Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28 H ayat (1) dan Pasal 34
ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Praktik Apoteker adalah serangkaian kegiatan atau tindakan professional
apoteker pada pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan
farmasi, pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan keapotekeran
kepada pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan klinis dan
veteriner.
2. Apoteker adalah tenaga profesional dibidang kefarmasian terdiri dari
apoteker dan apoteker spesialis yang merupakan lulusan program
pendidikan profesi keapotekeran, baik didalam maupun diluar negri yang
diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang undangan, dengan kewenangan melakukan praktek
apoteker secara mandiri sebagai apoteker dan apoteker spesialis
3. Pendidikan profesi keapotekeran adalah pendidikan tinggi meliputi
sarjana farmasi yang dilanjutkan dengan pendidikan profesi yang
menyiapkan mahasiswa untuk dapat melakukan praktik apoteker.
Masyarakat Farmasi Indonesia Page 2
4. Konsil Apoteker Indonesia adalah lembaga yang melaksanakan tugas
secara independen dalam mengatur, mengesahkan, menetapkan serta
membina dan mengawasi apoteker yang menjalankan praktik apoteker
sesuai dengan kewenangan professional yang dimilikinya.
5. Kolegium Keapotekeran Indonesia adalah badan yang dibentuk oleh
organisasi profesi untuk masing-masing cabang disiplin ilmu yang bertugas
mengampu cabang disiplin ilmu tersebut.
6. Majelis Kehormatan Disiplin Apoteker Indonesia adalah lembaga yang
berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan
apoteker dalam penerapan disiplin ilmu keapotekeran, dan menetapkan
sanksi.
7. Perbekalan Farmasi adalah sediaan farmasi, bahan medis habis pakai
dan alat kesehatan.
8. Sediaan farmasi adalah Bahan Obat, Obat, Obat hewan, Obat tradisional
dan kosmetika.
9. Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk
penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam
peraturan perundang-undangan
10. Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang
tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk
struktur dan memperbaiki fungsi tubuh
11. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan
atau apoteker yang melakukan praktik mandiri apoteker, kepada
apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronik untuk
menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien/klien sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
12. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
13. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Hewan adalah suatu alat dan/atau tempat
yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan hewan
meliputi pelayanan jasa laboratorium veteriner, perayanan jasa
laboratorium pemeriksaan dan pengujian veteriner, pelayanan Jasa
Medik veteriner, dan pelayanan jasa di pusat Kesehatan Hewan atau pos
Kesehatan Hewan.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
BAB III
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
Pasal 4
Pengaturan praktik apoteker bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu keahlian dan kompetensi sesuai dengan
kewenangan apoteker yang beretika dan bermoral tinggi.
b. Menjamin keamanan, mutu dan khasiat/kemanfaatan seluruh
perbekalan farmasi yang dihasilkan oleh fasilitas produksi farmasi
c. Meningkatkan kualitas pelayanan apoteker kepada pasien/klien
sebagai bagian dari sistem pelayanan kesehatan dan pelayanan
kesehatan hewan di Indonesia
d. Menjamin ketersediaan ,keterjangkauan dan pemerataan pelayanan
apoteker , perbekalan farmasi bagi masyarakat yang terjamin
keamanan, mutu dan khasiat/kemanfaatannya.
e. Memberikan kepastian hukum kepada sumber daya manusia apoteker
dan pasien/klien penerima manfaat dari pelaksanaan praktik apoteker.
f. Meningkatkan mutu penelitian dan pengembangan perbekalan
farmasi.
Bagian Kesatu
Pasal 5
Cakupan Praktik Apoteker
BAB V
FASILITAS PENYELENGGARA PRAKTIK APOTEKER
Pasal 7
Fasilitas Penyelenggara Praktik Apoteker adalah fasilitas atau tempat
apoteker melaksanakan praktik apoteker yang terdiri atas:
a. Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi
b. Fasilitas Pendistribusi Perbekalan Farmasi
c. Fasilitas Pelayanan Keapotekeran
d. Fasilitas Penyelenggara Praktik Apoteker Pendidikan
Pasal 8
Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi
Pasal 9
Fasilitas Pendistribusi Produk Farmasi
BAB VI
KONSIL APOTEKER INDONESIA
Bagian Kesatu
Nama dan Kedudukan
Pasal 12
Pasal 13
Konsil Apoteker Indonesia berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik
Indonesia.
Bagian Kedua
Fungsi, Tugas dan Wewenang
Pasal 14
Konsil Apoteker Indonesia mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan,
penetapan serta pembinaan dan pengawasan apoteker yang menjalankan
praktik apoteker.
Pasal 16
Pasal 17
Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi, tugas dan wewenang Konsil Apoteker
Indonesia diatur dengan Peraturan Konsil Apoteker Indonesia.
Pasal 18
1. Susunan organisasi Konsil Apoteker Indonesia terdiri atas:
a. Ketua dan Wakil Ketua;
b. Ketua Devisi;
c. Anggota.
2. Konsil Apoteker Indonesia terdiri atas 3 (tiga) Divisi:
a. Divisi Registrasi
b. Divisi Pendidikan; dan
c. Divisi Pembinaan dan Pengawasan.
Pasal 19
1. Pimpinan Konsil Apoteker Indonesia terdiri atas 2 (dua) orang, yaitu Ketua
dan Wakil Ketua I merangkap anggota.
2. Pimpinan masing-masing Divisi 1 (satu) orang merangkap anggota.
3. Anggota Konsil Apoteker Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat 1 huruf c dibagi kedalam masing-masing Divisi
Pasal 20
Pasal 21
Ketua, Wakil Ketua, Ketua Devisi Konsil Apoteker Indonesia dipilih oleh
anggota dan ditetapkan dalam rapat pleno Konsil Apoteker Indonesia.
Pasal 22
Pasal 23
Pasal 24
Pasal 25
Bagian Keempat
Tata Kerja
Pasal 27
Pasal 28
Bagian Kelima
Pembiayaan
Pasal 29
Pasal 30
BAB VIII
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEAPOTEKERAN
Pasal 31
Pasal 32
BAB IX
REGISTRASI DAN PERIZINAN PRAKTIK APOTEKER
Bagian Kesatu
Registrasi Apoteker
Pasal 33
Pasal 35
STRA atau STRASp sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat 2 huruf a
diberikan kepada:
a. Apoteker warga negara Indonesia lulusan luar negeri yang telah
melakukan adaptasi Pendidikan Profesi keapotekeran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54 ayat 3 di Indonesia dan memiliki sertifikat profesi;
b. Apoteker warga negara asing lulusan program Pendidikan Profesi
keapotekeran di Indonesia yang telah memiliki sertifikat profesi dan telah
memiliki izin tinggal tetap untuk bekerja sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dan
keimigrasian; atau
c. Apoteker warga negara asing lulusan program pendidikan Profesi
keapotekeran di luar negeri dengan ketentuan:
1) telah melakukan adaptasi pendidikan profesi keapotekeran di
Indonesia;
2) telah memiliki sertifikat profesi; dan
3) telah memenuhi persyaratan untuk bekerja sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dan
keimigrasian
Pasal 35
STRA Khusus atau STRASp Khusus sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 ayat
2 huruf b dapat diberikan kepada Apoteker warga negara asing lulusan luar
negeri dengan syarat:
a. atas permohonan dari instansi pemerintah atau swasta;
b. mendapat persetujuan Menteri; dan
c. praktik apoteker dilakukan kurang dari 1 (satu) tahun.
Pasal 37
STRA, STRASp, STRA Khusus dan STRASp Khusus tidak berlaku karena:
a. habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang oleh yang
bersangkutan atau tidak memenuhi persyaratan untuk diperpanjang;
b. dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. permohonan yang bersangkutan;
d. yang bersangkutan meninggal dunia; atau
e. dicabut oleh Menteri atau pejabat kesehatan yang berwenang.
Pasal 39
STR Sementara
Pasal 40
Pasal 41
Izin Praktik Sementara
Pasal 42
Bagian Pertama
Pelaksanaan Praktik Apoteker di Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi
Pasal 43
Pasal 44
1. Setiap apoteker, dalam melaksanakan praktik apoteker di Fasilitas
Produksi Sediaan Farmasi diberikan kewenangan professional untuk
melakukan praktik produksi sediaan farmasi dan pengelolaan perbekalan
farmasi dalam rangka memproduksi sediaan farmasi, meliputi :
a. Melakukan pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan farmasi
b. Melakukan pemilihan; perencanaan kebutuhan; pengadaan;
penerimaan; penyimpanan; pendistribusian; pemusnahan dan
penarikan; pengendalian; dan administrasi perbekalan farmasi yang
tersedia di Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi dalam rangka
memproduksi sediaan farmasi
Bagian Kedua
Pelaksanaan Praktik Keapotekeran
di Fasilitas Pendistribusi Perbekalan Farmasi
Pasal 45
Pasal 46
Pasal 47
1. Setiap Fasilitas Pelayanan Keapotekeran kecuali praktik mandiri apoteker
harus memiliki seorang Apoteker Spesialis dengan STRASp aktif atau
Apoteker dengan STRA aktif sebagai penanggung jawab.
2. Jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk operasional Fasilitas
Pelayanan Keapotekeran ditentukan oleh apoteker penanggung jawab
Fasilitas Pelayanan Keapotekeran berdasarkan pertimbangan beban
kerja dan pertimbangan lainnya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan dengan persetujuan pihak terkait di Fasilitas
Pelayanan Keapotekeran.
3. Ketentuan lebih lanjut tentang Praktik Mandiri Apoteker sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Konsil Apoteker Indonesia.
Pasal 48
Pasal 49
1. Praktik pelayanan keapotekeran dapat dilakukan oleh apoteker secara
daring dengan telepharmacist.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Praktik pelayanan
keapotekeran secara daring dengan telepharmacist sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Menteri
Pasal 50
Setiap apoteker yang melaksanakan praktik apoteker di Fasilitas Pelayanan
Keapotekeran harus memasang papan nama praktik.
Pasal 51
Bagian Kelima
Rahasia Kedokteran Dan Rahasia Keapotekeran
Pasal 52
BAB XII
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian kesatu
Hak dan Kewajiban Apoteker
Pasal 54
Hak Apoteker
Apoteker dalam menjalankan praktik apoteker berhak:
a. Memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai
dengan Standar Profesi dan Standar Prosedur Operasional
b. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari Penerima Manfaat
Praktik apoteker atau pihak lain;
c. Menerima imbalan jasa praktik apoteker diluar nilai harga perbekalan
farmasi yang digunakan;
d. Memperoleh pelindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja,
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral,
kesusilaan, serta nilai-nilai agama;
e. Mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan profesi dan/atau
kompetensinya;
f. Menolak keinginan Penerima Manfaat Praktik Apoteker atau pihak lain
yang bertentangan dengan Standar Profesi, kode etik, standar
pelayanan, Standar Prosedur Operasional, atau ketentuan Peraturan
Perundang-undangan;
g. Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Masyarakat
Pasal 56
Setiap orang berhak atas penyelenggaraan praktek apoteker
Pasal 57
1. Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pelayanan
keapotekeran oleh apoteker yang memiliki keahlian dan kewenangan
sesuai peraturan perundang-undangan
2. Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan
pelayanan keapotekeran bagi dirinya.
3. Setiap orang berhak mendapatkan edukasi tentang produk farmasi yang
seimbang dan bertanggung jawab oleh apoteker yang memiliki keahlian
dan kewenangan sesuai peraturan perundang-undangan
4. Setiap orang berhak mendapatkan pelayanan swamedikasi dan/atau
penggunaan penggunaan sediaan farmasi yang aman dan efektif oleh
apoteker yang memiliki keahlian dan kewenangan sesuai peraturan
perundang-undangan.
BAB XIII
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH
Pasal 59
1. Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur,
menyelenggarakan, membina dan mengawasi segala sesuatu yang
berkaitan dengan praktik apoteker.
2. Tanggung jawab pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditujukan dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
3. Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan, akses terhadap
komuniksi, informasi dan edukasi dalam pelayanan keapotekeran yang adil
dan merata bagi masyarakat.
4. Pemerintah bertanggung jawab atas dan ketersediaan apoteker, Fasilitas
Pelayanan Keapotekeran dan Produk sediaan farmasi yang merata bagi
seluruh masyarakat.
5. Pemerintah bertanggung jawab atas keamanan, mutu, kemanfaatan,
akses dan keterjangkauan masyarakat dalam pelayanan keapotekeran.
6. Pemerintah bertanggung jawab atas pencegahan penyaluran produk
sediaan farmasi diluar Fasilitas Pelayanan Keapotekeran.
7. Pemerintah bertanggung jawab atas pencegahan pemberian pelayanan
keapotekeran oleh yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan sesuai
peraturan perundang-undangan.
Bagian Pertama
Majelis Kehormatan Disiplin Apoteker Indonesia
Pasal 60
Pasal 61
Pasal 62
Pasal 63
Pasal 64
Pasal 65
Pasal 66
Pasal 67
Pasal 68
Pasal 69
Majelis Kehormatan Disiplin Apoteker Indonesia bertugas :
1. menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran
disiplin apoteker yang diajukan;
2. menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran
disiplin apoteker.
Pasal 70
Segala pembiayaan kegiatan Majelis Kehormatan Disiplin Apoteker Indonesia
dibebankan kepada anggaran Konsil Apoteker Indonesia.
Pasal 71
Bagian Ketiga
Pemeriksaan
Pasal 72
Pasal 73
Bagian Keempat
Keputusan
Pasal 74
Bagian Kelima
Pengaturan Lebih Lanjut
Pasal 75
BAB XV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 76
Pasal 77
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 84
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 78
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan pelaksanaan praktik apoteker
dapat dilakukan audit apoteker.
BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 81
Peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini
ditetapkan paling lambat 5 (satu) tahun sejak tanggal pengundangan
UndangUndang ini.
Pasal 82
Pada saat Undang-undang ini berlaku, semua peraturan perundang-
undangan di bidang farmasi dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 83
1. Untuk pertama kali anggota Konsil Apoteker Indonesia diusulkan oleh
Menteri dan diangkat oleh Presiden.
2. Keanggotaan Konsil Apoteker Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 berlaku untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun sejak diangkat.
Pasal 84
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku dengan disahkannya Undang-
undang ini maka Pasal 108 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan dan Pasal 11 ayat 6 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan yang berkaitan dengan apoteker dan praktik apoteker,
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 87
Konsil Apoteker Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 harus
dibentuk paling lambat 1 (satu) bulan sebelum masa jabatan keanggotaan
Konsil Apoteker Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat 2
berakhir.
Pasal 85
Undang-Undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
UndangUndang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal …
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal ...
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,