Anda di halaman 1dari 6

ILMU PENYAKIT DALAM VETERINER I

“LARINGITIS”

KELOMPOK 2 D
1. Muhammad Gus Shofi 1809511102
2. Putu Raditya Kurnia Putra 1809511103
3. Sheren 1809511113
4. Dwi Aprilia Putri 1809511122
5. Desak Gede Bintang Pradnya Dewanti 1809511123

FAKULTAS KEDOKETERAN HEWAN


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2020
LARINGITIS
DEFINISI
Laring merupakan bagian dari tenggorokan yang sering disebut “voice box” pada manusia.
Laringitis merupakan peradangan pada laring yang disebabkan oleh berbagai etiologi
(Thomas, CM., et al. 2017). Istilah diagnostik ini sering digunakan untuk menggambarkan
tampilan mukosa dan jaringan laring yang meradang, termasuk yang menyusun epiglottis,
arytenoid bodies, aryepiglottic folds, post cricoid shelf, pita suara ventrikel, epitel squamosa
dari pita suara asli, dan subglotis. Proses inflamasi dapat merusak epitel bersilia laring, dan
dapat mengganggu aliran mucus yang keluar dari tracheal-bronchial tree (Valenti, JPD., et al.
2015). Penumpukan cairan dan pembengkakan pada membrane mucous seringkali merupakan
bagian penting dari laringitis. Laringitis dapat diklasifikasikan sebagai akut atau kronis
berdasarkan durasi gejala. Laringitis akut seringkali berupa kondisi ringan dan dapat sembuh
sendiri yang biasanya berlangsung selama 3 hingga 7 hari. Jika kondisi ini berlangsung
selama lebih dari 3 minggu, maka itu disebut laringitis kronis. Laringitis dapat terjadi akibat
infeksi saluran pernapasan atas atau iritasi langsung akibat menghirup debu, asap atau gas
yang mengiritasi, atau benda asing. Bisa juga disebabkan oleh trauma selang pernapasan yang
dipasang selama operasi atau anjing terus menggonggong. Laringitis lebih sering mengacu
pada kondisi kehilangan suara, yang sering kali diakibatkan oleh peradangan tersebut. Namun
kondisinya bisa menjadi berbahaya jika peradangan dan pembengkakan lokal mengganggu
pernapasan.

ETIOLOGI

Umumnya laryngitis dapat disebabkan oleh infeksi agen penyakit dan trauma. Penyebab
laringitis dapat bersifat primer atau sekunder

Penyebab primer :

1. Infeksi canine distemper virus


2. Infectious canine tracheobronchitis (batuk kennel)
a. Jenis adenovirus
b. Bordetella bronchisepticac.
c. Virus parainfluenza
3. Infeksi feline rhinotracheitis dan calicivirus

Penyebab sekunder :

1. Iritasi saluran pernafasan bagian atas (menghirup asap, debu, alargen, regurgitasi
ulang dan aspirasi)
2. Inflamasi granulomatosa
3. Cedera Iatrogenic selama intubasi dan anestesi
4. Trauma
5. Mengonggong terus menerus

GEJALA KLINIS

Gejala klinis laryngitis biasa dimulai dari gejala respirasi nonspesifik seperti rhinorea, batuk,
dan perilaku membersihkan tenggorokan yang terus menerus karena adanya mukus. Perilaku
ini dapat menyebabkan sakit tenggorokan karena edema pada pita suara, hiperemi,
hyperkeratosis, acanthosis, dan atypia selluler. Hypoxia dapat menyebabkan pasien terlihat
lemas dan gelisah (Pham, L., et al. 2016). kucing dan anjing akan membataskan pergerakan
tubuh untuk menyimbangi dan mendorong pemulihan. Sebaliknya kegiatan seperti olahraga
berat, kegembiraan, atau suhu lingkungan yang tinggi dapat memperburuk gejala laryngitis.
Hal ini disebabkan oleh peningkatan frekuensi pernafasan saat kegiatan-kegiatan tersebut
dapat menciptakan persegakan yang berangsung dapat memperburuk peradangan dan/atau
edema di jaringan sekitar laring.

Pasien dengan laryngitis kronis biasanya memiliki gejala dysphagia dan/atau dysphonia
(Valenti, JPD., et al. 2015). Dysphagia terjadi karena rasa tidak nyaman atau rasa sakit pada
tenggorokan sehingga pasien dapat terlihat tersedak, kesulitan menelan, dan perasaan bahwa
makanan tersangkut di tenggorokan. Dysphonia dapat tampak dari kesulitan bernafas,
terdapat suara wheezing saat bernafas, suara vocal yang tidak maximal (tidak kencang atau
nada tidak luas). Suara-suara yang dapat terdengar adalah stertor dan stridor. Stertor
merupakan suara seperti mengorok yang tidak terus-menerus karena aliran udara yang
melewati jaringan lunak. Penyebabnya adalah ruang nasal yang menyempit, pemanjangan
atau penebalam dari jaringan lunak, atau pun sakulus laryngeal karena edema. Stridor
merupakan suara bernada tinggi yang terdengar saat melakukan inspirasi karena aliran udara
yang melewati obstruksi. Dapat terdengar pada anjing yang mengalami penumbuhan
gumpalan disekitar laring. Kedua suara tersebut juga sangat umum ditemukan pada anjing
yang mengalami paralisis laring dan kolaps laring. Paralisis laring umumnya ditemukan pada
anjing berukuran besar yang sudah berumur cukup tua. Sedangkan kolaps laring umumnya
ditemukan pada anjing jenis Brachichephalic. Keduanya lebih condong terjadi karena
genetik.

Gambar . English Bulldog 6 tahun dengan laring bengkak yang prah dan terdapat sacculus
laringis yang terbalik (everted).

PENGOBATAN / TREATMENT

1. Pengobatan pada Laringitis akut


Kasus ini paling sering disebabkan oleh infeksi virus atau dikarenakan anjing
menggonggong terlalu keras. Pada infeksi bakteri, laryngeal traumatic atau karena
reaksi alergi (anafilakse). Merupakan penyebab yang mendasari terjadinya laryngitis
akut, treatment yang sama mungkin dapat lebih efektif apabila dikombinasikan secara
farmakologis satu ataulebih dari jenis obat yang ada; 1) antibiotic, 2) oral/sistemik
anti-fungal, 3) non-steroidal anti-inflamatory drugs (NSAIDS), 4) local
injeksi/sistemik administeredsteroids, 5) adrenaline, dan 6) antihistamine. Apabila
infeksi bakteri tersuspected. Secara umum, suara yang keras dan suara istirahat,
harusterhidrasi dengan baik. (minum air setiap hari), berikan terapi inhalasi uap dan
obat antitusif pada pengobatan paliatif yang memadai untuk memastikan pemulihan
penuhdalam kasus tersebut (Reveiz L et al., 2015). Mikroorganisme yang sering
menginfeksi adalah staphilococusaureus, hemophilus influenza /
pneumococus.Pengobatan laringitis akut alergi tergantung pada tingkat keparahan. hal
pertama yang dilakukan menyingkirkan benda asing semua pemicu alergi. Dengan
gejala yang signifikan yaitu saluran napas, epinefrin (EpiPen) harus segera diberikan
untuk penyelamatan , diikuti oleh pengamatan. steroid intravena bersamaan
(Decadron), steroid oral (prednisone), terapi antihistamin (Diphenhydramine), dan H2
- blocker juga mungkin efektif.
2. Pengobatan pada laringitis kronis
Laringitis nekrotik seringkali hanya terdeteksi jika tanda klinis dispnea dengan
stridor terlihat jelas. Pada tahap penyakit yang lebih kronis ini, respons terhadap
pengobatan antimikroba dan anti-inflamasi sistemik umumnya buruk (Pardon. B., et
al. 2018). Pengobatan untuk kondisi ini terutama harus berfokus pada Penyebabnya,
sepertisalah guna vokal/suara, dehidrasi, refluks, asma, alergi, penyakit sistemik, dan
sisa obatyang irritating dalam tubuh. Pada pasien dengan laryngitis kronis yang
memiliki sejarah penggunaan rutin kortikosteroid inhalasi untuk asma atau COPD,
baik penghentian percobaan obat ini, pengurangan dosis, atau substitusi alternative
dariinhaler nonsteriodal dapat menyebabkan reaksi positive laring. ketika edema
nodul, polip hemoragik , atau Reinke’s edema tidak selesai dengan tindakan
konservatif ,termasuk terapi suara, eksisi menggunakan pembedahan kecil atau
metode evakuasimungkin diperlukan untuk pengobatan yang sukses, diikuti oleh
tugas lain dari terapiprilaku suara untuk meninjau dan memperkuat teknik dan
pentingnya suara yang sehat.Metylprednisolone (40mg/mL) direkomendasikan untuk
prosedur injeksi,menggunakaan 1-mL syringe. Dalam banyak kasus, terapi suportif
dan tidak banyak bersuara akan memulihkan keadaan. Sedangkan hampir semua
kasus laringitis kronis tidak ada peran antibiotik untukterapi, di sejumlah hewan
dengan infeksi bakteri atau jamur secara berulang atau persisten menggunakan agen
antibiotik (+/- sistemik obat anti - jamur) dapat sesuai danbermanfaat, seperti yang
dijelaskan sebelumnya padaa lringitis akut. Penting untukdicatat bahwa program
berkepanjangan obat ini mungkin diperlukan untuk mengobati infeksi dan untuk
mencegah kekambuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Valenti, JPD., et al. 2015 “Laryngeal Inflammation”. Department of Otolaryngology- Head &

Neck Surgery, Detroit Medical Center, USA

Thomas, CM., et al. 2017. “Factors Associated With Infectious Laryngitis: A Retrospective

Review of 15 Cases”. Ann Otol Rhinol Laryngol. 2017 May ; 126(5): 388–395.
doi:10.1177/0003489417694911.

Pham, L., et al. 2016. “Laryngitis, Epiglottitis, and Pharyngitis”. Elsevier Public Health
Emergency Collection. Infectious Disease : 229-235.e1. doi: 10.1016/B978-0-7020-
6285-8.00025-3

MacPhail, CM. 2019. “Laryngeal Disease in Dogs and Cats”. Veterinary Clinics of North
America: Small Animal. doi:10.1016/j.cvsm.2019.11.001 

Pardon, B., et al. 2018. “Use of a national identification database to determine the lifetime
prognosis in cattle with necrotic laryngitis and the predictive value of venous pCO2”.
Journal of Veterinary Internal Medicine ; 32:1462–1470

Edmunds, JL., et al. 2017. “Factors Affecting The Development Of Laryngeal Chondritis In
Sheep”. Large Animal Review ; 23: 219-222

Anda mungkin juga menyukai