Anda di halaman 1dari 38

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR ……………….
TENTANG
PRAKTIK APOTEKER

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan


salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan
sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa untuk itu perlu ditingkatkan penyelenggaraan
praktik apoteker dalam upaya untuk menjamin aspek
keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu perbekalan
farmasi yang beredar; ketersediaan, pemerataan, dan
keterjangkauan perbekalan farmasi; perlindungan
masyarakat dari penggunaan obat yang salah,
penyalahgunaan obat dan efek negatif penggunaan
obat hewan; penggunaan obat yang rasional; serta
upaya kemandirian di bidang farmasi melalui
pemanfaatan sumber daya dalam negeri melalui
penelitian dan pengembangan sediaan farmasi, dalam
rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
c. bahwa penyelenggaraan praktik apoteker yang
merupakan bagian integral dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan dan kesehatan hewan harus dilakukan
oleh apoteker yang memiliki etik dan moral yang tinggi,
keahlian dan kompetensi sesuai dengan tingkatan
kewenangan yang dimiliki secara terus menerus harus
ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan
berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, lisensi, serta
pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar
penyelenggaraan praktik apoteker sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 1


d. bahwa untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud
dalam huruf c perlu mengatur segala sesuatu yang
berkaitan dengan praktik apoteker secara komprehensif
dan menyeluruh dalam suatu undang-undang;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dmaksud dalam huruf a, b, c, d dan e, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Praktik Apoteker.

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28 H ayat (1) dan Pasal 34
ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PRAKTIK APOTEKER

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Praktik Apoteker adalah serangkaian kegiatan atau tindakan professional
apoteker pada pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan
farmasi, pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan keapotekeran
kepada pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan klinis dan
veteriner.
2. Apoteker adalah tenaga profesional dibidang kefarmasian terdiri dari
apoteker dan apoteker spesialis yang merupakan lulusan program
pendidikan profesi keapotekeran, baik didalam maupun diluar negri yang
diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang undangan, dengan kewenangan melakukan praktek
apoteker secara mandiri sebagai apoteker dan apoteker spesialis
3. Pendidikan profesi keapotekeran adalah pendidikan tinggi meliputi
sarjana farmasi yang dilanjutkan dengan pendidikan profesi yang
menyiapkan mahasiswa untuk dapat melakukan praktik apoteker.
Masyarakat Farmasi Indonesia Page 2
4. Konsil Apoteker Indonesia adalah lembaga yang melaksanakan tugas
secara independen dalam mengatur, mengesahkan, menetapkan serta
membina dan mengawasi apoteker yang menjalankan praktik apoteker
sesuai dengan kewenangan professional yang dimilikinya.
5. Kolegium Keapotekeran Indonesia adalah badan yang dibentuk oleh
organisasi profesi untuk masing-masing cabang disiplin ilmu yang bertugas
mengampu cabang disiplin ilmu tersebut.
6. Majelis Kehormatan Disiplin Apoteker Indonesia adalah lembaga yang
berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan
apoteker dalam penerapan disiplin ilmu keapotekeran, dan menetapkan
sanksi.
7. Perbekalan Farmasi adalah sediaan farmasi, bahan medis habis pakai
dan alat kesehatan.
8. Sediaan farmasi adalah Bahan Obat, Obat, Obat hewan, Obat tradisional
dan kosmetika.
9. Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk
penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam
peraturan perundang-undangan
10. Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang
tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk
struktur dan memperbaiki fungsi tubuh
11. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan
atau apoteker yang melakukan praktik mandiri apoteker, kepada
apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronik untuk
menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien/klien sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
12. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
13. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Hewan adalah suatu alat dan/atau tempat
yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan hewan
meliputi pelayanan jasa laboratorium veteriner, perayanan jasa
laboratorium pemeriksaan dan pengujian veteriner, pelayanan Jasa
Medik veteriner, dan pelayanan jasa di pusat Kesehatan Hewan atau pos
Kesehatan Hewan.

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 3


14. Apotek adalah Fasilitas pelayanan keapotekeran tempat apoteker
secara mandiri dan/atau bersama apoteker lain melakukan praktik
produksi atau peracikan sediaan farmasi secara terbatas, pengelolaan
perbekalan farmasi dan pelayanan keapotekeran dalam rangka
memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien/klien yang tidak
menjadi bagian atau terafiliasi pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan atau
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Hewan lain.
15. Apotek Veteriner adalah apotek dengan kekhususan pada pelayanan
kesehatan hewan.
16. Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum
yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran
perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
17. Penyalur Alat Kesehatan adalah perusahaan berbentuk badan hukum
yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat
kesehatan dalam jumlah besar sesuai ketentuan perundangundangan
18. Sertifikat Profesi adalah surat tanda pengakuan untuk melakukan praktik
profesi yang diperoleh lulusan pendidikan profesi keapotekeran
19. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap apoteker, yang telah
memiliki Sertifikat Profesi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lain serta
mempunyai pengakuan secara hukum untuk menjalankan praktik
apoteker sesuai dengan kewenangan professional yang dimilikinya
20. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis
yang diberikan oleh konsil masing-masing Tenaga Kesehatan kepada
Tenaga Kesehatan yang telah diregistrasi.
21. Surat Tanda Registrasi Apoteker Spesialis yang selanjutnya disingkat
STRASp adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Apoteker Indonesia
kepada apoteker spesialis yang telah diregistrasi.
22. Surat Tanda Registrasi Apoteker yang selanjutnya disingkat STRA adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Apoteker Indonesia kepada
apoteker yang telah diregistrasi
23. Surat Izin Praktik yang selanjutnya disingkat SIP adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Tenaga
Kesehatan sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik.
24. Surat Izin Praktik Apoteker Spesialis yang selanjutnya disingkat SIPASp
adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota kepada apoteker spesialis sebagai pemberian
kewenangan untuk menjalankan praktik apoteker.

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 4


25. Surat Izin Praktik Apoteker yang selanjutnya disingkat SIPA adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada
apoteker sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik
apoteker.
26. Elektronik Farmasi adalah sistem elektronik yang digunakan dalam
penyelenggaraan praktik apoteker.
27. Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi yang selanjutnya disingkat PSEF
adalah badan hukum yang menyediakan, mengelola, dan/atau
mengoperasikan Elektronik Farmasi untuk keperluan dirinya dan/atau
keperluan pihak lain.
28. Telepharmacist adalah model pelayanan keapotekeran dimanana proses
komunikasi profesional antara apoteker klinis ke pasien, Fasilitas
Kesehatan Praktik Mandiri Tenaga Kesehatan dan Apotek termasuk
Laboratorium Kesehatan dalam rangka memberikan pelayanan
keapotekeran kepada pasien dilakukan secara daring.
29. Pasien/klien adalah setiap individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat
yang memerlukan pelayanan keapotekeran untuk mengatasi masalah
kesehatannya, termasuk peningkatan dan pemeliharaan status
kesehatan.
30. Menteri adalah Menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang kesehatan dan/atau bidang kesehatan hewan dan/atau
pendidikan.
31. Kepala Badan adalah Kepala Badan yang bertanggung jawab di bidang
Pegawasan Obat dan Makanan
32. Otoritas veteriner adalah kelembagaan pemerintah atau Pemerintah
Daerah yang bbrtanggung jawab dan memiliki kompetensi dalam
penyerenggaraan Kesehatan Hewan.
33. Organisasi Profesi Apoteker selanjutnya disebut organisasi profesi adalah
Ikatan Apoteker Indonesia yang merupakan tempat berhimpun para
apoteker dan apoteker spesialis di Indonesia.
34. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, dan Walikota serta
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah

BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2

1. Materi yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi segala sesuatu


yang berkaitan dengan praktik apoteker yang merupakan bagian integral
dari penjela undang-undang ini

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 5


2. Materi yang diatur sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi cakupan
dan jenis praktik apoteker, Konsil Apoteker Indonesia, Standar Pendidikan
Profesi Keapotekeran, pendidikan dan pelatihan keapotekeran, registrasi
dan perizinan praktik apoteker, pelaksanaan praktik apoteker, hubungan
kerja professional apoteker, hak dan kewajiban apoteker, hak dan
kewajiban masyarakat,tanggung jawab pemerintah, disiplin apoteker,
pembinaan dan pengawasan, ketentuan pidana
3. Selain materi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur juga
penguatan dan peningkatan pembinaan dan pengawasan dan
ketentuan lain yang berkaitan dengan penegakan ketentuan yang diatur
dalam Undang-Undang ini.

BAB III
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3

Praktik apoteker dilaksanakan berasaskan Pancasila dan didasarkan pada


nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta
perlindungan dan keselamatan pasien/klien maupun kesehatan lingkungan.

Pasal 4
Pengaturan praktik apoteker bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu keahlian dan kompetensi sesuai dengan
kewenangan apoteker yang beretika dan bermoral tinggi.
b. Menjamin keamanan, mutu dan khasiat/kemanfaatan seluruh
perbekalan farmasi yang dihasilkan oleh fasilitas produksi farmasi
c. Meningkatkan kualitas pelayanan apoteker kepada pasien/klien
sebagai bagian dari sistem pelayanan kesehatan dan pelayanan
kesehatan hewan di Indonesia
d. Menjamin ketersediaan ,keterjangkauan dan pemerataan pelayanan
apoteker , perbekalan farmasi bagi masyarakat yang terjamin
keamanan, mutu dan khasiat/kemanfaatannya.
e. Memberikan kepastian hukum kepada sumber daya manusia apoteker
dan pasien/klien penerima manfaat dari pelaksanaan praktik apoteker.
f. Meningkatkan mutu penelitian dan pengembangan perbekalan
farmasi.

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 6


BAB IV
PRAKTIK APOTEKER

Bagian Kesatu
Pasal 5
Cakupan Praktik Apoteker

1. Cakupan Praktik Apoteker meliputi :


a. pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan farmasi,
b. pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian
perbekalan farmasi,
c. pelayanan obat berdasarkan resep,
d. pelayanan swamedikasi,
e. pelayanan farmasi klinik,
f. pelayanan farmasi veteriner,
g. pelayanan obat tradisional,
h. pelayanan informasi obat,
2. Pelayanan swamedikasi sebagaimana dimaksud ayat 1 huruf d adalah
pelayanan keapotekran klinik secara mandiri menggunakan sediaan
farmasi yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dapat
diserahkan oleh apoteker tanpa resep untuk penanganan gangguan
ringan (Responding to symtoms) dan pendampingan pengobatan penyakit
kronis yang terdokumentasi dalam catatan pengobatan pasien.
3. Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud ayat 1 huruf e adalah
pelayanan menggunakan perbekalan farmasi berpusat pada pasien
(patient centered-care) yang dilakukan oleh apoteker secara mandiri atau
bersama profesi kesehatan lainnya untuk mengoptimalkan keluaran
farmakoterapi yang diterima pasien.
4. Pelayanan farmasi veteriner sebagaimana dimaksud ayat 1 huruf f adalah
pelayanan obat hewan yang dilakukan oleh apoteker secara mandiri atau
bersama tenaga medik veteriner dan/atau tenaga kesehatan hewan
lainnya untuk mengoptimalkan keluaran farmakoterapi yang diberikan
kepada hewan dan mengeliminasi pengaruh yang tidak diinginkan
kepada kesehatan manusia.
5. Pelayanan obat tradisional sebagaimana dimaksud ayat 1 huruf g adalah
pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh apoteker menggunakan obat
tradisional.

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 7


Bagian Kedua
Pasal 6
Kelompok/Jenis Praktik Apoteker

1. Kelompok/jenis praktik apoteker yang dilakukan oleh apoteker, meliputi:


a. Praktik produksi sediaan farmasi
b. Praktik pengelolaan perbekalan farmasi
c. Praktik pelayanan keapotekeran
2. Praktik produksi sediaan farmasi sebagaimana dimaksud ayat 1 huruf a
meliputi praktik pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi
3. Praktik pengelolaan perbekalan farmasi sebagaimana dimaksud ayat 1
huruf b meliputi praktik pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian perbekalan farmasi.
4. Praktik pelayanan keapotekeran sebagaimana dimaksud ayat 1 huruf c
meliputi praktik pelayanan obat berdasarkan resep, pelayanan
swamedikasi, pelayanan farmasi klinik, pelayanan farmasi veteriner,
pelayanan obat tradisional dan pelayanan informasi obat
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai praktik apoteker menurut kelompok/jenis
praktik apoteker sebagaimana dimaksud ayat 2, ayat 3 dan ayat 4 disusun
oleh organisasi profesi dan ditetapkan menteri

BAB V
FASILITAS PENYELENGGARA PRAKTIK APOTEKER

Pasal 7
Fasilitas Penyelenggara Praktik Apoteker adalah fasilitas atau tempat
apoteker melaksanakan praktik apoteker yang terdiri atas:
a. Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi
b. Fasilitas Pendistribusi Perbekalan Farmasi
c. Fasilitas Pelayanan Keapotekeran
d. Fasilitas Penyelenggara Praktik Apoteker Pendidikan

Pasal 8
Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi

1. Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud pada pasal 7


huruf a adalah fasilitas atau tempat apoteker melakukan praktik produksi
sediaan farmasi, pengelolaan perbekalan farmasi dalam rangka
memproduksi sediaan farmasi.

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 8


2. Fasilitas produksi sediaan farmasi, meliputi:
a. Industri Bahan Baku Obat
b. Industri Farmasi Obat
c. Industri Farmasi Obat Hewan
d. Industri Obat Tradisional
e. Industri/Pabrik Kosmetika
3. Ketentuan mengenai perizinan pendirian Fasilitas Produksi sediaan Farmasi
sebagaimana dimaksud ayat 2 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
4. Fasilitas Produksi sediaan Farmasi dilarang memproduksi sediaan farmasi
yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat
atau kemanfaatan.
5. Pembuatan, dan pengujian obat hewan yang dilakukan oleh fasilitas
produksi sediaan farmasi sebagaimana dimaksud ayat 2 huruf c harus
dilakukan di bawah pengawasan otoritas veteriner.

Pasal 9
Fasilitas Pendistribusi Produk Farmasi

1. Fasilitas Pendistribusi Perbekalan Farmasi sebagaimana dimaksud pada


pasal 7 huruf b adalah fasilitas atau tampat apoteker melakukan praktik
pengelolaan perbekalan farmasi dalam rangka pendistribusian perbekalan
farmasi kepada Fasilitas Praktik Apoteker lainnya.
2. Fasilitas pendistribusian perbekalan farmasi, meliputi:
a. Fasilitas pendistribusian perbekalan farmasi milik swasta
b. Fasilitas pendistribusian perbekalan farmasi milik pemerintah
3. Fasilitas pendistribusian perbekalan farmasi milik swasta sebagaimana
dimaksud ayat 1 huruf a meliputi Pedagang Besar Farmasi dan Penyalur
Alat Kesehatan.
4. Ketentuan mengenai perizinan pendirian fasilitas pendistribusian
perbekalan farmasi sebagaimana dimaksud ayat 2 dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Fasilitas pendistribusian perbekalan farmasi dilarang
menyalurkan/mendistribusikan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi
standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan
mutu serta tanpa izin edar.
6. Penyediaan dan peredaran obat hewan yang dilakukan oleh fasilitas
pendistribusi sediaan farmasi sebagaimana dimaksud ayat 2 harus
dilakukan di bawah pengawasan otoritas veteriner.

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 9


Pasal 10
Fasilitas Pelayanan Keapotekeran

1. Fasilitas Pelayanan Keapotekeran sebagaimana dimaksud pada pasal 7


huruf c adalah fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau fasilitas kesehatan
hewan tempat apoteker melakukan praktik produksi atau peracikan
sediaan farmasi secara terbatas, pengelolaan perbekalan farmasi dan
pelayanan Keapotekeran dalam rangka memberikan pelayanan
kesehatan kepada pasien/klien.
2. Fasilitas pelayanan Keapotekeran, meliputi:
a. Praktik Mandiri apoteker
b. Apotek
c. Apotek Veteriner
d. Fasilitas Praktik Apoteker di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
e. Fasilitas Praktik Apoteker di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Hewan
3. Praktik Mandiri apoteker sebagaimana dimaksud ayat 2 huruf a adalah
apoteker yang melaksanakan Praktik Pelayanan Keapotekeran secara
mandiri, profesional dan independen serta tidak terafiliasi kepada Fasilitas
Praktik Apoteker.
4. Apoteker dapat mendirikan Apotek atau Apotek Veteriner dengan modal
sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baik perorangan maupun
perusahaan.
5. Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek atau Apotek Veteriner
bekerja sama dengan pemilik modal maka praktik produksi atau peracikan
sediaan farmasi secara terbatas, pengelolaan perbekalan farmasi dan
Pelayanan Keapotekeran harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh
apoteker.
6. Ketentuan mengenai kepemilikan dan perizinan pendirian Fasilitas
Pelayanan Keapotekeran sebagaimana dimaksud ayat 2 dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
7. Apotek Veteriner dan Fasilitas Praktik Apoteker di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Hewan sebagaimana dimaksud ayat 2 huruf b dan d, dilarang
memberikan pelayanan kesehatan selain pelayanan kesehatan hewan.
8. Fasilitas Pelayanan Keapotekeran dilarang mendisplay atau mengedarkan
perbekalan farmasi kecuali produk hasil praktik produksi atau peracikan
sediaan farmasi secara terbatas dalam rangka Pelayanan Keapotekeran,
yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat
atau kemanfaatan, dan mutu serta tanpa izin edar.
9. Penyediaan dan peredaran obat hewan yang dilakukan oleh Fasilitas
Pelayanan Keapotekeran sebagaimana dimaksud ayat 2 harus dilakukan
di bawah pengawasan otoritas veteriner.

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 10


Pasal 11
Fasilitas Penyelenggara Praktik Apoteker Pendidikan

1. Fasilitas Penyelenggara Praktik Apoteker Pendidikan adalah Fasilitas


Penyelenggara Praktik Apoteker mempunyai fungsi sebagai
tempat pendidikan, penelitian, dan pelaksanaan praktik apoteker secara
terpadu dalam bidang pendidikan profesi keapotekeran
dan pendidikan berkelanjutan profesi keapotekeran.
2. Fasilitas Penyelenggara Praktik Apoteker Pendidikan ditetapkan oleh
menteri pendidikan
3. Ketentuan lain-lain terkait dengan Fasilitas Penyelenggara Praktik Apoteker
Pendidikan diatur dalam peraturan menteri pendidikan.

BAB VI
KONSIL APOTEKER INDONESIA

Bagian Kesatu
Nama dan Kedudukan

Pasal 12

1. Dalam rangka melindungi masyarakat terhadap praktik apoteker dan


meningkatkan mutu praktik keapotekeran dibentuk Konsil Apoteker
Indonesia.
2. Konsil Apoteker Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat 1
bertanggung jawab kepada Presiden.

Pasal 13
Konsil Apoteker Indonesia berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik
Indonesia.

Bagian Kedua
Fungsi, Tugas dan Wewenang

Pasal 14
Konsil Apoteker Indonesia mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan,
penetapan serta pembinaan dan pengawasan apoteker yang menjalankan
praktik apoteker.

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 11


Pasal 15

1. Konsil Apoteker Indonesia mempunyai tugas:


a. melakukan registrasi apoteker
b. mengesahkan standar pendidikan profesi keapotekeran
c. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan praktik apoteker bersama lembaga terkait sesuai
dengan fungsi masing-masing;
2. Standar nasional pendidikan profesi keapotekeran sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 huruf b, ditetapkan bersama oleh Konsil Apoteker
Indonesia dengan kolegium keapotekeran, Asosiasi Institusi Pendidikan
Profesi Keapotekeran, organisasi profesi dan Asosiasi Fasilitas
Penyelenggara Praktik Apoteker.

Pasal 16

Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Konsil


Apoteker Indonesia mempunyai wewenang:
a. menyetujui dan menolak permohonan registrasi apoteker
b. menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi apoteker;
c. mengesahkan standar nasional kompetensi apoteker;
d. melakukan pengujian terhadap persyaratan registrasi apoteker
e. mengesahkan penerapan cabang ilmu keapotekeran;
f. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan
praktik apoteker;
g. melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan etika profesi yang
ditetapkan oleh organisasi profesi;
h. melakukan pencatatan terhadap apoteker yang dikenakan sanksi oleh
organisasi profesi atau perangkatnya karena melanggar ketentuan
etika profesi;

Pasal 17

Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi, tugas dan wewenang Konsil Apoteker
Indonesia diatur dengan Peraturan Konsil Apoteker Indonesia.

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 12


Bagian Ketiga
Susunan Organisasi dan Keanggotaan

Pasal 18
1. Susunan organisasi Konsil Apoteker Indonesia terdiri atas:
a. Ketua dan Wakil Ketua;
b. Ketua Devisi;
c. Anggota.
2. Konsil Apoteker Indonesia terdiri atas 3 (tiga) Divisi:
a. Divisi Registrasi
b. Divisi Pendidikan; dan
c. Divisi Pembinaan dan Pengawasan.

Pasal 19

1. Pimpinan Konsil Apoteker Indonesia terdiri atas 2 (dua) orang, yaitu Ketua
dan Wakil Ketua I merangkap anggota.
2. Pimpinan masing-masing Divisi 1 (satu) orang merangkap anggota.
3. Anggota Konsil Apoteker Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat 1 huruf c dibagi kedalam masing-masing Divisi

Pasal 20

1. Jumlah anggota Konsil Apoteker Indonesia sebanyak 21 (dua puluh satu)


orang terdiri dari unsur-unsur yang berasal dari:
a. Organisasi Profesi; 5 (empat) orang;
b. Asosiasi Institusi Pendidikan Profesi Keapotekeran 3 (dua) orang;
c. Kolegium Keapotekeran 2 (dua) orang;
d. Asosiasi Fasilitas Penyelenggara Praktik Apoteker Pendidikan 3 (tiga)
orang;
e. Tokoh Masyarakat 2 (dua) orang;
f. Kementerian Kesehatan 2 (dua) orang;
g. Kementerian Pendidikan 2 (dua) orang.
h. Kementerian Pertanian dan Peternakan 2 (dua) orang
2. Tata cara pemilihan Tokoh Masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 huruf e diatur dengan Peraturan Konsil Apoteker Indonesia.
3. Keanggotaan Konsil Apoteker Indonesia ditetapkan oleh Presiden atas
usul Menteri;
4. Menteri dalam mengusulkan keanggotaan Konsil Apoteker Indonesia
harus berdasarkan usul dari organisasi dan asosiasi sebagaimana
dimaksud pada ayat 1

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 13


5. Ketentuan dan tata cara pengangkatan Konsil Apoteker Indonesia diatur
dengan Peraturan Presiden.

Pasal 21

Ketua, Wakil Ketua, Ketua Devisi Konsil Apoteker Indonesia dipilih oleh
anggota dan ditetapkan dalam rapat pleno Konsil Apoteker Indonesia.

Pasal 22

Masa bakti keanggotaan Konsil Apoteker Indonesia adalah 5 (lima) tahun


dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

Pasal 23

1. Anggota Konsil Apoteker Indonesia sebelum memangku jabatan wajib


mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya dihadapan Presiden.
2. Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berbunyi sebagai
berikut:
“Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk
melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan
menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau
menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima
langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suastu janji atau
pemberian.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam menjalankan tugas ini,
senantiasa menjunjung tinggi ilmu keapotekeran dan mempertahankan
serta meningkatkan mutu praktik apoteker.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia dan taat kepada dan
akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar
Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
serta peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Negara
Republik Indonesia.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menjalankan
tugas dan wewenang saya ini dengan sungguh-sungguh dan saksama,
objektif, jujur, berani, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku,
agama, ras, jenderl, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan
kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta bertanggung jawab

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 14


sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa dan
Negara.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menolak atau
tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan
siapapun juga dan saya akan tetap tegus melaksanakan tugas dan
wewenang saya yang diamanatkan Undang-Undang kepada saya”

Pasal 24

Untuk dapat diangkat sebagai anggota Konsil Apoteker Indonesia, yang


bersangkutan harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. warga Negara Indonesia;
b. sehat jasmani dan rohani;
c. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;
d. berkelakuan baik;
e. berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-
tingginya 60 (enam puluh) tahun pada waktu menjadi anggota Konsil
Apoteker Indonesia;
f. pernah melakukan praktik apoteker paling sedikit 10 (sepuluh) tahun;
g. cakap, jujur, memiliki moral, etika dan integritas yang tinggi serta memilii
reputasi yang baik.

Pasal 25

1. Anggota Konsil Apoteker Indonesia berhenti atau diberhentikan karena:


a. berakhir masa jabatan sebagai anggota;
b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
c. meninggal dunia;
d. bertempat tinggal tetap diluar wilayah Republik Indonesia;
e. tidak mampu lagi melakukan tugas secara terus menerus selama 3
(tiga) bulan;
f. dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.
2. Dalam hal anggota Konsil Apoteker Indonesia menjadi tersangka tindak
pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari jabatannya;
3. Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat 2
ditetapkan oleh Ketua Konsil Apoteker Indonesia;
4. Pengusulan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat 1
diajukan oleh Menteri kepada Presiden.

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 15


Pasal 26

1. Dalam melaksanakan tugas dan wewenang Konsil Apoteker Indonesia


dibantu sekretariat yang dipimpin oleh seorang Sekretaris.
2. Sekretaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.
3. Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat 2 bukan anggota Konsil
Apoteker Indonesia.
4. Dalam menjalankan tugasnya Sekretaris bertanggung jawab kepada
pimpinan Konsil Apoteker Indonesia.
5. Ketentuan tugas dan fungsi sekretaris ditetapkan oleh Konsil Apoteker
Indonesia.

Bagian Keempat
Tata Kerja

Pasal 27

1. Setiap keputusan Konsil Apoteker Indonesia yang bersifat mengatur


diputuskan oleh rapat pleno anggota.
2. Rapat pleno Konsil Apoteker Indonesia dkanggap sah jika dihadiri oleh
paling sedikit setengah dari jumlah anggota ditambah satu.
3. Keputusan diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat.
4. Dalam hal tidak terdapat kesepakatan sebagaimana dimaksud pada
ayat 3, maka dapat dilakukan pemungutan suara.

Pasal 28

1. Pimpinan Konsil Apoteker Indonesia melakukan pembinaan terhadap


pelaksanaan tugas anggota dan pegawai konsil agar pelaksanaan tugas
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja Konsil Apoteker Indonesia
diatur dengan Peraturan Konsil Apoteker Indonesia.

Bagian Kelima
Pembiayaan
Pasal 29

Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas Konsil Apoteker Indonesia dibebankan


kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 16


BAB VII
STANDAR PENDIDIKAN PROFESI KEAPOTEKERAN

Pasal 30

1. Standar pendidikan profesi keapotekeran disahkan oleh Konsil Apoteker


Indonesia
2. Standar pendidikan profesi keapotekeran sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 :
a. Untuk pendidikan profesi apoteker disusun oleh asosiasi institusi
pendidikan profesi keapotekeran.
b. Untuk pendidikan profesi apoteker spesialis disusun oleh Kolegium
keapotekeran.
3. Asosiasi institusi pendidikan profesi keapotekeran dalam menyusun standar
pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a
berkoordinasi dengan organisasi profesi, kolegium, asosiasi fasilitas
penyelenggara praktik apoteker pendidikan, Kementrian Pendidikan,
kementrian Kesehatan dan kementrian peternakan dan pertanian.
4. Kolegium Keapotekeran dalam menyusun standar pendidikan profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b berkoordinasi dengan
organisasi profesi, asosiasi institusi pendidikan profesi keapotekeran,
asosiasi fasilitas penyelenggara praktik apoteker pendidikan, Kementrian
Pendidikan, kementrian Kesehatan dan kementrian peternakan dan
pertanian.

BAB VIII
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEAPOTEKERAN

Pasal 31

Pendidikan dan pelatihan keapotekeran, untuk memberikan kompetensi


kepada apoteker, dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan profesi
keapotekeran.

Pasal 32

1. Setiap apoteker yang berpraktik wajib mengikuti pendidikan dan


pelatihan keapotekeran berkelanjutan yang diselenggarakan oleh
organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi
profesi dalam rangka penyerapan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi keapotekeran.

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 17


2. Pendidikan dan pelatihan keapotekeran berkelanjutan sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh organisasi profesi.

BAB IX
REGISTRASI DAN PERIZINAN PRAKTIK APOTEKER

Bagian Kesatu
Registrasi Apoteker

Pasal 33

1. Setiap apoteker yang menjalankan praktik apoteker wajib memiliki STR.


2. STR sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diperuntukkan bagi :
a. apoteker spesialis berupa STRASp
b. apoteker berupa STRA
3. STR sebagaimana dimaksud ayat 1 dan ayat 2 diberikan oleh Konsil
Apoteker Indonesia setelah memenuhi persyaratan.
4. Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 meliputi:
a. Memiliki ijazah pendidikan keapotekeran meliputi:
b. Memiliki Sertifikat Profesi
c. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
d. Memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi;
e. Membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.
5. STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setelah
memenuhi persyaratan.
6. Persyaratan untuk Registrasi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat 5
meliputi:
a. Memiliki STR lama;
b. Memiliki Sertifikat Sertifikat Profesi;
c. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
d. Membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi;
e. Telah mengabdikan diri sebagai apoteker ;
f. Memenuhi kecukupan dalam kegiatan pelayanan, pendidikan,
pelatihan, dan/atau kegiatan ilmiah lainnya.
7. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Registrasi dan Registrasi ulang
sebagaimana dimaksud dalam ayat 6 diatur dengan Peraturan Konsil
Apoteker Indonesia.

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 18


Pasal 34

1. Apoteker lulusan luar negeri yang akan menjalankan praktik apoteker di


Indonesia harus memiliki STRA atau STRASp setelah melakukan adaptasi
Pendidikan.
2. STRA atau STRASp sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa:
a. STRA atau STRASp;
b. STRA Khusus atau STRASp khusus.
3. Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan pada institusi
Pendidikan Profesi keapotekeran di Indonesia yang terakreditasi.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian STRA atau STRASp
dan STRA Khusus atau STRASp khusus serta pelaksanaan adaptasi
Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan ayat 3 diatur
dengan Peraturan Menteri

Pasal 35
STRA atau STRASp sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat 2 huruf a
diberikan kepada:
a. Apoteker warga negara Indonesia lulusan luar negeri yang telah
melakukan adaptasi Pendidikan Profesi keapotekeran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54 ayat 3 di Indonesia dan memiliki sertifikat profesi;
b. Apoteker warga negara asing lulusan program Pendidikan Profesi
keapotekeran di Indonesia yang telah memiliki sertifikat profesi dan telah
memiliki izin tinggal tetap untuk bekerja sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dan
keimigrasian; atau
c. Apoteker warga negara asing lulusan program pendidikan Profesi
keapotekeran di luar negeri dengan ketentuan:
1) telah melakukan adaptasi pendidikan profesi keapotekeran di
Indonesia;
2) telah memiliki sertifikat profesi; dan
3) telah memenuhi persyaratan untuk bekerja sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dan
keimigrasian

Pasal 35
STRA Khusus atau STRASp Khusus sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 ayat
2 huruf b dapat diberikan kepada Apoteker warga negara asing lulusan luar
negeri dengan syarat:
a. atas permohonan dari instansi pemerintah atau swasta;
b. mendapat persetujuan Menteri; dan
c. praktik apoteker dilakukan kurang dari 1 (satu) tahun.

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 19


Pasal 36
1. Penyelenggaraan adaptasi pendidikan profesi keapotekeran bagi
Apoteker lulusan luar negeri dilakukan pada institusi pendidikan profesi
keapotekeran di Indonesia.
2. Apoteker lulusan luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus
memenuhi ketentuan yang berlaku dalam bidang pendidikan dan
memiliki sertifikat profesi.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi pendidikan profesi
keapotekeran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur oleh Menteri
setelah mendapatkan pertimbangan dari Menteri yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang pendidikan.

Pasal 37

Kewajiban perpanjangan registrasi bagi Apoteker lulusan luar negeri yang


akan melakukan Praktik Apoteker di Indonesia mengikuti ketentuan
perpanjangan registrasi bagi Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33 ayat 5 dan ayat 6.
Pasal 38

STRA, STRASp, STRA Khusus dan STRASp Khusus tidak berlaku karena:
a. habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang oleh yang
bersangkutan atau tidak memenuhi persyaratan untuk diperpanjang;
b. dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. permohonan yang bersangkutan;
d. yang bersangkutan meninggal dunia; atau
e. dicabut oleh Menteri atau pejabat kesehatan yang berwenang.

Pasal 39
STR Sementara

1. STR sementara diberikan kepada Kandidat apoteker yang akan


melakukan Praktik Pendidikan Profesi Apoteker, Praktik Pendidikan Profesi
Apoteker Spesialis di fasilitas pelayanan keapotekeran.
2. STR sementara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya berlaku
selama menjalankan Praktik Pendidikan Profesi Apoteker atau Praktik
Pendidikan Profesi Apoteker Spesialis berlangsung.
3. Tata cara memperoleh STR Sementara Sementara diatur oleh Konsil
Apoteker Indonesia.

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 20


Bagian Kedua
Perizinan Praktik Apoteker

Pasal 40

1. Setiap apoteker yang menjalankan praktik apoteker di Fasilitas


Penyelenggara Praktik Apoteker wajib memiliki SIP.
2. SIP sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diperuntukkan bagi :
a. apoteker spesialis berupa SIPASp
b. apoteker berupa SIPA
3. SIP sebagaimana dimaksud ayat 1 dan ayat 2 diberikan oleh pemerintah
daerah kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang
berwenang di kabupaten/kota tempat apoteker menjalankan praktik
apoteker
4. Untuk mendapatkan SIP sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2
, seorang apoteker harus memiliki:
a. STR yang masih berlaku;
b. Rekomendasi dari Organisasi profesi apoteker setempat;
c. tempat praktik
5. SIP sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 masing-masing
berlaku maksimal untuk 1 (satu) tempat.
6. Setiap apoteker diizinkan memiliki maksimal 3 (tiga) SIP
7. SIP masih berlaku sepanjang:
a. STR masih berlaku;
b. tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIP.
8. Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan praktik apoteker diatur dengan
Peraturan Menteri.

Pasal 41
Izin Praktik Sementara

1. Izin praktik sementara diberikan kepada Kandidat apoteker yang akan


melakukan Praktik Pendidikan Profesi Apoteker atau Praktik Pendidikan
Profesi Apoteker Spesialis di Fasilitas Pelayanan Keapotekeran.
2. Izin praktik sementara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya berlaku
selama menjalankan Praktik Pendidikan Profesi Apoteker atau Praktik
Pendidikan Profesi Apoteker Spesialis berlangsung.
3. Tata cara memperoleh Izin praktik Sementara diatur oleh Konsil Apoteker
Indonesia.

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 21


BAB X
PELAKSANAAN PRAKTIK APOTEKER

Pasal 42

1. Pelaksanaan praktik apoteker dilaksanakan sesuai dengan standar praktik


apoteker
2. Standar Praktik Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dibedakan
menurut jenis Fasilitas penyelenggara praktik apoteker
3. Standar Praktik Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2
diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Pertama
Pelaksanaan Praktik Apoteker di Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi

Pasal 43

1. Setiap fasilitas produksi sediaan farmasi harus memiliki penanggung jawab


teknis seorang apoteker spesialis dengan STRASp aktif atau apoteker
dengan STRA aktif
2. Industri farmasi dan industry bahan obat harus memiliki sekurang-
kurangnya 3 (tiga) orang apoteker sebagai penanggung jawab masing-
masing pada bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu
setiap produksi.
3. Industri obat tradisional dan industri kosmetika kesehatan harus memiliki
sekurang-kurangnya 1 (satu) orang apoteker sebagai penanggung
jawab.

Pasal 44
1. Setiap apoteker, dalam melaksanakan praktik apoteker di Fasilitas
Produksi Sediaan Farmasi diberikan kewenangan professional untuk
melakukan praktik produksi sediaan farmasi dan pengelolaan perbekalan
farmasi dalam rangka memproduksi sediaan farmasi, meliputi :
a. Melakukan pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan farmasi
b. Melakukan pemilihan; perencanaan kebutuhan; pengadaan;
penerimaan; penyimpanan; pendistribusian; pemusnahan dan
penarikan; pengendalian; dan administrasi perbekalan farmasi yang
tersedia di Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi dalam rangka
memproduksi sediaan farmasi

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 22


2. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 kewenangan
lainnya diatur dengan Peraturan Konsil Apoteker Indonesia.

Bagian Kedua
Pelaksanaan Praktik Keapotekeran
di Fasilitas Pendistribusi Perbekalan Farmasi

Pasal 45

1. Setiap Fasilitas Pendistribusi Perbekalan Farmasi harus memiliki seorang


Apoteker Spesialis dengan STRASp aktif atau Apoteker dengan STRA aktif
sebagai penanggung jawab.
2. Jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk operasional Fasilitas
Pendistribusi Perbekalan Farmasi ditentukan oleh apoteker penanggung
jawab Fasilitas Pendistribusi Perbekalan Farmasi berdasarkan
pertimbangan beban kerja dan pertimbangan lainnya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan dengan persetujuan pihak
terkait di Fasilitas Pendistribusi Perbekalan Farmasi.

Pasal 46

1. Setiap apoteker, dalam melaksanakan praktik apoteker di Fasilitas


Pendistribusi Perbekalan Farmasi diberikan kewenangan professional untuk
melakukan praktik pengelolaan perbekalan farmasi, meliputi :
a. pemilihan; perencanaan kebutuhan; pengadaan; penerimaan;
penyimpanan; pendistribusian; pemusnahan dan penarikan;
pengendalian; dan administrasi perbekalan farmasi yang tersedia di
Fasilitas Pendistribusi Perbekalan Farmasi termasuk obat golongan
narkotika dan psikotropika.
b. Melakukan proses praktik produksi sediaan farmasi secara terbatas
dalam rangka mendistribusikan sediaan farmasi.

2. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 kewenangan


lainnya diatur dengan Peraturan Konsil Apoteker Indonesia.

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 23


Bagian Ketiga
Pelaksanaan Praktik Apoteker di Fasilitas Pelayanan Keapotekeran

Pasal 47
1. Setiap Fasilitas Pelayanan Keapotekeran kecuali praktik mandiri apoteker
harus memiliki seorang Apoteker Spesialis dengan STRASp aktif atau
Apoteker dengan STRA aktif sebagai penanggung jawab.
2. Jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk operasional Fasilitas
Pelayanan Keapotekeran ditentukan oleh apoteker penanggung jawab
Fasilitas Pelayanan Keapotekeran berdasarkan pertimbangan beban
kerja dan pertimbangan lainnya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan dengan persetujuan pihak terkait di Fasilitas
Pelayanan Keapotekeran.
3. Ketentuan lebih lanjut tentang Praktik Mandiri Apoteker sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Konsil Apoteker Indonesia.

Pasal 48

1. Setiap apoteker, dalam melaksanakan praktik apoteker di Fasilitas


Pelayanan Keapotekeran diberikan kewenangan professional untuk:
a. Melakukan praktik produksi atau peracikan sediaan farmasi secara
terbatas dalam rangka Pelayanan Keapotekeran
b. Melakukan praktik pengelolaan perbekalan farmasi, meliputi
pemilihan; perencanaan kebutuhan; pengadaan; penerimaan;
penyimpanan; pendistribusian; pemusnahan dan penarikan;
pengendalian; dan administrasi perbekalan farmasi yang tersedia di
fasilitas pelayanan Keapotekeran termasuk obat golongan narkotika
dan psikotropika
c. Melakukan pengkajian dan memberikan pelayanan Resep termasuk
menulis copyresep;
d. Melakukan dispensing sediaan nonsteril,
e. Melakukan dispensing sediaan steril termasuk Pencampuran Obat
Suntik, Penanganan Sediaan Sitostatik dan Penyiapan Nutrisi
Parenteral
f. Melakukan dispensing sediaan radiofarmasi
g. Melakukan Pemantauan terapi obat,
h. Melakukan Identifikasi, Monitoring dan Pelaporan Efek Samping Obat,
i. Melakukan Rekonsiliasi obat,
j. Melakukan Penelusuran riwayat penggunaan obat,
k. Melakukan Konseling Keapotekeran,

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 24


l. Melakukan Visite secara mandiri atau bersama dengan profesi
kesehatan lainnya
m. Melakukan Evaluasi penggunaan obat ,
n. Melakukan Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah,
o. Melakukan dan memberikan pelayanan Home care pharmacy.
p. Memberikan pelayanan swamedikasi kepada pasien/klien
q. Apoteker yang melakukan Praktik Mandiri Apoteker dapat menuliskan
resep untuk pelayanan swamedikasi yang diberikan kepada
pasien/klien
r. Memberikan pelayanan informasi obat
s. Melakukan penggantian merek sediaan farmasi berdasarkan
permintaan pasien/klien
t. Melakukan manajemen Risiko Pengelolaan untuk kegiatan dalam
praktik pelayanan Keapotekeran
u. Melakukan kendali mutu dan kendali biaya pelayanan kesehatan
terkait dengan penggunaan perbekalan farmasi
v. Memberikan pelayanan farmasi veteriner
w. Memberikan pelayanan obat tradisional
2. Dalam keadaan darurat yang mengancam keselamatan jiwa, apoteker
dapat memberikan obat keras termasuk narkotika dan psikotropika tanpa
resep dokter.
3. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2
kewenangan lainnya diatur dengan Peraturan Konsil Apoteker Indonesia.

Pasal 49
1. Praktik pelayanan keapotekeran dapat dilakukan oleh apoteker secara
daring dengan telepharmacist.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Praktik pelayanan
keapotekeran secara daring dengan telepharmacist sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Menteri

Pasal 50
Setiap apoteker yang melaksanakan praktik apoteker di Fasilitas Pelayanan
Keapotekeran harus memasang papan nama praktik.

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 25


Bagian keempat
Elektronik Farmasi

Pasal 51

1. Elektronik Farmasi diselenggarakan oleh badan hukum yang terdaftar


sebagai PSEF untuk menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan
Elektronik Farmasi untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lain.
2. Elekronik farmasi yang disediakan oleh PSEF harus disesuaikan dengan
peraturan perundangan yang berlaku terkait dengan praktik apoteker
pada Fasilitas Praktik Apoteker.
3. PSEF wajib mempekerjakan dan/atau mengikutsertakan secara aktif
minimal seorang apoteker sebagai konsultan teknis praktik apoteker
dalam proses penyediaan, pengelolaan dan/atau pengoperasian
sebuah elektronik farmasi untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan
pihak lain.
4. Elektronik farmasi yang disediakan oleh PSEF harus mendapatkan
persetujuan dari organisasi profesi untuk dapat dioperasikan pada Fasilitas
Praktik Apoteker.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran badan hukum sebagai PSEF
sebagaimana dimaksud ayat 1 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
6. Konsultan teknis praktik apoteker sebagaimana dimaksud ayat 3 adalah
kompetensi tambahan seorang apoteker untuk dapat menilai keselarsan
sebuah elektronik farmasi dengan peraturan perundangan yang berlaku
terkait dengan praktik apoteker pada Fasilitas Praktik Apoteker yang
diperoleh melalui proses sertifikasi.

Bagian Kelima
Rahasia Kedokteran Dan Rahasia Keapotekeran

Pasal 52

1. Setiap apoteker dalam menjalankan praktik apoteker wajib menyimpan


Rahasia Kedokteran dan Rahasia Keapotekeran.
2. Rahasia Kedokteran dan Rahasia Keapotekeran hanya dapat dibuka
untuk kepentingan pasien, memenuhi permintaan hakim dalam rangka
penegakan hukum, permintaan pasien sendiri dan/atau berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai Rahasia Kedokteran dan Rahasia
Keapotekeran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan
Peraturan Menteri.

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 26


BAB XI
HUBUNGAN KERJA PROFESSIONAL APOTEKER
Pasal 53
1. Ketentuan terkait hubungan kerja professional antar apoteker maupun
dengan tenaga professional lainnya disaat melaksanakan praktik apoteker
disusun dan ditetapkan oleh organisasi profesi.
2. Hubungan kerja professional apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat
1 mencakup tanggung jawab, kewenangan dan pelimpahan /
penerimaan kewenangan.

BAB XII
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian kesatu
Hak dan Kewajiban Apoteker

Pasal 54
Hak Apoteker
Apoteker dalam menjalankan praktik apoteker berhak:
a. Memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai
dengan Standar Profesi dan Standar Prosedur Operasional
b. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari Penerima Manfaat
Praktik apoteker atau pihak lain;
c. Menerima imbalan jasa praktik apoteker diluar nilai harga perbekalan
farmasi yang digunakan;
d. Memperoleh pelindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja,
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral,
kesusilaan, serta nilai-nilai agama;
e. Mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan profesi dan/atau
kompetensinya;
f. Menolak keinginan Penerima Manfaat Praktik Apoteker atau pihak lain
yang bertentangan dengan Standar Profesi, kode etik, standar
pelayanan, Standar Prosedur Operasional, atau ketentuan Peraturan
Perundang-undangan;
g. Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 27


Pasal 55
Kewajiban Apoteker

1. Apoteker dalam menjalankan praktik apoteker wajib:


a. Melakukan Praktik Apoteker sesuai dengan Standar Profesi, Standar
Prosedur Operasional, dan etika profesi serta kebutuhan Penerima
Manfaat Praktik Pelayanan Keapoteker;
b. Memperoleh persetujuan dari Penerima Manfaat Praktik Pelayanan
Keapotekeran atau keluarganya atas tindakan yang akan diberikan;
c. Menjaga kerahasiaan kesehatan Penerima Praktik Apoteker;
d. Membuat dan menyimpan catatan dan/atau dokumen tentang
database pasien, penilaian/assesmen, rencana pelayanan
Keapotekeran (Pharmaceutical Care Plan), implementasi rencana
pelayanan Keapotekeran, monitoring dan modifikasi rencana
pelayanan Keapotekeran;
e. Merujuk Penerima Manfaat Praktik Pelayanan Keapotekeran ke Tenaga
Kesehatan lain yang mempunyai Kompetensi dan kewenangan yang
sesuai melalui mekanisme perujukan yang disusun dan ditetapkan oleh
organisasi profesi.
2. Kewajiban sebagaimana dimaksud pada pasl 1 ayat huruf b, huruf d dan
huruf c hanya berlaku bagi apoteker yang melakukan praktik pelayanan
Keapotekeran.

Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Masyarakat

Pasal 56
Setiap orang berhak atas penyelenggaraan praktek apoteker

Pasal 57
1. Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pelayanan
keapotekeran oleh apoteker yang memiliki keahlian dan kewenangan
sesuai peraturan perundang-undangan
2. Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan
pelayanan keapotekeran bagi dirinya.
3. Setiap orang berhak mendapatkan edukasi tentang produk farmasi yang
seimbang dan bertanggung jawab oleh apoteker yang memiliki keahlian
dan kewenangan sesuai peraturan perundang-undangan
4. Setiap orang berhak mendapatkan pelayanan swamedikasi dan/atau
penggunaan penggunaan sediaan farmasi yang aman dan efektif oleh
apoteker yang memiliki keahlian dan kewenangan sesuai peraturan
perundang-undangan.

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 28


Pasal 58
1. Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan dan
meningkatkan bidang farmasi dalam rangka mewujudkan derajat
kesehatan masyarakat setinggi-tingginya.
2. Setiap orang berkewajiban mencegah dan memberantas
penyalahgunaan dan penggunaan yang salah dari Produk sediaan
farmasi.
3. Setiap orang berkewajiban mencegah pelayanan keapotekeran oleh
yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan sesuai peraturan
perundang-undangan.
4. Setiap orang berkewajiban berpastisipasi dalam bidang farmasi untuk
mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

BAB XIII
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH

Pasal 59
1. Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur,
menyelenggarakan, membina dan mengawasi segala sesuatu yang
berkaitan dengan praktik apoteker.
2. Tanggung jawab pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditujukan dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
3. Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan, akses terhadap
komuniksi, informasi dan edukasi dalam pelayanan keapotekeran yang adil
dan merata bagi masyarakat.
4. Pemerintah bertanggung jawab atas dan ketersediaan apoteker, Fasilitas
Pelayanan Keapotekeran dan Produk sediaan farmasi yang merata bagi
seluruh masyarakat.
5. Pemerintah bertanggung jawab atas keamanan, mutu, kemanfaatan,
akses dan keterjangkauan masyarakat dalam pelayanan keapotekeran.
6. Pemerintah bertanggung jawab atas pencegahan penyaluran produk
sediaan farmasi diluar Fasilitas Pelayanan Keapotekeran.
7. Pemerintah bertanggung jawab atas pencegahan pemberian pelayanan
keapotekeran oleh yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan sesuai
peraturan perundang-undangan.

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 29


BAB XIV
DISIPLIN APOTEKER

Bagian Pertama
Majelis Kehormatan Disiplin Apoteker Indonesia

Pasal 60

1. Untuk menegakkan disiplin apoteker dalam penyelenggaraan praktik


apoteker, dibentuk Majelis Kehormatan Disiplin Apoteker Indonesia.
2. Majelis Kehormatan Disiplin Apoteker Indonesia merupakan lembaga
otonom dari Konsil Apoteker Indonesia.
3. Majelis Kehormatan Disiplin Apoteker Indonesia dalam menjalankan
tugasnya bersifat independen.

Pasal 61

Majelis Kehormatan Disiplin Apoteker Indonesia bertanggung jawab kepada


Konsil Apoteker Indonesia.

Pasal 62

1. Majelis Kehormatan Disiplin Apoteker Indonesia berkedudukan di ibu kota


negara Republik Indonesia.
2. Majelis Kehormatan Disiplin Apoteker di tingkat provinsi dapat dibentuk oleh
Konsil Apoteker Indonesia atas usul Majelis Kehormatan Disiplin Apoteker
Indonesia.

Pasal 63

Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Apoteker Indonesia terdiri atas seorang


ketua, seorang wakil ketua, dan seorang sekretaris.

Pasal 64

1. Keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Apoteker Indonesia terdiri atas 4


(empat) orang apoteker dari organisasi profesi, 6 (tiga) orang apoteker
mewakili Fasilitas Penyelenggara Praktik Apoteker klinis atau veteriner , dan
3 (tiga) orang sarjana hukum.
2. Untuk dapat diangkat sebagai anggota Majelis Kehormatan Disiplin
Apoteker Indonesia harus dipenuhi syarat sebagai berikut :

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 30


a. warga negara Republik Indonesia;
b. sehat jasmani dan rohani;
c. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;
d. berkelakuan baik;
e. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 60
(enam puluh) tahun pada saat diangkat;
f. bagi apoteker, pernah melakukan praktik apoteker paling sedikit 10
(sepuluh) tahun dan memiliki surat tanda registrasi apoteker
g. bagi sarjana hukum, pernah melakukan praktik di bidang hukum
paling sedikit 10 (sepuluh) tahun dan memiliki pengetahuan di bidang
hukum kesehatan dan/atau hukum kesehatan veteriner
h. cakap, jujur, memiliki moral, etika, dan integritas yang tinggi serta
memiliki reputasi yang baik.

Pasal 65

Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Apoteker Indonesia ditetapkan oleh


Menteri atas usul organisasi profesi.

Pasal 66

Masa bakti keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Apoteker Indonesia


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 adalah 5 (lima) tahun dan dapat
diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

Pasal 67

1. Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Apoteker Indonesia sebelum


memangku jabatan wajib mengucapkan sumpah/janji sesuai dengan
agama masing-masing di hadapan Ketua Konsil Apoteker Indonesia.
2. Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai
berikut :
“Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk
melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan
menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau
menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima
langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau
pemberian.

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 31


Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam menjalankan tugas ini,
senantiasa menjunjung tinggi ilmu Keapotekeran dan mempertahankan
serta meningkatkan mutu Praktik Apoteker.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia dan taat kepada dan
akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar
negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
serta peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Negara Republik
Indonesia.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menjalankan tugas
dan wewenang saya ini dengan sungguhsungguh, saksama, obyektif, jujur,
berani, adil, tidak membedabedakan jabatan, suku, agama, ras, jender,
dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan
sebaik-baiknya, serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang
Maha Esa, masyarakat, bangsa dan negara.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menolak atau tidak
menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga
dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya
yang diamanatkan Undang-undang kepada saya ″.

Pasal 68

1. Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Apoteker Indonesia dipilih dan


ditetapkan oleh rapat pleno anggota.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan Majelis
Kehormatan Disiplin Apoteker Indonesia diatur dengan Peraturan Konsil
Apoteker Indonesia.

Pasal 69
Majelis Kehormatan Disiplin Apoteker Indonesia bertugas :
1. menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran
disiplin apoteker yang diajukan;
2. menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran
disiplin apoteker.

Pasal 70
Segala pembiayaan kegiatan Majelis Kehormatan Disiplin Apoteker Indonesia
dibebankan kepada anggaran Konsil Apoteker Indonesia.

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 32


Bagian Kedua
Pengaduan

Pasal 71

1. Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas


tindakan prosefional seorang apoteker dalam menjalankan praktik
apoteker dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis
Kehormatan Disiplin Apoteker Indonesia.
2. Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat :
a. identitas pengadu;
b. nama dan alamat Fasilitas Penyelenggara Praktik Apoteker,tempat
praktik apoteker sebagai pihak teradu dan waktu tindakan dilakukan;
dan
c. alasan pengaduan.
3. Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2 tidak
menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak
pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian
perdata ke pengadilan.

Bagian Ketiga
Pemeriksaan

Pasal 72

Majelis Kehormatan Disiplin Apoteker Indonesia memeriksa dan memberikan


keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin apoteker.

Pasal 73

Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, Majelis


Kehormatan Disiplin Apoteker Indonesia meneruskan pengaduan pada
organisasi profesi.

Bagian Keempat
Keputusan

Pasal 74

1. Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Apoteker Indonesia mengikat


apoteker dan Konsil Apoteker Indonesia.
2. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa dinyatakan
tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin.
3. Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat berupa : a.

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 33


a. pemberian peringatan tertulis;
b. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik;
dan/atau
c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
profesi keapotekeran.

Bagian Kelima
Pengaturan Lebih Lanjut

Pasal 75

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi dan tugas Majelis


Kehormatan Disiplin Apoteker Indonesia, tata cara penanganan kasus, tata
cara pengaduan, dan tata cara pemeriksaan serta pemberian keputusan
diatur dengan Peraturan Konsil Apoteker Indonesia.

BAB XV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 76

1. Menteri, Kepala Badan dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan


dan pengawasan pelaksanaan praktik apoteker dengan melibatkan
Konsil Apoteker Indonesia dan Organisasi Profesi sesuai dengan
kewenangan masing-masing.

2. Pernbinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1


diarahkan untuk:
a. meningkatkan mutu pelaksanaan praktik apoteker;
b. melindungi masyarakat dari pelaksanaan praktik apoteker yang
tidak sesuai standar; dan
c. memberikan kepastian hukum bagi apoteker dan masyarakat.

Pasal 77
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 84
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 78
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan pelaksanaan praktik apoteker
dapat dilakukan audit apoteker.

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 34


BAB XVI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 70
Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan dengan sengaja
melakukan praktik apoteker atau bertindak selayaknya apoteker
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara
paling lama ….. (…..) tahun dan denda paling banyak Rp……….,00 (……….
rupiah).
Pasal 80
Setiap apoteker yang melakukan praktik apoteker di fasilitas pelayanan
keapotekeran, dengan sengaja mendisplay atau mengedarkan perbekalan
farmasi kecuali produk hasil praktik produksi atau peracikan sediaan farmasi
secara terbatas dalam rangka Pelayanan Keapotekeran, yang tidak
memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau
kemanfaatan, dan mutu serta tanpa izin edar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat 10, dipidana dengan pidana penjara paling lama ….. (…..)
tahun dan denda paling banyak Rp ……..,00 (……….. rupiah).

BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 81
Peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini
ditetapkan paling lambat 5 (satu) tahun sejak tanggal pengundangan
UndangUndang ini.
Pasal 82
Pada saat Undang-undang ini berlaku, semua peraturan perundang-
undangan di bidang farmasi dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 83
1. Untuk pertama kali anggota Konsil Apoteker Indonesia diusulkan oleh
Menteri dan diangkat oleh Presiden.
2. Keanggotaan Konsil Apoteker Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 berlaku untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun sejak diangkat.

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 35


BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 84
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku dengan disahkannya Undang-
undang ini maka Pasal 108 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan dan Pasal 11 ayat 6 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan yang berkaitan dengan apoteker dan praktik apoteker,
dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 87
Konsil Apoteker Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 harus
dibentuk paling lambat 1 (satu) bulan sebelum masa jabatan keanggotaan
Konsil Apoteker Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat 2
berakhir.

Pasal 85
Undang-Undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
UndangUndang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal …
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,

JOKO WIDODO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal ...
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR ...

Masyarakat Farmasi Indonesia Page 36

Anda mungkin juga menyukai