Anda di halaman 1dari 17

INDUSTRI PETERNAKAN UNGGAS

KASUS LAPANGAN “AVIAN INFLUENZA”

Oleh:
Kelompok 4

Agata Ana Lauren Nugraha 1709511077

Febrianti 1809511024

Galih Prasetyo 1809511075

Muhammad Gus Shofi 1809511102

Alya Nita Shena Gayanti 1809511112

Lona Milena 1809511118

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan paper ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan paper yang berjudul Kasus Lapangan “Avian Influenza” tepat waktu. Paper disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah Elektif Industri Pertenakan Unggas. Selain itu, penulis juga
berharap agar paper ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dosen pengampu mata kuliah
Elektif Industri Peternakan Unggas. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan
dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada
semua pihak yang telah membantu proses penyusunan paper ini.

Penulis menyadari paper ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan paper ini.

Denpasar, 29 September
2021 Hormat Kami

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR......................................................................................................................iv

BAB I...............................................................................................................................................1

PENDAHULUAN...........................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................................2

1.4 Manfaat.............................................................................................................................2

BAB II..............................................................................................................................................3

PEMBAHASAN..............................................................................................................................3

2.1 Etiologi Avian Influenza...................................................................................................3

2.2 Gejala klinis Avian Influenza............................................................................................4

2.3 Kerugian Akibat Penyakit Avian Influenza......................................................................5

2.3.1 Kerugian Akibat Penyakit Avian Influenza terhadap Industri..........................................5

2.4 Kontrol Penyakit Avian Influenza....................................................................................7

2.4.1 Pencegahan Kepada Anak-anak........................................................................................7

2.4.2 Vaksinasi............................................................................................................................8

2.4.3 Biosekuriti dan Manajemen Penanganan Penyakit............................................................9

BAB III..........................................................................................................................................11

PENUTUP.....................................................................................................................................11

3.1 Kesimpulan...........................................................................................................................11
3.2 Saran.....................................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................12
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. ...................................................................................................................................... 5

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Avian Influenza (AI) atau flu burung merupakan penyakit zoonosis yang ditularkan oleh
virus Avian Influenza tipe A sub tipe H5N1 dari family Orthomyxoviridae. Penyakit ini
merupakan salah satu penyakit hewan menular yang bersifat akut. Umumnya penyakit ini
menyerang unggas dan dapat juga menular pada hewan lain seperti kucing, anjing (Komnas
FBPI, 2009). Tetapi seiring adanya perkembangan waktu dan virus, penyakit ini juga ikut
menyerang babi dan menyerang manusia.

Penyakit flu burung banyak menarik perhatian karena penularannya yang sangat cepat
dengan angka kematian yang cukup tinggi. Flu burung juga berpengaruh terhadap sektor
perternakan, khususnya unggas, yang mempunyai dampak besar terhadap ketersediaan
daging (gizi) di masyarakat dan sektor ekonomi para perternaknya (Widoyono, 2011).
Menurut Murwanti (2013) dalam penyebaran penyakit flu burung dapat diturunkan dengan
program vaksinasi bila tingkat vaksinasi unggas lebih besar dari tingkat kematian alami
unggas.

Unggas merupakan bagian hidup masyarakat Indonesia. Mulai dari peternak dan
pedagang bahkan ibu rumah tangga hampir setiap hari bersinggungan dengan hewan ini.
Namun latar belakang pendidikan mereka yang tidak terlalu tinggi terkadang membuat
mereka tidak mengerti akan adanya penyakit yang mematikan ini. Oleh karenanya perlu
diadakan pembahasan khusus tentang penyakit ini supaya dapat meminimalisir dampak yang
diakibatkan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan penyakit Avian Influenza?
2. Apa saja gejala klinis dari penyakit Avian Influenza?
3. Apa saja kerugian yang ditimbulkan akibat penyakit Avian Influenza untuk
peternakan?
4. Bagaimanakah kontrol terhadap penyakit Avian Influenza?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Avian Influenza.
2. Untuk mengetahui apa saja gejala klinis dari penyakit Avian Influenza.
3. Untuk mengetahui apa saja kerugian yang ditimbulkan akibat penyakit Avian
Influenza untuk peternakan.
4. Untuk mengetahui bagaimana kontrol terhadap penyakit Avian Influenza.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan paper ini diharapkan kalangan mahasiswa Kedokteran
Hewan Universitas Udayana memiliki wawasan lebih baik mengenai penyakit pada unggas
khususnya Avian Influenza, dan agar nantinya dapat digunakan sebagai bekal di dunia lapangan
praktisi dokter hewan..
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Etiologi
Flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit zoonosis fatal dan menular serta
dapat menginfeksi semua jenis burung, manusia, babi, kuda dan anjing, Virus Avian Influenza tipe
A (hewan) dari keluarga Drthomyxoviridae telah menyerang manusia dan menyebabkan banyak
korban meninggal dunia. Saat ini avian Influenza telah menjadi masalah kesehatan global yang
sangat serius, termasuk di Indonesia (Elytha, 2011).
Avian Influenza disebabkan oleh virus tertentu yang merupakan anggota famili
Orthomyxoviridae dan ditempatkan dalam genus Alphainfluenzavirus (Influenzavirus A atau virus
influenza A). Ada tujuh genus influenza tetapi hanya virus Avian influenza yang diketahui
menginfeksi burung. Diagnosis adalah dengan isolasi virus atau dengan deteksi dan karakterisasi
fragmen genomnya. Hal ini karena infeksi pada burung dapat menimbulkan berbagai macam tanda
klinis yang dapat bervariasi sesuai dengan inang, jenis virus, status kekebalan inang, adanya
organisme sekunder yang memperburuk dan kondisi lingkungan.
Virus Avian Influenza dapat menginfeksi berbagai hewan inang, termasuk spesies burung
dan mamalia. Analisis serologis dan genetik telah mengidentifikasi 15 berbeda hemagglutinin (HA)
dan sembilan berbeda subtipe neuraminidase (NA), menunjukkan bahwa reservoir virus alami
mengandung jumlah terbatas serotipe. Fakta bahwa semua serotipe ditemukan di burung air liar
menggarisbawahi pentingnya ini spesies sebagai sumber virus ini. Hanya tiga dari 15 subtipe HA
yang ditemukan di alam liar dan domestic burung air, H1, H2, dan H3, telah menyebabkan
pandemi pada manusia. Baru-baru ini, saat menyelidiki transfer virus influenza H5N1 dari ayam
untuk manusia dalam wabah Hong Kong tahun 1997 (Naeem et al., 2003).
Jenis-jenis virus flu burung yang menginfeksi burung dan manusia:
 Influenza A H5: Sembilan subtipe potensial H5 diketahui. Infeksi H5, seperti virus HPAI
H5N1 yang saat ini beredar di Asia dan Eropa, telah didokumentasikan di antara manusia
dan terkadang menyebabkan penyakit parah atau kematian.
 Influenza A H7: Sembilan subtipe potensial H7 diketahui. Infeksi H7 pada manusia jarang
terjadi tetapi dapat terjadi pada orang yang memiliki kontak langsung dengan unggas yang
terinfeksi. Gejala mungkin termasuk konjungtivitis dan/atau gejala saluran pernapasan atas.
Virus H7 telah dikaitkan dengan LPAI (misalnya, H7N2, H7N7) dan HPAI (misalnya,
H7N3, H7N7), dan telah menyebabkan penyakit ringan hingga berat dan fatal pada
manusia.
 Influenza A H9 Sembilan subtipe potensial H9 diketahui; influenza A H9 jarang dilaporkan
menginfeksi manusia. Namun, subtipe ini hanya didokumentasikan dalam bentuk patogen
rendah.
 Influenza Tipe B Ini biasanya hanya ditemukan pada manusia. Tidak seperti virus influenza
A, virus ini tidak diklasifikasikan menurut subtipe. Virus influenza B dapat menyebabkan
morbiditas dan mortalitas di antara manusia, tetapi secara umum dikaitkan dengan epidemi
yang lebih ringan daripada virus influenza A. Meskipun virus influenza tipe B dapat
menyebabkan epidemi pada manusia, mereka tidak menyebabkan pandemi.
 Virus Influenza Tipe C menyebabkan penyakit ringan pada manusia dan tidak
menyebabkan epidemi atau pandemi. Virus ini tidak diklasifikasikan menurut subtipe.
(Mittal et al., 2007).

2.2 Gejala Klinis


Sebagian besar virus flu burung (subtipe H1-16) adalah LPAI, tetapi beberapa virus AI H5
dan H7 adalah HPAI dan sangat mematikan bagi ayam, kalkun, dan unggas domestik sejenis
gallinaceous. Bentuk penyakit HPAI ini secara historis disebut wabah unggas. Pada sebagian besar
burung liar, infeksi virus AI bersifat subklinis kecuali untuk virus H5 HPAI baru-baru ini dari garis
keturunan Eurasia, yang telah dikaitkan dengan kematian unggas air liar dan/atau domestik serta
spesies burung liar dan domestik lainnya. Tanda-tanda klinis, tingkat keparahan penyakit, dan
tingkat kematian bervariasi, tergantung pada strain virus AI dan spesies inang (Sawyne, 2019).
Gejala klinis yang konsisten pada unggas adalah: kulit pial dan jengger berwarna
kebiruan (cyanosis), dan kadang-kadang disertai bintik-bintik perdarahan (petekhi), perdarahan
sub kutan dan odema pada daerah kaki yang tidak berbulu sehingga sering disebut sebagai ayam
kerokan. Mengorok yang disertai dengan keluarnya eksudat encer dari rongga hidung dan diare
sering dijumpai. Meskipun kondisi ayam dan produksi telur dalam keadaan baik, kematian
terjadi sangat mendadak. Depresi dan gejala syaraf berupa tortikolis juga dilaporkan.
Gambar 1. A menunjukkan perdarahan dan cyanosis pada jengger dan pial; B menunjukkan
perdarahan pada lapisan subkutan telapak kaki (Damayanti et al., 2004).

Sebagian besar pasien manusia memiliki gejala awal demam tinggi (>38°C) dan gejala
saluran pernapasan bawah, diare, muntah, sakit perut, nyeri pleuritik, dan pendarahan dari hidung
dan gusi juga telah dilaporkan pada awal perjalanan penyakit pada beberapa pasien. Infeksi yang
disebabkan oleh virus avian influenza A (H7) juga sering disertai dengan konjungtivitis.
Berbagai komplikasi yang terkait dengan flu burung termasuk kegagalan multi-organ
dengan tanda-tanda disfungsi ginjal dan gangguan jantung, pneumonia terkait ventilator,
perdarahan paru, pneumotoraks, pansitopenia, sindrom Reye, dan sindrom sepsis tanpa bakteremia
yang terdokumentasi (Mittal et al., 2007).
2.3 Kerugian Penyakit Avian Influenza
2.3.1 Kerugian Wabah Avian Influenza terhadap Industri
Penyakit AI masuk ke Indonesia untuk pertama kali pada bulan Agustus 2003,
yaitu di beberapa peternakan ayam layer di Kecamatan Legok, Tangerang. Dari sini
kemudian penyakit ini meluas ke 11 provinsi, antara lain di pulau Jawa dan Bali.
Karena wabah ini berlangsung cukup lama, yaitu dari Agustus 2003 sampai Januari
2004, maka sempat menimbulkan dampak ekonomi yang luas. Dari berbagai sumber
diperoleh informasi bahwa angka kematian ternak ungags mencapai 6-10 juta ekor dan
produksi telur dan daging mengalami penurunan antara 30-40 persen. Beberapa
perusahaan peternakan, khususnya peternakan rakyat gulung tikar karena terjadinya
penurunan permintaan telur dan daging.
Kerugian yang sangat signifikan dari Avian Influenza yang dapat dilihat adalah :
1. Dampak wabah AI dapat dilihat dari suplai DOC atau Day Old Chicken (ayam dengan
umur dibawah 10 hari dan paling lama 14 hari) untuk broiler dan layer setelah bulan
Oktober 2003. Suplai yang sebelumnya berfluktuasi secara normal, menjadi turun tajam
hingga Februari 2004.
2. Produksi DOC dalam negeri yang mengalami penurunan sebesar 9,6 persen untuk broiler
dan 27,5 persen untuk layer.
3. Kegiatan impor dan ekspor yang mengalami gangguan, pada tahun 2002 masih normal
namun setelah wabah pada tahun 2003, impor DOC dihentukan, tetapi impor telur tetas
masih berlangsung, 2004 impor DOC maupun telur tetas dihentikan seluruhnya.
4. Selain itu, wabah AI juga mempengaruhi angka ekspor DOC tahun 2003, yang ternyata
mengalami penurunan sekitar 30 persen dibanding angka ekspor tahun 2002. Hal ini
disebabkan adanya penolakan dari negara-negara importir karena mewabahnya AI di
Indonesia, sehingga pada tahun 2004 tidak ada ekspor lagi. Untuk broiler bahkan tahun
2003 sudah tidak ada ekspor lagi, kecuali telur tetas yang jumlahnya setara dengan 695 ribu
ekor DOC. Wabah AI membawa kerugian cukup besar bagi pembibit, mengingat investasi
untuk memproduksi DOC dengan tujuan ekspor dan pasar dalam negeri terpaksa
menganggur.
5. Setelah wabah AI, volume penjualan hanya mencapai 60 persen disbanding sebelum wabah.
Penurunan ini disebabkan harga DOC yang turun sampai 70,5 persen dan permintaan DOC
yang juga turun antara 40-100 persen. Demikian pula supplier pakan di kabupaten yang
sama juga mengalami penurunan volume penjualan sampai 60 persen, karena adanya
penurunan permintaan. Setelah masa wabah, volume penjualan meningkat hanya sampai 60
persen, padahal pada saat itu harga pakan meningkat sampai 34 persen. Penurunan
permintaan setelah wabah AI disebabkan oleh kenaikan harga pakan yang cukup tajam.
Secara kontras, pedagang obat-obatan dan feed supplement justru memperoleh keuntungan
lebih besar, karena adanya peningkatan permintaan akan kedua jenis input tersebut. Volume
penjualan mereka bahkan meningkat sampai 80 persen.
6. Kompas FBPI atau Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan
Menghadapi Pandemi Influenza memperkirakan besar kerugian akibat wabah AI di
Indonesia dari tahun 2004-2008 yaitu sebesar 4,3 triliun. Dimana perkiraan tersebut
didapatkan berdasarkan model standar Computable General Equilibrium (CGE).
7. Komnas FBPI melakukan simulasi ekonomi jika dampak flu burung memasuki tahap pra-
pandemi dan pandemic dengan menggunakan data 2006. AI ini akan menyebabkan
kerugian jangka pendek sebesar Rp 14 - Rp 48 triliun. Pada lingkup industri peternakan,
dampak AI telah dikaji yang meliputi: (i) penurunan jumlah permintaan DOC di wilayah
terserang sebesar 57,9 persen untuk broiler dan 40,4 persen untuk DOC petelur, (ii)
penurunan permintaan semua jenis pakan sebesar 4 persen, (iii) penurunan suplai produk
broiler sebesar 40,7 persen dan telur sebesar 52,6 persen dan (iv) penurunan kesempatan
kerja sebesar 39,5 persen di wilayah terserang AI. (Yusdja et al., 2004).

2.4 Kontrol Penyakit Avian Influenza


Kebijakan penanganan AI di Indonesia sendiri berada pada Surat Keputusan Dirjen
Peternakan No. 17/Kpts/PD.640/F/02.04 tanggal 4 Pebruari 2004 tentang Pedoman Pencegahan,
Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Menular Influenza pada Unggas, Avian Influenza (AI).
Pedoman tersebut meliputi (i) peningkatan biosecurity, (ii) program vaksinasi. (iii) depopulasi, (iv)
pengendalian lalu lintas ternak, (v) surveillance dan tracing (penelusuran), (vi) restocking, (vii)
stamping out, (viii) public awareness dan (ix) pelaporan, monitoring dan evaluasi. Menurut Siregar,
2008 saat itu dari 33 provinsi, 31 diantara nya sudah tertular, dengan provinsi yang bebas yaitu
Gorontalo dan Maluku Utara sehingga tindak lanjut yang dilakukan adalah dikeluarkannya
Pedoman Pemeliharaan Unggas di Pemukiman, sebagai acuan aparatur pemerintah dalam
pembinaan dan pengawasan terhadap pemeliharaan unggas di pemukiman dan bagi masyarakat
dalam melakukan usaha pemeliharaan unggas. Pedoman ini dasarnya adalah Peraturan Mentan No.
50/Permentan/OT.140/10/2006 yang antara lain meliputi (i) persyaratan pemeliharaan unggas di
pemukiman, (ii) tindakan yang harus dilakukan apabila terjadi kasus AI dan (iii) pembinaan dan
pengawasan. Pada intinya pedoman ini menganjurkan masyarakat untuk tidak memelihara unggas
di lingkungan pemukiman karena berisiko tinggi terhadap penularan AI. Bagi pemelihara unggas,
persyaratan bakunya adalah (i) kandang dipisah dari pemukiman dan tidak terjadi pencemaran, (ii)
unggas harus dikandangkan, tidak berkeliaran, (iii) kandang terpisah dari rumah, (iv) unggas tidak
dicampur. (v) unggas yang baru datang, minimal dipisahkan selama 7 hari dan (vi) menghindarkan
anak dan lansia kontak dengan unggas. Bagi yang pernah memelihara unggas dan ingin memulai
lagi, maka dia harus (i) membersihkan kandang, (ii) membersihkan lingkungan kandang, (iii)
membakar sisa kotoran, (iv) harus menunggu 2 bulan untuk mengisi kandang lagi dan (v)
melakukan dekontaminasi, desinfeksi dan desposal.
2.4.1 Pencegahan Kepada Anak-anak
Beberapa upaya pencegahan Avian Influenza pada anak-anak, meliputi :
1. Menghindari kontak dengan dengan unggas atau bahan yang berasal dari unggas yang sakit,
pemberian obat-obatan (khemoprofilaksis), dan pemberian vaksin.
2. Upaya pencegahan penularan dilakukan dengan cara menghindari bahan yang
terkontaminasi tinja dan sekret unggas, dengan tindakan seperti menggunakan
menggunakan pelindung (masker, kaca mata renang) bagi setiap orang yang berhubungan
dengan bahan yang berasal dari saluran cerna unggas.
3. Bahan yang berasal dari saluran cerna unggas seperti tinja harus ditatalaksana dengan baik
(ditanam/dibakar) agar tidak menjadi sumber penularan bagi orang di sekitarnya.
4. Alat-alat yang dipergunakan dalam peternakan harus dicuci dengan desinfektan. Kandang
dan tinja tidak boleh dikeluarkan dari lokasi peternakan. Daging ayam yang dikonsumsi
harus terlebih dahulu dimasak pada suhu 80°C selama 1 menit, sedangkan telur unggas
perlu dipanaskan pada suhu 64°C selama 5 menit. Tindakan lainnya adalah melaksanakan
kebersihan lingkungan dan melakukan kebersihan diri.

2.4.2 Vaksinasi
Vaksinasi merupakan ukuran biosekuriti yang paling penting untuk melawan AI, namun
secara umum belum ada vaksin yang tersedia untuk H5N1, yang ada hanya vaksin influenza pada
manusia, proteksi vaksin ini bertahan selama empat dan enam bulan dan respon imunitas berada di
antara 70% dan 90% pada orang dewasa yang sehat.
Vaksinasi terhadap influenza yang umum direkomendasikan kepada kelompok yang
memiliki risiko, meliputi kelompok yang termasuk dalam data nasional dan kapasitas nasional,
dimana termasuk orang yang berisiko tinggi terkena infeksi (contoh peternak ungags, dokter
hewan, pekerja lab), tenaga kesehatan, wanita hamil, dan anak anak yang berusia 6 bulan hingga 23
bulan.
A. Vaksinasi terhadap Anak-anak
Imunisasi influenza dianjurkan mulai dari bayi yang berusia diatas 6 bulan hingga anak dan
orang dewasa yang mempunyai risiko komplikasi. Vaksin diberikan secara intramuskuler untuk
imunisasi primer pada anak di atas 9 tahun. Vaksin diberikan diberikan 2 kali, dengan selang waktu
satu bulan. Setelah itu, vaksin diberikan setahun sekali. Untuk anak berusia 6 hingga 36 bulan,
dosisnya adalah 0,25 ml, sedangkan untuk anak yang berusia 3 tahun hingga 8 tahun, dosisnya
adalah 0,5 ml.
B. Vaksinasi Untuk Unggas
Vaksin inaktif berkualitas baik telah terbukti efektif dalam mengurangi angka
kematian, atau mencegah penyakit pada unggas domestik. Beberapa burung yang
divaksinasi mungkin tetap terinfeksi dan menyebarkan virus ke burung yang tidak
divaksinasi. Oleh karena itu, jika vaksinasi diperlukan, itu harus mencakup semua
burung di pendirian yang sama dan yang berdekatan kedekatan. Vaksin diproduksi
hanya untuk perlindungan strain AI yang terkenal, karena tidak ada proteksi silang
antara hemagluttinin (HA) subtipe (ada 15 subtipe HA).
Vaksin virus rekombinan yang mengandung gen yang mengkode produksi H5
antigen tersedia dan sedang digunakan di beberapa negara. Unggas divaksinasi dengan
vaksin dari virus yang tidak aktif yang tidak menimbulkan risiko bagi burung lain atau
manusia. Vaksinasi memastikan bahwa jika burung yang terinfeksi namun tidak
menunjukan gejala tidak dapat masuk kedalam rantai makanan manusia dan mereka
tidak menimbulkan risiko Kesehatan masyarakat.
2.4.3 Biosekuriti dan Manajemen Penanganan Penyakit
Biosekuriti adalah implementasi ukuran yang dapat mengurangi angka risiko
dari pengenalan dan juga penyebaran dari suatu agen penyakit. Biosekuriti
membutuhkan penerapan dari sikap, perilaku (termasuk system produksi), dan
motivasi terhadap manusia untuk mengurangi risiko dalam segala aktivitas termasuk
pada hewan domestic, hewan eksotis yang di pelihara, burung liar, dan produknya.
Garis pertahanan biosekuriti dapat dibentuk antara tempat dan virusnya, yaitu
sebagai berikut:
- Membuat kendang peternakan dengan jalan anti rodensia, serangga, dan lalat
- Jangan menggabungkan dua spesies bersamaan, seperti ayam tidak boleh dicampur
dengan bebek karena bebek dapat menjadi karier virus dan dapat menularkan ke ayam
- Bangunan harus dibuat agar mudah untuk dibersihkan dan di disinfeksi dengan efektif
- Para karyawan yang bekerja harus di berikan fasilitas baju kerja yang aman, sepatu
boots, masker dan sarung tangan
- Baskom berisi disinfektan harus di tempatkan di pintu masuk kendang
- Semua kendaraan harus didesinfeksi sebelum dan segera setelah meninggalkan tempat;
mereka harus diparkir sejauh mungkin dari bangunan pertanian
- Pakaian kotor harus ditinggalkan di tempat yang telah ditentukan 'area kotor' untuk
pembersihan yang tepat
- Desinfeksi semua peralatan baru yang diperkenalkan ke tempat
- Tidak meminjam peralatan dari peternakan lain
- Siapa pun yang bekerja di peternakan unggas harus hindari kontak dengan burung liar,
unggas air, kawanan halaman belakang, burung buruan,
- Pisahkan burung baru dan burung muda dari yang lebih tua dan pastikan burung yang
lebih tua diperiksa terakhir setiap hari
- jika terjadi wabah penyakit menular, bersihkan unggas, disinfeksi rumah secara
menyeluruh dan disinfeksi menyeluruh mereka sebelum restock dengan burung baru
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Avian Influenza (AI) atau flu burung merupakan penyakit zoonosis yang ditularkan oleh
virus Avian Influenza tipe A sub tipe H5N1 dari family Orthomyxoviridae. Penyakit ini merupakan
salah satu penyakit hewan menular yang bersifat akut. Umumnya penyakit ini menyerang unggas
dan dapat juga menular pada hewan lain seperti kucing, anjing (Komnas FBPI, 2009). Flu burung
termasuk jenis penyakit yang sangat menular, menular dengan sangat cepat dan dapat
menyebabkan kematian. Penanggulangan penyakit ini harus cepat, tepat, dan cermat karena dapat
menyebabkan kematian pada unggas dengan cepat. Selain pada unggas, kucing, dan anjing
penyakit ini juga dapat menyerang pada manusia. Penanggulangan pada penyakit ini dengan
menjaga kebersihan, hindari kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi dan memasak hewan
unggas untuk konsumsi secara matang.

3.2.Saran
Penyakit Avian Influenza merupakan salah satu penyakit pada unggas yang memberikan
berbagai dampak kerugian baik untuk unggas itu sendiri dan maupun untuk peternak. Penyakit
Avian Influenza ternyata tidak hanya dapat diselesaikan dengan pemberian vaksin. Maka dari itu
alangkah baiknya jika pemberian vaksinasi ini dibarengi dengan perbaikan biosekuriti dan
sanitasi kandang yang baik dan benar.

11
DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar., 2011. Manifestasi Klinis, Tatalaksana dan Pencegahan Avian Influenza pada Anak.
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 11 Nomor 1 April 2011
Bano, S.; Naeem, K.; Malik, S. A. (2003). Evaluation of Pathogenic Potential of Avian Influenza
Virus Serotype H9N2 in Chickens. Avian Diseases, 47(s3)
Basuno, Edi., 2008. REVIEW DAMPAK WABAH DAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN
AVIAN INFLUENZA DI INDONESIA. Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 6 No. 4,
Desember 2008 : 314 – 334
Charisis, Nikolas., 2008. Avian influenza biosecurity: a key for animal and human protection.
Veterinaria Italiana, 44 (4), 657‐669
David E. Swayne., DVM, PhD, DACVP, DACPV, USDA-ARS. 2019. Avian Influenza. Southeast
Poultry Research Laboratory
Niti Mittal and Bikash Medhi. 2007. The Bird Flu: A New Emerging Pandemic Threat And Its
Pharmacological Intervention
R. DAMAYANTI, NLP. I. DHARMAYANTI, R. INDRIANI, A. WIYONO dan DARMINTO.
2004. Gambaran Klinis dan Patologis pada Ayam yang Terserang Flu Burung Sangat
Patogenik (HPAI) di Beberapa Peternakan di Jawa Timur dan Jawa Barat
Siregar, E., 2008. Perencanaan, Sosialisasi dan Implementasi Kebijakan Pengendaliann Avian
Influenza. Lokakarya Kebijakan Pengendalian Penyakit Flu Burung (Avian Influenza),
Implementasi, Dampak dan Pembelajaran. Kerjasama PSEKP dengan ACIAR. Bogor, 22
Mei 2008.
Yusdja, Y., E. Basuno, I.W. Rusastra, M. Ariani, Suharsono dan P. Situmorang, 2004. Penelitian
Dampak Sosial Ekonomi krisis Avian Influenza terhadap System Produksi Unggas di
Indonesia dengan Fokus Utama Peternak Kecil Mandiri. Kerjasama antara Pusat penelitian
dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian dengan Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Bina Produksi
Peternakan dan FAO-RAP Bangkok-TCP/RAS/3010.

12

Anda mungkin juga menyukai