secara turun temurun di masyarakat. Berdasarkan undang – undang nomor 36 tahun 2009 pasal 1
ayat (9) yang Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang
secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan
norma yang berlaku di masyarakat.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 61 tahun 2016 Pasal 18 ayat (2), kode etik
penyehat tradisional merupakan pedoman perilaku penyehat tradisional dalam interaksinya dengan
klien, sesama penyehat tradisional, dan masyarakat.
a. Kewajiban Umum
Pasal 1
Setiap HATTRA anggota ASPETRI harus menjunjung tinggi, menghayati serta mengamalkan sumpah
sebagai Pengobat Tradisional Ramuan Indonesia.
Pasal 2
Seorang HATTRA anggota ASPETRI harus senantiasa melaksanakan profesinya sesuai dengan
pendidikan dan/atau kompetensinya.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan sebagai HATTRA, anggota ASPTERI tidak boleh di pengaruhi oleh
sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4
Setiap HATTRA anggota ASPETRI harus menghindarkan diri dari perbuatan memuji diri sendiri dan
promosi berlebihan.
Pasal 5
Setiap HATTRA anggota ASPETRI tidak boleh melakukan tindakan/ucapan yang akan melemahkan
daya tahan psikis atau fisik klien.
Pasal 6
Setiap HATTRA anggota ASPETRI harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan
menerapkan setiap penemuan teknik/pengobatan baru yang belum pasti kebenarannya.
Pasal 7
Seorang HATTRA anggota ASPETRI wajib memberikan keterangan atau pendapat serta nasehat yang
dapat dibuktikan kebenarannya dan hanya diberikan untuk kepentingan klien.
Pasal 8
Seorang HATRRA anggota ASPETRI dalam setiap praktik pengobatan jamu tradisional harus
memberikan layanan yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral, disertai kasih sayang
penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 9
Seorang HATTRA anggota ASPETRI harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan klien dan
sesama HATTRA, dan mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam
karakter dan kompetensi.
Pasal 10
Seorang HATTRA anggota ASPETRI harus menghormati hak klien, hak sejawatnya, hak tenaga
kesehatannya lainnya, dan harus menjaga kepercayaan klien.
Pasal 11
Setiap HATRA anggota ASPETRI berkewajiban melindungi makhluk hidup sebagai insan ciptaan Allah
SWT.
Pasal 12
Seorang HATTRA anggota ASPETRI dalam setiap melakukan pekerjaannya harus memperhatikan
kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh
(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) baik fisik maupun psikologis, serta berusaha menjadi
pendidik dan mengabdi pada masyarakat sebenar-benarnya.
Pasal 13
Seorang HATTRA anggota ASPETRI, dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan
serta bidang lainnya dan masyarakat harus saling menghormati.
Pasal 14
Setiap HATTRA anggota ASPETRI wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu serta
ketrampilan untuk kepentingan klien. Bilamana tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan, maka atas persetujuan klien, ia wajib merujuk kepada teman sejawat yang lebih
mampu atau dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Pasal 15
Setiap HATTRA anggota ASPETRI, harus memberikan kesempatan kepada klien agar senantiasa
dapat berhubungan dengan keluarganya serta penasihatnya dalam beribadat dan atau masalah
lainnya.
Pasal 16
Setiap HATTRA anggota ASPETRI wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
seorang klien, bahkan juga setelah klien itu meninggal dunia.
Pasal 17
Setiap HATTRA anggota ASPETRI, wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas
perikemanusiaan, kecuali bila diyakininya ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
Pasal 18
Setiap HATTRA anggota ASPETRI memperlakukan teman sejawatnya dengan baik sebagaimana ia
ingin diperlakukan.
Pasal 19
Setiap HATTRA anggota ASPETRI, tidak boleh mengambil alih klien dari teman sejawatnya, kecuali
dengan persetujuan, atau berdasarkan sebuah prosedur yang telah disepakati.
Pasal 20
Setiap HATTRA harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
Pasal 21
Setiap HATTRA anggota ASPETRI harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran/kesehatan.
Pasal 22
Setiap HATTRA anggota ASPETRI dalam praktik pemberian ramuan dilarang keras untuk
mencampurkan BKO (Bahan Kimia Obat) di dalam ramuannya dan/atau obat keras, narkotika,
psikotropika, serta bahan berbahaya lainnya.
Pasal 23
Setiap HATTRA anggota ASPETRI hanya dapat menggunakan peralatan yang aman bagi kesehatan
dan sesuai dengan metode keilmuannya.
Pasal 24
Setiap HATTRA anggota ASPETRI bersedia memberikan bantuan keahliannya apabila diminta oleh
rekan sesama HATTRA.
Pasal 25
Seorang HATTRA anggota ASPETRI harus selalu mengikuti dan menaati kode etik yang berlaku, segala
pelanggaran terhadap kode etik akan diselesaikan melalui Komisi Kode Etik yang anggotanya di
tunjuk oleh asosiasi.
Pasal 26
Bagi HATTRA anggota ASPETRI yang melanggar kode etik akan diberikan sanksi dan peringatan ke-1,
ke-2 dan ke-3 sampai di cabutnya keanggotaan dari ASPETRI dan hak ijin praktik.
Pasal 27
Bagi HATTRA anggota ASPETRI harus berusaha menaati dengan sungguh-sungguh menghayati,
mengamalkan dalam pekerjaannya sehari-hari, menjaga nama baik dan martabatnya sebagai
penyehat.
1) Pelayanan kesehatan tradisional dibina dan diawasi oleh pemerintah agar dapat
dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama.
5) Setiap orang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan
teknologi harus mendapat izin (SITP (Surat Izin Pengobatan Tradisional)) dari lembaga kesehatan
yang berwenang.
6) Orang yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan kesehatan tradisional sehingga
mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat atau kematian dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
7) Pengobat tradisional harus memberikan informasi yang tepat dan jelas kepada pasien
mengenai tindakan pengobatan yang dilakukan mencakup keuntungan dan kerugian serta mendapat
persetujuan pasien sebelum melakukan tindakan pengobatan.
10) Obat yang digunakan merupakan obat racikan dan/atau obat yang diproduksi oleh industri
obat tradisional (pabrikan) yang telah memiliki izin dan terdaftar.
11) Sumber obat tradisional yang sudah terbukti berkhasiat dan aman digunakan tetap dijaga
kelestariannya.
12) Pemerintah menjamin pengembangan dan pemeliharaan bahan baku obat tradisional.
13) Setiap orang yang melakukan pengobatan tradisional harus mengikuti pendidikan, pelatihan
atau kursus
Pelaksanaan pengobatan tradisional secara rinci diatur dalam peraturan perundang – undangan
yakni :
- Undang – Undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 1 ayat (9) dan (16), 48 ayat
(1), 59, 60,61,62, 100, 101, 104 ayat (2), 105 ayat (2), dan Pasal 191
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2014 Tentang Pelayanan
Kesehatan Tradisional
- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2016 Tentang Pelayanan
Kesehatan Tradisional Empiris
- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 006 Tahun 2012 Tentang Industri
Dan Usaha Obat Tradisional
Dapus
Pabbu, Rahman.S. A. 2012. Kode Etik dan Hukum Kesehatan. Makassar: Kedai Aksara
https://www.aspetri.org/kode-etik-aspetri/