Anda di halaman 1dari 2

Nama : Muhammad Gus Shofi

NIM : 1809511102
Kelas : 18 D
Pelaku Kesehatan Hewan Nasional Menurut UU No. 18/2009
Ada beberapa yang harus dipahami bila menjadi seorang dokter hewan dengan
berpedoman dalam UU No. 18/2009 antaranya sebagai berikut.
1. Organisasi Profesi Kedokteran Hewan
(Pasal 68 ayat 5) Otoritas veteriner bersama organisasi profesi kedokteran hewan
melaksanakan Siskeswanas dengan memberdayakan potensi tenaga kesehatan hewan dan
membina pelaksanaan praktik kedokteran hewan di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. (Pasal 72 ayat 2) Untuk mendapatkan surat izin praktik kesehatan
hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tenaga kesehatan hewan yang bersangkutan
mengajukan surat permohonan untuk memperoleh surat izin praktik kepada
bupati/walikota disertai dengan sertifikat kompetensi dari organisasi profesi kedokteran
hewan.
2. Dokter Hewan
(Pasal 1 ayat 29) Dokter hewan adalah orang yang memiliki profesi di bidang
kedokteran hewan, sertifikat kompetensi, dan kewenangan medik veteriner dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan hewan. (Pasal 1 ayat 30) Dokter hewan berwenang
adalah dokter hewan yang ditunjuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati atau walikota
sesuai dengan kewenangannya berdasarkan jangkauan tugas pelayanannya dalam rangka
penyelenggaraan kesehatan hewan.
3. Dokter Hewan Berwenang
(Pasal 47 ayat 4) Hewan atau kelompok hewan yang menderita penyakit menular
dan tidak dapat disembuhkan berdasarkan visum dokter hewan berwenang serta
membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan harus dimusnahkan atas permintaan
pemilik hewan, peternak, perusahaan peternakan, Pemerintah, dan/atau Pemerintah
Daerah. (Pasal 62 ayat 3) Usaha rumah potong hewan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) harus dilakukan di bawah pengawasan dokter hewan berwenang di bidang pengawasan
kesehatan masyarakat veteriner.
4. Otoritas Veteriner
(Pasal 1 ayat 28) yaitu, Otoritas veteriner adalah kelembagaan Pemerintah
dan/atau kelembagaan yang dibentuk Pemerintah dalam pengambilan keputusan tertinggi
yang bersifat teknis kesehatan hewan dengan melibatkan keprofesionalan dokter hewan
dan dengan mengerahkan semua lini kemampuan profesi mulai dari mengindentifikasikan
masalah, menentukan kebijakan, mengoordinasikan pelaksana kebijakan, sampai dengan
mengendalikan teknis operasional di lapangan. (Pasal 46 ayat 3) Otoritas veteriner
bersama organisasi profesi kedokteran hewan melaksanakan Siskeswanas dengan
memberdayakan potensi tenaga kesehatan hewan dan membina pelaksanaan praktik
kedokteran hewan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
5. Tenaga Kesehatan Hewan
(Pasal 1 ayat 43) menyatakan bahwa Tenaga kesehatan hewan adalah orang yang
menjalankan aktivitas di bidang kesehatan hewan berdasarkan kompetensi dan
kewenangan medik veteriner yang hierarkis sesuai dengan pendidikan formal dan/atau
pelatihan kesehatan hewan bersertifikat. Selai itu tenaga kesehatan diberdayakan oleh
otoritas veteriner dan itu tercantum dalam (Pasal 47 ayat 1) Pengobatan hewan menjadi
tanggung jawab pemilik hewan, peternak, atau perusahaan peternakan, baik sendiri
maupun dengan bantuan tenaga kesehatan hewan.
6. Pemilik Hewan, Peternak, Pengusaha di Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan
(Pasal 45 ayat 1) menyatakan setiap orang, termasuk peternak, pemilik hewan,
dan perusahaan peternakan yang berusaha di bidang peternakan yang mengetahui
terjadinya penyakit hewan menular wajib melaporkan kejadian tersebut kepada
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau dokter hewan berwenang setempat. Dan pada
(Pasal 47 ayat 4) Hewan atau kelompok hewan yang menderita penyakit menular dan
tidak dapat disembuhkan berdasarkan visum dokter hewan berwenang serta
membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan harus dimusnahkan atas permintaan
pemilik hewan, peternak, perusahaan peternakan, Pemerintah, dan/atau Pemerintah
Daerah.

Anda mungkin juga menyukai