info/amorolfine?mtype=generic
Amorolfine. https://www.medicines.org.uk/emc/product/12670/pil#gref
Terima
Kasih
CREDITS: This presentation template was
created by Slidesgo, including icons by Flaticon,
and infographics & images by Freepik
Please keep this slide for attribution
Klarifikasi
Obat2 yg ada di indonesia

Pilih obat yg ada di indo


CANDIDIASIS
VULVOVAGINAL
Anggota Kelompok
1. Alvian Nathanael 1906347325
2. Catur Putri Miftahul Jannah 1806136025
3. Fathia Yusrina 1906404972
4. Ferry 1906404631
5. Haolin Rusnur Efanda 1806136100
6. Latifah Putri Anggraini 1906404442
7. Meuthia Deandri Azizah 1906404455
8. Ricky 1906347501
9. Rizky Muhammad Akbar 1906404625
10. Sarah Annelita M 1906304231
11. Zalika julaika M 1906405142
TABLE OF CONTENTS

01 Tanda dan Gejala


Candidiasis Vulvovaginal 02 Tujuan Terapi

03 Algoritma dan Pilihan


Terapi 04 Monitoring Terapi

05 KIE Pasien
Tanda dan Gejala

Sarah Annelita 1906304231


Kandidiasis Vulvovaginal
Kandidiasis vulvovaginal (VVC) adalah infeksi jamur pada vagina yang utamanya disebabkan
oleh Candida albicans. Tanda dan gejala VVC tidak patognomonis, dan diagnosis yang
dilakukan harus dibuat berdasarkan tes laboratorium termasuk pH vagina, saline microscopy
(meletakkan sedikit vaginal discharge pada microscope slide dan dicampurkan dengan
beberapa tetes larutan salin), dan 10% potassium hydroxide (KOH) microscopy

Tanda dan Gejala


Tanda: Gejala:
- Eritema - Gatal atau nyeri pada vagina
- Kulit pecah-pecah - Nyeri saat berhubungan seksual (dyspareunia)
- Keputihan seperti curdy-cheese
- Nyeri atau ketidaknyamanan saat buang air kecil
- Satellite lesions
- Edema - Keputihan yang tidak normal

US Centers for Disease Control and Prevention. Vaginal Candidiasis. Available at: https://www.cdc.gov/fungal/diseases/candidiasis/genital/index.html#one
DiPiro, J.T., et al., Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 10th Edition, McGraw Hill, New York.
NHS Oxfordshire Clinical Commissioning Group. Investigation and Management of Vaginal Discharge in Adult Women. Available at:
https://www.ouh.nhs.uk/microbiology/diagnostic-tests/atoz/documents/discharge.pdf

Perbedaan keputihan
Bacterial vaginosis Trichomoniasis Vulvovaginal candidiasis

Thin discharge, berbuih Keputihan berwarna Thick white discharge


kuning-kehijauan

Bau amis (fishy odour) Berbau menyengat Bau tidak menyengat

Tidak ada keluhan tidak Gatal, dyspareunia, dysuria, Gatal, dyspareunia, dysuria,
nyaman dan gatal tidak nyaman tidak nyaman
Umum
Tanpa komplikasi:
Topikal
● Krim imidazol: mikonazol, klotrimazol, dan butoconazol, selama
3-7 hari.
● Nistatin intravagina, 1 kali/hari, selama 10-14 hari. Aman untuk
wanita hamil.
Sistemik
● Flukonazol 150 mg dosis tunggal.
Infeksi berat akut
● Flukonazol 150 mg diberikan setiap 72 jam dengan total 2 s.d. 3
dosis
Kandidiasis vulvovaginal rekuren (kambuh ≥4x/tahun)
● Flukonazol topikal atau oral selama 10-14 hari dilanjutkan
dengan flukonazol 150 mg/minggu selama 6 bulan.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. (2017). Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di
Indonesia. Diakses dari: https://perdoski.id/uploads/original/2017/10/PPKPERDOSKI2017.pdf
TUJUAN TERAPI
● Tujuan terapi adalah penyelesaian lengkap gejala pada pasien dengan VVC
simtomatik.
● Tes penyembuhan tidak diperlukan jika gejalanya sembuh.
● Agen antimikotik yang digunakan dalam mengobati VVC tidak memenuhi definisi
sebagai agen fungisida karena tingkat pembunuhannya yang lebih lambat.
● Pada akhir terapi, jumlah organisme yang layak turun di bawah kisaran yang
dapat dideteksi. Namun, pada 6 minggu setelah pengobatan, 25% hingga 40%
wanita akan memiliki kultur ragi positif dan tetap tanpa gejala.
● Kolonisasi tanpa gejala dengan spesies Candida tidak memerlukan terapi.
03
Algoritma dan Pilihan
Terapi
Algoritma terapi

British Association for Sexual Health and HIV. 2020. National guideline for the management of vulvovaginal
candidiasis. Dari
https://www.guidelines.co.uk/womens-health/bashh-vulvovaginal-candidiasis-guideline/455164.article
Algoritma Terapi
Pediatri
Terapi non-farkol:

- Menghindari memakai pakaian ketat


- “sitz bath” dengan air hangat
- Menghindari penggunaan sabun yang
keras atau beraroma
- Menyeka dari depan ke belakang
setelah menggunakan kamar mandi
- Mencuci pakaian dengan deterjen
lembut
- Emolien dapat dioleskan ke vulva untuk
mengurangi rasa gatal.

Saskatchewan Registered Nurses Association. (2019). Vulvovaginitis : Adult & Pediatric. Retrieved
October 5,2020 from
https://www.srna.org/wp-content/uploads/2019/11/Vulvovaginitis-Adult-Pediatric-CDT-2019.pdf
Pediatric Vulvovaginitis from https://www.childrens.com/specialties-services/conditions/vulvovaginitis
Algoritma Terapi Ibu Obat antijamur dan kategori risiko pada kehamilan

Hamil
● Ibu hamil sebaiknya tidak diberikan obat
sistemik
● Flukonazol dan Itrakonazol sebaiknya tidak
diberikan pada ibu hamil dan menyusui atau
anak dibawah 12 tahun
● Perawatan untuk kandidiasis vulvovaginal
selama kehamilan → klotrimazol lokal,
terutama selama trimester pertama, untuk
menghindari malformasi janin dan keguguran.
○ Clotrimazole vaginal tablet 500 mg sekali
Pilmis B, Jullien V, Sobel
atau 200 mg sekali setiap hari selama J, Lecuit M, Lortholary
O, Charlier C. Antifungal
tiga hari drugs during pregnancy:
an updated review. J
Antimicrob Chemother.
2015 Jan;70(1):14-22.
doi:
10.1093/jac/dku355.
Epub 2014 Sep 8. PMID:
25204341.

Sherrard J, Donders G, White D, Jensen JS; European IUSTI. European (IUSTI/WHO) guideline on the management of vaginal discharge, 2011. Int J STD AIDS. 2011 Aug;22(8):421-9. doi:
10.1258/ijsa.2011.011012. PMID: 21795415.
Farr A, Effendy I, Frey Tirri B, Hof H, Mayser P, Petricevic L, Ruhnke M, Schaller M, Schaefer APA, Sustr V, Willinger B, Mendling W. Guideline: Vulvovaginal candidosis (AWMF 015/072, level S2k).
Mycoses. 2021 Jun;64(6):583-602. doi: 10.1111/myc.13248. Epub 2021 Feb 27. PMID: 33529414; PMCID: PMC8248160.
04
Kasus : Pilihan Terapi
Telaah Kasus
Seorang pasien Ny. Kim (32 tahun) mengeluhkan sering gatal pada daerah vagina. Dokter
mendiagnosis dengan keputihan yang disebabkan oleh Candida albicans. Dokter memberikan terapi
berupa fluconazole single dose. Gejala hilang namun dia merasakan kembali 3 hari kemudian
keputihan yang berwarna putih, kering, curd-like dan tidak berbau. Karena dokternya sedang tutup
pasien ini datang kembali ke farmasi untuk merekomendasikan obat untuknya.

keputihan yang berwarna putih, kering,


Vulvovaginal candidiasis
curd-like dan tidak berbau.
Rekomendasi Terapi
Gejala hilang namun dia merasakan Dapat disebabkan : Rekuren vulvovaginal kandidiasis
kembali 3 hari kemudian

Rekomendasi :

Terapi Awal : Flukonazol oral 100 mg, 150 mg, atau 200 mg setiap tiga hari dengan total 3
dosis selama satu minggu [hari 1, 4, dan 7]
Dosis Pemeliharaan : Flukonazol oral (yaitu dosis 100 mg, 150 mg, atau 200 mg) setiap
minggu selama 6 bulan

Sarankan pasien untuk melakukan pengujian dan evaluasi secara klinis. pasangan seks juga sebaiknya
melakukan pemeriksaan dan terapi

BPOM. (2015). Anti Jamur. https://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/53-anti-jamur


CDC. (2021). Vulvovaginal Candidiasis - STI Treatment Guidelines. https://www.cdc.gov/std/treatment-guidelines/candidiasis.htm
04
Monitoring Terapi
Latifah Putri Anggraini 1906404442
Meuthia Deandri Azizah 1906404455
Flukonazol
Gejala klinis mereda atau hasil tes laboratorium yang menunjukkan
Monitoring Terapi ●
infeksi fungal mengindikasikan efikasi obat
● Monitoring fungsi hati selama terapi
● Monitoring fungsi ginjal. Pada lansia dapat dilakukan pengaturan
dosis terapi
● Progresi ruam pada pasien pada pasien dengan infeksi jamur yang
parah

Monitoring ESO ● Efek samping yang perlu dimonitor :


○ Gangguan enzim hati
○ Reaksi kulit pada pasien dengan gangguan sistem imun dan
infeksi parah (pernah terjadi reaksi kulit hebat pada pasien
AIDS)
● Reaksi Alergi → Anafilaksis Sindrom Stevens-Johnson
● Efek samping lainnya → mual, sakit perut, diare, kembung,
angioedema, lesi bulosa, nekrolisis epidermal toksik

Pionas BPOM. Antijamur. https://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/53-anti-jamur


Micromedex. Fluconazole
Azole Topical | Vaginal
(miconazole, tioconazole)
Monitoring Terapi

Efektivitas terapi ditunjukkan dari berkurangnya gejala klinis dari pasien

Monitoring ESO

● Topikal : Efek samping yang sering terjadi adalah dermatitis kontak, rasa terbakar
● Vaginal : iritasi, rasa terbakar, gatal, kram pada perut

micromedex
Nystatin Monitoring
● Symptomatic improvement
● Reaksi lokal → alergi, rasa terbakar, gatal
● Toksisitas dermal → ruam, sindrom stevens-johnson

miromedex
06
KIE
Ferry 1906404431
Rizky Muhammad Akbar 1906404625
Fluconazole (Oral)
Fluconazole 150 mg
→ Untuk kandidiasis vulvovaginal rekuren, berikan selama 10-14 hari
dilanjutkan dengan 150 mg/minggu selama 6 bulan → PERDOSKI
Cara Penggunaan → Untuk kandidiasis vulvovaginal rekuren, berikan 150 mg setiap hari
ketiga untuk total 3 dosis (Hari 1, 4, dan 7), diikuti 150 mg setiap
minggu selama 6 bulan. → MIMS
Tablet atau Bubuk untuk Suspensi Oral
→ Simpan di bawah 30℃
Cara Penyimpanan Bubuk yang dilarutkan untuk Suspensi Oral
→ Simpan antara 5-30℃. Jangan dibekukan
Reaksi anafilaksis, mual-muntah, urtikaria, demam, Steven-Johnson
Potensi Efek Samping Syndrome, vertigo, mulut kering
● Tidak boleh diberikan pada anak-anak berusia dibawah 12
tahun, ibu menyusui, dan ibu hamil.
Perhatian ● Dapat menyebabkan pusing atau kejang, Jangan mengemudi
atau mengoperasikan mesin ketika mengonsumsi obat.
● Dapat dikonsumsi sebelum atau sesudah makan.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. (2017). Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Diakses dari: https://perdoski.id/uploads/original/2017/10/PPKPERDOSKI2017.pdf
Halodoc. (2022). Fluconazole 150 mg Kapsul. Diakses dari: https://www.halodoc.com/obat-dan-vitamin/fluconazole-150-mg-kapsul
MIMS. (2022). Fluconazole. Diakses dari: https://www.mims.com/indonesia/drug/info/fluconazole?mtype=generic
Itraconazole (Oral)
Itraconazole 200 mg, 2 kali sehari, selama 1 hari atau
Cara Penggunaan Itraconazole 200 mg, 1 kali sehari, selama 3 hari → PERDOSKI
dan MIMS
● Kapsul: Simpan antara pada suhu 15-25℃, hindari dari
cahaya dan kelembapan
● Larutan oral: Simpan pada suhu dibawah 25℃. Jangan
Cara Penyimpanan dibekukan
● Infus: Simpan dibawah suhu 25℃. Jangan dibekukan dan
lindungi dari cahaya
Mual-muntah, diare, nafsu makan menurun, hipertensi, demam,
Potensi Efek Samping sakit kepala, pusing, anafilaksis.
● Tidak boleh diberikan pada anak-anak berusia dibawah 12
tahun, ibu menyusui, dan ibu hamil.
● Dapat menyebabkan pusing atau mengantuk, Jangan
Perhatian mengemudi atau mengoperasikan mesin ketika
mengonsumsi obat.
● Minum obat segera setelah makan.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. (2017). Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Diakses dari: https://perdoski.id/uploads/original/2017/10/PPKPERDOSKI2017.pdf
Halodoc. (2022). Fluconazole 150 mg Kapsul. Diakses dari: https://www.halodoc.com/obat-dan-vitamin/fluconazole-150-mg-kapsul
MIMS. (2022). Itraconazole. Diakses dari: https://www.mims.com/indonesia/drug/info/itraconazole?mtype=generic
Ketoconazole (Oral dan Topikal)
Ketoconazole Kapsul -- PERDOSKI
→ Berikan 200 mg, 2 kali setiap hari selama 5 hari.
Cara Penggunaan Ketoconazole Krim → MIMS
→ Aplikasikan 2% Ketokonazol 1-2 kali sehari selama 2-3
minggu
● Tablet: Simpan pada suhu 20-25℃.
Cara Penyimpanan ● Krim: Simpan pada suhu dibawah 25℃ dan lindungi
dari cahaya.
Topikal
---> Sensasi terbakar, pruritus
Potensi Efek Samping Oral
→ Mual-muntah, Anafilaksis, Hepatotoksisitas.
● Tidak dianjurkan untuk pembaikan jangka panjang.
● Dapat menyebabkan pusing dan mengantuk ketika
dikonsumsi secara oral, Jangan mengemudi atau
Perhatian mengoperasikan mesin ketika mengonsumsi obat.
● Hindari paparan api selama atau setelah aplikasi
● Hindari kontak dengan mata atau selaput lendir
lainnya.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. (2017). Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Diakses dari: https://perdoski.id/uploads/original/2017/10/PPKPERDOSKI2017.pdf
Halodoc. (2022). Ketoconazole 200 mg 10 Tablet. Diakses dari: https://www.halodoc.com/obat-dan-vitamin/ketoconazole-200-mg-10-tablet
MIMS. (2022). Ketoconazole. Diakses dari: https://www.mims.com/indonesia/drug/info/ketoconazole?mtype=generic
Clotrimazole (Topikal)
Clotrimazole 1% (Krim) → MIMS
→ Aplikasikan 2-3 kali sehari selama minimal 2 minggu
Clotrimazole (Pessary Intravaginal) → PERDOSKI
Cara Penggunaan → 200 mg selama 3 hari atau 500 mg sebagai dosis tunggal.
● Masukkan aplikator yang sudah terdapat tablet ke dalam vagina secara
perlahan sejauh yang anda bisa dan rasa nyaman kemudian tekan tombol
pada aplikator untuk melepaskan tablet.
Cara Penyimpanan Simpan dalam suhu 20-25℃.

Potensi Efek Samping


Peningkatan iritasi kulit (kemerahan, gatal, terbakar, melepuh, bengkak, keluar cairan);
mual-muntah, reaksi hipersensitivitas, keputihan, ruam kulit.
● Semua dosis dimasukkan setinggi mungkin secara intravaginal pada malam
hari, dapat menggunakan aplikator apabila diperlukan.
● Pengobatan dapat diulang sekali jika perlu dan harus diselesaikan sebelum
menstruasi.
● Pada penggunaan pessary, dapat merusak dan menurunkan efektivitas
Perhatian kontrasepsi lateks (Kondom) → gunakan tindakan kontrasepsi alternatif.
● Hindari penggunaan tampon, spermisida, atau produk vagina lainnya.
● Pada penggunaan topikal, hindari penggunaan pembungkus atau pembalut
oklusif dan kontak dengan mata dan selaput lendir.
● Hati-hati pada pasien yang pernah mengalami infeksi candida vaginitis >2
selama 6 bulan terakhir, riwayat STD, anak-anak, ibu hamil dan menyusui.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. (2017). Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Diakses dari: https://perdoski.id/uploads/original/2017/10/PPKPERDOSKI2017.pdf
Halodoc. (2022). Canesten SD Tablet Vaginal 500 mg. Diakses dari: https://www.halodoc.com/obat-dan-vitamin/canesten-sd-tablet-vaginal-500-mg
MIMS. (2022). Clotrimazole. Diakses dari: https://www.mims.com/indonesia/drug/info/clotrimazole?mtype=generic
Miconazole Nitrate (Topikal)
Ovula → sebelum tidur
100 mg sekali sehari selama 7 hari, atau 200 mg sekali
sehari selama 3 hari, atau 1.200 mg sebagai dosis tunggal
Krim Vaginal → sebelum tidur
Cara Penggunaan 2%: 1 aplikator sekali sehari selama 7 hari
4%: 1 aplikator sekali sehari selama 3 hari. Lanjutkan
pengobatan bahkan setelah pruritus dan keputihan hilang
atau menstruasi dimulai
Cara Penyimpanan Simpan di suhu 20-25 derajat Celcius,
Reaksi hipersensitivitas (misalnya reaksi anafilaksis,
Potensi Efek Samping angioedema), reaksi kulit yang serius (misalnya sindrom
Steven-Johnson, nekrolisis epidermal toksik), iritasi kulit
● Gangguan hati. Anak-anak. Kehamilan dan menyusui
● Hindari kontak sediaan topikal dengan mukosa
mata.
Perhatian ● Sediaan vaginal dapat menurunkan efektivitas agen
kontrasepsi lateks (misalnya kondom dan
diafragma).
Nistatin (Topikal)
Nistatin (Krim) → MIMS
→ Aplikasikan 100.000 IU 1-2 kali sehari selama 14 hari atau
lebih.
Cara Penggunaan Nistatin (Tablet Intravaginal) → PERDOSKI
→ 100.000 IU selama 7 hari.
● Basahi ovula untuk mempercepat penghancuran obat
kemudian dimasukkan ke dalam vagina.
Cara Penyimpanan Simpan dalam suhu 20-25℃ dan lindungi dari cahaya.
Iritasi, hipersensitivitas, mual-muntah, urtikaria,
Potensi Efek Samping Stevens-Johnson syndrome
● Dapat menurunkan efektivitas agen kontrasepsi lateks
apabila digunakan bersamaan.
Perhatian ● Hati-hati ketika diberikan pada anak-anak, ibu hamil, dan
ibu menyusui, serta pasien immunocompromised.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. (2017). Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Diakses dari: https://perdoski.id/uploads/original/2017/10/PPKPERDOSKI2017.pdf
Halodoc. (2022). Nystatin 100000 IU 10 Ovula (Tablet Vaginal). Diakses dari: https://www.halodoc.com/obat-dan-vitamin/nystatin-100000-iu-10-ovula-tablet-vaginal
MIMS. (2022). Nystatin. Diakses dari: https://www.mims.com/indonesia/drug/info/nystatin?mtype=generic
Terapi
Nonfarmakologi Edukasi
● Menghindari konsumsi alkohol selama ● Hindari bahan iritan lokal, misalnya
produk berparfum
hingga 24 jam pasca selesai regimen
● Hindari pemakaian bilas vagina
● Menghindari kontak seksual selama ● Hindari pakaian ketat atau dari bahan
diberikan regimen atau menggunakan sintetik (kalau bisa yang menyerap
kondom keringat).
● Membasuh area vagina dengan ● Hindari penggunaan handuk atau
rebusan daun sirih merah selama 3 hari pakaian bergantian dengan orang lain.
- 2 minggu Cuci handuk yang kemungkinan
terkontaminasi.
● Hilangkan faktor predisposisi:
hormonal, pemakaian kortikosteroid
dan antibiotik yang terlalu lama,
kegemukan.
● Jaga hygiene (kebersihan) tubuh
Sherrard J, Wilson J, et al. 2018 European (IUSTI/WHO) Guideline on the
Management of Vaginal Discharge. Int J STD AIDS. 2018;1–6. ● Jaga agar kulit area infeksi tidak lembab
Ammalia Rahmah Maulidiyah, . (2020) INTERVENSI NON FARMAKOLOGI UNTUK
MENGATASI KEPUTIHAN PADA WANITA : Literature Review. Skripsi thesis,
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.
Farmakoterapi 3C Kelompok 6

Candidiasis Orofaringeal
Kelompok 6 - Farmakoterapi 3-C 2022
Ahmad Ghazali Alfarizi (1906405035)
Denisa Alika Masyhud (1906404562)
Haezel M.C. (1906347451)
Kadzia Nazhiva Fikra (1906404846)
Maimunah (1906404594)
Meilani Velvina Losso (1806265141)
Rulaa Azzah Amalia (1906404575)
Syafura Az-Zahra (1906404423
Vetra Gracia (1906405086)
Tasya Nabila Nevilda (1906405092)
Farmakoterapi 3C Kelompok 6

01.
Definisi, Tanda,
dan Gejala
Haezel (1906347451)
Maimunah (1906404594)
Definisi
Kandidiasis orofaringeal adalah
infeksi pada lidah dan area mukosa
oral yang memiliki ciri khas, yaitu :
pertumbuhan jamur (C. albicans)
berlebihan dan invasi pada
jaringan superfisial

Istilah lain :
Thrush

Vila, T., Sultan, A. S., Montelongo-Jauregui, D., & Jabra-Rizk, M. A. (2020). Oral candidiasis: a disease
of opportunity. Journal of Fungi, 6(1), 15.
Etiologi
Faktor lokal Faktor sistemik

Disfungsi saliva (berkurangnya faktor antimikroba pada Tingkat sistem imun (anak dan geriatri)
saliva)

Kurangnya kebersihan mulut Antibiotik spektrum luas (mengubah flora normal lokal)

Trauma mukosa Terapi imunosupresif (kortikosteroid sistemik, agen biologis)

Kortikosteroid topikal (inhaler, gel) Kemoradiasi

Merokok Kondisi imunokompromais (HIV, Sindrom jogren, AIDS,


leukemia)

Defisiensi nutrisi

Disfungsi endokrin (diabetes, penyakit Addison, hipotiroid)

Vila, T., Sultan, A. S., Montelongo-Jauregui, D., & Jabra-Rizk, M. A. (2020). Oral candidiasis: a disease
of opportunity. Journal of Fungi, 6(1), 15.
Tanda & Gejala Klinis
Kandidiasis akut
pseudomembran

Kandidiasis Orofaringeal Akut

Kandidiasis akut eritema

Median
Kandidiasis atropik eritema
rhomboid
kronis
glositis

Kronik Kandidiasis
Angular cheilitis hiperplastik
kronik

Vila, T., Sultan, A. S., Montelongo-Jauregui, D., & Jabra-Rizk, M. A. (2020). Oral candidiasis: a disease
of opportunity. Journal of Fungi, 6(1), 15.
Gambaran klinis
A = Kandidiasis
orofaring
B = Kandidiasis
pseudomembran akut
C = Stomatitis
D = Angular cheilitis

Vila, T., Sultan, A. S., Montelongo-Jauregui, D., & Jabra-Rizk, M. A. (2020). Oral candidiasis: a disease
of opportunity. Journal of Fungi, 6(1), 15.
Perbedaan Kandidiasis Orofaringeal dengan Sariawan
Sariawan atau dikenal sebagai canker sore (aphthous ulcer) disebabkan oleh stomatitis aphthous yang
menghasilkan ulkus berulang (recurrent) dan menyakitkan

Sariawan terjadi pada selaput lendir (mukosa) mulut non-keratin → permukaan labial (dekat bibir) atau bukal
(dekat pipi), langit-langit dan dasar mulut, permukaan ventral (ujung depan) atau lateral (samping) lidah, dekat
tonsil, dan gusi dekat gigi

Penyebab = idiopatik dan multifaktorial (trauma loka, stres, alergi, paparan toksin, atau perubahan mikrobiom di
rongga mulut → tidak disebabkan oleh infeksi

Jenis Sariawan

● Minor = ulkus berukuran kecil (8-10 mm) dan dapat sembuh 10-14 hari (tanpa ada bekas)
● Mayor = ulkus berukuran besar (1 cm) dan bertahan hingga 6 minggu (ada bekas jaringan parut)

Plewa MC, Chatterjee K. Aphthous Stomatitis. [Updated 2022 Aug 7]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK431059/
Preeti, L., Magesh, K., Rajkumar, K., & Karthik, R. (2011). Recurrent aphthous stomatitis. Journal of oral and maxillofacial pathology : JOMFP, 15(3), 252–256. https://doi.org/10.4103/0973-029X.86669
Mayoclinic. (2022). Canker Sores. Diakses pada 21 November 2022 dari https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/canker-sore/symptoms-causes/syc-20370615
Pramono, A. (2017). Ulkus. Dikase pada 21 November 2022 dari http://repository.unimus.ac.id/1496/3/SKRIPSI%20Bab%20II.pdf
Preeti, L., Magesh, K., Rajkumar, K., & Karthik, R. (2011). Recurrent aphthous stomatitis. Journal of oral and maxillofacial pathology : JOMFP, 15(3), 252–256. https://doi.org/10.4103/0973-029X.86669
Terai, H., Ueno, T., Suwa, Y., Omori, M., Yamamoto, K., & Kasuya, S. (2018). Candida is a protractive factor of chronic oral ulcers among usual outpatients. The Japanese dental science review, 54(2), 52–58. https://doi.org/10.1016/j.jdsr.2017.12.001

Perbedaan Kandidiasis Orofaringeal dengan Sariawan

Sariawan (umum) = ulser berulang


dengan bentuk bulat atau oval dengan
bagian tengah berwarna kuning/abu dan
batas merah (eritematosa)

Kandidiasis Orofaringeal = menghasilkan


lesi non-ulser berupa bercak putih di
mulut dan lidah yang terjadi pada pasien
immunocompromised

Ulser atau ulkus adalah kerusakan


jaringan epitel berupa cekungan dan
memiliki batas tegas

Sumber Gambar: https://www.dreamstime.com/illustration/oral-candidiasis.html; https://sabkadentist.com/dental-treatments/gum-surgery/canker-sores/


Diagnosis Kandidiasis Orofaringeal
Diagnosis (presumtif) kandidiasis pada mulut dengan melihat penampilan karakteristik mukosa
mulut → dilihat resolusi tanda dan gejala setelah terapi antijamur

● Layanan kesehatan dapat mengambil lesi (sampel) untuk diperiksa di bawah mikroskop →
terdapat pseudohifa dan ragi sehingga terkonfirmasi diagnosisnya (biasanya hal ini tidak
diperlukan)
● Jika setelah terapi antijamur tidak ada resolusi gejala
○ Dilakukan kultur → untuk menentukan spesies yang menginfeksi dan adanya
kemungkinan resistensi obat
○ Dilakukan endoskopi → dengan memeriksa saluran pencernaan menggunakan tabung
dengan lampu dan kamera

CDC. (2022). Candida infections of the mouth, throat, and esophagus. Diakses pada 21 November 2022 dari https://www.cdc.gov/fungal/diseases/candidiasis/thrush/index.html
Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, et al. 2020. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach 11th Ed. New York: McGraw-Hill.
Farmakoterapi 3C Kelompok 6

02.
Tujuan Terapi

Ahmad Ghazali Alfarizi (1906405035)


Tujuan Terapi Kandidiasis Orofaringeal
● Menghilangkan tanda dan gejala klinis
● Mengobati episode awal OPC untuk menghindari perkembangan
penyakit yang lebih luas, meskipun pasien yang mengidap OPC
relatif asimtomatik
● Menggunakan terapi antijamur yang tepat
● Mencegah atau meminimalkan jumlah kekambuhan pada masa
mendatang
● Meminimalkan toksisitas dan interaksi obat-obat dari agen antijamur
sistemik
● Memaksimalkan kepatuhan dengan memastikan bahwa pasien
memahami pentingnya terapi dan petunjuk untuk minum obat
dengan tepat

Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, et al. 2020. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach 11th Ed. New York: McGraw-Hill.
Farmakoterapi 3C Kelompok 6

03.
Terapi alternatif
& Algoritma
Kadzia Nazhiva Fikra (1906404846)
Meilani Velvina Losso (1806265141)
Rulaa Azzah Amalia (1906404575)
Umum
Penatalaksanaan
● Memperbaiki status gizi dan menjaga kebersihan oral
● Kontrol penyakit predisposisinya
● Gentian violet 1% (dibuat segar/baru) atau larutan nistatin 100.000-200.00 IU/ml yang dioleskan
2-3 kali selama 3 hari

Rencana Tindak Lanjut


● Dilakukan skrining pada keluarga dan perbaikan lingkungan keluarga untuk menjaga tetap
bersih dan kering
● Pasien kontrol kembali apabila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dengan obat anti jamur

Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik
Umum
Mild Diseases

Nama Obat Sediaan dan Dosis Frekuensi

Clotrimazole Troches Tablet 10 mg 5 kali sehari

Miconazole Tablet mucoadhesive buccal 50 1 kali sehari selama 7-14 hari,


mg diaplikasikan pada permukaan
mukosa

Nistatin Suspensi 100,000 IU/mL 4-6 mL. 4 kali sehari selama 14


hari

Nistatin Pastilles 200.000 IU 1-2 pastilles, 4 kali sehari,


selama 7-14 hari
Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Pappas, P., Kauffman, C., Andes, D., Clancy, C., Marr, K., & Ostrosky-Zeichner, L. et al. (2016). Executive Summary: Clinical Practice Guideline for the Management of Candidiasis: 2016 Update by the Infectious Diseases
Society of America. Clinical Infectious Diseases, 62(4), 409-417. https://doi.org/10.1093/cid/civ1194
Umum
Moderate-Severe Diseases

Nama Obat Sediaan dan Dosis Frekuensi

Fluconazole Oral (kapsul) 100-200 mg Satu kali sehari selama 7-14 hari

Fluconazole-Refractory Disease

Itraconazole Larutan 200 mg 1 kali sehari

Posaconazole Suspensi 400 mg dua kali sehari selama 3 hari, dilanjutkan satu
kali sehari setelahnya selama hingga 28 hari

Voriconazole Oral (tablet) 200 mg 2 kali sehari

Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Pappas, P., Kauffman, C., Andes, D., Clancy, C., Marr, K., & Ostrosky-Zeichner, L. et al. (2016). Executive Summary: Clinical Practice Guideline for the Management of Candidiasis: 2016 Update by the Infectious Diseases
Society of America. Clinical Infectious Diseases, 62(4), 409-417. https://doi.org/10.1093/cid/civ1194
Pediatri
Farmakologi
● Lini pertama: Nistatin topikal suspensi 100.000 unit/1mL, berikan 1mL ke dalam rongga bukal,
empat kali sehari selama 7-14 hari. Nistatin direkomendasikan sebagai pengobatan awal untuk
bayi imunokompeten

● Lini kedua: Flukonazol oral 6mg/kg pada hari pertama diikuti 3mg/kg sekali sehari selama 14
hari
ATAU
Gel miconazole 2% topikal (HANYA pada anak di atas 6 bulan) (6 bulan-2 tahun 1,25ml/dosis) (>2
tahun 2,5ml /dosis) diterapkan pada area bukal empat kali per hari selama 7-14 hari

*Terapi alternatif dapat diberikan Gentian violet (0,5% atau 1%) dioleskan ke mukosa bukal sekali
atau dua kali sehari

Campbell, Anita & Mcleod, Charlie & Blyth, Christopher. (2016). Treating Common Fungal Infections in Children. Current Pediatrics Reports. 4. 10.1007/s40124-016-0110-7.
MIMS Paediatrics. Candidiasis. https://specialty.mims.com/candidiasis%20(pediatric)/treatment
Pediatri
Non Farmakologi

● Selalu cuci tangan dengan baik sebelum dan sesudah menyentuh mulut anak atau benda-benda
yang pernah menyentuh mulutnya.
● Pastikan anak minum banyak cairan agar tidak mengalami dehidrasi.
● Mensterilkan dot botol bayi setelah digunakan. Lakukan dengan menempatkan puting botol
susu dalam air mendidih selama 10 menit. Biarkan puting menjadi dingin sebelum digunakan.
● Batasi menyusui dan pemberian susu botol hingga 20 menit. Mengisap dalam waktu lama dapat
meningkatkan iritasi.
● Untuk ibu yang menyusui:
○ Bersihkan setiap payudara dengan air dan keringkan setelah menyusui.
○ Jika payudara menunjukkan tanda-tanda infeksi, seperti nyeri atau kemerahan, hubungi
penyedia layanan kesehatan.
○ Jika menggunakan ASI dari pompa, semua bagian pompa perlu disterilkan

Nationwidechildren. (2022). Thrush and Yeast Infections. https://www.nationwidechildrens.org/conditions/thrush


Wanita Hamil
Non Farmakologi
● Menjaga Kebersihan Mulut
○ Salah satu cara untuk melawan jumlah jamur yang berlebihan pada mulut adalah mempraktikkan
kebiasaan menyikat gigi dan membersihkan gigi dengan flos setiap hari. Namun, sebaiknya hindari
obat kumur karena dapat memengaruhi jumlah asli flora di dalam mulut.
● Saltwater Rinse
○ Membilas dengan air garam dapat membantu meringankan beberapa rasa sakit yang disebabkan
oleh luka di mulut. Larutkan 1/2 sendok teh (2,5 mL) garam dalam 1 cangkir (237 mL) air hangat.
Kumur-kumur di sekitar mulut, lalu keluarkan.
Farmakologi
● Amfoterisin B dan Clotrimazole merupakan agen antifungal yang cukup aman digunakan pada masa
kehamilan dengan FDA Category B, Dosis: 1 troches, empat kali sehari dan Dosis 100–200 mg, 1 kali
sehari, selama 3 minggu hingga 7 bulan.

MIMS Indonesia. Diakses pada 2 November 2021, dari https://www.mims.com/indonesia/drug/info/amphotericin%20b?mtype=generic


https://americanpregnancy.org/healthy-pregnancy/pregnancy-health-wellness/how-to-treat-thrush-naturally-during-pregnancy-15829
Algoritma terapi ibu hamil
Obat yang aman digunakan pada ibu hamil yaitu Nystatin, Amphotericin B, dan Terbinafine. Clotrimazole
Jika tidak menunjukan perbaikan setelah non-farmakologi dapat diberikan Antifungal

Nama Obat Kategori Nama Obat Kategori

Amphotericin B B Micafungin C ● Disarankan


menggunakan terapi
Nystatin A secara topikal
Anidulafungin C ● Gunakan terapi
dengan kategori
Ketoconazole C kehamilan A/B
Ketoconazole C ● Candidiasis invasif:
- Pada trimester
Fluconazol (rendah: 150 mg per hari/ tinggi: C/D
400-600 mg per hari) pertama, kedua dan
Flucytosine C ketiga: Amphotericin
B formulasi lipid 2-5
Itraconazole C mg/kg per hari
Terbinafine B - Alternatif:
Voriconazole D Amphotericin B
deoksikolat 0,5-1,5
Griseofulvine C
Posaconazole C mg/kg per hari

Caspofungin C Clotrimazole B

MIMS Indonesia. Retrieved from November 01, 2021 https://www.mims.com/indonesia/drug/info/amphotericin%20b?mtype=generic


Pilmis, B., Jullien, V., Sobel, J., Lecuit, M., Lortholary, O., & Charlier, C. (2014). Antifungal drugs during pregnancy: an updated review. Journal of Antimicrobial Chemotherapy, 70(1), 14–22. doi:10.1093/jac/dku355
Geriatri
Penyakit Ringan
● 1st line: Clotrimazole troches 10mg sehari 5 kali atau
Mikonazol tablet 50 mg sekali sehari
● 2nd line: Suspensi Nistatin 100.000 IU/mL (4-6 mL 4 kali
sehari) atau Nistatin pastiles 200.000 IU/mL 4 kali sehari
Penyakit sedang-parah
● 1st line: flukonazol oral 100-200 mg/hari selama 7-14 hari.
Jika tidak mempan flukonazol:
○ 1st line: Itrakonazol 200 mg sekali/hari atau suspensi
posakonazol 400 mg 2 kali/hari selama 3 hari lalu 400
mg sekali/hari selama 28 hari.
○ 2nd line: Tablet vorikonazol 200 mg 2 kali sehari atau
suspensi oral Amfoterisin B deoksikolat 100 mg/mL 4
kali sehari.
Flevari, A., Theodorakopoulou, M., Velegraki, A., Armaganidis, A., & ○ 3rd line: Ekinokandin i.v = kaspofungin 70 mg (LD) lalu
Dimopoulos, G. (2013). Treatment of invasive candidiasis in the elderly: a 50 mg sehari sekali, mikafungin 100 mg/ hari.
review. Clinical interventions in aging, 8, 1199.
Farmakoterapi 3C Kelompok 6

04.
Pilihan
Terapi
Syafura Az-Zahra 1906404423
Vetra Gracia 1906405086
Farmakoterapi 3C Kelompok 6

Kasus

An. N berusia 5 tahun dibawa ke dokter oleh ibunya


karena ada putih-putih di sekitar lidahnya. Pasien ini
merupakan pasien kemoterapi leukemia pada siklus
kedua. Dokter menanyakan kepada apoteker terkait obat
yang perlu direkomendasikan untuk pasien ini.
Klasifikasi Berdasarkan Kasus
Tipe Populasi yang beresiko Gejala

Pseudomembranous Neonatus, pasien dengan HIV Plak putih kekuningan lunak di area eritema pada
(Thrush) atau kanker, lansia, perokok mukosa bukal, lesi pada lidah dorsum

Eritematosa (acute Pasien HIV, pengguna inhaler Mukosa eritematosa yang sedikit nyeri, bercak
atrophic) antibiotik spektrum luas merah di langit-langit mulut

Hiperplastik (candidal Perokok, jarang pada pasien HIV Plak keratolitik yang tebal dan putih di perbatasan
leukoplakia) lidah

Angular Cheilitis Pasien HIV, pemakai gigi palsu Lesi merah, ulseratif, retak atau pecah yang
menyakitkan di salah satu atau kedua sudut mulut

Denture Stomatitis Lansia yang memakai gigi palsu Lesi merah dan rata pada mukosa di bawah gigi
(chronic atrophic) palsu

Pasien menunjukkan gejala kandidiasis oral tipe Pseudomembranous. Diagnosa tambahan


untuk memastikan dapat dilakukan biopsi jaringan atau dengan kultur

Dipiro, J. T. (2008). Pharmacotherapy: A pathophysiologic approach, 7th ed. New York: McGraw-Hill Medical.
Weight management app pitch deck By Slidesgo

Diagnosis
● Usia pasien : 5 tahun
● Riwayat : kemoterapi
leukemia siklus kedua Kandidiasis Orofaringeal :
● Tanda fisik : terdapat Pseudomembranous (Thrush)
putih-putih di sekitar
lidah
Farmakoterapi 3C Kelompok 6

Suspensi Nistatin
Regimen Dosis ● 100.000 IU/mL, diberikan 1 mL, 4 kali
sehari (IAP)
● 100.000-200.000 IU/mL, dioleskan 2-3
kali sehari (PPK)

Rute Oral

Durasi ● 10-14 hari (IAP)


● 3 hari (PPK

Pada oral trush yang tidak memberikan respons terhadap terapi →


antifungal sistemik selama 14 hari. Contoh : flukonazol

Garg, P., & Marpalli, R. (2022). Standard treatment guidlines 2022 : oral thrush (oral candidiasis). India : IAP
Indonesia, I. D. (2017). Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer. Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 162, 364.
Farmakoterapi 3C Kelompok 6

Parameter Monitoring
Terapi dikatakan efektif Jika gejala dari kandidiasis orofaringeal mereda dengan cepat komplikasi
dapat dicegah tanpa mengalami kekambuhan dini setelah memanfaatkan
seluruh terapi yang direkomendasikan.

Peredaan/peringanan secara secara umum terjadi dalam 48-72 jam (2-3 hari) setelah terapi dimulai, tetapi
simptomatik bisa dikatakan sempurna dalam 7-10 hari.

Pasien yang mengalami HIV dilihat dari kejadian kandidiasis orofaringeal yang difollow-up secara rutin.

Pasien yang mengalami dilihat dari suhu dan tanda penyebaran kandidiasis lebih sering.
neutropenia

Obat antifungal yang efikatif dilihat dari segi kepatuhan pasien pada regimen pengobatan yang diberikan

Dipiro, J. T., et al. (2011). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach 8th Edition. USA : The McGraw-Hill Companies
Farmakoterapi 3C Kelompok 6

Parameter Monitoring
Keberhasilan Terapi
- Pemeriksaan subjektif gejala klinis: bicara Terkait ESO
jelas, dapat makan dan minum (jamur tidak
mengganggu aktifitas di mulut). - Iritasi/reaksi hipersensitivitas
mukosa oral: seperti rasa perih,
- Uji kultur fungi (jika diperlukan) → hasil ruam, atau pruritus
negatif Candida albicans. - Stevens-Johnson syndrome
- Dilakukan pada pasien yang tidak - Toksisitas GI : diare, mual,
merespons terapi dengan baik untuk muntah (biasanya terjadi pada
menentukan spesies yang menginfeksi dan penggunaan dosis tinggi)
untuk memprediksi kemungkinan resistensi
obat

Micromedex
Masuku, W. D. M., Angriany, D., Winias, S., & Parmadiati, A. E. Penanganan kandidiasis orofaring pada pasien Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) dengan nilai CD4 dibawah 10 sel/µL: laporan kasus.
Hardjono, Sri Budiarti Wonso; Subagyo, Goeno. Kandidiasis di Mulut akibat Khemoterapi dan Penatalaksanaannya. Majalah Kedokteran Gigi Indonesia, [S.l.], p. 173-177, oct. 2016. ISSN 2442-2576. Available at: <https://jurnal.ugm.ac.id/mkgi/article/view/15416>.
Farmakoterapi 3C Kelompok 6

06.
Terapi
Non-Farmakologi &
KIE Obat
Ahmad Ghazali Alfarizi (1906405035)
Denisa Alika Masyhud (1906404562)
Tasya Nabila N (1906
Terapi Non-Farmakologi

❏ Membersihkan rongga mulut sebelum memberikan agen antijamur topikal


dengan berkumur dan membersihkan plak menggunakan fluoride
❏ Menjaga hygiene mulut dengan rutin menggosok gigi minimal dua kali sehari
❏ Membilas mulut atau sikat gigi setelah makan permen dan makan makanan
manis
❏ Melakukan desinfeksi gigi dan mulut terutama apabila menggunakan gigi palsu

Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, et al. 2020. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach 11th Ed. New York: McGraw-Hill.
Terapi Non-Farmakologi
Merawat secara rutin rongga mulut dengan cara :
1. Sikat gigi
- Membersihkan gigi dan gusi dengan sikat gigi yang lembut 2-3 kali setiap hari selama 2-3 menit
- Mengeringkan sikat gigi jika tidak digunakan (jangan lembab)
- Memilih pasta gigi: dengan rasa yang tidak terlalu kuat agar tidak mengiritasi mulut; jika pasti gigi
mengiritasi mulut, kumur-kumur dengan larutan yang terdiri dari 1 sendok teh garam dalam 240 ml
air; gunakan pasta gigi yang mengandung fluoride
- Telaten dalam mengganti sikat gigi setelah beberapa lama digunakan
2. Kumur
- Kumur-kumur mulut 3-4 kali setiap kali menyikat gigi
- Hindari berkumur dengan bahan-bahan yang mengandung alkohol
- Salah satu bahan untuk berkumur yang dapat digunakan:
- 1 sendok teh garam dalam 960 ml air
- 1 sendok teh natrium bikarbonat dalam 240 ml air
- Obat kumur yang mengandung antibakteri dapat digunakan 2-4 kali setiap hari untuk mengatasi masalah
pada gusi

Lubis, Bidasari dan Silvana, Sisca. (2007). Perawatan Rongga Mulut Pada Pasien Kanker Anak. Indonesian Journal of Cancer 4, 149-152
Fluconazole
Indikasi Candidiasis Orofaringeal

Dosis Dewasa : 200-400 mg pada hari pertama, diikuti dengan 100-200 mg sekali sehari selama 7-21 hari
(sampai penyakit mereda).
anak : 6mg / kg, diikuti 3 mg / kg tiap 72 jam. Maks: 12 mg / kg 72 jam.

Cara Penggunaan Dapat diberikan dengan atau tanpa makanan. Ambil dosis yang terlewat segera setelah ingat. Jika
hampir waktunya untuk dosis berikutnya, lewati dosis yang terlewat dan kembali ke jadwal dosis
normal

Kontraindikasi Hipersensitivitas,, Perhatian khusus : Pasien Ggn ginjal dan hati,


Anak-anak dan orang tua,Kehamilan dan menyusui

Efek Samping Mual dan muntah, sakit kepala nausea, sakit perut, diare, kembung; gangguan enzim
hati;kadang-kadang ruam

Cara Penyimpanan Disimpan pada suhu ruangan (20oC-25oC), serta jauhkan dari paparan sinar matahari
langsung dan jangkauan anak-anak

MIMS Online. Fluconazole. Diakses dari https://www.mims.com/indonesia/drug/info/flucon azole?mtype=generic


PIONAS Online. Fluconazole. Diakses dari http://pionas.pom.go.id/monografi/flukonazol
Clotrimazole
Indikasi Candidiasis Orofaringeal

Dosis Dewasa dan anak≥ 3tahun :


Larutkan 1 tablet 100 mg perlahan di dalam mulut, sehari tiga kali selama 14 hari. Sebagai
profilaksis untuk pasien immunocompromised yang menjalani kemoterapi, radioterapi, atau terapi
steroid: 1 tablet 10 mg sehari tiga kali selama kemoterapi

Cara Penggunaan Larutkan perlahan di dalam mulut

Kontraindikasi Hipersensitivitas , Perhatian khusus : kehamilan dan menyusui; anak-anak; tidak diindikasikan
untuk infeksi jamur sistemik, gangguan hati.

Efek Samping mual, muntah, sensasi mulut, nyeri abdominal, reaksi alergi

Cara Penyimpanan simpan antara 20-25 ° C.

MIMS. Clotrimazole. https://www.mims.com/indonesia/drug/info/clotrimazole?mtype=generic


Nystatin
Indikasi Kandidiasis, infeksi jamur oral dan perioral

Dosis Dewasa: 100.000 IU/mL, 4 kali sehari. Pengobatan bisa dilakukan selama 7–14 hari.
Anak-anak: 100.000 IU/mL, 4 kali sehari.

Cara Penggunaan ● Pada sediaan suspensi:


1. Kocok dahulu sebelum digunakan
2. Gunakan pipet untuk memastikan dosis
3. Tempatkan setengah dosis di setiap sisi mulut
4. Kumur dan tahan suspensi berada di mulut selama mungkin sebelum ditelan.
● Hindari makan selama 10-15 menit setelah menggunakan obat
● Jangan ada dosis yang terlewatkan, jika terlewat terapi perlu diulang

Kontraindikasi Hipersensitifitas, Perhatian khusus : Pasien immunocompromised, sediaan oral tidak dimaksudkan untuk pengobatan mikosis
sistemik, anak-anak, kehamilan dan menyusui

Efek Samping iritasi lokal dan sensitisasi, mual, muntal, diare pada dosis tinggi, iritasi oral dan sensitisasi, ruam

Cara Penyimpanan Simpan pada suhu antara 20-25°C

PIONAS. Nystatin. DIakses dari : http://pionas.pom.go.id/monografi/nistatin-1


MIMS Online. Nystatin.. Diakses dari : https://www.mims.com/indonesia/drug/info/nystatin?mtype=generic
Amphotericin B
Indikasi Oral candidiasis

Dosis Dewasa: 1 ml suspensi oral 100 mg / ml 4 kali sehari disimpan di mulut selama beberapa menit sebelum
menelan atau 10 mg loz dilarutkan di mulut 4 kali sehari, ditingkatkan menjadi 8 loz setiap hari jika perlu atau
Tab 100-200 mg 4 kali/ hari.

Cara Tablet tidak langsung ditelan (tablet hisap)


Penggunaan

Kontraindikasi Hipersensitivitas; laktasi; jangan berikan kepada pasien yang menerima antineoplastik

Interaksi Obat ○ Peningkatan toksisitas dengan flusitosin


○ Toksisitas ginjal yang diinduksi obat meningkat dengan adanya obat nefrotoksik lain
○ Efek antagonis dengan antijamur azole

Efek Samping Topikal → Iritasi lokal, pruritus dan ruam kulit

Cara Paparan cahaya, panas, air dan kelembaban dapat merusak kandungan obat. Simpan di tempat yang sejuk dan
Penyimpanan kering atau di bawah suhu 30°C.

MIMS Online. Amphotericin B: Indication, Dosage, Side Effect, Precaution


Miconazole
Indikasi Candidiasis oropharyngeal

Dosis Dewasa: Letakkan 50 mg secara bukal ke daerah gusi atas di atas gigi seri sekali sehari di pagi hari selama 14 hari
(dosis FDA)

Cara Penggunaan ● Jangan menghancurkan, mengunyah, atau menelan tablet.


● Tempatkan permukaan sisi tablet yang membulat ke daerah gusi atas
● Jika tablet tidak menempel atau terlepas dalam waktu 6 jam, segera ubah posisi tablet yang sama; ganti
dengan tablet baru jika adhesi gagal pada reposisi.
● Jika tablet tertelan dalam waktu 6 jam setelah penempatan, minum segelas penuh air dan letakkan tablet
baru hanya sekali
● Dapat mengambil makanan atau minuman secara normal saat tablet terpasang; hindari mengunyah
permen karet.

Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap miconazole, konsentrat protein susu, atau komponen produk apa pun

Efek Samping Diare, Mual,muntah, indra pengecap berubah, nyeri perut bagian atas, sakit kepala

Cara Penyimpanan Simpan pada suhu 15 - 30oC, lindungi dari lembab, panas, dan cahaya

IBM Micromedex. Miconazole


Itrakonazol
Indikasi Oropharyngeal candidiasis

Dosis Dewasa → 100 mg sehari sekali selama 15 hari (kapsul)

Cara Penggunaan Pemberian oral. Diberikan dengan makanan. Diminum segera setelah
makan lengkap.

Kontraindikasi Hipersensitivitas, kehamilan (untuk kasus yang tidak membahayakan


hidup), penggunaan konkomitan dengan obat seperti metadon,
levasetilmetadol, disopiramid, dofetilid dan dronedaron.

Efek Samping Signifikan: Kehilangan pendengaran transient atau permanen, neuropati


perifer, edema perifer atau paru, reaksi hipersensitivitas.

Cara Penyimpanan Disimpan pada suhu antara 15-25oC. Terlindung dari cahaya dan
kelembapan

https://www.mims.com/indonesia/drug/info/itraconazole?mtype=generic
Posakonazol
Indikasi Oropharyngeal candidiasis

Dosis Dewasa → 100 mg sehari dua kali pada hari pertama, selanjutnya 100 mg sehari
sekali, selama 13 hari (suspensi oral)

Cara Penggunaan Pemberian oral, diminum dengan makanan. Ambil dengan makan lengkap atau
suplemen nutrisi cair pada pasien yang tidak bisa makan makanan lengkap

Kontraindikasi Hipersensitivitas. Co-admin dengan sirolimus, alkaloid ergot (misal ergotamine,


dihydroergotamine), substrat CYP3A4 (terfenadine, astemizole, cisapride, pimozide,
halofantrine, or quinidine)

Efek Samping Sakit kepala, mual, nyeri perut, anoreksia, nyeri punggung, diare, pusing, mulut
kering

Cara Penyimpanan Disimpan pada suhu 25oC

https://www.mims.com/indonesia/drug/info/posaconazole?mtype=generic
Vorikonazol
Indikasi Aspergillosis invasif (sebagian besar disebabkan oleh Aspergillus fumigatus), kandidemia pada
pasien non-neutropenik, infeksi serius Candida (termasuk C. Krusei), kandidiasis esofagal

Dosis IV: Dewasa → 6 mg/kg setiap 12 jam pada hari pertama. Pemeliharaan: mg/kg setiap 12 jam
Oral: Dewasa → ≥40 kg: 400 mg (10 mL) setiap 12 untuk hari pertama, diikuti dengan 200 mg (5
mL) setiap 12 jam

Cara Penggunaan Dikonsumsi ketika perut kosong. Minum setidaknya satu jam sebelum atau setelah makan

Kontraindikasi Menyusui, pasien yang hipersensitif terhadap vorikonazol dan golongan azol lainnya.

Efek Samping Gangguan gastrointestinal, ikterus, hipotensi, nyeri dada, sinusitis, sakit kepala, pusing,
halusinasi, tremor

Cara Penyimpanan Intravena: Botol yang belum dilarutkan: Simpan antara 15-30°C. Konsentrat yang dilarutkan: Simpan
antara 2-8°C, stabil hingga 24 jam.
Oral: Tablet: Simpan antara 15-30°C. Bubuk untuk suspensi oral: Simpan antara 2-8°C. Susp oral yang
dilarutkan: Simpan antara 15-30 ° C (jangan didinginkan atau dibekukan), stabil hingga 14 hari.

https://www.mims.com/indonesia/drug/info/voriconazole?mtype=generic
https://pionas.pom.go.id/monografi/vorikonazol
Kaspofungin Asetat
Indikasi kandidiasis invasif, kandidiasis esofageal; kandidiasis orofaringeal;
aspergilosis invasif (pada pasien yang sukar disembuhkan atau intoleran
terhadap terapi lain).

Dosis Infus intravena lambat (± 1 jam), 50 mg sehari

Cara Penggunaan Infus IV

Kontraindikasi Hipersensitif terhadap kaspofungin asetat

Efek Samping Demam, sakit kepala, nyeri perut, nyeri, mual, muntah, diare

Cara Penyimpanan Simpan di antara 2-8oC

https://pionas.pom.go.id/monografi/kaspofungin-asetat
https://www.mims.com/indonesia/drug/info/caspofungin?mtype=generic
Weight management app pitch deck By Slidesgo

TERIMA KASIH
Illustration by Smart-Servier Medical Art

Kasus 1

Kelompok 2 - Farmakoterapi 3C
ASMA
Nama Anggota
Abrarriani Euis Kartika 1906347823
Annisa Fitria Huda 1906287673
Desthiani Nabilah 1906287736
Fara Fanesa Z 1906404726
Hanifa Azzahra 1906404676
Maudini Safira 1906405060
Nadia Zahra Nooraisha 1906405155
Noer Luthfianeu Edsyah 1906404695
Rachma Allysa Vidya Putri A. 1906404732
Rannia Putri Isniendira 1906347760
Zahidah Raihanah 1806194076
KASUS 1
- Tn. S Usia: 58 tahun, Pekerjaan: Supir Pribadi
- Keluhan Utama: Sesak nafas sejak 4 jam sebelum datang berobat
- Sesak nafas muncul saat pasien baru bangun tidur dan terpapar udara dingin, disertai batuk berdahak
berwarna putih. Pasien berkomunikasi dalam beberapa kata. Terakhir kali muncul serangan sesak 6 bulan
yang lalu. Serangan sesak saat malam juga terakhir 6 bulan yang lalu. Pasien tidak menggunakan bantal
tinggi, tidak sesak saat berjalan. Pasien bukan seorang perokok.
- Riwayat penyakit dahulu: Asma (+) sejak kecil, Hipertensi (-), Jantung (-), DM (-)
- Riwayat penyakit keluarga: Ibu Tn. S menderita asma
- Tanda-tanda vital, tekanan darah: 110/80, Nadi: 92x/mnt, RRL 28x/mnt, Suhu: 36,3oC
- Auskultasi: Wheezing +/+, Ronkhi -/-, Fase ekspirasi lebih panjang dibandingkan fase inspirasi
- Assessment: Asma Bronkial Eksaserbasi akut, derajat serangan sedang.
01
Manifestasi Klinis
You can enter a subtitle here if you need it
Asma
Asma → penyakit heterogen, selalu dikarakteristikkan dengan inflamasi kronis
di saluran napas

Terdapat riwayat gejala respirasi → mengi, sesak, rasa berat di dada dan batuk
yang intensitasnya berberda-beda berdasarkan variasi keterbatasan aliran udara
ekspirasi

Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Manifestasi Klinis
Asma Kronis Asma Akut
Eksaserbasi dan remisi, sehingga pasien Episode perburukan gejala yang progresif
mungkin tidak menunjukkan gejala saat yang terjadi dalam beberapa hari atau jam,
pemeriksaan namun dapat berkembang cepat dalam 1-2
● Sesak napas, dada sesak, batuk jam
(terutama di malam hari), mengi, atau ● Cemas, dispnea, sesak napas, dada
suara siulan dari dada saat bernapas sesak, rasa terbakar
● Timbul akibat olahraga (sering terjadi), ● Hanya dapat mengucapkan beberapa
spontan, atau alergen kata setiap tarikan napas
● Dapat berupa gejala harian atau ● Mengi, batuk kering, takikardia,
intermiten takipnea, kulit pucat, hiperinflasi dada,
kejang hipoksia (jika sangat parah)

Dipiro, Joseph et al. (2017). Pharmacotherapy Handbook. 10th Edition. United States: McGraw-Hill Education.
Dipiro, JT., Yee, GC., Posey, LM.,, Haines, ST., Nolin, TD., Ellingrod, VL. (2020). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach (11th Ed). New York: McGraw Hill.
02
Diagnosis Banding
You can enter a subtitle here if you need it
Diagnosis Banding

Dewasa Anak
● Rinosinusitis
● Refluks gastroesofageal
● Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) ● Infeksi respiratorik bawah viral beruang
● Bronkitis kronik ● Displasia bronkopulmoner
● Gagal jantung kongestif ● Tuberkulosis
● Batuk kronik akibat lain-lain ● Malformasi kongenital yang menyebabkan
● Disfungsi larings penyempitan saluran respiratorik intratorakal
● Obstruksi mekanis ● Aspirasi benda asing
● Emboli paru ● Sindrom diskinesia silier primer
● Defisiensi imun
● Penyakit jantung bawaaan

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1023/MENKES/SK/XI/200ÿ Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma
Diagnosis Asma dengan PPOK
ASMA PPOK

Onset usia dini Onset usia pertengahan

Gejala bervariasi dari hari ke hari Gejala progresif lambat

Gejala pada waktu malam/dini hari lebih


Riwayat merokok
menonjol

Dapat ditemukan alergi, rinitis dan/ atau eksim Sesak saat aktivitas

Riwayat asma dalam keluarga Hambatan aliran udara umumnya ireversibel

Hambatan aliran udara umumnya reversible

Kementerian Kesehatan RI. (2015). Petunjuk teknis penerapan pendekatan praktis kesehatan paru di Indonesia. Jakarta: Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Diagnosis Asma dengan Penyakit Lain
Penyakit Paru
Bronkitis Gagal Jantung
Gejala Asma Obstruksi
Kronik Kongestif
Kronik

Alergi terhadap
Iritasi pada Iritasi pada Hipertensi,
Penyebab hal tertentu dan
paru-paru (rokok) paru-paru iskemia, dll.
riwayat keluarga

Batuk kronik Batuk kronik


Batuk berulang Batuk pada malam
Batuk berulang di hilang timbul di
dan berdahak hari
malam/dini hari pagi hari

Sesak ketika
Dada terasa
Sesak terutama berbaring dan
Kesulitan tertekan dan Biasanya hanya
ketika melakukan beraktivitas,
Bernapas menimbulkan timbul pada lansia
aktivitas fisik Menimbulkan
mengi
mengi

Kemenkes RI. (2008). Keputusan_Menteri_Kesehatan_RI_Tentang_Pedoman_Pengendalian_Asma1.pdf (p. 34).


Morris, M. (2015). Asthma Differential Diagnoses. Medscape, 7–10. http://emedicine.medscape.com/article/296301-differential
03
Tujuan Terapi
You can enter a subtitle here if you need it
Tujuan Terapi
Tujuan terapi jangka panjang

● Mencapai kontrol gejala yang baik dan mempertahankan aktivitas


normal
● Meminimalisir risiko eksaserbasi, keterbatasan aliran udara, dan
efek samping

Tujuan terapi asma akut

● mencegah asma yang mengancam jiwa dengan pengenalan dini


tanda-tanda perburukan dan intervensi dini

Dipiro, Joseph et al. (2017). Pharmacotherapy Handbook. 10th Edition. United States: McGraw-Hill Education.
Dipiro, JT., Yee, GC., Posey, LM.,, Haines, ST., Nolin, TD., Ellingrod, VL. (2020). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach (11th Ed). New York: McGraw Hill.
04
Terapi Farmakologi &
Non Farmakologi
You can enter a subtitle here if you need it
Algoritma
Terapi Nasional

Di Rumah

Menteri Kesehatan RI. (2008). KMK RI NOMOR


1023/MENKES/SK/20/2013 tentang Pedoman Pengendalian Penyakit
Asma. Jakarta: Author
Algoritma
Terapi Nasional

Di Rumah Sakit

Menteri Kesehatan RI. (2008). KMK RI NOMOR


1023/MENKES/SK/20/2013 tentang Pedoman Pengendalian Penyakit
Asma. Jakarta: Author
Algoritma
Terapi Nasional

Anak

Menteri Kesehatan RI. (2008). KMK RI NOMOR


1023/MENKES/SK/20/2013 tentang Pedoman Pengendalian Penyakit
Asma. Jakarta: Author
Algoritma
Terapi Nasional

Anak

Menteri Kesehatan RI. (2008). KMK RI NOMOR


1023/MENKES/SK/20/2013 tentang Pedoman
Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta: Author
Algoritma
Terapi Nasional

Anak

Menteri Kesehatan RI. (2008). KMK RI NOMOR


1023/MENKES/SK/20/2013 tentang Pedoman
Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta: Author
Global Initiative for Asthma. (2020). Pocket Guide For Asthma Management and Prevention. Diakses dari https://ginasthma.org/wp-content/uploads/2020/04/Main-pocket-guide_2020_04_03-final-wms.pdf

Algoritma Terapi Internasional: Dewasa


Global Initiative for Asthma. (2020). Pocket Guide For Asthma Management and Prevention. Diakses dari https://ginasthma.org/wp-content/uploads/2020/04/Main-pocket-guide_2020_04_03-final-wms.pdf

Algoritma Terapi Internasional: Anak (6-11 tahun)


Global Initiative for Asthma. (2020). Pocket Guide For Asthma Management and Prevention. Diakses dari https://ginasthma.org/wp-content/uploads/2020/04/Main-pocket-guide_2020_04_03-final-wms.pdf

Algoritma Terapi
Internasional: Eksaserbasi

1. Mild/ moderate → Start Treatment

a. SABA : 4 - 10 puffs dengan pMDI + spacer,


diulang setiap 20 menit dalam 1 jam
b. Prednisolone : Dewasa 40 - 50 mg;
anak-anak 1-2 mg/kg, maks : 40 mg
c. Oksigen terkontrol (bila ada) : Target
saturasi 93 - 95% (utk anak-anak 94 -98%)

2. Apabila memburuk, parah, mengancam jiwa →


bawa ke fasilitas kesehatan, sambil menunggu
diberi:

a. Ipatropium bromida
b. O2
c. Kortikosteroid sitemik
Algoritma Terapi
Internasional: Eksaserbasi

3. Apabila membaik

a. Gejala membaik → tidak


membutuhkan SABA
b. Apabila menggunakan
prednisolone → lanjutkan
penggunaan hingga 5-7 hari

Global Initiative for Asthma. (2020). Pocket Guide For Asthma Management and Prevention. Diakses dari https://ginasthma.org/wp-content/uploads/2020/04/Main-pocket-guide_2020_04_03-final-wms.pdf
Terapi Farmakologi

Menteri Kesehatan RI. (2008). KMK RI NOMOR


1023/MENKES/SK/20/2013 tentang Pedoman
Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta: Author
Terapi Farmakologi
Pasien Tn. S dengan asma bronkial eksaserbasi akut dan derajat serangan sedang dapat diberikan:
1. Oksigenasi → kanul nasal
2. Beta Blocker (SABA) → Salbutamol
4-10 puffs dengan PMDI + Spacer, setiap 20 menit selama 1 jam (total 3x)
3. Kortikosteroid Sistemik→ Prednisolon
Dosis 40-50 mg (oral)
Terapi Non-Farmakologi
● Hindari pemicu terjadinya asma
○ Alergen
○ Berhenti merokok
○ Stres dan emosi
○ Obat (NSAID, Aspirin)
● Melakukan aktivitas dan olahraga secara teratur
● Pada pasien eksaserbasi akut → terapi oksigen (93-95%)
● Latihan pernapasan

IDI. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Edisi 1. Jakarta : Pengurus Besar IDI
Dipiro, J.T.(2020). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Eleventh edition. New York: McGraw Hill.
Global Initiative for Asthma. (2020). Pocket Guide For Asthma Management and Prevention. Diakses dari https://ginasthma.org/wp-content/uploads/2020/04/Main-pocket-guide_2020_04_03-final-wms.pdf
05
Parameter Evaluasi
Outcome Terapi
Abrarriani Euis Kartika 1906347823
Zahidah Raihanah 1806194076
Monitoring
Monitoring Pulmonary
Pulmonary
Function
Function
Penilaian fungsi paru-paru menggunakan spirometer
→memeriksa kondisi dan fungsi saluran pernafasan

Parameter yang terukur oleh spirometer:


Forced expiratory volume in one second (FEV1) → Volume
ekspirasi paksa dalam satu detik; volume udara yang
dihembuskan pada detik pertama di bawah tekanan setelah
inhalasi maksimal.
Forced vital capacity (FVC) → Volume total udara yang dapat
dihembuskan selama upaya ekspirasi paksa maksimal
Rasio FVC/FEV1 → Persen kapasitas paru-paru yang dapat
ditembus dalam 1 detik.

National Heart, Lung, and Blood Institute. Expert panel report 3: guidelines for the diagnosis and management of asthma: full report 2007. NIH publication 08-4051.
http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/asthma/asthgdln.htm
Outcome
Outcome Terapi
Terapi

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Diakses dari
http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/VHcrbkVobjRzUDN3UCs4eUJ0dVBndz09/2018/04/Keputusan_Menteri_Kesehatan_RI_Tentang_Pedoman_Pengendalian_Asma1.pdf pada 8 Oktober 2021. Page 16.
Berdasarkan Dipiro 10th ed (2017) & PDPI (2019)

Asma
Asma Kronis
Kronis
● Kontrol gejala → dinilai dengan frekuensi gejala
asma siang dan malam hari, penggunaan obat pereda,
dan keterbatasan aktivitas
○ Kontrol gejala yang buruk → merupakan
indikator risiko masa depan untuk eksaserbasi
● Risiko hasil yang merugikan di masa depan →
termasuk penilaian risiko untuk eksaserbasi di masa
depan, keterbatasan aliran udara tetap, dan efek
samping pengobatan
○ Untuk menilai risiko eksaserbasi → mengukur
fungsi paru sebelum memulai pengobatan
dan 2 bulan kemudian

Dipiro, Joseph et al. (2017). Pharmacotherapy Handbook. 10th Edition. United States: McGraw-Hill Education.
PDPI. (2019). Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.
Berdasarkan Dipiro 10th ed (2017) & PDPI (2019)

● Kuesioner → Tes Kontrol Asma, Kuesioner Penilaian Terapi Asma,


dan Kuesioner Kontrol Asma
● Selama masa perawatan → ukur spirometri setiap tahun dan
pemantauan PEF jangka panjang (1-2 tahun sekali)
● Penggunaan obat inhalasi → evaluasi teknik inhalasi setiap
bulan, dilanjutkan setiap 3-6 bulan
● Setelah dimulai terapi antiinflamasi / peningkatan dosis →
penurunan gejala (1-2 minggu) dan mencapai perbaikan
maksimum (4-8 minggu)
● Follow up kondisi pasien (1-6 bulan sekali) → gejala, terbangun
tidur, interferensi aktivitas normal, fungsi paru, eksaserbasi,
ketaatan, efek samping obat, dan toleransi olahraga

Dipiro, Joseph et al. (2017). Pharmacotherapy Handbook. 10th Edition. United States: McGraw-Hill Education.
PDPI. (2019). Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.
Berdasarkan Dipiro 10th ed (2017) & PDPI (2019)

Asma
Asma Akut
Akut
● Pemantauan fungsi paru → spirometri / aliran puncak (peak flows) →
5-10 menit setelah setiap perawatan
○ Mild exacerbation → monitor setiap 2-3 jam
○ Severe exacerbation → monitor setiap 30 menit - 1 jam
● Pemantauan saturasi oksigen → dengan pulse oximetry
○ Mempertahankan saturasi oksigen pada 93-95% (dewasa) dan
94-98% (anak 6-11 tahun)

● Pemantauan oksimetri nadi, auskultasi paru, dan observasi retraksi


supraklavikula

Dipiro, Joseph et al. (2017). Pharmacotherapy Handbook. 10th Edition. United States: McGraw-Hill Education.
PDPI. (2019). Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.
Berdasarkan Dipiro 10th ed (2017) & PDPI (2019)

● Pemantauan Inhalasi SABA ● Evaluasi Respons


○ Jika ada respon baik untuk pengobatan ○ Dalam 1 jam pertama setelah diberikan
nilai inisial → APE >60-80% : tidak inhalasi awal agonis β
diperlukan penambahan SABA
○ Pantau pasien yang tidak mencapai
○ Fungsi paru dipantau setelah terapi respons awal setiap 0,5-1 jam
SABA dimulai
○ Pasien dengan tanda eksaserbasi
berat/mengancam jiwa, gagal terhadap
pengobatan, atau memburuk → segera
● Pemantauan Terapi Tambahan ke dokter atau unit gawat darurat
○ Harus terus diberikan sampai APE atau
VEP1 mencapai nilai yang menetap atau
kembali ke nilai terbaik pasien

Dipiro, Joseph et al. (2017). Pharmacotherapy Handbook. 10th Edition. United States: McGraw-Hill Education.
PDPI. (2019). Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.
Berdasarkan PDPI (2019)

Monitoring
Monitoring Asma
Asma
SELF MONITORING

Sistem penanganan asma mandiri membantu pasien


memahami kondisi kronik dan bervariasinya keadaan
penyakit asma

Edukasi self monitoring yang efektif, memerlukan :


● Pemantauan mandiri dari gejala dan/atau
fungsi paru
● Rencana aksi asma tertulis
● Review pengobatan reguler

Pembagian zona berdasarkan gejala dan


pemeriksaan faal paru (APE)

PDPI. (2019). Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.
06
Identifikasi Masalah &
Rekomendasi Solusi
Desthiani Nabilah 1906287736
Rachma Allysa Vidya Putri A. 1906404732
β2-agonis
Masalah Terkait Obat Rekomendasi Solusi

Pemberian agonis β2 secara aerosol lebih


bronkoselektif → memberikan respons yang
β2 agonis oral memiliki durasi yang pendek
lebih cepat dan perlindungan yang lebih besar
terhadap hal yang menginduksi bronkospasme

Administrasi kronis β2-agonists


menyebabkan downregulation (penurunan Pemberian kortikosteroid sistemik dapat
jumlah reseptor) dan penurunan afinitas digunakan sebagai pencegahan
pengikatan (desensitisasi) terhadap reseptor

Dosis tinggi inhalasi β2agonisti menyebabkan


Monitoring elektrolit pada pasien dengan
penurunan konsentrasi serum K+,
penyakit jantung yang sering menggunakan
peningkatan detak jantung, dan peningkatan
SABA untuk eksaserbasi akut
konsentrasi glukosa serta asam laktat
Dipiro, JT., Yee, GC., Posey, LM.,, Haines, ST., Nolin, TD., Ellingrod, VL. (2020). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach (11th Ed). New York: McGraw Hill.
β2-agonis
Masalah Terkait Obat Rekomendasi Solusi

Penggunaan SABA monoterapi dapat Pengobatan dikombinasikan dengan inhaled


meningkatkan resiko eksaserbasi corticosteroids (ICS)

Efek sampingnya berupa rangsangan


Pemberian secara inhalasi jauh lebih sedikit
kardiovaskular, tremor otot rangka dan
menimbulkan efek samping daripada oral.
hipokalemia.

Obat β2agonis tipe inhalasi (metered dose


Untuk orang yang kesulitan menggunakan
inhalation) dapat mendepositokan obat
metered dose inhalation, dapat menggunakan
dengan cepat di saluran napas, namun
spacer atau holding chamber → meningkatkan
terkadang obat tidak mencapai saluran udara
jumlah obat yang dikirim ke paru-paru.
yang sangat menyempit.

Dipiro, JT., Yee, GC., Posey, LM.,, Haines, ST., Nolin, TD., Ellingrod, VL. (2020). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach (11th Ed). New York: McGraw Hill.
Drugs for Preventing and Treating Asthma - Lung and Airway Disorders - MSD Manual Consumer Version.
https://www.msdmanuals.com/home/lung-and-airway-disorders/asthma/drugs-for-preventing-and-treating-asthma
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). (2019). ASMA : Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Kortikosteroid
Masalah Terkait Obat Rekomendasi Solusi

Efek samping kortikosteroid inhalasi → dapat dicegah dengan penggunaan spacer, atau
kandidiasis orofaring, disfonia dan batuk karena mencuci mulut dengan berkumur-kumur dan
iritasi saluran napas atas membuang keluar setelah inhalasi

Penggunaan kortikosteroid > hari dengan dosis Penggunaan kortikosteroid short-acting seperti
tinggi (melebihi produksi kortisol endogen prednisone menghasilkan supresi adrenal
fisiologis normal) → memacu supresi adrenal berkurang dibandingkan long-acting
dexamethasone.

Penggantian harus dilakukan secara perlahan


Mengganti penggunaan kortikosteroid oral
dengan pengurangan dosis oral secara bertahap
dengan ICS atau menghentikan terapi secara
dan pada saat asma dapat dikendalikan dengan
tiba-tiba
baik
Dipiro, JT., Yee, GC., Posey, LM.,, Haines, ST., Nolin, TD., Ellingrod, VL. (2020). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach (11th Ed). New York: McGraw Hill.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). (2019). ASMA : Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Kortikosteroid
Masalah Terkait Obat Rekomendasi Solusi

Hanya diberikan apabila penderita asma persisten tetapi


tidak mampu untuk membeli steroid inhalasi, maka
Efek samping sistemik penggunaan dianjurkan pemberiannya dengan mempertimbangkan
jangka panjang → osteoporosis, hal berikut,
hipertensi, diabetes, supresi aksis ● gunakan prednison, prednisolon, atau
adrenal pituitari hipotalamus, metilprednisolon karena mempunyai efek
katarak, glaukoma, obesiti, mineralokortikoid minimal, waktu paruh pendek
penipisan kulit, striae dan dan efek striae pada otot minimal
kelemahan otot ● penggunaan selang sehari atau sekali sehari pagi
hari

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). (2019). ASMA : Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Antikolinergik
Masalah Terkait Obat Solusi

Inhalasi ipratropium dapat menimbulkan Pasien diberikan informasi dan edukasi


bronkospasme paradoks pada penggunaan awal sehingga jika terjadi, dilakukan
penghentian terapi dengan ipratropium
inhalasi.

Ipratropium bromida (nebulizer) terdeposisi di Menggunakan tight mask atau mouthpiece


mata sehingga menimbulkan dilatasi pupil dan
gangguan penglihatan

Antikolinergik membutuhkan efek bronkodilatasi Antikolinergik digunakan sebagai adjuvant


maksimum yang lebih lambat jika dibandingkan pada asma akut parah yang tidak
dengan SABA, yaitu 30-60 menit → SABA 5-10 merespon penggunaan β2-agonis
menit
Dipiro, JT., Yee, GC., Posey, LM.,, Haines, ST., Nolin, TD., Ellingrod, VL. 2020. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. 11th Ed. New York: McGraw Hill.
Saab H, Aboeed A. Ipratropium. xPharm: The Comprehensive Pharmacology Reference. Published online May 9, 2021:1-5. Accessed October 7, 2021. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544261/
Rekomendasi Terapi
Rekomendasi Terapi
● β2-agonis (SABA) →
salbutamol atau terbutalin (4-10
hirupan diulang tiap 20 menit
selama 1 jam)
● Prednison oral 40 – 50 mg
sehari
● Oksigen kanul nasal
07
KIE
Annisa Fitria Huda 1906287673

Maudini Safira 1906405060


Salbutamol
Dosis MDI:
● Eksaserbasi asma akut: 4-8 inhalasi (90 mcg) tiap 20 menit
selama 4 jam, dilanjutkan tiap 1-4 jam sesuai kebutuhan
Nebulizer:
● Eksaserbasi asma akut: 2,5-6 mg basa salbutamol sebanyak 3
dosis selama 20 menit, kemudian 3,5-10 mg tiap 1-5 jam jika
diperlukan

Efek Samping Perasaan berdebar-debar, mual, muntah, serta sakit kepala

Kontraindikasi Sensitivitas terhadap salbutamol, levoalbuterol

Interaksi Obat Meningkatkan risiko terjadinya hipokalemia apabila dikonsumsi dengan


kortikosteroid, xanthin, atau digoxin

Kategori Kehamilan C

Micromedex
Pionas
MIMS indonesia
Terbutalin
Dosis ● Injeksi → IV: 0,25-0,5 mg diulang dalam beberapa jam. SC: 1-2 mg
setiap hari dalam 4 dosis terbagi. Infus: 1-2 mg setiap hari sebagai
infus kontinu. Dosis awal: 0,1 mg selama 10 menit.
● Inhalation powder: 0,25-0,5 mg sesuai kebutuhan atau setiap 6
jam bila digunakan sebagai terapi pemeliharaan rutin. Kasus yang
parah: Dosis tunggal dapat ditingkatkan menjadi 1,5 mg. Maks: 2
mg dalam 24 jam.

Efek Samping Tremor, sakit kepala, takikardia, palpitasi, kram otot tonik, hipokalemia.

Kontraindikasi Hipersensitivitas

Interaksi Obat Penghambatan efek bronkodilatasi oleh agen penghambat reseptor β.


Peningkatan risiko aritmia jantung dengan anestesi terhalogenasi &
agen pengurang K lainnya seperti diuretik, metil xantin, kortikosteroid.

Kategori Kehamilan C
MIMS indonesia
Prednison
Dosis 5-60 mg/hari, sebagai dosis tunggal maupun dosis terbagi setelah
makan

Efek Samping Ulserasi saluran cerna, atrofi kelenjar adrenal, penambahan berat
badan, osteoporosis

Kontraindikasi Ulkus peptik, gangguan ginjal, jantung, osteoporosis.

Interaksi Obat Konsumsi alkohol meningkatkan potensi ulserasi, antagonisme agen


antiadiabetes, sinergisme agen-agen antidiabetik

Kategori Kehamilan C

Micromedex
Pionas
MIMS indonesia
Cara Penggunaan: Inhaler Dosis Terukur

1. Tutup dilepas dan inhaler dikocok. Perangkat harus disiapkan jika pasien
menggunakan untuk pertama kali, atau jika tidak digunakan untuk sementara
waktu
2. Menghembuskan napas dengan penuh sebelum menggunakan.
3. Memasukkan corong inhaler ke dalam mulut dan menekan perangkat inhaler.
4. Menghirup napas dan menahan napas selama 10 detik.
5. Bernapas secara perlahan, dan ulangi dosis (jika perlu), lalu ganti penutup
corong. Bersihkan perangkat setelah digunakan jika perlu.

Murphy, A. (2016). How to help patients optimise their inhaler technique. The Pharmaceutical Journal: Evaluation, 14, 34.
Murphy, A. (2016). How to help patients optimise their inhaler technique. The Pharmaceutical Journal: Evaluation, 14, 34.

Cara Penggunaan: Inhaler Dosis Terukur +


Spacer
1. Melepas tutup dan cek kebersihan corong.
2. Mengocok alat dan memastikan perangkat telah siap
digunakan
3. Memasukkan corong inhaler ke ujung perangkat spacer.
4. Menarik napas lalu bernapas dengan penuh.
5. Perangkat inhaler dan spacer dipegang di antara jari
telunjuk dan ibu jari.
6. Menempatkan corong spacer di mulut pada atas lidah dan
menutup bibir di sekitar corong spacer.
7. Memiringkan kepala ke belakang dan menekan perangkat
inhaler untuk melepaskan 1 dosis obat.
8. Menghirup napas dan menahannya selama sepuluh detik.
9. Melepas perangkat spacer dan bernapas secara perlahan.
Murphy, A. (2016). How to help patients optimise their inhaler technique. The Pharmaceutical Journal: Evaluation, 14, 34.

Cara Penggunaan: Turbuhaler

1. Membuka tutupnya (memutar berlawanan arah jarum jam) dan melepasnya.


2. Memegang inhaler dengan tegak dan mengisi dosis dengan memutar alas berwarna ke
kanan sejauh mungkin.
3. Memutar kembali ke kiri sampai berbunyi ‘klik’.
4. Bernapas dengan perlahan menjauhi perangkat.
5. Memegang perangkat tanpa menutupi saluran masuk udara, tempatkan ujung corong di
antara bibir lalu rapatkan.
6. Menarik napas dengan cepat dan dalam lalu menahan napas selama 5–10 detik.
7. Lepaskan alat dari mulut dan mengeluarkan napas
8. Bersihkan perangkat seperlunya, pasang kembali tutupnya lalu tutup dengan sekrup.
Cara Penggunaan Nebulizer
1. Letakkan mesin nebulizer di tempat yang rata.
2. Pastikan peralatan yang digunakan sudah bersih.
3. Cuci tangan sebelum menyiapkan obat.
4. Masukkan obat ke cangkir obat. Pastikan dosis yang
diberikan sesuai anjuran atau resep dokter.
5. Sambungkan cangkir obat ke mesin, dan masker mulut ke
cangkir obat, menggunakan selang yang sudah tersedia.
6. “Neptune
Saat alat sudahissiap,
the farthest
nyalakanplanet from
mesin. Jika berfungsi
normal,the Sun
alat andmengeluarkan
akan the fourth-largest by atau uap yang
kabut
diameter in the Solar System!”
berisi obat.
7. Letakkan masker ke mulut. Pastikan tidak ada sela.
8. Bernapaslah perlahan-lahan hingga obat abis. Biasanya
proses ini memakan waktu sekitar 15–20 menit.
9. Jagalah agar cangkir obat tetap tegak selama alat
digunakan.

Goldman, R. Healthline (2019). Using a Nebulizer. Retrieved from https://www.healthline.com/health/asthma-nebulizer-machine


Cara Penggunaan Diskus

1. Pegang perangkat secara horizontal atau tegak dan membuka inhaler dengan menggeser tuas ke arah
yang benar.
2. Menghembuskan napas sepenuhnya, menjauhi Diskus.
3. Meletakkan alat masuk ke dalam mulut dan bibir menutup rapat di atas corong, lalu menarik napas
dengan cepat dan dalam melalui alat.
4. Menahan napas selama sepuluh hitungan.
5. Mengeluarkan napas secara perlahan.
6. Diskus ditutup dengan benar dengan menggeser tuas ke arah yang benar. Inhaler harus dibersihkan
seperlunya.

Murphy, A. (2016). How to help patients optimise their inhaler technique. The Pharmaceutical Journal: Evaluation, 14, 34.
Cara Penggunaan Rotaheler

1. Pegang bagian mulut rotahaler secara vertikal, tangan lain memutar badan rotahaler sampai terbuka
2. Masukkan rotacaps dengan sekali menekan secara tepat, kedalam lubang empat persegi sehingga
puncak rotacaps berada pada permukaan lubang.
3. Pegang permukaan rotahaler secara horizontal dengan titik putih diatas dan putar badan rotahaler
berlawanan arah sampai maksimal untuk membuka rotacaps
4. Keluarkan napas sepenuhnya, letakkan bagian mulut rotahaler antara gigi dan bibir dengan kepala
agak ditengadahkan kebelakang.
5. Hiruplah dengan kuat dan dalam, kemudian tahan napas selama mungkin. lalu keluarkan rotahaler dari
mulut, sambil keluarkan napas secara perlahan - lahan

https://pulmonologi.fk.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Terapi-Inhalasi-PIR-2017-SOLO-dr.-jatu.pdf%20Accessed:%202022-11-27
Informasi Obat dan Edukasi Pasien
dan Keluarga
- Memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya mengenai seluk beluk penyakit, sifat
penyakit, perubahan penyakit (apakah membaik atau memburuk), jenis dan mekanisme kerja
obat-obatan dan mengetahui kapan harus meminta pertolongan dokter.
- Kontrol secara teratur antara lain untuk menilai dan monitor berat asma secara berkala
(asthma control test/ ACT)
- Pola hidup sehat. Memperbanyak minum untuk menghindari dehidrasi, terutama pada
anak-anak. Menerapkan pola hidup sehat dengan cara berhenti merokok, menghindari
obesitas, dan kegiatan fisik seperti senam asma
- Menjelaskan pentingnya melakukan pencegahan dengan:
● Menghindari setiap pencetus.
● Menggunakan bronkodilator/ steroid inhalasi sebelum melakukan exercise untuk
mencegah exercise induced asthma

https://pulmonologi.fk.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Terapi-Inhalasi-PIR-2017-SOLO-dr.-jatu.pdf%20Accessed:%202022-11-27
Terima
Kasih
CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, and includes icons by
Flaticon, and infographics & images by Freepik

Please keep this slide for attribution


KLARIFIKASI
● Peratanyaan : bagaimana pemilihan alat inhalasi?
Jawaban : kalo anak kecil pake yang ada alat bantu (spacer ataau nebulizer) kalo
pasien dewasa biasanya pake mdi. Tapi tergantung lagi dengan kenyamanan pasien
lebih memilih menggunakan yang mana
● Tambahan :
○ Serangan asma : ringan, sedang, dan mengancam jiwa. Kalo pasien itu masuk
yang sedang karena dapat berbicara dengan terbata-bata?
○ Derajat serangan : intermitten, persisten ringan, persisten sedang. Terkait dengan
gejala, frekuensi terbangun pada malam hari, dan kondisi pary”. Pasien termasuk
yang mengalami intermemitten asma
○ Tambahan kelompok 2 : Dilengkapi tabel klasifikasi asma berdasarkan tingkat
keparahan, tambahan rekomendasi inhaler kortikosteroid
- Asmaa merupakan bentuk reaksi hipersensitivitas dari bronkus karena alergi (histamin yang
berperan) → bronkokonstriksi
- Semakiin tinggi keparahan asma makin besar kemungkinan pasien diberikan LABA
- Untuk terapi pada pasien asma yang batuk berdahak bisa diberikan mukolitik
- Informasi obat : kortikosteroid dapat menyebabkan kenaikan kadar gula darah?
- Asma yang mengancam jiwa ; yg intrinsik karena tidak tau faktor penyebabnya apa
- Kalo pada anak cenderung mengalami asma ekstrinsik
ASMA
Studi Kasus 2
Ahmad Ghazali Alfarizi 1906405035
Denisa Alika Masyhud 1906404562
Haezel MC 1906347451
Kadzia Nazhiva Fikra 1906404846
Maimunah 1906404594
Meilani Velvina Losso 1806265141
Rulaa Azzah Amalia 1906404575
Syafura Az-Zahra 1906404423
Tasya Nabila Nevilda 1906405092
Vetra Gracia 19064050876
01
Identifikasi dan
Manifestasi Klinis

Haezel MC - 1906347451
ASMA
● Asma merupakan gangguan berupa inflamasi kronis pada saluran pernapasan
yang menyebabkan kejadian berulang seperti mengi, sesak napas, sesak dada, dan
batuk terutama pada malam hari dan / atau dini hari

● Asma ditandai dengan terjadinya obstruksi saluran pernapasan yang berselang


seling dan reversible, inflamasi bronkus dengan eosinophil, dan hipertrofi dan
aktivitas berlebihan dari sel otot polos bronkus.

● Asma dapat terjadi jika dipicu oleh beberapa hal:


Infeksi saluran pernapasan (virus)
Paparan lingkungan terhadap iritan (asap, uap)
Udara dingin
Stress
Olahraga

Kumar, V., Abbas, A.K., Aster, J.C. (2013). Robbins Basic Pathology 9th edition. Philadelphia: Elsevier Saunder
Klasifikasi asma
Atopic asthma Non-atopic asthma
● Jenis asma paling umum yang ● Pasien dengan asma nonatopik
biasanya dimulai pada masa tidak memiliki bukti sensitisasi
kanak-kanak. alergen, hasil tes kulit biasanya
● Merupakan reaksi ipersensitivitas negatif
tipe 1 yang dimediasi ole IgE ● Pemicu: infeksi saluran
● Serangan asma sering didahului pernafasan (rhinovirus, virus
oleh rinitis alergi, urtikaria, atau parainfluenza) dan polutan
eksim udara yang terhirup
● Dipicu oleh antigen lingkungan (sulfurdioksida, ozon, nitrogen
(debu, serbuk sari, bulu binatang, dioksida)
makanan), infeksi
● Diagnosis: tes radioallergosorbent
serum (RAST) yang mengidentifikasi
keberadaan IgE spesifik untuk panel
alergen Kumar,
Kumar, V., Abbas,
V., Abbas, A.K.,J.C.
A.K., Aster, Aster, J.C.
(2013). (2013).
Robbins Robbins
Basic Basic
Pathology 9th edition.
Philadelphia: th
Elsevier Saunder
Pathology 9 edition. Philadelphia: Elsevier Saunder
Klasifikasi asma
drug-induced asthma occupaTional asthma
● Aspirin dapat menginduksi ● Dirangsang oleh asap (resin
terjadinya asma
epoksi, plastik), debu organik dan
● Pasien dengan sensitivitas aspirin kimiawi (kayu, kapas, platina),
ditandai dengan rinitis berulang dan gas (toluena), dan bahan kimia
polip hidung, urtikaria, dan lainnya
bronkospasme. ● Serangan asma biasanya
● Mekanisme: aspirin menghambat berkembang setelah paparan
jalur siklooksigenase dari berulang terhadap antigen
metabolisme asam arakidonat
pemicu.
tanpa mempengaruhi jalur
lipoksigenase, sehingga menggeser
keseimbangan produksi ke arah
leukotrien yang menyebabkan
kejang bronkial. Kumar, V., Abbas, A.K., Aster, J.C. (2013). Robbins
Basic
Kumar, Pathology
V., Abbas, 9thJ.C.
A.K., Aster, edition.
(2013). Philadelphia: Elsevier9th edition
Robbins Basic Pathology
Philadelphia:
Saunder Elsevier Saunder
Faktor Risiko
Faktor Faktor
lingkungan genetik
● Alergen dalam ruangan (tungau, ● Gene-environme
debu rumah, jamur, bulu kucing, nt & gene-gene
endotoksin bakteri) interaction
● Paparan kimia/senyawa organik ● Jenis kelamin
● Alergen ruang ruangan (NO2, SO2,
ozon, Co, aeroalergen
● Asap rokok
● Infeksi saluran pernapasan
● Stress

Padmaja Subbarao, Allan Becker, Jeffrey R Brook, Denise Daley, Piush J Mandhane, Gregory E Miller, Stuart E Turvey
& Malcolm R Sears (2009) Epidemiology of asthma: risk factors for development, Expert Review of Clinical
Immunology, 5:1, 77-95, DOI: 10.1586/1744666X.5.1.77
Kumar, V., Abbas, A.K., Aster, J.C. (2013). Robbins Basic Pathology 9th edition. Philadelphia: Elsevier Saunder
Gejala
Gejala asma bersifat episodik, seringkali Gejala yang berat adalah
reversibel dengan/atau tanpa keadaan gawat darurat yang
pengobatan. mengancam jiwa. Yang termasuk
Gejala awal berupa : gejala yang berat adalah:

- Batuk terutama pada malam atau - Serangan batuk yang hebat


dini hari - Sesak napas yang berat
- Sesak napas dan tersengal-sengal
- Napas berbunyi (mengi) yang - Sianosis (kulit kebiruan,
terdengar jika pasien (wheezing) yang dimulai dari sekitar
menghembuskan napasnya mulut)
- Rasa berat di dada - Sulit tidur dan posisi tidur
- Dahak sulit keluar yang nyaman adalah
dalam keadaan duduk
- Kesadaran menurun

Departemen Kesehatan RI. (2007). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma (1st ed.).
Derajat Asma Gejala Fungsi Paru

Intermiten Siang hari ≤ 2x/minggu Variabilitas APE < 20%


Malam hari ≤ 2x/bulan VEP1 ≥ 80% nilai prediksi
Serangan singkat APE ≥ 80% nilai terbaik
Tidak ada gejala antarserangan
Intensitas serangan bervariasi

Klasifikasi Persisten ringan Siang hari > 2x/minggu Variabilitas APE 20-30%
tetapi < 1x/hari VEP1 ≥ 80% nilai prediksi
Asma Malam hari > 2x/bulan APE ≥ 80% nilai terbaik
Serangan dapat mempengaruhi
aktivitas

Persisten sedang Siang hari ada gejala Variabilitas APE > 30%
Malam hari > 1x/minggu VEP1 60-80% nilai prediksi
Serangan dapat mempengaruhi APE 60-80% nilai terbaik
aktivitas & berlangsung
berhari-hari
Sehari-hari memakai inhalasi
agonis beta-2 short acting
(SABA)

Departemen Kesehatan RI. (2007). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma (1st ed.).
Klasifikasi Asma

Derajat Asma Gejala Fungsi Paru

Persisten berat Siang hari terus Variabilitas APE > 20%


menerus ada gejala VEP1 ≤ 60% nilai
Setiap malam hari prediksi
sering timbul gejala APE ≤ 60% nilai
Aktivitas fisik terbatas terbaik
Sering timbul
serangan

Departemen Kesehatan RI. (2007). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma (1st ed.).
02

Diagnosis Banding

Tasya Nabila Nevilda - 1906405092


Diagnosis Banding
(PDPI, 2021)
1. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Pneumotoraks
2. Gagal jantung kiri
3. Sindrom obstruksi pascatuberkulosis (SOPT)
4. Allergic bronchopulmonary aspergillosis (ABPA)
5. Gastroesophageal reflux disease (GERD)
6. Rinosinusitis

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2021). Panduan Umum Praktek Klinis Diagnosis Penyakit Paru dan Pernapasan.
Diagnosis Banding
(Kemenkes,2018)
Dewasa Anak-anak

1023/MENKES/SK/XI/200ÿ Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma


Penyakit Paru Obstruktif Kronik Rinosinusitis Aspirasi Benda Asing

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


(PPOK)

Bronkitis Kronik Refluks Gastroesofageal Sindrom Diskinesia Silier Primer

Gagal Jantung Kongestif Infeksi Respiratorik Bawah Viral Berulang Penyakit Jantung Bawaan

Batuk Kronik Akibat Lain-Lain Displasia Bronkopulmoner Defisiensi Imun

Disfungsi Laring Tuberkulosis

Obstruksi Mekanis Malformasi Kongenital yang


Menyebabkan Penyempitan Saluran
Respiratorik Intratorakal

Emboli Paru
Diagnosis Banding
(GINA,2020)
The Global Initiative of Asthma

Age Gejala Kondisi

6-11 tahun Bersin, hidung gatal dan tersumbat, throat Chronic upper airway cough syndrome
clearing (chronic UACS)

Timbul gejala mendadak, mengi unilateral Terhirup benda asing

Infeksi berulang, batuk produktif Bronkiektasis

Infeksi berulang, batuk produktif, sinusitis Primary cilliary dyskinensia

Murmur jantung (suara tiupan/ desingan pada jantung) Penyakit jantung kongenital

Persalinan prematur, gejala sejak lahir Displasia bronkopulmoner

Batuk dan produksi mukus yang berlebihan, gejala Fibrosis sistik


gastrointestinal

GINA 2020. (2020). Pocket Guide for Asthma Management and Prevention (for Adults and Children Older than 5 Years). Global Initiative for Asthma
Diagnosis Banding
(GINA,2020)
The Global Initiative of Asthma

Age Gejala Kondisi

12-39 tahun Bersin, hidung gatal dan tersumbat, throat Chronic upper airway cough syndrome
clearing

Dispnea, stridor (mengi pada inspirasi) Obstruksi laring terinduksi

Pusing, kesemutan, mendesau Hiperventilasi, disfungsi pernafasan

Batuk produktif, infeksi berulang Bronkiektasis

Batuk berlebih dan produksi mukus Fibrosis sistik

Murmur jantung (suara tiupan/ desingan pada jantung) Penyakit jantung kongenital

Napas pendek, adanya riwayat emfisema pada keluarga Defisiensi alpha-1 antitripsin

GINA 2020. (2020). Pocket Guide for Asthma Management and Prevention (for Adults and Children Older than 5 Years). Global Initiative for Asthma
Diagnosis Banding
(GINA,2020)
The Global Initiative of Asthma

Age Gejala Kondisi

>40 tahun Dispnea (sesak napas), mengi pada inspirasi (stridor) Obstruksi laring terinduksi

Pusing, kesemutan, mendesau Hiperventilasi, disfungsi nafas

Batuk, sputum, dispnea saat aktivitas, merokok, atau COPD (Chronic Obstructive Pulmonary
dengan adanya paparan berbahaya Disease)

Batuk produktif, infeksi berulang Bronkiektasis

Dyspnea saat aktivitas, gejala nokturnal Gagal jantung

Terapi dengan ACE Inhibitor Batuk akibat obat

Dispnea saat aktivitas, batuk nonproduktif, clubbing Penyakit paru parenkim


finger (pembengkakan pada ujung ruas jari)

GINA 2020. (2020). Pocket Guide for Asthma Management and Prevention (for Adults and Children Older than 5 Years). Global Initiative for Asthma
Diagnosis Banding
(GINA,2020)
The Global Initiative of Asthma

Age Gejala Kondisi

Semua Usia Batuk kronis, batuk darah (hemoptysis), Tuberkulosis


dispnea, rasa kelelahan, demam terutama pada
malam hari, anoreksia, penurunan berat badan

GINA 2020. (2020). Pocket Guide for Asthma Management and Prevention (for Adults and Children Older than 5 Years). Global Initiative for Asthma
03

Tujuan Terapi

Denisa Alika Masyhud - 1906404562


Tujuan Terapi
● Tujuan penanganan asma akut:
○ Memperbaiki hipoksemia yang signifikan
○ Membalikkan obstruksi jalan napas dengan cepat (dalam beberapa menit)
○ Mengurangi kemungkinan kambuhnya obstruksi aliran udara yang parah
○ Mengembangkan rencana tindakan tertulis dalam kasus eksaserbasi di masa depan
● Tujuan penanganan asam kronis:
○ Mengurangi gangguan:
■ Mencegah gejala kronis dan menyusahkan (misalnya, batuk atau sesak napas di siang hari,
malam hari, atau setelah aktivitas)
■ Mempertahankan (hampir) fungsi paru normal
■ Mempertahankan tingkat aktivitas normal (termasuk olahraga dan kehadiran di tempat kerja
atau sekolah)
○ Mengurangi risiko:
■ Mencegah eksaserbasi berulang dan meminimalkan kebutuhan kunjungan gawat darurat atau
rawat inap
■ Mencegah hilangnya fungsi paru-paru; untuk anak-anak, cegah penurunan pertumbuhan
paru-paru
■ Minimal atau tidak ada efek samping terapi

DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015, Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill Education Companies, Inggris.
Tujuan Terapi (Depkes RI, 2009)
- Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
- Mencegah eksaserbasi akut
- Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
- Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise
- Menghindari efek samping obat
- Mencegah terjadinya ketebatasan aliran udara (airflow limitation) irreversibel
- Mencegah kematian karena asma
- Khusus pada anak, untuk mempertahankan tumbuh kembang anak sesuai
potensi genetiknya

Departemen Kesehatan R. I. (2009). Pedoman Pengendalian Penyakit Asma (p. 13).


04
Algoritma Terapi
farmakologi dan non
farmakologi
Meilani Velvina Losso (1806265141)
Maimunah (1906404594)
Rulaa Azzah Amalia (1906404575)
TATA LAKSANA NASIONAL
ALGORITMA ASMA JANGKA PANJANG
Tata laksana asma jangka panjang → untuk mengontrol penyakit (ASMA TERKONTROL =
kondisi stabil min selama 1 bulan)
★ Terapi bertujuan untuk mengatasi dan mencegah obstruksi jalan napas dengan
menggunakan obat pengontrol dan pelega

★ Pendekatan Terapi:
○ Pemberian terapi maksimum → glukokortikosteroid oral/inhalasi dosis penuh +
agonis beta-2 kerja lama (BUKTI D)
■ Setelah asam terkontrol → dosis diturunkan bertahap sampai seminimal
mungkin (STEP DOWN THERAPY*)
○ Memulai terapi sesuai derajat berat asma dan meningkatkan terapi secara
bertahap jika dibutuhkan (STEP UP THERAPY)

*PDPI menyarankan step-down therapy


PDPI. (2019). Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia (2nd ed.);
ALGORITMA ASMA JANGKA PANJANG
Berdasarkan Derajat Berat Asma
BUKTI A ASMA INTERMITEN
(penderita alergi, exercise-induce, dan cuaca buruk)
Bila terjadi serangan =
● Agonis beta-2 inhalasi/oral kerja singkat
ATAU
● Kombinasi teofilin-agonis beta-2 kerja
singkat
● Kromolin (ALTERNATIF)
● Leukotriene modifiers (ALTERNATIF)
Jika dibutuhkan bronkodilator >1 kali dalam
seminggu dalam 3 bulan → asam persisten ringan

ASMA PERSISTEN RINGAN


● Terapi utama → obat pengontrol =
anti-inflamasi glukokortikosteroid inhalasi
dosis rendah, 200-400 ug BD*/hari (BUKTI
A)
Digunakan setiap hari sampai asma terkontrol
Bila pasien membutuhkan pelega/bronkodilator
>4x sehari → asma persisten sedang
*BD = Budesonid
PDPI. (2019). Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia (2nd ed.);
ALGORITMA ASMA JANGKA PANJANG
Berdasarkan Derajat Berat Asma
BUKTI A ASMA PERSISTEN SEDANG
● Terapi utama → kombinasi inhalasi
glukokortikosteroid (400-800 ug BD*/hari atau
250-500 ug FP**/hari) terbagi dalam 2 dosis dan
agonis beta-2 kerja lama sehari 2x (BUKTI A)
Jika asma belum terkontrol → dosis glukokortikosteroid
dinaikkan
Dianjurkan menggunakan MDI (metered dose inhaler)
atau fix combination
Bila pasien membutuhkan pelega/bronkodilator >4x
sehari → asma persisten berat

ASMA PERSISTEN BERAT


● Terapi utama → kombinasi inhalasi
glukokortikosteroid dosis tinggi (> 800 ug BD*/
hari) terbagi dalam 2/4 dosis dan agonis beta-2
kerja lama sehari 2x (BUKTI A)
● Terapi utama dapat ditambah dengan teofilin
lepas lambat/leukotriene
modifiers/glukokortikosteroid oral
*BD = Budesonid
PDPI. (2019). Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia (2nd ed.); **FP = Flutikason Propionat
ALGORITMA ASMA AKUT
(SAAT SERANGAN)

SERANGAN AKUT → EPISODIK PERBURUKAN PADA ASMA


Penilaian berat serangan merupakan kunci pertama dalam penanganan serangan akut →
dilakukan pemeriksaan fisik (sebaiknya pemeriksaan faal paru) dan riwayat gejala serta
PENGOBATAN YANG TEPAT DAN CEPAT

● Pada serangan ringan → agonis β2 kerja cepat +


teofilin oral (DEWASA)
○ Alternatif agonis β2 kerja cepat oral
OBAT YANG DIGUNAKAN ● Pada keadaan tertentu (riwayat serangan berat) →
● Bronkodilator (agonis β2 metilprednisolon 3-5 hari
kerja cepat dan ● Pada serangan sedang → agonis β2 kerja cepat +
ipratropium bromida) kortikosteroid oral
● Kortikosteroid sistemik ○ Pada DEWASA dapat ditambahkan ipratropium
bromida inhalasi + aminofilin IV
● Pada serangan berat → dirawat dan diberikan
oksigen, cairan IV, agonis β2 kerja cepat/ipratropium
bromida inhalasi, kortikosteroid UV, dan aminofilin IV

Menkes RI. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1023/Menkes/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma.
Klasifikasi Berat Serangan Asma

PDPI. (2019). Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia (2nd ed.);
TATA LAKSANA ASMA AKUT DI RUMAH
TERAPI AWAL
★ Agonis beta-2 inhalasi kerja cepat setiap
20 menit (3x dalam 1 jam) ⇒ DILIHAT
SELAMA 4 JAM

Jika membaik, lanjutkan terapi agonis beta-2


inhalasi setiap 3-4 jam selama 1-2 hari
(alternatif bronkodilator oral)

Jika telah menggunakan terapi steroid inhalasi


→ teruskan penggunaan dengan dosis tinggi
(maks 2x lipat dosis sebelumnya) selama 2
minggu (atau 5-7 hari bebas serangan)

Pada kasus respon buruk → digunakan


kortikosteroid oral 0,5- mg/kgBB dalam 24 jam
pertama, ulangi terapi awal dan segera ke
dokter
APE = Arus Puncak Ekspirasi

PDPI. (2019). Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia (2nd ed.);
Menkes RI. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1023/Menkes/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma.
PDPI. (2019). Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia (2nd ed.);
Menkes RI. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1023/Menkes/SK/XI/2008 Tentang Pedoman
Pengendalian Penyakit Asma.

TATA LAKSANA ASMA


AKUT DI RUMAH SAKIT
(serangan akut berat)
TERAPI AWAL
tergolong serangan ringan-sedang-berat
★ Oksigen (hingga kadar ≽90%), agonis
beta-2 inhalasi kerja cepat setiap 20
menit (1 jam) atau kombinasinya dengan
ipratropium bromida
○ ALTERNATIF: agonis beta-2 injeksi
(terbutalin SC atau adrenalin SC)
dan kortikosteroid oral (tidak
respon pada bronkodilator)

Respon baik (normal) = PULANG pengobatan


dilanjutkan dengan pengobatan asma jangka
panjang (berat)
Respon tidak sempurna (gejala ringan) =
DIRAWAT
Respon buruk (gejala berat) = ICU
Jika asma mengancam jiwa = ICU
Golongan Obat Nama Generik Bentuk/Kemasan Dosis Dewasa Nama Dagang
Terapi
Farmakologi Agonis B2 kerja
singkat (SABA)
Salbutamol Inhalasi (IDT,
Nebuls)
200 µg/kali (IDT);
2,5 mg/kali (nebuls)
Ventolin,
Suprasma
Obat Pelega
Terbutalin Inhalasi 0,25-0,5 mg Bricasma
(Bronkodilator) (Turbuhaler, (turbuhaler, injeksi);
Nebuls), Injeksi 5 mg (nebuls)

Prokaterol Inhalasi 20 µg/kali Meptin


(swinghaler)

Fenoterol Inhalasi (IDT) 200 µg/kali Berotec

Antikolinergik kerja Ipratropium Inhalasi, nebulasi 40 µg/ kali (IDT); Atrovent,


singkat bromida 0,25 mg/ kali Combivent
(nebuls)

Metilsantin Teofilin Oral (tablet) 3-5 mg/kg BB, Bronsolvan


3-4 kali/hari
Aminofilin Oral (tablet) Decafil

Glukokortikosteroi Metilprednisolon Oral (tablet) 24-30 mg/ kali Metilprednisolon


Sumber Gambar:
https://www.halodoc.com/obat-dan-vitamin
d sistemik 5-7 hari
/ventolin-inhaler-100-mcg-200-doses Prednisolon Oral (tablet) Prednisolon

PDPI. (2019). Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia (2nd ed.).
Sumber Gambar:
https://www.halodoc.com/obat-dan-vitamin/symbicort-160-mcg-4-5-mcg-turbuhaler-60-dosis;
https://www.orami.co.id/magazine/seretide-diskus Golongan Obat Nama Generik Bentuk/Kemasan Dosis Dewasa Nama Dagang

Terapi Glukokortikoid Flutikason Inhalasi (diskus), IDT 2 x 100-500 µg Seretide,


inhalasi propionat Respitide
Farmakologi
Obat Budesonid Inhalasi (turbuhaler,
swinghaler), IDT
2 x 160-640 µg Symbicort,
Obucort
Pengontrol
Agonis B2 kerja Salmeterol Inhalasi Kombinasi dengan Seretide
(Antiinflamasi) lama (LABA) flutikason

Formoterol Inhalasi Kombinasi dengan Symbicort


budesonid

Prokalterol Oral (tablet) 2 x 10 µg Meptin

Antileukotrien Zafirlukast Oral (tablet) 2 x 20 mg Accolate

Montelukast Oral (tablet) 1 x 10 mg Singulair

Glukokortikoid Metilprednisolon Oral (tablet) 24-30 mg/hari, Metilprednisolon


sistemik turunkan bertahap
(Alternatif hingga 5 mg/hari
Prednisolon Oral (tablet) Prednisolon
terakhir) atau 10 mg selang
sehari.
Prednison Oral (tablet) Prednison

Triamsinolon Oral (tablet) 40 mg tiap bulan Kenacort

PDPI. (2019). Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia (2nd ed.).
TATA LAKSANA INTERNASIONAL
Algoritma Terapi Internasional (GINA,2020)
Rekomendasi terapi pengontrol awal pada Orang Dewasa/Dewasa muda diagnosis asma
Penilaian pertama :
- diagnosis dikonfirmasi
- symptom control dan modifiable risk factors, including lung function
- komorbiditas
- teknik inhalasi dan kepatuhan
- preferensi dan tujuan pasien

*track 1*
dimulai dari sini jika menggunakan controller dan pereda yang disukai.`
Menggunakan ICS/inhaled corticosteroid-formoterol dosis rendah secukupnya
sebagai pereda yang dapat mengurangi risiko eksaserbasi dibandingkan dengan
pereda SABA/short acting beta2 agonis.
1-2. Gejala <4-5 hari/minggu: ICS-formoterol dosis rendah secukupnya
3. Gejala cukup sering terjadi, atau terbangun dengan asma sekali/lebih per
minggu: ICS-formoterol dosis pemeliharaan rendah
4. Gejala setiap hari, atau terbangun dengan asma 1 kali atau lebih/minggu, dan
fungsi paru rendah: ICS-formoterol dosis pemeliharaan sedang. selain itu
pemberian singkat OCS juga dapat diperlukan pada pasien dengan asma tidak
terkontrol yang parah
5. tambahkan LAMA/long acting muscarinic antagonists; merujuk pemeriksaan
phenotypic ± anti-IgE, anti-IL5/5R, anti-IL4R; mempertimbangkan ICS-formoterol
dosis tinggi
- pada steps 3-4: pasien mengonsumsi ICS-formoterol sebagai
pengobatan reguler setiap hari --> disebut sebagai
MART/maintenance and reliever therapy
- Pada pasien di step pengobatan manapun memiliki gejala asma
--> menggunakan ICS-formoterol dosis rendah dengan single
inhaler sebagai pereda gejala
- ICS-formoterol sebaiknya tidak digunakan sebagai pereda oleh
pasien yang mengonsumsi ICS-LABA/long acting beta agonist
lainnya

GINA. (2021). Pocket Guide for Asthma Management and Prevention (for Adults and Children Older tthan 5 Years).
Global Initiative for Asthma. (2020). Pocket Guide For Asthma Management and Prevention. Diakses dari https://ginasthma.org/wp-content/uploads/2020/04/Main-pocket-guide_2020_04_03-final-wms.pdf
Algoritma Terapi Internasional (GINA,2020)

*track 2*
`mulai disini jika menggunakan controller dan pereda alternatif.`
Mengunakan SABA secukupnya sebagai pereda → merupakan pendekatan alternatif jika track 1 tidak memungkinkan/tidak disukai oleh pasien yang tidak memiliki
eksaserbasi pada terapi yang sedang dilakukan.
sebelum mempertimbangkan rejimen dengan pereda SABA, perika apakah pasien patuh dengan terapi controller setiap hari karena dapat menyebabkan risiko
tinggi eksaserbasi
1. Gejala <2 bulan : mengonsumsi ICS dosis rendah setiap meminum SABA sebagai pereda gejala ketika gejala terjadi, baik dalam kombinasi inhaler, atau
dengan mengonsumsi ICS langsung setelah SABA
2. Gejala 2/lebih tiap bulan, namun <4-5 hari/minggu: ICS dosis pemeliharaan rendah
3. Gejala cukup sering terjadi, atau terbangun dengan asma sekali/lebih tiap minggu: ICS-LABA/ long-acting beta agonis dosis pemeliharaan rendah
4. Gejala setiap hari, atau terbangund engan asma sekkali/lebih tiap minggu, dan fungsi paru rendah: ICS-LABA dosis pemeliharaan sedang/tinggi.
Pemberian singkat OCS juga dapat dibutuhkan untuk pasien dengan asma tidak terkontrol yang parah
5. Berikan LAMA; merujuk pemeriksaan phenotypic ± anti-IgE, anti-IL5/5R, anti-IL4R; mempertimbangkan ICS-LABA dosis tinggi
- pada step 2-5 SABA digunakan sebagai pereda gejala dan pasien mengonsumsi obat kontroller mengandung ICS setiap hari secara reguler
- Saat pengobatan berlangsung, dapat dinaikkan atau diturunkan satu track, menggunakan pereda yang sama tiap step, atau dapat diubah tiap track
berdasarkan kebutuhan individu pasien
- Sebelum dinaikkan, periksa masalah yang sering terjadi seperti teknik inhalasi yang salah, ketidakpatuhan, paparan lingkungan, dan mengkonfirmasi
gejala akibat asma
- Pertimbangkan menurunkan dosis setelah asma terkontrol dengan baik selama 3 bulan. namun pada orang dewasa dan remaja, ICS tidak boleh
dihentikan sepenuhnya

Global Initiative for Asthma. (2020). Pocket Guide For Asthma Management and Prevention. Diakses dari https://ginasthma.org/wp-content/uploads/2020/04/Main-pocket-guide_2020_04_03-final-wms.pdf
GINA. (2021). Pocket Guide for Asthma Management and Prevention (for Adults and Children Older tthan 5 Years).
Algoritma Terapi internasional (GINA,2020)

Rekomendasi terapi
pengontrol awal pada anak
6-11 tahun yang terdiagnosis
asma

GINA. (2021). Pocket Guide for Asthma Management and Prevention (for Adults and Children Older tthan 5 Years).
Global Initiative for Asthma. (2020). Pocket Guide For Asthma Management and Prevention. Diakses dari https://ginasthma.org/wp-content/uploads/2020/04/Main-pocket-guide_2020_04_03-final-wms.pdf
Algoritma Terapi
Internasional: Eksaserbasi
1. Start Treatment
- SABA : 4-10 Puffs dengan pMDI +Spacer, diulangi
setiap 20 menit sekali dalam 1 jam
- Prednisolone : Dewasa 40-50 mg, anak-anak 1-2
mg/kg; Maks 40 mg
- Oksigen terkontrol (bila ada) :Target saturasi 93-95
(untuk anak-anak 94-98%) → Kanal nasal
2. Apabila makin parah
- Ipratropium bromida
- O2
- Kortikosteroid sistemik
3. Apabila membaik,
- Gejala membaik → tidak membutuhkan SABA
- Apabila menggunakan prednisolone, lanjutkan
penggunaan hingga 5-7 hari.
Terapi farmakologi
Asma bronkial eksaserbasi akut dan derajat serangan sedang dapat diberikan dengan :
1. Oksigenasi → kanul nasal
2. Beta Blocker (SABA) → Salbutamol
4-10 puffs dengan PMDI + Spacer, setiap 20 menit selama 1 jam (total 3x)
3. Kortikosteroid Sistemik→ Prednisolon
Dosis 40-50 mg (oral)
Algoritma Terapi Internasional(NICE)

pengobatan asma kronis pada dewasa berusia 17 tahun dan lebih

Algorithm F: Pharmacological treatment of chronic asthma in adults aged 17 and ove. Nice.org.uk. (2017). Retrieved 4 October 2021, from
Algoritma terapi (NICE)
5. jika asma tidak terkontrol dalam 4-8 minggu, berikan ICS dosis rendah dan LABA
Terapi internasional dari National institute for health and care dalam regimen MART/mantenance and reliever therapy, dengan atau tanpa LTRA.
excellence/NICE untuk pengobatan asma kronis pada dewasa berusia 17 serta berikan ICS dosis rendan dan LABA dalam regimen MART untuk meredakan
tahun dan lebihvuntuk warna abu merupakan bagian dari terapi gejala
pemeliharaan, sedangkan untuk warna biru merupakan bagian dari pereda 6. jika asma tidak terkontrol dalam 4-8 minggu, pertimbangkan ICS dosis sedang dan
gejala LABA dalam regimen MART atau sebagai fixed dose, dengan atau tanpa LTRA. dapat
1. pertama-tama, terdapat diagnosis asma pada dewasa berusia 17 diberikan ICS dosis rendah dan LABA dalam regimen MART atau diganti dengan
tahun dan lebih SABA untuk meredakan gejala
7. jika asma tidak terkontrol dalam 4-8 mingguu
● untuk gejala yang terindikasi memerlukan terapi pemeliharaan
a. Dapat mempertimbangkan ICS dosis tinggi dan LABA sebagai fixed dose,
maka diberikan ICS/inhaled corticosteroid dosis renda dengan atau tanpa LTRA serta berikan SABA untuk meredakan gejala
● untuk mengi/ _wheeze_ singkat dan jarang serta fungsi paru-paru b. Mempertimbangkan ICS dosis sedang dengan percobaan oba ttambahan
yang normal, maka mempertimbangkan SABA/short acting beta seberti long-acting muscarinic receptor antagonist/teofilin. serta berikan
agonist. Namun jika asma tidak terkontrol dalam 4-8 minggu maka SABA atau ICS dosis rendah dengan LABA dalam regimen MART
berikan ICS dosis rendah c. Pertimbangkan menyakan saran dari dokter dengan bidang di asma
2. ICS dosis rendah dapat diberikan dengan SABA untuk meredakan d. Mengurangi terapi pemeliharaan jika asma telah terkontrol dengan terapi
gejala pemeliharaan yang ada selama setidaknya 3 bulan
3. jika asma tidak terkontrol selama 4-8 minggu, maka berikan ICS
`ICS, inhaled corticosteriod`
dosis rendah dengan LTRA/leukotriene receptor antagonist, dan `LABA, long-acting beta agonist`
dapat diberikan SABA untuk meredakan gejala `LTRA, leukotriene receptor antagonist`
4. Jika asma tidak terkontrol selama 4-8 minggu, maka berikan ICS `MART, maintenance and reliever therapy`
dosis rendah dan LABA/long acting beta agonist, dengan atau `SABA, short-acting beta agonist`
tanpa LTRA. serta dapat diberikan SABA untuk meredakan gejala

Algorithm F: Pharmacological treatment of chronic asthma in adults aged 17 and ove. Nice.org.uk. (2017). Retrieved 4 October 2021, from
TATA LAKSANA INTERNASIONAL
Hamil dan Menyusui

Busse, W. W. (2005). NAEPP expert panel report: managing asthma during pregnancy: recommendations for pharmacologic treatment—2004 update. Journal of Allergy and Clinical Immunology, 115(1), 34-46.
Murphy VE. Managing asthma in pregnancy. Breathe 2015; 11: 258-267
Hamil dan Menyusui

Busse, W. W. (2005). NAEPP expert panel report: managing asthma during pregnancy: recommendations for pharmacologic treatment—2004 update. Journal of Allergy and Clinical Immunology, 115(1), 34-46.
Murphy VE. Managing asthma in pregnancy. Breathe 2015; 11: 258-267
Hamil dan Menyusui

Busse, W. W. (2005). NAEPP


expert panel report: managing
asthma during pregnancy:
recommendations for
pharmacologic treatment—2004
update. Journal of Allergy and
Clinical Immunology, 115(1), 34-46.
Murphy VE. Managing asthma in
pregnancy. Breathe 2015; 11:
258-267
Hamil dan Menyusui

Busse, W. W. (2005). NAEPP expert panel report: managing asthma during pregnancy: recommendations for pharmacologic treatment—2004 update. Journal of Allergy and Clinical Immunology, 115(1), 34-46.
Murphy VE. Managing asthma in pregnancy. Breathe 2015; 11: 258-267
Terapi Non Farmakologis Asma

Busse, W. W. (2005). NAEPP expert panel report: managing asthma during pregnancy: recommendations for pharmacologic treatment—2004 update. Journal of
Terapi Non Farmakologis Asma
Rekomendasi Kategori

Berhenti merokok dan menghindari paparan asap rokok A

Meningkatkan aktivitas fisik, namun memperhatikan pencegahan bronkokonstriksi A


dengan pemanasan sebelum olahraga, konsumsi SABA atau ICS-formoterol
dosis
rendah sebelum berolahraga

Menghindari obat yang dapat memperparah perburukan asma seperti NSAID A

GINA 2020. (2020). Pocket Guide for Asthma Management and Prevention (for Adults and Children Older than 5 Years). Global Initiative for Asthma
05
Parameter Evaluasi
Outcome Terapi &
Parameter ESO
Ahmad Ghazali Alfarizi 1906405035
Kadzia Nazhiva Fikra 1906404846
Parameter Evaluasi Outcome Terapi
Asma Kronis

● Kontrol asma melibatkan pengurangan domain penurunan dan risiko. Tindak lanjut rutin sangat
penting pada interval 1 hingga 6 bulan, tergantung pada kontrol.
● Komponen penilaian meliputi gejala, terbangun di malam hari, gangguan aktivitas normal, fungsi
paru, kualitas hidup, eksaserbasi, kepatuhan, efek samping terkait pengobatan, dan kepuasan
terhadap perawatan. Tanyakan juga ke pasien tentang toleransi latihan.
● Direkomendasikan kategori terkendali dengan baik, tidak terkontrol dengan baik, dan sangat
kurang terkontrol. Kuesioner yang divalidasi dapat diberikan secara berkala, seperti Kuesioner
Asma Terapi Assesment, Kuesioner Kontrol Asma, dan Tes Kontrol Asma.
● Tes spirometri direkomendasikan pada penilaian awal, setelah pengobatan dimulai, dan kemudian
setiap 1 sampai 2 tahun. Pemantauan peak flows direkomendasikan pada asma persisten sedang
hingga berat
● Semua pasien yang menggunakan obat inhalasi harus dievaluasi terlebih dahulu teknik
inhalasinya setiap bulan dan kemudian setiap 3 sampai 6 bulan
● Setelah memulai terapi anti inflamasi atau meningkatkan dosis, sebagian besar pasien akan
mengalami penurunan gejala dalam 1 sampai 2 minggu dan mencapai perbaikan maksimal dalam
4 sampai 8 minggu. Peningkatan FEV1 awal atau PEF harus mengikuti waktu yang sama, tetapi
penurunan BHR yang diukur dengan PEF pagi, variabilitas PEF, dan toleransi latihan mungkin
memakan waktu lebih lama dan membaik selama 1 hingga 3 bulan.
Dipiro, Joseph et al. (2017). Pharmacotherapy Handbook. 10th Edition. United States: McGraw-Hill Education.
Parameter Evaluasi Outcome Terapi
Asma Akut

● Pasien yang berisiko mengalami


eksaserbasi parah akut harus
memantau peak flows pagi hari di
rumah.
● Pantau fungsi paru-paru, baik
spirometri atau aliran puncak, 5 hingga
10 menit setelah setiap perawatan.
Pemantauan oksimetri nadi, auskultasi
paru, dan observasi untuk retraksi
supraklavikula berguna.
● Kebanyakan pasien merespon dalam
satu jam pertama dari β-agonis inhalasi
awal. Pantau pasien yang tidak
mencapai respons awal setiap 0,5
hingga 1 jam.

Dipiro, Joseph et al. (2017). Pharmacotherapy Handbook. 10th Edition. United States: McGraw-Hill Education.
PDPI. (2019). Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.
Parameter Evaluasi Outcome Terapi

Menteri Kesehatan Republik Indonesia.


(2008). Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor
1023/MENKES/SK/XI/2008 tentang Pedoman
Pengendalian Penyakit Asma. Diakses dari
http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/VHcr
bkVobjRzUDN3UCs4eUJ0dVBndz09/2018/
04/Keputusan_Menteri_Kesehatan_RI_Ten
tang_Pedoman_Pengendalian_Asma1.pdf
pada 8 Oktober 2021. Page 16.
Parameter Efek Samping Obat
Short and Long-Acting Inhaled Beta 2 Agonists (SABA & LABA)

Efek samping dari obat beta-agonis → tremor, peningkatan kegelisahan dan insomnia pada anak-anak,
mual, demam, bronkospasme, muntah, sakit kepala, nyeri, pusing, batuk, reaksi alergi, mulut kering,
berkeringat, kedinginan, dan dispepsia.

→ Long-acting: Tidak boleh digunakan sebagai monoterapi karena FDA Black-Box Warning tentang
terjadinya eksaserbasi asma yang parah. Risiko tersebut tidak terlihat pada terapi kombinasi dengan obat
antikolinergik atau kortikosteroid

Inhaled Corticosteroids (ICS)

- Kebanyakan pasien yang menggunakan ICS tidak mengalami efek samping. Efek samping lokal
termasuk kandidiasis orofaringeal dan disfonia (dapat dikurangi dengan menggunakan spacer
dengan pMDI, dan berkumur dengan air dan meludahkannya setelah terhirup).
- Dosis tinggi jangka panjang meningkatkan risiko efek samping sistemik seperti:osteoporosis, katarak,
dan glaukoma.

Sharma S, Hashmi MF, Chakraborty RK. Asthma Medications. [Updated 2022 Aug 18]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK531455/
GINA. (2021). Pocket Guide for Asthma Management and Prevention (for Adults and Children Older tthan 5 Years).
Parameter Efek Samping Obat
Short and Long-Acting Anticholinergic

Efek samping jarang terjadi, berupa mulut kering atau rasa pahit

Systemic Corticosteroids

- Penggunaan jangka pendek: gangguan tidur, refluks, nafsu makan meningkat, hiperglikemia,
perubahan mood
- Penggunaan jangka panjang: dibatasi oleh efek samping sistemik yang signifikan, mis. katarak,
glaukoma, hipertensi, diabetes, osteoporosis supresi adrenal

Leukotriene Modifiers

- Sakit kepala, sakit perut, eksim, influenza, radang tenggorokan, faringitis, infeksi virus, mengi, sakit
gigi, pusing, dispepsia, peningkatan tes fungsi hati, demam, gastroenteritis

Sharma S, Hashmi MF, Chakraborty RK. Asthma Medications. [Updated 2022 Aug 18]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK531455/
GINA. (2021). Pocket Guide for Asthma Management and Prevention (for Adults and Children Older tthan 5 Years).
Parameter Efek Samping Obat
Monoclonal Antibody Immune-Modulating Drugs

Obat Efek Samping

Omalizumab Reaksi di tempat suntikan, infeksi virus, infeksi saluran pernapasan atas, sinusitis,
sakit kepala, faringitis, nyeri, artralgia, patah tulang, kelelahan, dermatitis, nyeri
lengan, nyeri kaki, pusing, sakit telinga, pruritus, nasofaringitis

Mepolizumab Sakit kepala, reaksi di tempat suntikan, reaksi alergi/non alergi sistemik, nyeri
punggung, kelelahan, reaksi alergi/hipersensitivitas sistemik, influenza, infeksi
saluran kemih, nyeri perut bagian atas, pruritus, eksim, dan kejang otot

Reslizumab Peningkatan creatine phosphokinase (CPK), nyeri orofaringeal, mialgia, dan


anafilaksis

Benralizumab Sakit kepala, faringitis, demam, dan berbagai reaksi hipersensitivitas

Sharma S, Hashmi MF, Chakraborty RK. Asthma Medications. [Updated 2022 Aug 18]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK531455/
GINA. (2021). Pocket Guide for Asthma Management and Prevention (for Adults and Children Older tthan 5 Years).
06
Identifikasi Masalah
Obat & Rekomendasi
Solusi
Vetra Gracia - 1906405086
Terapi Asma Selama Kehamilan
Kondisi Pasien
● Rekomendasi penggunaan short acting
● Pasien sedang hamil 3 bulan β-agonists (SABA) dan inhaled corticosteroids
● Pasien memiliki riwayat asma sejak (ICS) untuk wanita hamil dengan asma
persisten.
usia 10 tahun dan anggota keluarga
● ICS, terutama Budesonide, memiliki peringkat
yang menderita asma keamanan terbaik selama kehamilan.
● Tanda - tanda vital : Tekanan darah ● Kombinasi ICS/Long acting β-agonists (LABA)
110/80, Nadi 92x/menit, RR 20x/ dapat digunakan untuk obat pengontrol
menit, Suhu 36,3o (PDPI, 2021)
● Auskultasi: Wheezing +/+, Ronkhi
-/-, Fase ekspirasi lebih panjang
dibandingkan fase inspirasi.
Terapi yang Digunakan
● Assessment: Asma Bronkial Kronis, ● Beklometason MDI 500 mcg setiap 12
Derajat serangan ringan jam
● Salbutamol MDI 200 mcg jika diperlukan

Murphy, V, E. (2015). Managing asthma in pregnancy. Breathe (Sheff), 11, 4. doi: 10.1183/20734735.007915
PDPI. (2021). Panduan umum praktik klinis penyakit paru dan pernapasan. Jakarta : PDPI
Goldie, M. & Brightling, C.
(2013) Asthma in pregnancy.
The Obstetrician &
Gynaecologist, 15(4), 241–245.
doi:10.1111/tog.12048
Identifikasi Masalah Terkait Obat : Beklometason
Masalah Rekomendasi Solusi

Kategori kehamilan (FDA) : C ● Merekomendasikan penggantian obat


dengan Budesonide
● Digunakan jika manfaatnya sebanding
dengan potensi risiko perinatal.

Memiliki efek samping berupa ● Pencegahan dengan berkumur setelah


kandidiasis pada rongga mulut mengonsumsi obat
● Pengobatan dengan penggunaan obat
antijamur untuk candida dan berkumur
menggunakan campuran air hangat dan
garam
Identifikasi Masalah Terkait Obat : Salbutamol
Masalah Rekomendasi Solusi

Kategori kehamilan (FDA) : C ● Digunakan jika manfaatnya sebanding


dengan potensi risiko perinatal.

Penyalahgunaan obat : ● Merekomendasikan penggantian obat


peningkatan penggunaan SABA dengan LABA (Formoterol/Salmeterol →
sehingga meningkatkan risiko tidak menyebabkan malformasi janin,
eksaserbasi dan kontrol tidak persalinan prematur, atau berat lahir
baik rendah)

Marques, L. & Vale, N. (2022). Salbutamol in the management of asthma: a review. International Journal of Molecular Sciences,
23. https://doi.org/10.3390/ijms232214207
Rekomendasi Terapi
Pengganti : Kombinasi
Budesonide-Formoterol

Kandungan 80mcg Budesonide/4.5 mcg


atau 160 mcg
Budesonide/4.5 mcg
Formoterol

Dosis 2 inhalasi oral dua kali


sehari, di pagi dan sore hari

Kategori B
Kehamilan (FDA)

IBM Micormedex.
Marques, L. & Vale, N. (2022). Salbutamol in the management of asthma: a review. International Journal of Molecular Sciences,
23. https://doi.org/10.3390/ijms232214207
07
Informasi Obat dan
Edukasi Pasien

Denisa Alika Masyhud 1906404562


Syafura Az-Zahra 1906404423
Beklometason
Indikasi Profilaksis asma, terutama jika tidak sepenuhnya teratasi oleh bronkodilator atau kromoglikat.

Dosis Aerosol inhalasi: 200 mcg 2 kali sehari atau 100 mcg 3-9 kali sehari (pada kondisi lebih berat
dosis awal 600-800 mcg per hari).

Anak: 50-100 mcg 2-4 kali sehari atau 100-200 mcg 2 kali sehari.

Efek samping suara serak dan kandidiasis di mulut atau tenggorokan (biasanya hanya pada dosis tinggi);
ruam (jarang).

Kontraindikasi Sebagai pengobatan primer status asmatikus atau asma episode akut yang membutuhkan
tindakan intensif (inhalasi).

Kehamilan Nasal: C

Konseling Kandidiasis bisa dikurangi dengan menggunakan spacer, bisa membantu dengan cara
pasien berkumur-kumur dengan air (atau pada anak bersihkan giginya) setelah menghirup satu dosis.

PIONAS
MIMS
Fenoterol Hydrobromide
Indikasi dan dosis ● Dosis dewasa fenoterol melalui inhalasi untuk bronkospasme akut adalah 1
sampai 2 aktuasi (masing-masing 200 mikrogram); dosis dapat diulang dalam
5 menit jika perlu.
● Terapi pemeliharaan untuk bronkospasme kronis adalah 1 sampai 2 aktuasi 2
sampai 4 kali sehari
● Fenoterol dengan nebulisasi diberikan kepada pasien dewasa dalam dosis 0,5
sampai 5 miligram/dosis
● Dosis oral fenoterol untuk orang dewasa adalah 5 sampai 10 miligram 3 kali
sehari

Kontraindikasi - Hipersensitif terhadap fenoterol, komponen produk lain, atau amina


simpatomimetik lainnya
- Hipertiroidisme, Kardiomiopati obstruktif hipertrofik, Takiaritmia

Perhatian Diabetes mellitus, Hepatic dysfunction, Renal dysfunction

Efek samping gejala iritasi lokal, Hipersensitivitas, Hipokalemia, Agitasi, mual, muntah

Monitoring Parameter pemantauan harus mencakup tes fungsi paru dan pengukuran gas darah
arteri.

Micromedex, MIMS online


Inhaler Dosis Terukur (IDT) / Metered Dose Inhaler (MDI)

Wrench, W., van Dyk, L., Srinivas, S., &


Dowse, R. (2019). Outcome of illustrated
information leaflet on correct usage of
asthma-metered dose inhaler. African
Journal of Primary Health Care and
Family Medicine, 11(1).
https://doi.org/10.4102/PHCFM.V11I1.2
079
Inhaler Dosis Terukur (IDT) / Metered Dose Inhaler (MDI)

UseInhalers Correctly. (2014).


How to use Metered Dose
Inhaler (MDI) [Video]. Retrieved
from
https://www.youtube.com/wat
ch?v=fHYTz-ZoRLw
Inhaler Dosis Terukur (IDT) / Metered Dose Inhaler (MDI) dengan Spacer

Spacer disediakan bersamaan


dengan facemask.
- facemask digunakan
untuk anak kecil atau
orang yang tidak bisa
menggunakan mouthpiece

Fungsi spacer: untuk menahan embusan dari MDI dalam tabung


selama beberapa detik → tidak perlu menghirup dan menyemprotkan
MDI secara bersamaan → obat masuk lebih banyak ke paru-paru Murphy, A. (2016). How to help patients optimise their
dan mengurangi risiko efek samping (seperti suara serak atau inhaler technique. The Pharmaceutical Journal:
Evaluation, 14, 34.
sariawan saat menghirup kortikosteroid) American Thoracic Society. (2014). Using Your Metered
Dose Inhaler (MDI). Am J Respir Crit Care Med Vol.
190, P5-P6, 2014. Online version updated October 2021,
American Thoracic Society : www.thoracic.org
Inhaler Dosis Terukur (IDT) / Metered Dose Inhaler (MDI) dengan Spacer
Hal yang harus diperhatikan:

● Tarik napas melalui mulut (dan bukan


hidung) saat menggunakan MDI.
● Jaga agar spacer MDI tetap bersih
dan kering.
● Gunakan spacer baru setiap kali valve
menegang atau menjadi rapuh.
● Jika Anda menghirup steroid, bilas
mulut Anda dengan air, kumur, kumur
dan ludah.

Cara membersihkan

1. Pisahkan inhaler dari spacer.


2. Bilas spacer dengan air hangat
(seminggu sekali).
3. Biarkan mengering dengan sendirinya
4. Pastikan saluran tidak terhambat
dengan meniup spacer.
https://www.youtube.com/watch?v=0bU6fCN44FA. https://www.pikhospital.co.id/info/77/alat-inhalasi
MDI
Cara ● lepaskan tabung dan bilas wadah plastik dengan air hangat yang mengalir seminggu
membersihkan sekali untuk mencegah lubang tersumbat, kemudian biarkan kering.
● Ada beberapa obat di mana inhaler tidak dapat dilepas dari holdernya → menyeka
corong dengan kain atau membersihkan dengan kapas kering.
● Bersihkan chamber seminggu sekali. Lepaskan cincin lunak di chamber. Rendam spacer
dalam air hangat dengan mild detergent. Bersihkan dengan hati-hati, bilas, dan
keringkan.
● Jangan keringkan dengan tangan. Biarkan hingga benar-benar kering. Jangan simpan
chamber dalam kantong plastik

Pengecekkan ● Mengetahui berapa banyak obat yang tersisa di inhaler = lihat jumlah isapan pada
kemasan → catat berapa banyak isapan yang telah digunakan → jika telah habis
inhaler dibuang
● Jika menggunakan MDI setiap hari untuk mengontrol gejala, dapat ditentukan berapa
lama obat tersebut akan bertahan → membagi jumlah total isapan dalam MDI dengan
total isapan yang digunakan setiap hari.
● Misalnya: 2 isapan x 2 kali sehari = 4 isapan total per hari. Pada 120 embusan, MDI
akan bertahan selama 30 hari
● Jika MDI tidak memiliki penghitung dosis → dapat menggunakan perangkat yang
menempel pada MDI dan menghitung mundur jumlah isapan setiap kali menekan
inhaler.

(http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/copd/ "Treatments"), (http://www.lung.org/lung-disease/copd/ "COPD Medications")


Budesonide
Indikasi Golongan kortikosteroid yang digunakan sebagai profilaksis asma, terutama jika tidak
sepenuhnya teratasi oleh bronkodilator atau kromoglikat.

Dosis dewasa Inhalasi serbuk kering/areosol


- Dewasa, 200-1200 mcg perhari, terbagi ke dalam 2-4 pemberian
- Dosis pemeliharaan 200-400 mcg dua kali
sehari pagi dan malam, dapat ditingkatkan hingga 1200 mcg pada asma
berat.

Peringatan Infeksi jamur dan virus pada saluran pernafasan, penurunan fungsi hati, penurunan
pertumbuhan tinggi badan yang bersifat sementara, kehamilan, timbulnya gejala
rinitis, eksim, nyeri otot dan sendi karena penggantian terapi dari steroid oral.

Efek samping Iritasi ringan pada tenggorokan, batuk, suara serak, infeksi kandida pada orofaring,
reaksi hipersensitivitas, reaksi kulit seperti urtikaria, kemerahan, dermatitis,
bronkospasme, angiodema, reaksi anafilaktik, gugup, gelisah, depresi.

Kategori Kehamilan FDA = C

- MIMS Online
- PIONAS Online
Budesonide-Formoterol
Indikasi Pengobatan simtomatik & mengurangi risiko eksaserbasi asma pada dewasa dan remaja berusia
diatas 12 tahun

Dosis dewasa - 1 inhalasi 160/4,5 mcg sesuai kebutuhan untuk gejala & inhalasi berikan dosis tambahan jika
gejala menetap setelah beberapa menit.
- Dosis pemeliharaan: 80/4,5 mcg 2 inhalasi per hari di pagi atau sore hari
→ 1 dosis tambahan sesuai kebutuhan untuk gejala & 1 dosis lagi jika gejala menetap setelah
beberapa menit
- Maksimal : 6 Dosis/ 6 Inhalasi

Sediaan yang - Symbicort 80/4,5 mcg turbuhaler → Budesonide 80 mcg dan formoterol fumarat 4,5 mcg.
tersedia - Symbicort 160/4,5 mcg turbuhaler → Budesonide 160 mcg dan formoterol fumarat 4,5 mcg

Efek samping Palpitasi, infeksi kandida orofaringeal, sakit kepala, iritasi tenggorokan ringan, batuk suara serak.

Kontraindikasi Hipersensitivitas: terhadap: Budesonide, Formoterol, Laktosa

Interaksi obat Adrenergik blocker: Melemahkan atau menghambat efek formoterol dan Inhibitor CYP3A4
meningkatkan kadar budesonide

Kehamilan SYMBICORT hanya boleh digunakan jika manfaatnya lebih besar daripada potensi risikonya. Berikan
dosis efektif terendah budesonide yang diperlukan untuk mempertahankan kontrol asma pada ibu
hamil.

- MIMS Online, PIONAS Online


Salmeterol
Indikasi Obstruksi saluran napas reversibel (termasuk asma nokturnal dan asma karena latihan fisik) pada pasien yang
memerlukan terapi bronkodilator jangka lama dan juga menjalani pengobatan dengan antiinflamasi inhalasi
(kortikosteroid) (LABA).

Dosis dewasa - Inhalasi 50 mcg (2 hirupan) digunakan 2 kali sehari dapat ditingkatkan hingga 100 mcg (4 hirupan) 2 kali sehari
pada obstruksi yang lebih berat.

Peringatan - Salmeterol tidak bisa untuk mengatasi serangan akut dengan cepat, dan pengobatan kortikosteroid yang
bersamaan tidak boleh dikurangi dosisnya atau dihentikan
- Potensi munculnya bronkospasmus paradoksikal (sehingga pengobatan harus dihentikan dan diberikan terapi
alternatif) harus diperhatikan jika ringan bisa dicegah dengan menghirup stimulan beta-2-adrenoseptor (atau
dengan beralih dari inhalasi aerosol ke inhalasi serbuk kering).

Efek samping Berpotensi menyebabkan bronkospasme paradoksikal (hentikan pengobatan dan gunakan alternatif pengobatan lain).

Kehamilan FDA = C

Edukasi - Jika melakukan olahraga maka gunakan salmeterol 30 menit sebelum olahraga.
- Salmeterol harus rutin digunakan meskipun sudah merasa lebih baik.
- Jangan menggandakan dosis dalam keadaan apapun.
- Bilas mulut dengan air setelah menggunakan perangkat inhalasi.
- Jangan mencuci atau memasukkan bagian apa pun dari inhaler atau autohaler Anda ke dalam air..
- Selama Anda menggunakan Salmeterol, pemantauan rutin glukosa darah, kadar kalium, tekanan darah, dan detak
jantung mungkin diperlukan. Anda mungkin juga perlu menjalani tes darah dan tes fungsi paru-paru secara teratur
untuk memeriksa respons tubuh Anda terhadap obat tersebut.

- MIMS Online, PIONAS Online, https://www.mims.com/indonesia/drug/info/salmeterol?mtype=generic.


Dry Powder Inhaler (DPI)
● DPI dosis tunggal (single-dose systems) → dosis diberikan
dalam kapsul individu.
○ Sebelum setiap pemberian, pasien harus
memasukkan perangkat dengan satu kapsul
untuk pengiriman dosis tunggal.
● DPI unit multi (multiple-dose systems) → unit
menggunakan dosis meteran dan dosis pabrik yang
dikemas sehingga perangkat dapat menahan beberapa
dosis sekaligus tanpa harus mengisi ulang

● SELALU periksa jumlah


dosis yang terlihat pada
Dose counter
● Jika telah menggeser /
mendorong tuas pada
Diskus, JANGAN
mengarahkan
mouthpiece ke arah
bawah karena obat akan
terbuang
Lorensia, A., dan Suryadinata, R.V. (2018). Panduan Lengkap Penggunaan Macam-macam Alat Inhaler pada Gangguan Pernapasan. Surabaya: M-Brothers Indonesia
Cara Penggunaan DISKUS - Dry Powder Inhaler (DPI)

Lorensia, A., dan Suryadinata, R.V. (2018). Panduan Lengkap Penggunaan Macam-macam Alat Inhaler pada Gangguan Pernapasan. Surabaya: M-Brothers Indonesia
Cara Penggunaan DISKUS

Lorensia, A. (2019). Cara Penggunaan DPI jenis Diskus #asmacare. [online] https://www.youtube.com/watch?v=Cq-OLAKgyF4
Hal yang Perlu Diperhatikan pada Penggunaan Dry Powder Inhaler (DPI)
● Pasien harus menarik nafas dengan cepat dan panjang agar dosis yang terhirup dari DPI dapat
optimal dan partikel obat dapat sampai ke dalam paru-paru
● Menghindari menghembuskan nafas ke DPI untuk mencegah serbuk menjadi lembab dan
mencegah serbuknya tertiup dari mouthpiece DPI.
● Pasien harus berkumur dengan air bersih setelah menggunakan DPI yang mengandung
kortikosteroid untuk mencegah resiko dari candidiasis orofaringeal yang diakibatkan karena
menempelnya obat kortikosteroid di mulut.
● Penggunaan inhaler harus diperhatikan supaya pasien tidak mengklik berkali-kali. Pada pemakaian
inhaler multidose Turbuhaler dan Diskus, jika terklik berulang kali akan menyebabkan double dose
yang dapat meningkatkan kemungkinan efek samping yang tidak diinginkan
● Pemakaian single dose seperti pada HandiHaler dan Rotahaler, harus diperhatikan bahwa kapsul
single dose tidak boleh ditelan karena tidak dapat diabsorpsi dengan baik di lambung.
● Simpan inhaler di tempat yang sejuk dan kering. Udara lembab mengakibatkan serbuk
menggumpal dan menyumbat inhaler, selain itu laktosa sebagai pembawa dalam sediaan DPI
sangat rentan terhadap udara lembab dan dapat mengkristal pada suhu lembab sehingga aliran
serbuk obat menjadi buruk

Lorensia, A., dan Suryadinata, R.V. (2018). Panduan Lengkap Penggunaan Macam-macam Alat Inhaler pada Gangguan Pernapasan. Surabaya: M-Brothers Indonesia
Tiotropium Bromida

Indikasi dan Asma, Terapi pemeliharaan


dosis
● (Spiriva(R)) 2 inhalasi oral (masing-masing 1,25 mcg; dosis total, 2,5 mcg) sekali sehari; MAX 1 dosis
(2 inhalasi atau dosis total 2,5 mcg) dalam 24 jam
Penyakit paru obstruktif kronis
● (Spiriva(R) Handihaler(R)) Isi 1 kapsul (18 mcg) melalui 2 inhalasi oral sekali sehari; jangan
menelan kapsul; MAX 1 kapsul (18 mcg) dalam 24 jam
● (Spiriva(R) Respimat(R)) 2 inhalasi oral (masing-masing 2,5 mcg; dosis total, 5 mcg) sekali sehari;
MAX 1 dosis (2 inhalasi atau 5 mcg) dalam 24 jam

Kontraindikasi - Hipersensitivitas terhadap ipratropium, tiotropium, atau komponen produk lainnya

Efek samping - Sembelit,, Xerostomia (semprotan, bubuk), Sakit kepala (Semprotan oral), Penyakit infeksi saluran
kemih (Semprotan oral, bubuk oral, Bronkitis (Semprotan oral), Batuk (Semprotan oral), Faringitis
(Semprotan oral), Sinusitis (Semprotan oral; Serbuk oral), Infeksi saluran pernapasan atas (bubuk)

Monitoring - perbaikan dalam tes fungsi paru dan penurunan frekuensi eksaserbasi PPOK menunjukkan kemanjuran
- reaksi hipersensitivitas; pada pasien dengan riwayat reaksi hipersensitivitas terhadap atropin atau
turunannya
- efek samping antikolinergik; pada pasien dengan gangguan ginjal sedang sampai berat (yaitu, klirens
kreatinin kurang dari atau sama dengan 50 atau 60 mL/menit)

Micromedex, MIMS online


Handihaler
Bentuk HandiHaler (bentuk kapsul yang
Komponen: dimasukkan ke alat lalu tekan sehingga kapsul
1. Dust cap hancur baru dihirup pasien).
2. Corong mulut (Mouthpiece)
3. Wadah
4. Green piercing button
5. Center chamber (Tempat
kapsul)

Edukasi: Cara membersihkan :


1. Untuk mendapatkan full dosis, hembuskan 1. Buka dust dan mouthpiece
2. Buka bagian dasar (base) dengan menarik
nafas dan tarik nafas secara kuat
tombol ke atas. Bersihkan handihaler dengan
2. Jauhkan dari jangkauan anak-anak
air hangat ataupun bahan pembersih lainnya
3. Simpan HandiHaler pada suhu ruang 3. Biarkan dust cap, mouthpiece, dan bagian
(kering dan terhindar dari cahaya base terbuka sampai kering. Hal ini memakan
matahari) waktu sekitar 24 jam
4. Jangan menyimpan kapsul bekas/belum 4. Jangan gunakan handihaler pada keadaan
terpakai di dalam alat basah
5. Bersihkan alat sebulan sekali 5. Penyimpanan : disarankan pada suhu 25℃

https://www.accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/label/2009/021395s014lbl.pdf, https://www.pikhospital.co.id/info/77/alat-inhalasi
Handihaler

https://www.accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/label/2009/021395s014lbl.pdf
Cara Menggunakan Handihaler

Bentuk HandiHaler (bentuk


kapsul yang dimasukkan ke
alat lalu tekan sehingga
kapsul hancur baru dihirup
pasien).

irvando zp. (2019). Cara tepat menggunakan Spiriva [Video]. Retrieved from https://www.youtube.com/watch?v=hI4xPOJgBfg
\
Salbutamol
Indikasi Asma dan kondisi lain yang berkaitan dengan obstruksi saluran napas yang reversibel

Dosis dewasa - Oral: 4 mg (lansia dan pasien yang sensitif dosis awal 2 mg) 3-4 kali sehari, dosis tunggal,
maksimal 8 mg; anak <2 tahun 200 mcg/kg bb 4 kali sehari; 2-6 tahun 1-2 mg 3-4 kali sehari;
6-12 tahun 2 mg
- Inhalasi nebuliser: untuk asma akut dan berat → dewasa dan anak >18 bulan 2,5 mg, diberikan
sampai 4 kali sehari atau 5 kali bila perlu

Efek samping Reaksi hipersensitivitas (misalnya, urtikaria, angioedema, bronkospasme, edema orofaringeal),
hipokalemia (dosis tinggi)

Kontraindikasi Tidak diindikasikan untuk digunakan pada persalinan prematur tanpa komplikasi atau ancaman
aborsi

Interaksi obat Peningkatan risiko hipokalemia dengan kortikosteroid, diuretik (misalnya loop, tiazid) dan xanthines
(misalnya teofilin)

Kehamilan Kategori C

MIMS
PIONAS
Ipratropium Bromida
Indikasi Asma, PPOK, rhinorrhoea berkaitan dengan rhinitis

Dosis dewasa Asma, PPOK → inhalasi


- Dewasa: sebagai metered-dose aerosol: 20-40 mcg 3-4 kali sehari
- Anak: sebagai metered-dose aerosol: <6 tahun 20 mcg tiga kali sehari; 6-12 tahun 20-40 mcg
tiga kali sehari

Efek samping Mulut kering, konstipasi, takikardia, palpitasi, aritmia, mual dan muntah, dispepsia, sakit kepala,
pusing, komplikasi okular (misalnya midriasi, glaukoma sudut sempit)

Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap ipratropium, atropine, atau turunannya

Interaksi obat Efek bronkodilator aditif dengan obat β-adrenergik dan preparat xanthine.

Kehamilan Kategori B

Konseling Obat ini dapat menyebabkan pusing, gangguan akomodasi, mydriasis dan penglihatan kabur, jika
pasien terpengaruh, jangan mengemudi atau mengoperasikan mesin.

MIMS
Alat Nebulizer
1. Cuci tangan dengan baik
2. Hubungkan selang ke kompresor udara
3. Isi nebulizer cup dengan obat
4. Pasang selang dan mouthpiece ke nebulizer
cup
5. Tempatkan mouthpiece di mulut. Jaga agar
bibir tetap kencang di sekitar mouthpiece,
sehingga semua obat masuk ke paru-paru
6. Bernapas melalui mulut sampai seluruh
obat habis. Proses ini membutuhkan
waktu 10-15 menit. Jika perlu, gunakan klip
hidung agar hanya bernapas melalui
mulut. Anak kecil sebaiknya menggunakan
masker
7. Jika sudah selesai, matikan mesin
8. Cuci nebulizer cup dan mouthpiece dengan
air dan dikeringkan sampai perawatan
berikutnya.

https://medlineplus.gov/ency/patientinstructions/000006.htm
https://medlineplus.gov/ency/presentations/100201_1.htm
Hal yang perlu diperhatikan
Saat menggunakan alat nebulizer, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
● Posisi duduk tegak untuk mempermudah menghirup seluruh obat ke dalam paru-paru
● Pastikan tidak ada udara yang keluar setelah mask digunakan
● Jika menggunakan mouth piece, letakkan di antara gigi dan pastikan bibir berada di
sekitar mouthpiece agar tidak ada udara yang keluar
● Bilas dengan air/ rendam dalam air hangat (deep cleaning) setelah digunakan atau
dapat dilakukan disinfeksi dengan cara direndam dalam:
a. 70% isopropil alkohol – 5 menit
b. 3% hidrogen peroksida – 30 menit

Sockrider, M. (2020). Nebulizer breathing treatments at home. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine, 202(3), P7–P8. https://doi.org/10.1164/rccm.2023C7
Terbutaline
Indikasi Bronkospasme akut dan berat

Dosis dewasa Inhalasi:


- Bronkospasme akut: dewasa → sebagai inhaler metered-dose powder: 250-500 mcg sesuai
kebutuhan. Maksimal 2000 mcg setiap hari
- Bronkospasme berat: dewasa → Sebagai larutan nebuliser 1%: 2,5-10 mg 2-4 kali sehari; anak →
<25 kg: 2-5 mg 2-4 kali sehari, ≥25 kg: 5 mg 2-4 kali sehari

Efek samping Takikardia, gugup, tremor, palpitasi, pusing, sakit kepala, mual, muntah, anxiety, ngantuk, gelisah, lesu,
muka memerah, berkeringat, kram otot

Interaksi obat Peningkatan risiko perdarahan dan gangguan irama ventrikel serius dengan anestesi halogenasi.

Kehamilan Kategori C

MIMS
Budesonid
Indikasi Asma, rhinitis alergi, polip nasal

Dosis dewasa Inhalasi


Dewasa: sebagai DPI → 200-800 mcg per hari, dosis tunggal atau dosis terbagi dua. Maksimal 800
mcg dua kali sehari. Sebagai suspensi nebuliser → Asma berat, atau saat mengurangi atau
menghentikan kortikosteroid oral: Dosis awal 1-2 mg dua kali sehari. Pemeliharaan: 0,5-1 mg dua kali
sehari.
Anak: sebagai DPI → 5-12 tahun 200-800 mcg per hari dalam dosis terbagi dua; >12 tahun sama
seperti dosis dewasa; sebagai suspensi nebuliser: 3 bulan - 12 tahun, dosis awal: 0,5-1 mg dua kali
sehari. pemeliharaan : 0,25-0,5 mg dua kali sehari. >12 tahun sama seperti dosis dewasa.

Efek samping Supresi adrenal, imunosupresi, retardasi pertumbuhan pada anak, hiperglikemia, retensi cairan,
gangguan penglihatan, kandidiasis oral

Kontraindikasi Pengobatan primer status asmatikus atau episode asma akut lainnya yang membutuhkan tindakan
intensif

Interaksi obat Berkurangnya efek terapeutik dari vaksin. Peningkatan paparan sistemik dan efek samping dengan
inhibitor CYP3A4

Kehamilan Kategori B

MIMS
Alat Turbuhaler
1. Lepaskan tutup turbuhaler, tarik
inhaler ke atas
2. Putar turbuhaler ke kanan, selanjutnya
ke kiri dengan cepat. Kemudian akan
terdengar bunyi “klik”
3. Keluarkan/buang napas
4. Letakkan alat di mulut yaitu di antara
bibir
5. Hisap obat dengan menarik napas
kuat dan dalam
6. Keluarkan alat dari mulut
7. Tahan napas selama 10 dekit,
kemudian bernapaslah secara
perlahan
8. Tutup kembali turbuhaler

Hal yang diperhatikan: selalu perhatikan jumlah dosis yang tersisa pada window
American Family Physician. 2013. Asthma Society of Canada, vol 88, no 10. https://www.aafp.org/afp/2013/1115/afp20131115p655-fb.pdf
Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk. (2020). Alat Inhalasi. Diakses dari : https://www.pikhospital.co.id/info/77/alat-inhalasi
EDUKASI PASIEN/KELUARGA

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma.
PDPI. (2003). Asma, Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.
Thanks!

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,


including icons by Flaticon and infographics & images by Freepik
Penyakit Paru
Obstruksi Kronik
(PPOK)
Kelompok 5 - Farmakoterapi 3-C
Nama Anggota
Aliya Yasmina K 1806194391
Catherine 1906405123
Dannisya Alzura 1906404543
Eka Ulya Z 1906318666
Gabriella Putrijoys 1906404404
Grace Natasya Sirait 1906405054
Jihan 1906404700
Laurentio Daniel Caesar P. P. 1906404796
Nasal Auni Rabbina 1906404751
Salsabilanova Agvana Maruli 1906287982
Vania Aileen 1906347571
01
Manifestasi
Klinis
Dannisya Alzura (1906404543)
Definisi dan Prevalensi
PPOK adalah penyakit paru kronik yang dapat dicegah dan diobati, dikarakteristikkan dengan
hambatan aliran udara yang persisten, progresif dan berhubungan dengan peningkatan respons
inflamasi kronis di paru terhadap partikel dan gas berbahaya.

Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukan ke definisi PPOK karena bronkitis kronik adalah
diagnosis klinis dan emfisema adalah diagnosis patologi.

Eksaserbasi dan komorbid berkontribusi terhadap keseluruhan keparahan tiap individu.

Prevalensi PPOK tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur (10,0%), diikuti Sulawesi Tengah (8,0%),
Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan masing-masing 6,7 persen.

PPOK lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan dan lebih tinggi di perdesaan dibanding
perkotaan.

Prevalensi PPOK cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah dan kuintil
indeks kepemilikan terbawah.

Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1022/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Faktor Risiko
a. Genetik
b. Pajanan partikel
- Asap rokok
- Debu kerja,
- organik dan inorganik
- Polusi udara dalam rumah dari pemanas atau biomassa rumah tangga dengan ventilasi
yang buruk
- Polusi udara bebas
c. Pertumbuhan dan perkembangan paru
d. Stres oksidatif
e. Jenis kelamin
f. Umur
g. Infeksi paru
h. Status sosial-ekonomi
i. Nutrisi.
j. Komorbiditas

Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
Manifestasi Klinis
Batuk Kronik

Batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan

Berdahak kronik

Pasien menyatakan berdahak terus menerus tanpa adanya batuk

Sesak napas (saat melakukan aktivitas)

Bersifat progresif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1022/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronis
02
Diagnosis
Banding
Jihan (1906404700)
Indikator Kunci Diagnosis PPOK

Gejala Keterangan

Sesak Progresif, bertambah berat dengan aktivitas, persisten

Batuk kronik Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak

Batuk kronik berdahak Setiap batuk kronik berdahak dapat mengindikasikan


PPOK

Riwayat terpajan faktor risiko Asap rokok, debu dan bahan kimia di tempat kerja. Asap
dapur

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2011). PPOK: Diagnosis dan Penatalaksanaan. Jakarta: PDPI.
Diagnosis Banding PPOK

Diagnosis Gejala

PPOK Onset pada usia pertengahan, gejala progresif lambat, lamanya riwayat
merokok, sesak saat aktivitas, sebagian besar hambatan udara ireversibel

Asma Onset awal paling sering pada anak; gejala bervariasi dari hari ke hari;
gejala pada malam menjelang pagi, disertai alergi, rinitis, atau eksim;
riwayat keluarga dengan asma; sebagian besar keterbatasan udara
reversibel

Gagal jantung kongestif Auskultasi terdengar ronchi halus di bagian basal, foto toraks tampak
jantung membesar, edema paru, uji paru menukan restriksi buka konstriksi

Bronkiektasis Sputum produktif dengan purulen, umumnya terkait infeksi bakteri,


auskultasi terdengar ronchi kasar, foto toraks menunjukan
pelebaran/penebalan bronkus

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2011). PPOK: Diagnosis dan Penatalaksanaan. Jakarta: PDPI.
Diagnosis Banding PPOK (lanj’)

Diagnosis Gejala

Tuberkulosis Onset segala usia, foto toraks menunjukan infiltrat di paru, konfirmasi biologi
(sputum BTA), prevalensi tuberkulosis tinggi di daerah endemis

Bronkiolitis obliterans Onset pada usia muda, bukan perokok, mungkin memiliki riwayat
rheumatoid arthritis atau pajanan asap, CT scan toraks pada ekspirasi
menunjukan daerah hypodense

Panbronkiolitis diffusa Lebih banyak pada laki-laki bukan perokok, hampir semua menderita
sinusitis kronis, foto toraks menunjukan nodul opak menyebar kecil di
centrilobular dan gambaran hiperinflasi

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2011). PPOK: Diagnosis dan Penatalaksanaan. Jakarta: PDPI.
Perbedaan Sel Inflamasi Asma dan PPOK
PPOK Asma Asma Berat

Sel Neutrofil ++ Eosinofil ++ Neutrofil +


Makrofag +++ Makrofag + Makrofag
CD8+ T cells (Tc1) CD4+ T cells (Th1) CD4+ T cells (Th2)
CD8+ T cells (Tc1)

Mediator kunci IL-8; Eotaksin IL-8;


TNF-_; IL-1; IL-6; NO + IL-4, IL-5, IL-13; IL-8; IL-3
NO +++ NO ++

Stres oksidatif +++ + +++

lokasi Saluran napas perifer, parenkim paru, Saluran napas proksimal Saluran napas proksimal dan
pembuluh darah paru perifer

Dampak anatomis Metaplasia skuamosa, metaplasia Epitel yang rapuh,


mukosa. Fibrosis saluran napas kecil, metaplasia mukosa,
destruksi parenkim, remodelling penebalan membran basalis,
pembuluh darah paru bronkokonstriksi

Respons terapii Kurang respons terhadap Respons baik terhadap Kurang respons terhadap
bronkodilator dan steroid bronkodilator maupun steroid bronkodilator maupun steroid
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2011). PPOK: Diagnosis dan Penatalaksanaan. Jakarta: PDPI.
Perbedaan Sel Inflamasi
Asma dan PPOK

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2011). PPOK: Diagnosis


dan Penatalaksanaan. Jakarta: PDPI.
03
Tujuan
Terapi
Grace Natasya Sirait (1906405054)
Tujuan Terapi

1. Mengurangi gejala
2. Mencegah progresifitas penyakit
3. Meningkatkan status kesehatan
4. Mencegah dan menangani komplikasi
5. Mencegah dan menangani eksaserbasi
6. Menurunkan terjadinya kematian

Kristiningrum, E. (2019). Farmakoterapi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Departemen Medical, PT Kalbe Farma Tbk., Jakarta, Indonesia
04
Terapi Farmakologi
(mengacu pada algoritma terapi nasional
dan internasional)
&
Terapi NonFarmakologi
Aliya Yasmina K (1806194391)
Catherine (1906405123)
Salsabilanova Agvana Maruli (1906287982)
Vania Aileen (1906347571)
Algoritma Terapi Nasional
Algoritma PPOK Stabil (Nasional)

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2003 ).Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. Diakses dari : https://pulmonologi.usu.ac.id/images/PDF/Guideline_PPOK_PDPI.pdf
Penatalaksanaan PPOK Stabil
Kriteria PPOK stabil:
● Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik
● Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa gas darah menunjukkan pCO2
< 45 mmHg dan pO2 > 60 mmHg
● Dahak jernih tidak berwarna
● Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil spirometri)
● Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan
● Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan

Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil:


● Mempertahankan fungsi paru
● Meningkatkan kualiti hidup
● Mencegah eksaserbasi

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2003 ).Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. Diakses dari : https://pulmonologi.usu.ac.id/images/PDF/Guideline_PPOK_PDPI.pdf
Penatalaksanaan PPOK Stabil
Penatalaksanaan di rumah meliputi:
1. Penggunaan obat-obatan dengan tepat → Pemilihan obat dalam bentuk dishaler, nebuhaler
atau tubuhaler karena penderita PPOK biasanya berusia lanjut, koordinasi neurologis dan
kekuatan otot sudah berkurang.
2. Terapi oksigen → Dibedakan untuk PPOK derajat sedang (oksigen hanya digunakan bila timbul
sesak yang disebabkan pertambahan aktivitas) dan berat (pada waktu aktivitas atau terus
menerus selama 15 jam terutama pada waktu tidur). Dosis oksigen tidak lebih dari 2 liter.
3. Penggunaan mesin bantu napas dan pemeliharaannya.
4. Rehabilitasi → Penyesuaian aktivitas; latihan ekspektorasi atau batuk yang efektif (huff cough);
"Pursed-lips breathing"; Latihan ekstremitas atas dan otot bantu napas.
5. Evaluasi / monitoring → Tanda eksaserbasi; Efek samping obat; Kecukupan dan efek samping
penggunaan oksigen.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2003 ).Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. Diakses dari : https://pulmonologi.usu.ac.id/images/PDF/Guideline_PPOK_PDPI.pdf
Algoritma PPOK Eksaserbasi Akut (Nasional)

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2003 ).Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. Diakses dari : https://pulmonologi.usu.ac.id/images/PDF/Guideline_PPOK_PDPI.pdf
Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.
Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya
komplikasi.

Gejala eksaserbasi:
● Sesak bertambah
● Produksi sputum meningkat
● Perubahan warna sputum

Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga:


1) Tipe I (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas
2) Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas
3) Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran napas atas lebih dari 5
hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi
pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2003 ).Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. Diakses dari : https://pulmonologi.usu.ac.id/images/PDF/Guideline_PPOK_PDPI.pdf
Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut
Prinsip penatalaksanaan PPOK:
Mengatasi segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas. Bila telah menjadi gagal
napas segera atasi untuk mencegah kematian.
Beberapa hal yang harus diperhatikan meliputi:
1. Diagnosis beratnya eksaserbasi → Derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal; Kesadaran;
Tanda vital; Analisis gas darah; Pneumonia.
2. Terapi oksigen adekuat → Sebaiknya dipertahankan Pa O2 > 60 mmHg atau Sa O2 > 90%.
3. Pemberian obat-obatan yang maksimal → antibiotik, bronkodilator, kortikosteroid.
4. Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan hipoksemia berkepanjangan, dan
menghindari kelelahan otot bantu napas.
5. Ventilasi mekanik → Dahulukan penggunaan NIPPV, bila gagal pertimbangkan intubasi.
6. Kondisi lain yang berkaitan → Monitor balans cairan elektrolit; Pengeluaran sputum; Gagal jantung atau
aritmia.
7. Evaluasi ketat progresivitas penyakit → Monitor dan penanganan yang tepat dan segera dapat
mencegah dan gagal napas berat dan menghindari penggunaan ventilasi mekanik.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2003 ).Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. Diakses dari : https://pulmonologi.usu.ac.id/images/PDF/Guideline_PPOK_PDPI.pdf
Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut
Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (eksaserbasi
sedang dan berat). Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan di rumah oleh penderita yang telah
diedukasi dengan cara:
● Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk bronkodilator yang digunakan dari bentuk
inhaler, oral dengan bentuk nebuliser
● Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur
● Menambahkan mukolitik
● Menambahkan ekspektoran
Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter.

Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat jalan atau rawat inap dan dilakukan di:
1. Poliklinik rawat jalan
2. Unit gawat darurat
3. Ruang rawat
4. Ruang ICU

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2003 ).Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. Diakses dari : https://pulmonologi.usu.ac.id/images/PDF/Guideline_PPOK_PDPI.pdf
Algoritma Terapi Internasional
BCGuidelines.ca:.(2017). Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD): Diagnosis and Management. Accessed from:
https://www2.gov.bc.ca/assets/gov/health/practitioner-pro/bc-guidelines/copd_full_guideline.pdf on December 5th, 2022
BCGuidelines.ca:.(2017). Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD): Diagnosis and Management. Accessed from:
https://www2.gov.bc.ca/assets/gov/health/practitioner-pro/bc-guidelines/copd_full_guideline.pdf on December 5th, 2022
GLOBAL INITIATIVE FOR CHRONIC OBSTRUCTIVE LUNG DISEASE POCKET GUIDE TO COPD DIAGNOSIS, MANAGEMENT, AND PREVENTION A Guide for Health Care Professionals 2020
EDITION https://goldcopd.org/wp-content/uploads/2020/03/GOLD-2020-POCKET-GUIDE-ver1.0_FINAL-WMV.pdf
GLOBAL INITIATIVE FOR CHRONIC OBSTRUCTIVE LUNG DISEASE POCKET GUIDE TO COPD DIAGNOSIS, MANAGEMENT, AND PREVENTION A Guide for Health Care Professionals 2020
EDITION https://goldcopd.org/wp-content/uploads/2020/03/GOLD-2020-POCKET-GUIDE-ver1.0_FINAL-WMV.pdf
GLOBAL INITIATIVE FOR CHRONIC OBSTRUCTIVE LUNG DISEASE POCKET GUIDE TO COPD DIAGNOSIS, MANAGEMENT, AND PREVENTION A Guide for Health Care Professionals 2020
EDITION https://goldcopd.org/wp-content/uploads/2020/03/GOLD-2020-POCKET-GUIDE-ver1.0_FINAL-WMV.pdf
Pengobatan untuk COPD Eksaserbasi
ICS in combination with long-acting bronchodilator therapy

ICS + LABA

GLOBAL INITIATIVE FOR CHRONIC OBSTRUCTIVE LUNG DISEASE POCKET GUIDE TO COPD DIAGNOSIS, MANAGEMENT, AND PREVENTION A Guide for Health Care Professionals 2020
EDITION https://goldcopd.org/wp-content/uploads/2020/03/GOLD-2020-POCKET-GUIDE-ver1.0_FINAL-WMV.pdf
BCGuidelines.ca:.(2017). Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD): Diagnosis and Management. Accessed from:
https://www2.gov.bc.ca/assets/gov/health/practitioner-pro/bc-guidelines/copd_full_guideline.pdf on December 5th, 2022
BCGuidelines.ca:.(2017). Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD): Diagnosis and Management. Accessed from:
https://www2.gov.bc.ca/assets/gov/health/practitioner-pro/bc-guidelines/copd_full_guideline.pdf on December 5th, 2022
BCGuidelines.ca:.(2017). Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD): Diagnosis and Management. Accessed from:
https://www2.gov.bc.ca/assets/gov/health/practitioner-pro/bc-guidelines/copd_full_guideline.pdf on December 5th, 2022
BCGuidelines.ca:.(2017). Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD): Diagnosis and Management. Accessed from:
https://www2.gov.bc.ca/assets/gov/health/practitioner-pro/bc-guidelines/copd_full_guideline.pdf on December 5th, 2022
BCGuidelines.ca:.(2017). Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD): Diagnosis and Management. Accessed from:
https://www2.gov.bc.ca/assets/gov/health/practitioner-pro/bc-guidelines/copd_full_guideline.pdf on December 5th, 2022
BCGuidelines.ca:.(2017). Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD): Diagnosis and Management. Accessed from:
https://www2.gov.bc.ca/assets/gov/health/practitioner-pro/bc-guidelines/copd_full_guideline.pdf on December 5th, 2022
BCGuidelines.ca:.(2017). Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD): Diagnosis and Management. Accessed
from: https://www2.gov.bc.ca/assets/gov/health/practitioner-pro/bc-guidelines/copd_full_guideline.pdf on December 5th,
BCGuidelines.ca:.(2017). Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD): Diagnosis and Management. Accessed from:
https://www2.gov.bc.ca/assets/gov/health/practitioner-pro/bc-guidelines/copd_full_guideline.pdf on December 5th, 2022
BCGuidelines.ca:.(2017). Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD): Diagnosis and Management. Accessed from:
https://www2.gov.bc.ca/assets/gov/health/practitioner-pro/bc-guidelines/copd_full_guideline.pdf on December 5th, 2022
Terapi Farmakologi
Antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali
perhari).

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta
Antikolinergik: Tiotropium
Indikasi Terapi pemeliharaan obstruksi paru kronik termasuk bronchitis dan emfisema kronik dan dispnea
yang menyertainya.

Dosis & Cara dewasa (termasuk lansia), 1 kali sehari satu kapsul untuk inhalasi (22,5 mcg tiotropium bromide
Pakai setara dengan18 mcg tiotropium), tidak boleh ditelan, tidak boleh digunakan lebih dari 1 kali
sehari.

Efek Samping dehidrasi, pusing, sakit kepala, insomnia, penglihatan kabur, peningkatan tekanan intraokular,
glaukoma, takikardi, palpitasi, takikardi supraventikular, atrial fibrilasi, bronkospasme, epistaksis,
laringitis, faringitis, sinusitis, disfonia, batuk

Kontraindikasi hipersensitivitas terhadap atropin atau derivatnya atau komponen penyusun produk.

Peringatan sebaiknya tidak digunakan untuk terapi awal pada bronkospasme akut, penderita glaukoma sudut
dekat, hiperplasia prostat, obstruksi leher kandung kemih, kehamilan dan menyusui.

https://pionas.pom.go.id/ioni/bab-3-sistem-saluran-napas-0/31-antiasma-dan-bronkodilator/313-bronkodilator-dan-antimuskarinik
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta

Kortikosteroid
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,
berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon
atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila
terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pasca
bronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.

Digunakan pada PPOK stabil mulai derajat III dalam bentuk glukokortikoid,
kombinasi LABACs dan PDE-4.
Kortikosteroid: Prednison
Indikasi supresi inflamasi dan gangguan alergi

Dosis & Cara 30-40 mg/hari


Pakai

Efek Samping dikurangi dengan menggunakan dosis efektif paling rendah untuk periode sesingkat mungkin,
efek saluran pencernaan termasuk dyspepsia, tukak lambung (dengan perforasi), abdominal
distention, pankreatitis akut, ulserasi esophageal dan kandidiasis

Kontraindikasi infeksi sistemik (kecuali kalau diberikan pengobatan microbial spesifik), hindari pemberian vaksin
virus hidup pada pemberian dosis imunosupresif (respon serum antibodi berkurang).

Peringatan supresi adrenal dan infeksi, lanjut usia, diperlukan pengawasan terus menerus jika ada sejarah
tuberkulosis, hipertensi, hindari penggunaannya pada penyakit hati.

https://pionas.pom.go.id/ioni/bab-6-sistem-endokrin/63-kortikosteroid/632-glukokortikoid
Phosphodiesterase-4 inhibitor

● Diberikan kepada pasien dengan derajat III atau derajat IV


dan memiliki riwayat eksaserbasi dan bronkitis kronik.
● Phosphodiesterase-4 inhibitor, roflumilast dapat
mengurangi eksaserbasi, diberikan secara oral dengan
glukokortikosteroid.
● Roflumilast juga dapat mengurangi eksaserbasi jika
dikombinasikan dengan LABA.

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta
Phosphodiesterase-4 inhibitor : Roflumilast
Indikasi terapi tambahan pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) berat yang disertai dengan bronkitis
kronik.

Dosis & Cara Dewasa diatas 18 tahun, 500 mcg satu kali sehari.
Pakai

Efek Samping penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, insomnia, sakit kepala, diare, mual, sakit perut.

Kontraindikasi hipersensitivitas, gangguan hati sedang atau berat, remaja dibawah 18 tahun, kehamilan atau
merencanakan hamil, menyusui.

Peringatan tidak diindikasikan sebagai terapi kedaruratan untuk mengatasi bronkospasme akut. Hentikan
penggunaan pada penyakit imunologik berat (seperti infeksi HIV, multiple sclerosis, lupus
eritematosus, leukoensefalopati multifokal progresif, dan lainnya), penyakit menular akut parah
(seperti TBC, atau hepatitis akut), kanker (kecuali karsinoma sel basal) atau pasien yang sedang
mendapat imunosupresan; riwayat depresi yang disertai dengan pikiran atau tindakan untuk
bunuh diri.
https://pionas.pom.go.id/monografi/roflumilas
Metilxantin
● Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada
derajat sedang dan berat.
● Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas)
● Bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut → dapat diberikan bersama
bronkodilator lainnya karena mempunyai efek memperkuat otot diafragma.
● Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta
Metilxantin: Aminofilin
Indikasi Obstruksi saluran napas reversibel, asma akut berat

Dosis & Cara ● Oral 100-300 mg, 3-4 kali sehari sesudah makan
Pakai ● Dosis awal aminofilin diberikan 2,5-5 mg/kgBB diberikan secara bolus dalam
30 menit. Untuk pemeliharaan diberikan dosis 0,5 mg/kgBB per jam.

Efek Samping Takikardia, palpitasi, mual dan gangguan saluran cerna yang lain, sakit kepala,
stimulasi sistem saraf pusat, insomnia, aritmia, dan konvulsi terutama bila
diberikan melalui injeksi intravena cepat.

Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap aminofilin

Peringatan Penyakit jantung, hipertensi, hipertiroidisme, tukak lambung, gangguan fungsi hati
(kurangi dosis)

Retrieved from https://pionas.pom.go.id/monografi/aminofilin


Agonis Beta 2 (Simpatomimetik)
● Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat
sebagai monitor timbulnya eksaserbasi.
● Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang.
● Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk
penggunaan jangka panjang.
● Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia.


(2017). Panduan Praktik Klinis bagi Dokter
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama. Jakarta
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
(2021). Panduan Umum Praktik Klinis
Penyakit Paru dan Pernapasan. Jakarta
Agonis Beta 2: Salbutamol
Indikasi Asma dan kondisi lain yang berkaitan dengan obstruksi saluran napas yang reversibel.

Dosis & Cara Pakai ● Oral: 4 mg (lansia dan pasien yang sensitif dosis awal 2 mg) 3-4 kali sehari, dosis tunggal, maksimal
8 mg. Anak di bawah 2 tahun 200 mcg/kg bb 4 kali sehari, 2- 6 tahun 1-2 mg 3-4 kali sehari, 6-12
tahun 2 mg;
● Inhalasi nebuliser: Dewasa dan Anak di atas 18 bulan 2,5 mg, diberikan sampai 4 kali sehari, atau 5
kali bila perlu,

Efek Samping Tremor (terutama di tangan), ketegangan, sakit kepala, kram otot, palpitasi, takikardi, aritmia, vasodilatasi
perifer

Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap Salbutamol

Peringatan ● Harus digunakan dengan hati-hati pada keadaan hipertiroidisme, penyakit kardiovaskular, aritmia,
kepekaan terhadap perpanjangan interval QT, dan hipertensi.
● Jika diperlukan dosis tinggi selama kehamilan, harus diberikan secara inhalasi, karena
penggunaan parenteral dapat mempengaruhi miometrium dan mungkin menyebabkan masalah
jantung
● Inhalasi nebuliser → perlu segera dipantau hasilnya, karena mungkin diperlukan alternatif terapi
lain.

Retrieved from https://pionas.pom.go.id/monografi/salbutamol


Agonis Beta 2: Formoterol
Indikasi Gejala obstruksi bronkus pada asma bila pengobatan dengan kortikosteroid tidak mencukupi.

Dosis & Cara Inhalasi Serbuk, asma 4.5 mcg = 1 aktuasi 1-2 kali sehari pagi atau malam. Ditambah hingga 18
Pakai mcg 2 kali sehari pada obstruksi saluran napas yang berat. Dosis maksimum 4 atau 8 aktuasi.
Dosis pemeliharaan dapat ditingkatkan sesuai kebutuhan.

Efek Samping Susunan saraf pusat: sakit kepala, gangguan tidur, agitasi, lemah; kardiovaskular: palpitasi,
takikardi; sistem pernapasan: spasme bronkus; muskuloskeletal: tremor, kram otot.

Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap formoterol

Peringatan Asma yang diterapi dengan stimulan adrenoseptor beta-2 yang menerima antiinflamasi
kortikosteroid, tiroksikosis, feokromositoma, obstruksi hipertropi kardiomiopati, stenosis aortik
subvalvular idiopati, hipertensi berat, aneurisme, gangguan kardiovaskula, penyakit jantung
iskemi, takiaritmia, gagal jantung berat, hiperkalemi, hiperglikemi pada pasien yang
menggunakan stimulan adrenoseptor beta-2, sirosis hati berat.

Retrieved from https://pionas.pom.go.id/ioni/bab-3-sistem-saluran-napas-0/31-antiasma-dan-bronkodilator/312-agonis-adrenoseptor/3121-agonis


Antimikroba
● Antibiotik diberikan bila :
○ PPOK eksaserbasi dengan semua
gejala kardinal (sesak napas yang
bertambah, meningkatnya jumlah
sputum dan bertambahnya purulensi
sputum)
○ PPOK eksaserbasi dengan 2 gejala
kardinal, apabila salah satunya adalah
bertambahnya purulensi sputum
○ PPOK eksaserbasi berat yang
membutuhkan ventilasi mekanis
● Lama pemberian antibiotik pada pasien
PPOK eksaserbasi adalah 3-7 hari

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2021). Panduan Umum Praktik Klinis Penyakit Paru dan Pernapasan. Jakarta
Pengurus Besar Ikatan
Dokter Indonesia. (2017).
Panduan Praktik Klinis
bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama.
Jakarta
Terapi Non-Farmakologi
Vaksinasi
● Vaksinasi yang dilakukan → Vaksinasi influenza untuk semua pasien PPOK, vaksinasi
pneumokokal untuk usia > 65 tahun atau usia lebih muda dengan komorbid penyakit jantung
dan paru kronik.
● Vaksinasi dapat mengurangi eksaserbasi dan meningkatkan kualiti hidup

Terapi Oksigen
● PPOK → Penggunaan Long-term oxygen therapy pada pasien hipoksemia berat
● PPOK Eksaserbasi Akut → Terapi oksigen dosis yang tepat, gunakan sungkup ventury mask,
pertahankan PaO2 > 60 mmHg atau Saturasi > 90%, evaluasi ketat hiperkapnia
● Terapi oksigen di rumah → diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal
napas kronik → lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul 1-2
L/mnt
● Terapi oksigen di rumah sakit → oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat
darurat, ruang rawat ataupun ICU.
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2021). Panduan Umum Praktik Klinis Penyakit Paru dan Pernapasan. Jakarta
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta

Berhenti merokok
Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam mengurangi risiko
berkembangnya PPOK dan memperlambat progresivitas penyakit (Bukti A). Strategi untuk membantu
pasien berhenti merokok 5A:
a. Ask (Tanyakan)
Mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan.
b. Advise (Nasihati)
Dorongan kuat pada semua perokok untuk berhenti merokok.
c. Assess (Nilai)
Keinginan untuk usaha berhenti merokok (misal: dalam 30hari ke depan).
d. Assist (Bimbing)
Bantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan konseling praktis,
merekomendasikan penggunaan farmakoterapi.
e. Arrange (Atur)
Buat jadwal kontak lebih lanjut.
Rehabilitasi Paru
● Latihan olahraga bermanfaat dalam pengobatan PPOK untuk meningkatkan toleransi olahraga dan untuk
mengurangi gejala dispnea dan kelelahan.
● Program rehabilitasi paru merupakan komponen integral dalam penatalaksanaan PPOK dan harus mencakup
pelatihan olahraga bersama dengan berhenti merokok, latihan pernapasan, perawatan medis yang optimal,
dukungan psikososial, dan pendidikan kesehatan.
● Rehabilitasi paru tidak memiliki efek langsung pada fungsi paru atau pertukaran gas. Tapi untuk,
mengoptimalkan sistem tubuh lain sehingga dampak fungsi paru-paru yang buruk dapat diminimalkan.
● Latihan olahraga mengurangi respon SSP terhadap dispnea, memperbaiki kecemasan dan depresi, mengurangi
hiperinflasi toraks, dan meningkatkan fungsi otot rangka.
● Studi telah menunjukkan bahwa rehabilitasi paru dengan olahraga tiga hingga tujuh kali per minggu dapat
menghasilkan peningkatan jangka panjang dalam aktivitas hidup sehari-hari, kualitas hidup, toleransi olahraga,
dan dispnea untuk pasien dengan PPOK sedang hingga berat.
● Sementara program rehabilitasi bervariasi berdasarkan lamanya program, dan frekuensi serta intensitas latihan,
program dengan durasi yang lebih panjang dan sesi yang lebih sering telah menunjukkan manfaat klinis terbaik.

Dipiro, J.T., et al., 2015, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 9th Edition, McGraw Hill, New York.
05
PARAMETER
EVALUASI
Eka Ulya Z
Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik

Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu

Kriteria
hasil analisis gas darah menunjukkan pH normal,
PCO2 > 60 mmHg dan PO2 < 60 mmHg

PPOK Dahak tidak berwarna atau jernih

Stabil Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai


derajat berat PPOK (hasil spirometri)

Penggunaan bronkodilator sesuai


rencana pengobatan; tidak ada
penggunaan bronkodilator tambahan

PDPI. (2011). Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. p.55
Parameter Evaluasi Terapi
● Pada PPOK stabil kronis, perlu dilakukan test terhadap fungsi paru
dengan tambahan terapi, perubahan dosis, atau penghapusan terapi.
Outcome lainnya yang perlu dilihat yaitu skor dispnea, penilaian kualitas
hidup, dan tingkat eksaserbasi (termasuk kunjungan gawat darurat dan
rawat inap).
● Pada eksaserbasi akut PPOK, perlu dilihat jumlah sel darah putih,
tanda-tanda vital, radiografi dada, dan perubahan frekuensi dispnea,
volume sputum, dan purulensi sputum saat onset dan selama eksaserbasi.
Pada eksaserbasi yang lebih parah, ABG dan SaO2 juga harus dipantau.
● Evaluasi kepatuhan pasien, efek samping, potensi interaksi obat, dan
ukuran subjektif kualitas hidup pasien.

Wells, B. G., DiPiro, J. T., Schwinghammer, T. L., & DiPiro, C. V. (2017). Pharmacotherapy Handbook,Tenth Edition. In McGraw-Hill Companies.
Parameter Evaluasi Terapi
Kategori Pasien Terapi Pertama Asesmen

A Berikan ● Menilai manfaat simtomatik terapi setelah


Lebih sedikit gejala, bronkodilator, baik inisiasi (yaitu, skor mMRC atau CAT)
lebih sedikit risiko kerja pendek atau ● Kaji riwayat eksaserbasi
panjang tergantung ● Menilai teknik inhaler secara teratur
pada gejalanya ● Menilai teknik dan kepatuhan sebelum
memodifikasi terapi
● Menilai kesiapan berhenti merokok, jika
terus merokok
● Menilai status imunisasi (influenza,
pneumokokus)

DiPiro, Joseph T., et al (2020). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. (11ed). United States : McGraw Hill.
Parameter Evaluasi Terapi
Kategori Pasien Terapi Pertama Asesmen

B Mulai dengan LAMA ● Menilai manfaat simtomatik terapi setelah


Lebih banyak atau LABA untuk inisiasi (yaitu, skor mMRC atau CAT)
gejala, lebih sedikit mengontrol gejala ● Kaji riwayat eksaserbasi
resiko ● Menilai teknik inhaler secara teratur
● Menilai teknik dan kepatuhan sebelum
memodifikasi terapi
● Menilai kesiapan berhenti merokok, jika
terus merokok
● Menilai status imunisasi (influenza,
pneumokokus)

DiPiro, Joseph T., et al (2020). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. (11ed). United States : McGraw Hill.
Parameter Evaluasi Terapi
Kategori Pasien Terapi Pertama Asesmen

C SABA untuk ● Menilai manfaat simptomatik terapi


Sedikit gejala dan mencegah setelah mulai (yaitu, skor mMRC atau CAT);
lebih banyak risiko eksaserbasi; LAMA ● Menilai riwayat eksaserbasi;
diutamakan untuk ● Menilai teknik inhaler secara teratur;
inisiasi terapi ● Menilai teknik dan kepatuhan sebelum
daripada LABA memodifikasi terapi;
● Menilai kesiapan berhenti merokok (jika
terus merokok);
● Menilai status imunisasi (influenza,
pneumokokus)

DiPiro, Joseph T., et al (2020). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. (11ed). United States : McGraw Hill.
Parameter Evaluasi Terapi
Kategori Pasien Terapi Pertama Asesmen

D SABA untuk mencegah ● Menilai manfaat simptomatik terapi setelah mulai


Lebih banyak gejala eksaserbasi dan (yaitu, skor mMRC atau CAT);
dan risiko pengontrol gejala; LAMA ● Menilai riwayat eksaserbasi;
diutamakan untuk inisiasi ● Menilai teknik inhaler secara teratur;
terapi drpd LABA; jika ● Menilai teknik dan kepatuhan sebelum
sangat bergejala (yaitu memodifikasi terapi;
CAT> 20), pertimbangkan ● Menilai kesiapan berhenti merokok (jika terus
LAMA / LABA ganda; jika merokok);
jumlah eosinofil darah≥ ● Menilai status imunisasi (influenza, pneumokokus)
300 / mikroliter
pertimbangkan untuk
memulai ICS / LABA
sebagai ganti LAMA /
LABA
Parameter Monitoring Terapi
Antikolinergik Parameter

Ipratropium ● asma: teknik inhalasi yang tepat


● (inhalasi) pengurangan gejala asma
● (semprotan hidung) menghilangkan gejala rhinorrhea
● (inhalasi) tes fungsi paru

Tiotropium ● peningkatan dalam tes fungsi paru dan berkurangnya frekuensi


eksaserbasi PPOK menunjukkan kemanjuran
● reaksi hipersensitivitas; pada pasien dengan riwayat reaksi
hipersensitivitas terhadap atropin atau turunannya
● efek samping antikolinergik; pada pasien dengan gangguan ginjal
sedang sampai berat (yaitu, bersihan kreatinin kurang dari atau sama
dengan 50 atau 60 mL/menit)
Parameter Monitoring Terapi
Agonis β2 Parameter
kerja singkat

Terbutalin ● Monitor fungsi cardiorespiratory


● Monitor kadar serum K dan glukosa
● Melihat apakah ada symptoms edema paru (bila digunakan pada persalinan
prematur)

Prokaterol ● Monitor kadar serum K


● Melihat apakah terdapat symptoms reaksi anafilaksis

MIMS
Parameter Monitoring Terapi
Agonis β2 Parameter
kerja lama

Formoterol ● Monitor fungsi paru, detak jantung, stimulasi SSP, dan tekanan darah
● Monitoring kadar serum K dan glukosa

Indacaterol ● Menghilangkan gejala dan meningkatkan fungsi pernapasan pada pasien


dengan PPOK
● Monitor FEV1, FVC, dan uji fungsi paru lainnya
● Monitor kadar serum K, glukosa, tekanan darah, detak jantung
● Melihat apakah terdapat symptoms retensi urin
● Melihat apakah terdapat symptoms glaukoma

MIMS
Parameter Monitoring Terapi
Agonis β2 Parameter
kerja lama

Salmeterol ● Monitor fungsi hati


● Monitor fungsi paru, detak jantung, tekanan darah, stimulasi SSP
● Monitor kadar serum K dan glukosa

MIMS
Parameter Monitoring Terapi
Kortikosteroid Parameter

Metilprednisolon ● perbaikan klinis


● tekanan darah, panel elektrolit, glukosa darah, status mental
● pemeriksaan mata (dengan terapi berkepanjangan)
● tanda dan gejala infeksi
● kecepatan pertumbuhan linier pada pasien anak; selama terapi berkepanjangan
● tes penekanan aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA); selama terapi
berkepanjangan

Prednisolon ● asma, perbaikan klinis yang ditunjukkan oleh tes fungsi paru terutama laju aliran
ekspirasi puncak (PEFR), penurunan mengi, dispnea, laju pernapasan, dan jumlah
serangan asma yang diinduksi oleh olahraga
● sarkoidosis paru, perbaikan klinis yang ditunjukkan dengan tes spirometri saat onset,
selama pengobatan, dan setelah berhenti pengobatan hingga 2 tahun; mengi dan
batuk berkurang.

Micromedex
Parameter Monitoring Terapi
Kortikosteroid Parameter

Flutikason ● Mengurangi symptoms dan meningkatkan fungsi pernapasan


● Monitor FEV1 dan uji fungsi paru lainnya
● Monitor pertumbuhan anak dan remaja dengan stadiometri
● Melihat tanda dan gejala supresi adrenal, perubahan okular, ulserasi hidung atau
perforasi septum, kandidiasis oral pada penggunaan jangka panjang, infeksi kulit, dan
kemungkinan kondisi eosinofilik

Budesonid ● Mengurangi symptoms dan meningkatkan fungsi pernapasan


● Monitor FEV1 dan uji fungsi paru lainnya
● Monitor tekanan darah, kadar glukosa dan elektrolit
● Monitor pertumbuhan anak dan remaja dengan stadiometri
● Melihat tanda gejala supresi adrenal, infeksi, perubahan okular, dan kandidiasis oral
pada penggunaan jangka panjang

MIMS
06
Identifikasi Masalah
Terkait Obat dan
Rekomendasi Solusinya
Gabriella Putrijoys 1906404404
Laurentio Daniel Caesar Perdana Putra 1906404796
SABA: Salbutamol

https://www.mims.com/indonesia/drug/info/salbutamol?mtype=generic
Sumber: MIMS. (2022). Salbutamol.Diakses dari [Internet]
● Reaksi hipersensitivitas (urtikaria, angioedema, ruam, bronkospasme, edema
orofaringeal), hipokalemia (dosis tinggi)
● Takikardia, palpitasi, nyeri dada
● Tremor, sakit kepala, pusing, mengantuk, gelisah
● Vasodilatasi perifer
Efek Samping
● Berpotensi fatal: bronkospasme paradoks
Solusi: sering menggerakan tangan dan latihan tangan, apabila efek samping
sangat mengganggu, maka dapat diberikan alternatif lain, seperti beralih dari
inhalasi serbuk kering ke aerosol. Menggunakan obat dengan dosis yang sesuai
dengan resep

Kontraindikasi Hipersensitivitas dengan amin simpatomimetik

Interaksi Obat Dapat menyebabkan bronkospasme parah bila digunakan dengan β-blocker

● Pasien dengan penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, glaukoma,


hipertiroidisme, hipokalemia, kejang
Perhatian Khusus
● Gangguan ginjal
● Anak-anak dan orang tua

Pantau aliran puncak FEV1, dan/atau tes fungsi paru lainnya; tekanan darah, detak
Monitoring Terapi jantung, stimulasi SSP; serum glukosa, kadar K dan kreatinin; gejala asma; laktat,
dan EKG (IV).
Glukokortikoid: Prednisone

https://www.mims.com/indonesia/drug/info/prednisone?mtype=generic
Sumber: MIMS. (2022). Prednisone.Diakses dari [Internet]
● Penekanan adrenal
● Gangguan penglihatan (katarak, glaukoma sudut terbuka, peningkatan tekanan
intraokular)
● Osteoporosis, penekanan pertumbuhan pada anak-anak, miopati akut,
imunosupresi
Efek Samping
● Gangguan kejiwaan (insomnia, euforia, perubahan suasana hati, perubahan
kepribadian, depresi berat)
Solusi: apabila efek samping sangat mengganggu periksakan ke dokter dan jangan
segera menghentikan penggunaan obat, istirahat yang cukup, hindari stress dan
konsumsi makanan bergizi

Infeksi jamur sistemik, infeksi sistemik kecuali diobati dengan anti-infeksi spesifik,
Kontraindikasi malaria serebral, pemberian bersamaan dengan vaksin hidup atau vaksin hidup
yang dilemahkan

Dapat meningkatkan tekanan intraokular tambahan dengan agen antikolinergik


Interaksi Obat
Berpotensi fatal: dapat mengurangi efek terapeutik dari vaksin hidup

Hipertensi, penyakit saluran pencernaan, diabetes mellitus, cirrhosis, osteoporosis,


Perhatian Khusus
glaukoma, lansia

Pantau tekanan darah, kepadatan mineral tulang, lakukan pemeriksaan mata


Monitoring Terapi
secara berkala selama pengobatan
Antibiotik : Amoksisilin-Klavulanat

mims.com/indonesia/drug/info/amoxicillin?mtype=generic#disclaimer
Sumber: MIMS. (2022). Amoxicillin. Diakses dari [Internet]
Mual, diare, muntah, sakit kepala, pusing, ruam
Berpotensi fatal :Reaksi hipersensitivitas termasuk anafilaksis, anafilaktoid, dan
reaksi merugikan kulit yang parah (misalnya Stevens-Johnson)
Efek Samping
Solusi: menggunakan obat dengan dosis yang sesuai dengan resep, efek samping
yang terjadi biasanya bersifat umum sehingga dapat dihindari dengan istirahat
yang cukup, jika efek samping sangat mengganggu hubungi dokter

Hipersensitif amoksisilin, beta laktam, atau klavulanat; gangguan renal parah (CrCl
Kontraindikasi
< 30 mL/min); riwayat disfungsi hepatik/jaundice karena amoksisilin.

Peningkatan risiko reaksi alergi (misalnya ruam) dengan allopurinol. Tetrasiklin,


Interaksi Obat kloramfenikol, makrolida, dan sulfonamid dapat mengganggu efek bakterisidal
amoksisilin.

● Pasien dengan mononukleosis menular; pengeluaran urin berkurang.


individu atopik.
Perhatian Khusus ● Gangguan ginjal dan hati
● Anak-anak
● Kehamilan dan laktasi.

Pantau konsentrasi teofilin serum setelah inisiasi pengobatan dan sebelum


peningkatan dosis, denyut jantung, laju pernapasan, gas darah arteri,
Monitoring Terapi
keseimbangan cairan, konsentrasi elektrolit, keseimbangan asam-basa (selama
pengobatan IV berkepanjangan)
Mukolitik : Ambroxol

https://www.mims.com/indonesia/drug/info/ambroxol?mtype=generic
Sumber: MIMS. (2022). Ambroxol.Diakses dari [Internet]
Jarang: sindrom Stevens-Johnson, nekrolisis epidermal toksik (TEN),
Gangguan gastrointestinal: Mual, muntah, diare, dispepsia, mulut atau
tenggorokan kering, sakit perut, mulas
Berpotensi Fatal: reaksi anafilaksis (cth: syok anafilaksis, angioedema, ruam,
Efek Samping
urtikaria, pruritus).
Solusi: efek samping yang bersifat umum terjadi, sehingga dapat dihindari dengan
istirahat yang cukup. Apabila efek samping sangat mengganggu hubungi dokter.
Menggunakan obat dengan dosis yang sesuai dengan resep.

Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap ambroxol

Dapat meningkatkan konsentrasi antibiotik (misalnya cefuroxime, doksisiklin,


Interaksi Obat
eritromisin, amoksisilin) di jaringan paru-paru.

Pasien dengan tukak lambung atau duodenum; Gangguan ginjal dan hati;
Perhatian Khusus
Anak-anak; Kehamilan dan menyusui.

Pengawasan klinis dapat dilakukan pada pasien yang berisiko terkait reaksi alergi
yang berat, seperti eritema multiformis, sindroma Steven-Johnson, dan Toxic
Monitoring Terapi Epidermal Necrolysis. Apabila didapati reaksi alergi, maka konsumsi ambroxol
harus dihentikan segera; pengawasan klinis dan spirometri untuk mengetahui
respon terapi pada pasien dengan PPOK.
07
Informasi obat dan
edukasi ke pasien
atau keluarga pasien
Nasal Auni Rabbina 1906404751
Edukasi
Bertujuan untuk menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru

Sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang


Kapan Edukasi pada setiap kunjungan, baik bagi pasien sendiri maupun bagi
Diberikan? keluarganya.

Di poliklinik, ruang rawat, bahkan di


unit gawat darurat ataupun di ICU
dan di rumah. Secara intensif Di mana Edukasi
edukasi diberikan di klinik rehabilitasi
Diberikan?
atau klinik konseling, karena
memerlukan waktu yang khusus dan
memerlukan alat peraga.
Hal-hal yang Harus Disampaikan
1. Berhenti merokok disampaikan pertama kali kepada pasien pada waktu diagnosis PPOK
ditegakkan.
2. Nutrisi Pasien:
a. Menjaga berat badan yang sehat dan diet seimbang.
b. Minumlah setidaknya 6-8 gelas air sepanjang hari.
c. Makan 4-6 porsi kecil sehari memungkinkan diafragma bergerak lebih mudah dan
membuat bernapas lebih baik.
d. Makan karbohidrat kompleks, sumber protein yang baik, dan lemak tak jenuh tunggal dan
tak jenuh ganda.
e. Makan berbagai buah dan sayuran.
f. Batasi karbohidrat sederhana dan sodium.
3. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya. Tanda eksaserbasi:
a. Batuk dan atau sesak bertambah
b. Sputum bertambah
c. Sputum berubah warna
Hal-hal yang Harus Disampaikan
4. Praktikkan 4P (Prioritaskan, Rencanakan, Kecepatan, dan Posisi) untuk membantu
menggunakan energi pada hal yang penting (diperlukan dan diinginkan)
5. Teknik pernapasan yang dapat dilakukan → pernapasan bibir dan pernapasan diafragma.
6. Airway clearance → Teknik batuk dapat membantu mengeluarkan lendir dari saluran udara.
7. Rehabilitasi paru sama pentingnya dengan terapi pengobatan untuk memperbaiki gejala,
status kesehatan, dan toleransi olahraga.
8. Penggunaan oksigen
1) Kapan oksigen harus digunakan
2) Berapa dosisnya
3) Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
Pasien mungkin mendapatkan oksigen yang dikirim melalui konsentrator di rumah. Ada tangki
dan tas portabel yang tersedia untuk transportasi dan ambulasi yang mudah.
Salbutamol digunakan untuk mengatasi masalah pernapasan yang disebabkan oleh asma. Ini adalah
bronkodilator yang membantu merilekskan saluran udara paru-paru, meredakan sesak dada, mengi,
dan batuk sehingga dapat bernapas dengan lebih mudah.

CARA MENGGUNAKAN:
Ambil Salbutamol persis seperti yang diarahkan oleh dokter atau sesuai petunjuk pada label. Jangan
mengambil lebih atau kurang dari yang diinstruksikan oleh dokter.

Jika menggunakan jenis tablet extended-release (biasanya berlabel "XL" atau "ER"), telan seluruhnya.
Jangan membagi, mengunyah, atau menghancurkan tablet.

Jika menggunakan sirup oral, kocok botolnya dengan baik sebelum meminumnya untuk memastikan
cairannya tercampur rata. Gunakan sendok takar atau cangkir yang disediakan untuk mengukur dosis.

Informasi lain:
Hindari alkohol.
Simpan di tempat yang sejuk dan kering jauh dari jangkauan anak-anak.
Obat tidak boleh digunakan melewati tanggal kedaluwarsa.

INFORMASI OBAT: Salbutamol


Jika sering lupa minum obat, beri tahu dokter dan apoteker.
Ambil dosis yang terlewat segera setelah ingat. Jika sudah hampir waktunya untuk dosis
berikutnya, lewati dosis yang terlewat dan kembali ke jadwal dosis normal.

Efek Samping:
ruam, sesak napas, pembengkakan wajah, mata atau mulut, nyeri otot, sesak napas,
kesulitan bernapas, batuk yang semakin parah, sakit dada
Beri tahu dokter jika salah satu dari efek samping ini tidak hilang atau parah, atau jika
mengalami efek samping lainnya.

Interaksi Obat:
obat asma lainnya mis. teofilin
obat untuk penyakit jantung mis. digoksin, metoprolol, propranolol
obat untuk depresi mis. amitriptilin, imipramin, fenelzin
diuretik (pil air) mis. furosemid, hidroklorotiazid
obat anti-inflamasi mis. prednison, flutikason

INFORMASI OBAT: Salbutamol


Cara Menggunakan Nebulizer
● Pastikan peralatan yang digunakan sudah dibersihkan.
● Cuci tangan sebelum menyiapkan obat.
● Masukkan obat ke cangkir nebulizer dan pastikan dosis yang diberikan sesuai anjuran atau
resep dokter.
● Sambungkan corong mulut atau masker ke cangkir nebulizer.
● Pasang selang penyambung antara mesin kompresor dan cangkir nebulizer.
● Saat alat sudah siap, nyalakan mesin kompresor. Jika berfungsi secara normal, alat akan
mengeluarkan uap yang berisi obat.
● Letakkan corong mulut atau masker ke mulut dan pastikan tidak ada celah.
● Duduklah dengan nyaman dalam posisi tegak. Prosedur ini biasanya membutuhkan waktu
sekitar 15–20 menit.
● Ketika menggunakan alat, bernapaslah secara perlahan hingga obat habis.
● Jaga agar cangkir nebulizer tetap tegak selama alat digunakan.

Jika muncul keluhan pusing, dada berdebar, atau gelisah saat menggunakan obat, hentikan
pengobatan sejenak. Setelah 5 menit, gunakan kembali nebulizer, tetapi cobalah untuk bernapas
lebih perlahan. Bila keluhan masih juga muncul, hentikan penggunaan nebulizer dan segera
konsultasikan ke dokter.
Cara Membersihkan Nebulizer
● Copot cangkir nebulizer dan corong mulut, lalu bersihkan dengan air hangat yang telah
dicampur detergen atau sabun.
● Selang penyambung kompresor dengan nebulizer tidak perlu dicuci. Biasanya, dokter
akan menganjurkan untuk mengganti selang tersebut secara rutin.
● Keringkan alat yang telah dicuci dan letakkan di tempat yang bersih.
● Sebelum disimpan, pastikan nebulizer sudah kering sepenuhnya.
Cara Mensterilkan Nebulizer
Selain itu, nebulizer juga perlu disterilkan setiap seminggu sekali. Cara mensterilkan nebulizer, yaitu:

● Lepaskan cangkir nebulizer dan corong mulut.


● Rendam alat dalam alkohol 70%. Anda juga bisa menggunakan air yang telah dicampur cuka.
● Biarkan alat terendam dalam alkohol selama 5 menit atau dalam campuran air dengan cuka
selama 30 menit.
● Setelah itu, bilas alat dengan air bersih yang mengalir, letakkan di tempat yang bersih dan
bebas debu, lalu biarkan mengering.
● Jika dokter menganjurkan untuk merebus beberapa bagian alat sebagai langkah disinfeksi,
lakukan sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan alat.
● Sama seperti ketika melakukan pembersihan harian, jangan simpan nebulizer sebelum alat
kering sepenuhnya.

Ketika menyimpannya, tutupi nebulizer dengan kain kering dan bersih. Hindari meletakkan alat
tersebut di lantai, baik saat akan digunakan atau tidak. Sementara untuk obat, simpanlah obat yang
digunakan pada nebulizer di tempat yang sejuk dan kering.
CARA MENGGUNAKAN:
Ambil bersama dengan makanan atau segera setelah makan. Cobalah untuk meminumnya pada waktu
yang sama setiap hari.

Jika Anda menggunakan larutan oral, gunakan penetes terkalibrasi yang disertakan dengan setiap botol
untuk mengukur dosis Anda.

Jika Anda menggunakan jenis tablet yang dimodifikasi-lepas (biasanya diberi label "MR"), telan
seluruhnya. Jangan membelah, mengunyah, atau menghancurkan tablet.

Dosis obat ini akan ditentukan oleh dokter Anda. Dokter Anda akan memberi tahu Anda tentang jangka
waktu perawatan tergantung pada kondisi Anda dan respons terhadap pengobatan.

Prednison harus diminum secara teratur agar efektif. Lanjutkan minum obat ini bahkan ketika Anda merasa
lebih baik. Jangan berhenti meminumnya secara tiba-tiba karena ini dapat memperburuk kondisi Anda.

Informasi lain:
● Hindari alkohol dan akar manis.
● Simpan di tempat yang sejuk dan kering jauh dari jangkauan anak-anak. Lindungi dari cahaya dan
kelembaban; Buang botol larutan oral yang terbuka setelah 90 hari; Obat tidak boleh digunakan
melewati tanggal kedaluwarsa.

INFORMASI OBAT: Prednisone


Efek Samping:
tanda-tanda sindrom Cushing mis. bengkak, wajah bulat, stretch mark ungu, punggung atas berbentuk
punuk kerbau, penipisan kulit; detak jantung cepat atau tidak teratur, sesak napas, nyeri dada, kebingungan;
penglihatan kabur atau gangguan penglihatan lainnya; kepala terasa ringan, produksi urin menurun;
tanda-tanda infeksi mis. demam terus-menerus, menggigil, pilek atau batuk; perubahan suasana hati atau
perilaku yang tidak biasa (terlalu tertekan, gelisah, atau memiliki perilaku kompulsif dan impulsif); ruam,
sesak napas, pembengkakan wajah, mata atau mulut

Interaksi Obat:
● Vaksin
● obat untuk diabetes mis. insulin
● antibiotik tertentu mis. siprofloksasin, levofloksasin, eritromisin
● obat-obatan untuk mengobati infeksi jamur mis. ketokonazol, itrakonazol, amfoterisin B
● pil air atau obat untuk retensi air mis. hidroklorotiazid, furosemid, asetazolamid
● obat-obatan untuk mengobati TBC (infeksi dikenal sebagai tuberkulosis) mis. rifampisin, isoniazid
● obat untuk infeksi HIV mis. ritonavir, cobicistat
● obat untuk epilepsi (pas atau kejang) mis. fenobarbital, karbamazepin
● NSAID (obat untuk nyeri dan peradangan) mis. ibuprofen, aspirin
● obat pengencer darah mis. warfarin
● obat untuk malaria mis. klorokuin, hidroksiklorokuin, meflokuin
● obat-obatan yang mengandung estrogen mis. pil KB
● ciclosporin (obat yang digunakan dalam transplantasi organ atau gangguan kekebalan tertentu)
INFORMASI OBAT: Prednisone
Kontraindikasi:
infeksi aktif yang mempengaruhi seluruh tubuh mis. infeksi jamur
malaria serebral (komplikasi malaria yang ditandai dengan pembengkakan otak atau
kerusakan otak)
Ambroxol digunakan untuk kondisi paru-paru yang berhubungan dengan sekresi lendir (dahak) yang
tidak normal, kental, dan kental. Obat ini bekerja dengan membuat dahak tidak terlalu lengket dan
kental sehingga lebih mudah dibatukkan.

CARA MENGGUNAKAN:
Ambil Ambroxol persis seperti yang diarahkan oleh dokter Anda atau sesuai petunjuk pada label. Jangan
mengambil lebih atau kurang dari yang diinstruksikan oleh dokter Anda.

Ambil bersama dengan makanan atau segera setelah makan. Cobalah untuk meminumnya pada waktu
yang sama setiap hari.

Jika Anda menggunakan sirup atau tetes oral, kocok botolnya dengan baik sebelum Anda meminumnya
untuk memastikan cairannya tercampur rata. Gunakan sendok takar, cangkir atau penetes yang
disediakan untuk mengukur dosis yang ditentukan. Tetes oral dapat dicampur dengan air, susu, atau
jus. Setelah tercampur, langsung diminum.

Jika Anda menggunakan kapsul jenis lepas lambat atau retard (biasanya berlabel "SR" atau "Retard"),
telan seluruhnya dengan segelas air. Jangan membelah, mengunyah atau menghancurkan kapsul.

Jika Anda meminum permen, isap permen sampai rasanya kuat, lalu masukkan permen di antara gusi
dan pipi. Saat rasanya memudar, mulailah menyedotnya lagi. Ulangi sampai permen benar-benar larut.
Jangan ditelan

INFORMASI OBAT: Ambroxol


Efek Samping:
Ambroxol dapat menyebabkan salah satu efek samping berikut: mual, muntah, diare,
gangguan pencernaan, mulas (nyeri terbakar di dada Anda yang disebabkan oleh
makanan atau asam dari perut Anda yang kembali ke mulut Anda), sakit perut,
perubahan rasa, dan mati rasa atau kekeringan pada mulut atau tenggorokan.

Beberapa efek samping mungkin memerlukan bantuan medis segera. Peringatkan dokter
Anda dengan cepat jika Anda mengalami salah satu dari yang berikut:
ruam yang timbul dan gatal, sesak napas, pembengkakan pada wajah, mata, mulut atau
tenggorokan
ruam dengan pengelupasan kulit atau lepuh pada bibir, mulut atau mata disertai demam

Interaksi Obat:
antibiotics e.g. amoxicillin, cefuroxime, erythromycin, doxycycline.

INFORMASI OBAT: Ambroxol


Obat ini adalah antibiotik. Ini digunakan untuk mengobati infeksi bakteri tertentu pada telinga, hidung,
area gigi, tenggorokan, paru-paru,

CARA MENGGUNAKAN:
Anda dapat meminum obat ini dengan atau tanpa makanan. Namun, yang terbaik adalah meminumnya
di awal makan untuk meningkatkan penyerapannya dalam tubuh dan mengurangi ketidaknyamanan
perut yang mungkin ditimbulkannya. Cobalah untuk meminumnya pada waktu yang sama setiap hari.

Amoxicillin + Clavulanic acid tersedia dalam bentuk tablet konvensional atau extended-release tablet,
dan dalam bentuk bubuk untuk suspensi oral.

Jika Anda menggunakan tablet jenis extended-release (biasanya diberi label sebagai "ER"), telanlah
seluruhnya dengan makanan atau camilan rendah lemak untuk mengurangi sakit perut. Jangan
membagi, mengunyah, atau menghancurkan tablet.

Jika Anda menggunakan suspensi oral, ketuk atau balikkan botol untuk melonggarkan bubuk kering
dan tambahkan volume air yang ditentukan untuk menyusun kembali suspensi. Kocok botol dengan
baik sebelum Anda mengambilnya untuk memastikan cairannya tercampur rata. Suspensi oral dapat
dicampur dengan susu, susu formula, atau jus. Gunakan sendok takar atau cangkir yang disediakan
untuk mengukur dosis Anda.

INFORMASI OBAT: Amoxiclav


Efek Samping:
Amoksisilin + Asam klavulanat dapat menyebabkan salah satu efek samping berikut:
diare, mual, muntah, gangguan pencernaan, sakit kepala, ruam kulit atau gatal, dan
sariawan di mulut, lipatan kulit atau vagina.

Beberapa efek samping mungkin memerlukan bantuan medis segera. Peringatkan dokter
Anda dengan cepat jika Anda mengalami salah satu dari yang berikut:
ruam, sesak napas, mata bengkak, wajah atau mulut
diare berair atau berdarah yang parah dan terus-menerus disertai dengan sakit perut
atau demam
cocok atau kejang
kulit atau mata menguning, sakit perut, urin berwarna gelap, kelelahan yang tidak biasa
pendarahan atau memar yang tidak biasa, sakit tenggorokan yang sering dan
terus-menerus disertai demam
ruam dengan pengelupasan kulit atau lepuh pada bibir, mulut atau mata disertai demam

Interaksi Obat:
Probenecid, allopurinol, methotrexate, OCs, warfarin, disulfiram

INFORMASI OBAT: Amoxiclav


Terima
Kasih
PENYAKIT PARU
OBSTRUKSI KRONIS
Farmakoterapi 3C - Kelompok 1
Audina Khalda Nabilah (1906347804)
Audrie (1906404991)
Cindy Cisilia R. (1906404373)
Darisa Naurahhanan (1906347792)
Dian Framesya S. (1906347615)
Fadhilatul Ikromah K (1906347786)
Florean Fedora I. (1906347621)
Hadra Khalisya (1906304300)
Intania Lathifah K (1906405073)
Salwa Dinia M. (1906404511)
Saori Salma A. (1906308116)
01.
MANIFESTASI
KLINIS
Darisa Naurahhanan (1906347792)
Manifestasi Klinis
DiPiro, 2020 Kemenkes, 2008

● Batuk kronis → mungkin dapat ● Batuk kronis → batuk hilang timbul


hilang timbul; mungkin tidak selama 3 bulan yang tidak hilang
produktif dengan pengobatan yang diberikan
● Produksi sputum yang kronis ● Berdahak kronis → berdahak terus
● Dispnea: memburuk dengan menerus tanpa disertai batuk
berolahraga, progresif seiring waktu ● Sesak nafas, terutama saat
○ Penurunan toleransi olahraga beraktivitas
atau penurunan aktivitas fisik
○ Dada sesak atau mengi

DiPiro, J., Yee, G., Posey, L., Haines, S., & Nolin, T. (2020). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach (11th ed.). New York: McGraw Hill.
Kementerian Kesehatan RI. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1022/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Klasifikasi PPOK
Derajat Klinis Faal Paru

Derajat I: ● Gejala batuk kronis VEP1/KVP < 70%


PPOK Ringan ● Produksi sputum tetapi tidak sering VEP1 > 80% prediksi
● Pada derajat ini pasien sering tidak menyadari bahwa fungsi
paru mulai menurun

Derajat II: ● Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas VEP1/KVP < 70%
PPOK Sedang ● Gejala batuk & produksi sputum 50% < VEP1 > 80% prediksi
● Pasien mulai memeriksa kesehatannya

Derajat III: ● Gejala sesak lebih berat VEP1/KVP < 70%


PPOK Berat ● Penurunan aktivitas, sering lelah & terjadi eksaserbasi 30% < VEP1 > 50% prediksi
● Berdampak terhadap kualitas hidup pasien

Derajat IV: ● Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal VEP1/KVP < 70%
PPOK Sangat jantung kanan & ketergantungan oksigen VEP1 < 30% prediksi atau
Berat ● Kualitas hidup memburuk jika eksaserbasi mengancam jiwa VEP1 < 50% prediksi disertai
gagal napas kronis

Kementerian Kesehatan RI. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1022/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik
02.
Diagnosis
Banding
Diagnosis Banding
Diagnosis Gambaran Klinis

PPOK 1. Onset usia pertengahan


2. Gejala progresif lambat
3. Riwayat merokok (lama & jumlah)
4. Sesak saat aktivitas
5. Hambatan aliran udara umumnya ireversibel

Asma 1. Onset usia dini


2. Gejala bervariasi dari hari ke hari 3
3. Gejala pada waktu malam/dini hari lebih menonjol
4. Dapat ditemukan alergi,rinitis dan atau eksim
5. Riwayat asma dalam keluarga
6. Hambatan aliran udara umumnya reversible

Gagal Jantung Kongestif 1. Riwayat hipertensi


2. Bronki basah halus di basal paru
3. Gambaran foto toraks pembesaran jantung dan edema paru
4. Pemeriksaan faal paru restriksi, bukan obstruksi

Kemenkes RI. (2015). Petunjuk Teknis Penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Diagnosis Banding
Diagnosis Gambaran Klinis

Bronkiektasis 1. Sputum purulen dalam jumlah banyak


2. Sering berhubungan dengan infeksi bakteri
3. Bronki basah kasar dan jari tabuh
4. Gambaran foto toraks tampak honeycomb appearance
5. Penebalan dinding bronkus

Tuberkulosis 1. Onset semua usia


2. Gambaran foto toraks infiltrat
3. Konfirmasi mikrobiologi (Basil Tahan Asam / BTA)

Sindrom Obstruksi Pasca TB 1. Riwayat pengobatan anti tuberkulosis adekuat


(SOPT) 2. Gambaran foto toraks bekas TB: fibrotik dan klasifikasi minimal
3. Pemeriksaan faal paru menunjukkan obstruksi yang tidak reversible

Kemenkes RI. (2015). Petunjuk Teknis Penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
03.
TUJUAN
TERAPI
Darisa Naurahhanan (1906347792)
Tujuan Terapi
Tujuan Umum

● Mencegah atau memperlambat perkembangan penyakit

Tujuan Khusus

● Mencegah perkembangan penyakit


● Meredakan gejala
● Meningkatkan toleransi olahraga
● Meningkatkan status kesehatan keseluruhan
● Mencegah & mengobati eksaserbasi
● Mencegah & mengobati komplikasi
● Mengurangi morbiditas dan mortilitas

DiPiro, J., Yee, G., Posey, L., Haines, S., & Nolin, T. (2020). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach (11th ed.). New York: McGraw Hill.
04.
TERAPI FARMAKOLOGI &
NON FARMAKOLOGI
BERDASARKAN ALGORITMA
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2003). Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Diakses 4 Desember 2022 dari:
http://pulmonologi.usu.ac.id/images/PDF/Guideline_PPOK_PDPI.pdf

Algoritma Terapi
Nasional
(PDPI, 2003)
PPOK Stabil Ringan
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2003). Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Diakses 4 Desember 2022 dari:
http://pulmonologi.usu.ac.id/images/PDF/Guideline_PPOK_PDPI.pdf

Algoritma Terapi
Nasional
(PDPI, 2003)
PPOK Stabil Sedang-Berat
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Diakses 4 Desember
2022 dari: https://adoc.pub/p-p-o-k-diagnosis-dan-penatalaksanaan-penyakit-paru-obstrukt.html

Algoritma Terapi
Nasional
(PDPI, 2011)
Penatalaksanaan secara umum
PPOK meliputi :
● Edukasi
● Berhenti merokok
● Obat-obatan
● Rehabilitasi
● Terapi oksigen
● Ventilasi mekanik
● Nutrisi
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Diakses 4 Desember
2022 dari: https://adoc.pub/p-p-o-k-diagnosis-dan-penatalaksanaan-penyakit-paru-obstrukt.html

Algoritma Terapi Nasional


(PDPI, 2011)
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Diakses 4 Desember
2022 dari: https://adoc.pub/p-p-o-k-diagnosis-dan-penatalaksanaan-penyakit-paru-obstrukt.html
Pemilihan Antibiotik pada PPOK Eksaserbasi
Algoritma Terapi (GOLD, 2020)

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. 2020. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and Prevention
Algoritma Terapi (GOLD, 2020)

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. 2020. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and Prevention
Algoritma Terapi (GOLD, 2020)

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. 2020. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and Prevention
Algoritma Terapi (GOLD, 2020)

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. 2020. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and Prevention
Algoritma Terapi (GOLD, 2020)

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. 2020. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and Prevention
Manifestasi Klinis Tn. W
Manifestasi Klinis Kesimpulan

● Batuk kronik 2 tahun terakhir PPOK derajat II: PPOK sedang


● Kadang batuk disertai sputum berwarna
kehijauan
● Kadang mengalami sesak napas

● Merokok 20 batang/hari Faktor risiko PPOK

Tanda-Tanda Vital Kesimpulan

● TD 120/85 mmHg Normal (TD: 120/80 mmHg)

● Nadi 90x/menit Normal (60-100x/menit)

● RR 25x/menit Tidak normal (12-20x/menit untuk dewasa)


*Tanda-tanda eksaserbasi PPOK

● suhu 37oC Normal


STUDI KASUS 2
Tn. W (65 tahun, 70 kg, 160 cm), merokok 20 batang/hari selama 20
tahun. Tn. W mengalami batuk kronik 2 tahun terakhir, kadang batuk
disertai sputum berwarna kehijauan dan kadang mengalami sesak napas
● Riwayat penyakit terdahulu : DM (-), hipertensi (-), sakit jantung (-)
● Riwayat penyakit keluarga : tidak ada
● TTV, TD 120/85 mmHg, Nadi 90x/menit, RR 25x/menit, suhu 37℃
● Assessment : PPOK
Analisis Kasus
Berdasarkan kasus, Tn. W mengalami batuk kronik 2 tahun terakhir, kadang batuk disertai sputum
berwarna kehijauan dan kadang mengalami sesak napas.

Diagnosis : PPOK Derajat II

Rekomendasi Terapi

1. Bronkodilator kerja lama sebagai terapi


pemeliharaan → LAMA : Tiotropium
2. Sputum; infeksi bakteri (eksaserbasi
ringan) → antibiotik β-laktam: Amoksisilin
3. Batuk kronis→ Mukolitik: Ambroksol
4. SABA sebagai terapi penyelamatan →
albuterol
Berhenti Merokok
Terapi ● Memperlambat laju penurunan fungsi paru pada pasien
PPOK→ mengurangi batuk dan produksi sputum;
Non-Farmakologi penurunan mortalitas
● Semua pengguna tembakau harus diobati dengan
Pasien kombinasi strategi perilaku dan kognitif serta
farmakoterapi.
Rehabilitasi paru ● Efektivitas farmakoterapi kombinasi > monoterapi pada
pasien dengan ketergantungan tembakau sedang -
● Menghasilkan perkembangan baik sangat berat
dispnea, kapasitas olahraga, status
kesehatan, dan pemanfaatan
perawatan kesehatan
● Biasa dimulai 4 minggu setelah
rawat inap dan minimal jangka
waktu efektifnya enam minggu

Chisholm-Burns, M., Schwinghammer, T., Wells, B., Malone, P., DiPiro, J., & M. Kolesar, J. (2016). Pharmacotherapy principles & practice (4th ed.). New York: McGraw-Hill Medical
05.
PARAMETER EVALUASI
OUTCOME TERAPI
Parameter Evaluasi

PPOK eksaserbasi akut (acute exacerbations of COPD)


● Jumlah sel darah putih, tanda vital, chest x-ray, dan frekuensi
dispnea, volume sputum, dan purulent sputum harus dinilai pada
awal dan selama pengobatan eksaserbasi
● Pada eksaserbasi parah → monitor: ABGs (Arterial Blood Gas)
dan saturasi oksigen

DiPiro, J.T., et al. (2020). Pharmacotherapy: a Pathophysiologic Approach 11th edition. New York: McGraw-Hill
Parameter Evaluasi

PPOK stabil kronis(chronic stable of COPD)


● Pada PPOK stabil kronis, parameter outcome dinilai dengan tes
fungsi paru, perubahan dosis, atau penghentian terapi.
● Parameter outcome lain → skor dispnea, penilaian kualitas hidup,
dan tingkat eksaserbasi (termasuk kunjungan gawat darurat dan
rawat inap)

DiPiro, J.T., et al. (2020). Pharmacotherapy: a Pathophysiologic Approach 11th edition. New York: McGraw-Hill
06.
Masalah Terkait
Obat dan Solusi
Identifikasi Masalah Terkait Obat
Indikasi Asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Tiotropium Bromida
Dosis Inhaler: dua kali hisapan yang setara dengan 5
mcg per hari, tidak boleh lebih dari dua kali
hisapan dalam 24 jam
Masalah Solusi
Efek samping Mulut kering, dehidrasi, pusing, sakit kepala,
Efek samping mulut bilas mulut setelah
insomnia, penglihatan kabur, peningkatan
kering dan dehidrasi menggunakan inhaler
tekanan intraokular, glaukoma, takikardi, palpitasi
untuk mencegah mulut
kering dan iritasi
Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap atropin atau
tenggorokan
derivatnya
Alergi Hindari penggunaan
Interaksi Efek aditif dengan/ obat antikolinergik lainnya
terhadap tiotropium
bromida
Perhatian Sebaiknya tidak digunakan untuk terapi awal
khusus pada bronkospasme akut, penderita glaukoma Hindari penggunaan bersamaan obat-obat yang
sudut dekat, hiperplasia prostat, obstruksi leher dapat berinteraksi atau beri jeda selama
kandung kemih, kehamilan dan menyusui penggunaan → konsultasi dengan dokter/apoteker

PIONAS. Tiotropium Bromida, http://pionas.pom.go.id/monografi/tiotropium-bromide


MIMS. Tiotropium Bromide,
https://www.mims.com/indonesia/drug/info/tiotropium%20bromide?mtype=generic
Identifikasi Masalah Terkait Obat SALBUTAMOL
Indikasi Asma dan kondisi berkaitan dengan
obstruksi saluran napas yang reversibel. Masalah Solusi
Dosis Oral: 4 mg (lansia dan pasien yang sensitif Kram otot Muncul bukan diakibatkan oleh aktivitas
dosis awal 2 mg) 3-4 kali sehari, dosis berat atau olahraga, segera hubungi dokter
tunggal, maksimal 8 mg
Inhalasi aerosol: 100-200 mcg (1-2 hirupan).
Sakit Kepala Istirahat dan meminum banyak cairan,
Untuk gejala yang persisten 3-4 kali sehari kurangi konsumsi alkohol. Apoteker
memberikan naproksen/ aspirin sebagai
Efek samping Reaksi hipersensitivitas, takikardia,palpitasi, pereda rasa sakit.
sakit kepala,tremor
Detak jantung Menghubungi dokter dengan segera untuk
Kontraindikasi Hipersensitif salbutamol, albuterol, protein terasa lebih cepat evaluasi terapi.
susu, levalbuterol Pengobatan dapat dihentikan dan
menghirup stimula beta-2-adrenoseptor
Interaksi Peningkatan risiko hipokalemia dengan (beralih dari inhalasi aerosol ke inhalasi
kortikosteroid, diuretik (misalnya loop, serbuk kering)
thiazide) dan xantin (misalnya teofilin).

Perhatian Bubuk kering atau dosis terukur


khusus inhaler/tab/sirup: Simpan di bawah 25°C.
Cairan untuk inj/nebule: Simpan di bawah - MIMS. (2021). Salbutamol. Diakses dari
30°C. Lindungi dari cahaya. -
https://www.mims.com/indonesia/drug/info/salbutamol?mtype=generic
BADAN POM RI. (2015). Salbutamol. Diakses dari http://pionas.pom.go.id/monografi/salbutamol
Dosis Infeksi ringan-sedang: 250-500 mg tiap 8 jam
Infeksi berat: 750-1000 mg tiap 8 jam

Efek samping Mual, diare, muntah, sakit kepala, reaksi alergi


(ruam, urtikaria, pruritus)
Identifikasi Masalah
Penggunaan jangka panjang dapat meningkatkan
enzim hati dan perubahan pada blood counts Terkait Obat
Amoksisilin
Kontraindikasi Hipersensitivitas, riwayat reaksi alergi berat AMOKSISILIN
terhadap amoksisilin atau beta laktam lainnya

Interaksi ● Peningkatan risiko reaksi alergi (misalnya Masalah Solusi


ruam) dengan allopurinol
● Tetrasiklin, kloramfenikol, makrolida, dan Efek samping Diberikan setelah makan
sulfonamid dapat mengganggu efek gangguan cerna
bakterisida amoksisilin
● Memperpanjang waktu protrombin dengan Tidak boleh digunakan Dilakukan monitoring
antikoagulan oral jangka panjang

Perhatian Pasien dengan penurunan produksi urin, riwayat Interaksi Obat Jeda selama penggunaan
khusus kejang, gangguan ginjal dan hati, anak-anak, ibu dan konsultasikan dokter
hamil dan menyusui atau apoteker
Identifikasi Masalah Terkait Obat
Dosis Kapsul lepas lambat 1 kali sehari 75 mg AMBROKSOL
Tablet 2-3 kali sehari 30 mg

Efek samping Muntah, diare, dispepsia, mulut atau Masalah Solusi


tenggorokan kering, sakit perut, mulas,
Amoksisilin
hipoestesia oral atau faring, dysgeusia, Efek samping gangguan Diberikan setelah makan
reaksi alergi (jarang) cerna
Penggunaan jangka panjang → insufisiensi
ginjal, akumulasi metabolit ambroksol di Efek samping mulut Perbanyak minum air putih
hati kering

Kontraindikasi Hipersensitivitas Penggunaan jangka Dengan izin dokter dan


panjang dilakukan monitoring
Interaksi Antibiotik (amoksisilin, sefuroksim,
eritromisin, doksisiklin) meningkatkan Interaksi Obat Jeda selama penggunaan (tidak
penerimaan antibiotik ke dalam jaringan diberikan bersamaan) dan
paru-paru konsultasikan dokter atau
apoteker
Perhatian Pasien dengan tukak lambung atau
khusus duodenum, ciliary dyskinesia, dan kondisi Mukolitik dapat diberikan dengan hati-hati
bronkial, gangguan ginjal dan hati, merusak sawar mukosa pada pasien dengan riwayat
anak-anak, ibu hamil dan menyusui lambung ulserasi peptik
Micromedex

Tiotropium Bromida
● Peringatkan pasien untuk menghindari aktivitas yang
memerlukan kewaspadaan mental atau koordinasi
sampai efek obat disadari; dapat menyebabkan pusing
atau penglihatan kabur
● Beri tahu pasien bahwa obat tidak diindikasikan untuk
bronkospasme akut (terapi penyelamatan)
● Beri tahu pasien untuk melaporkan gejala bronkospasme
paradoks dan glaukoma sudut sempit akut
● Instruksikan pasien pada teknik inhalasi yang benar
● Beri tahu pasien untuk mencegah semprotan aerosol
atau serbuk masuk ke mata; dapat menyebabkan
penglihatan kabur dan pelebaran pupil
● Penyimpanan: Simpan pada suhu ruang terkontrol 25℃
(77°F), dengan range yang diizinkan antara 15 - 30°C (59
dan 86°F). Jangan disimpan pada freezer
MIcromedex

Albuterol
● Jangan gunakan albuterol jika memiliki reaksi alergi terhadap albuterol
● Cara penggunaan(bentuk sediaan): aerosol, serbuk, larutan, atau
suspensi
○ Menggunakan alat MDI
○ Kocok inhaler sebelum digunakan
○ Bersihkan inhaler yang bersentuhan langsung dengan mulut
setidaknya 1 kali seminggu dengan air hangat selama 30 detik.
Biarkan hingga kering.
● Obat yang harus dihindari: digoxin, beta blockers, obat diuretik dan
obat-obatan asma
● Penyimpanan: Simpan pada suhu ruang, jauhkan dari panas dan cahaya
langsung, jangan dibekukan.
Ambroxol
● Jangan gunakan ambroksol dalam jangka waktu lama tanpa konsultasi dengan dokter
● Ambroksol hanya dapat digunakan selama kehamilan (terutama trimester awal) dan
menyusui jika memang benar-benar diperlukan
● Pemakaian selama kehamilan dan menyusui masih memerlukan penelitian lebih lanjut
● dalam beberapa kasus insufisiensi ginjal, akumulasi dari metabolit ambroksol
terbentuk di hati.

Pionas. Ambroksol. Diakses dari https://pionas.pom.go.id/monografi/ambroksol


Amoksisilin
● Ikuti saran dan anjuran dokter selama menjalani pengobatan dengan
amoksisilin. Jangan menambah dosis, mengurangi dosis, atau menghentikan
pengobatan tanpa berkonsultasi dahulu dengan dokter.
● Amoksisilin suntik akan diberikan oleh dokter atau petugas medis di bawah
pengawasan dokter. Amoksisilin sirop, tablet, atau kapsul dapat dikonsumsi
sebelum atau sesudah makan.
● Jika konsumsi amoksisilin dalam bentuk sirop, kocok obat terlebih dahulu
secara merata, kemudian ambil obat sesuai dosis menggunakan sendok takar.
● Jika lupa mengonsumsi amoksisilin, segera minum obat ini bila belum
mendekati jadwal konsumsi obat berikutnya. Jika sudah mendekati, abaikan
dosis yang terlewat dan jangan menggandakan dosis.
● Simpan amoksisilin di tempat yang terhindar dari paparan sinar matahari
langsung. Jauhkan obat ini dari jangkauan anak-anak.

Sumber : Kemenkes RI
Informasi dan Edukasi
● Edukasi → mencegah penyakit bertambah berat dengan cara
menggunakan obat yang tersedia dengan tepat, menyesuaikan
keterbatasan aktivitas, dan pengelolaan serta pencegahan
eksaserbasi akut
● Pengurangan pajanan faktor risiko
● Berhenti merokok
● Keseimbangan nutrisi antara protein, lemak, dan karbohidrat
dapat diberikan dalam porsi kecil namun sering
● Rehabilitasi → latihan bernapas dengan pursed lip breathing,
latihan ekspektorasi, latihan otot pernapasan dan ekstrimitas
● Terapi oksigen jangka panjang

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis Ed. 1. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia : Jakarta
Terima
Kasih

Anda mungkin juga menyukai