Oleh:
Kelompok 2D
Alviona 1809511098
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan paper ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan paper yang berjudul “TEKNIK OPERASI AURAL HEMATOMA
(OTHEMATOMA)” tepat waktu. Paper disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Bedah
Khusus Veteriner. Selain itu, penulis juga berharap agar paper ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dosen pengampu mata kuliah
Ilmu Bedah Khusus Veteriner. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua
pihak yang telah membantu proses penyusunan paper ini.
Penulis menyadari paper ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan paper ini.
Hormat Kami
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
Figure 1. Irisan berbentuk lurus ...................................................................................................... 9
Figure 2. Irisan berbentuk S ............................................................................................................ 9
Figure 3. Pengeluaran isi hematoma ............................................................................................... 9
Figure 4. Penjahitan pada telinga .................................................................................................. 10
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Telinga adalah organ yang kompleks yang mencakup dua fungsi penting untuk
pendengaran (persepsi suara) dan keseimbangan (maintenance tubuh) posisi. Secara umum
telinga dibagi menjadi 3 daerah, yaitu: telinga bagian luar (eksternus), telinga bagian tengah
(medium), dan telinga bagian dalam (internus). Bagian telinga luar (eksternus), mencakup
pinna auricularis (daun telinga), kanal auditorius eksternus, dan membran tympanika (gendang
telinga). Fungsi Pinna aurikularis yaitu sebagai corong (funnel) penampung vibrasi gelombang
suara dan menyalurkannya ke membran tympanika.
Hematoma adalah akumulasi darah di luar pembuluh darah. Aural hematoma adalah
kondisi trauma berupa pembengkakan akibat penimbunan darah pada daun telinga (pinna
auricula). Aural hematoma atau bisa juga disebut dengan Othematoma ini akan menyebabkan
pembengkakan. Pembengkakan ini disebabkan karena pembuluh darah yang pecah di dalam
tutup telinga, antara lapisan dalam dan di luar tulang rawan. Hal ini menyebabkan telinga terisi
dengan cairan darah. Jika tidak diobati telinga akan menjadi sangat sakit dan akhirnya akan
menimbulkan bekas luka yang serius yang mirip seperti kembang kol. Telinga yang mengalami
hematoma biasanya disebabkan oleh beberapa jenis trauma, seperti ketika hewan peliharaan
agresif sehingga terjadi goresan di telinga. Biasanya ada penyebab yang mendasari untuk
menggaruk dan getaran pada kepala, seperti tungau telinga atau infeksi bakteri dan/atau jamur
pada saluran telinga. Cara penanganan kasus aural hematoma ini juga agak susah karena bisa
terjadi kekambuhan pada kasus yang sudah pernah diobati. Salah satu tindakan yang paling
efektif untuk penanganan kasus ini adalah melalui jalan pembedahan yang biasa disebut
dengan Operasi Aural Hematoma (Othematoma).
5
5. Bagaimana teknik operasi aural hematoma?
6. Bagaimana penanganan pascaoperasi aural hematom?
1.4 Manfaat
Diharapkan melalui paper ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca
mengenai teknik operasi aural hematoma yang pada umumnya sering terjadi pada anjing
maupun kucing. Sehingga dengan pemahaman bagaimana teknik operasi aural hematoma akan
memudahkan dalam melakukan tindakan operasi tersebut.
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Terminologi
Aural hematoma juga disebut auricular hematoma atau othematoma. Aural hematoma
adalah kumpulan darah atau serum yang terdapat pada bagian pinna telinga yang menyebabkan
pembengkakan berisi cairan pada permukaan cekung pinna. Kejadian ini biasanya dijumpai
pada pinna akibat iritasi. Aural hematoma ditandai dengan adanya benjolan (terasa kenyal)
pada permukaan konkaf dari telinga. Hematoma harus dikeringkan secepatnya, kejadian ini
harus segera di tangani, karena jika tidak maka akan membentuk fibrin sehingga menyebabkan
fibrosis, rasa sakit pada telinga, dan penebalan pada daearah pinna, serta telinga menjadi cacat
dengan berbentuk seperti kembang kol (Asinga, 2006).
Aural Hematoma sering terjadi pada anjing, kucing, ataupun babi. Dilaporkan bahwa Aural
Hematoma paling sering terjadi pada anjing dengan telinga terjumbai, Namun, breed yang
terkena dampak tidak dilaporkan dan tidak diketahui apakah ini disebabkan oleh konformasi
telinga atau terkait dengan predisposisi breed.
2.2 Indikasi
Adapun indikasi dilakukannya operasi aural hematoma, antara lain:
1. Adanya kebengkakan pada pinna auricula yang berisi cairan (darah) dan terkadang
terasa lunak atau padat.
2. Bila diraba pinna auricula berisi cairan dengan konsistensi cair dan bisa menjadi padat
apabila darah sudah mengalami pembekuan.
3. Kulit telinga terlihat memerah, terasa hangat jika disentuh dan tampak permukaan kulit
mengalami eritema.
4. Adanya pembengkakan disekitar daun telinga.
5. Hewan sering menggoyang-goyangkan kepala atau menggaruk telinga karena merasa
kurang nyaman.
6. Kepala hewan akan miring kesatu sisi.
7. Infeksi dalam jangka waktu yang lama, pinna auricula terasa keras, tebal dan memadat
saat dipalpasi akibat pembentukan fibrin dan jaringan ikat.
7
2.3 Anestesi
Operasi aural hematoma bisa menggunakan prosedur anestesi lokal ditambah dengan
tranquilizer atau dengan anestesi umum (Sudisma, 2006). Prosedur anestesi umum dilakukan
dengan menggunakan atropine sulfat dan xlyazine sebagai premedikasi. Kemudian diikuti
dengan pemberian ketamine dengan selang waktu 10 menit. Pemberian atropine sulfat dengan
dosis 0,02-0,04 mg/kg BB secara subkutan, xylazine dengan dosis 1-2 mg/kg BB dan ketamine
dengan dosis 20-20 mg/kg BB diberikan secara intramuskular. Anestesi pada kucing
menggunakan xylazine 4 mg/kg BB dan ketamine 30 mg/kg BB (Chethana et. al, 2016).
Anestesi pada anjing menggunakan acepromazine 1 mg/kg BB dan ketamine 10 mg/kg BB
diberikan secara intramuskular (Beteg et. al, 2011).
2.4 Pra-Operasi
Pada tahap praoperasi, anjing atau kucing dipersiapkan untuk sebelum melakukan operasi.
Tahap praoperasi yaitu melukan persiapan yang aseptis, mencukur bulu pada daerah telinga
(Beteg et al., 2011). Menyiapkan bahan dan alat yang digunakan untuk melakukan prsedur
operasi. Bahan dan alat yang dibutuhkanantara lain: Scalper blade, scalper handle, jarum
pembedahan, gunting bedah, needle holder, perban, Elizabeth Collar.
8
Figure 1. Irisan berbentuk lurus
3. Isi hematoma dikeluarkan dengan ditekan dan bagian dalam dikuret dan diirigasi untuk
menghilangkan isi hematoma (bekuan darah fibrin dan adesi) dari rongga hematoma.
Hal tersebut dikeluarkan, sehingga mempercepat perlekatan, lalu cuci dengan Nacl.
9
4. Kemudian, dilakukan penjahitan dengan panjang ¾ sampai 1cm pada konkaf telinga
sampai tembus kartilago. Dibuat jahitan yang secara pararel (vertikal). Jangan lakukan
ligase pada pembuluh darah dan cabang arteri aurikularis pada daerah konveks telinga.
Jangan melakukan penjahitan untuk menutup tepi luka incisi karena untuk drainase.
Irisan yang sudah dibuat tadi diperlebar yaitu dipotong tepi-tepinya dengan gunting
sehingga terjadi pembukaan selebar ± 4 mm dapat juga dibuat jahitan matras dengan
bahan non absorbable sejajar dengan irisan tadi. Jahitan dilakukan dari bagian konveks
telinga dan menembus daun telinga. Sintetis benang jahit yang tidak mudah diserap,
misalnya Prolene, Ethicon, dapat digunakan). Bahan jahitannya tidak perlu tebal: 4/0
(1,5 metrik) ini cocok, selama jahitan tidak ditempatkan terlalu ketat, ujung pemegang
jarum harus bisa dimasukkan di bawah jahitan bila ditempatkan dengan benar, untuk
memungkinkan pasca operasi pembengkakan. Gangguan suplai darah ke luka dan
penundaan penyembuhan berkaitan dengan jahitan yang sangat ketat menyebabkan
banyak rasa sakit pasca operasi dan bisa menyebabkannya kerusakan luka
A B
2.6 Pascaoperasi
Perawatan pascaoperasi menggunakan terapi pengobatan dan memperhatikan status fisik
dan diet pakan (Irhas et al, 2019). Pengobatan yang diberikan yaitu antibiotika, antiinflamasi
dan analgesik. Antibiotika spektrum luas (broad spectrum) (Longamox) injeksi dan dilanjutkan
10
dengan Amoxicilin peroral. Antiinflamasi dan analgesik menggunakan non-steroidal anti-
inflamatory drugs (NSAIDs) yaitu Meloxicam. Selama proses penyembuhan hematoma,
disarankan menggunakan Elizabeth Collar atau bandage agar anjing tidak menggaruk
telinganya dan mengurangi infeksi (Beteg et al, 2011).
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Aural hematoma adalah kondisi trauma berupa pembengkakan akibat penimbunan darah
pada daun telinga (pinna auricula). Aural hematoma atau bisa juga disebut dengan Othematoma
ini akan menyebabkan pembengkakan. Pembengkakan ini disebabkan karena pembuluh darah
yang pecah di dalam tutup telinga, antara lapisan dalam dan di luar tulang rawan. Hal ini
menyebabkan telinga terisi dengan cairan darah. Penanganan aural hematoma dilakukan dengan
cara operasi. Indikasi dilakukannya operasi aural hematoma adalah karena adanya kebengkakan
pada pinna auricula, kulit telinga terlihat memerah, hewan sering menggoyang-goyangkan kepala,
kepala hewan miring kesatu sisi. Sebelum melakukan tindakan operasi, terlebih dahulu dilakukan
persiapan operasi yaitu persiapan alat, bahan, obat, persiapan ruangan operasi, persiapan hewan
kasus dan operator. Kemudian hewan diberikan atropine sulfat dengan dosis 0,02-0,04 mg/kg BB
secara subkutan, xylazine dengan dosis 1-2 mg/kg BB dan ketamine dengan dosis 20-20 mg/kg
BB diberikan secara intramuskular. Pada tindakan operasi terdapat tiga macam irisan yang bisa
dilakukan yaitu irisan berbentuk lurus, irisan berbentuk S, dan dua irisan sejajar. Pasca operasi
hewan diberikan antibiotika, antiinflamasi dan analgesik, serta selama proses penyembuhan hewan
disarankan menggunakan Elizabeth Collar atau bandage agar anjing tidak menggaruk telinganya
dan mengurangi infeksi.
3.2 Saran
Penyakit ini harus ditangani dengan cepat dan tepat karena kasus aural hematoma ini
merupakan kasus yang dapat terjadi berulang meskipun sudah pernah dilakukan pengobatan.
Tindakan pembedahan merupakan cara paling efektif untuk penanganan kasus aural hematoma.
12
DAFTAR PUSTAKA
Beteg, Florin, Muste Aurel, Krupaci Andrei, Scurtu Laura. 2011. Surgical Treatment in Dog
Auricular Hematoma(othematoma). Bulletin UASVM, Veterinary Medicine, 68(2), 38-42.
Brown, C. (2010). Surgical management of canine aural hematoma. Lab animal, 39(4), 104-105.
Chethana. D.H., Shwetha.K.S., Narasimha Murthy and Shashwath.B.S. 2016. Aural Haematoma
and Its Surgical Management in Non Discript Cat. International Journal of Applied and
Pure Science and Agriculture, 2(7), 1-3.
Islami, Devi Nur, Cytra Meyliana Surya Dewi, Nadia Marva Triana, Muhammad Thohawi Elziyad
Purnama. (2018). Laporan Kasus: Otitis Eksterna dan Auricular Hematoma (Othematoma)
pada Anjing Samoyed. Jurnal Medik Veteriner, 1(3), 80-86.
Irhas, R., Jayawardhita, A. A. G., & Dada, I. K. A. (2019). Case report: aural hematoma in 12
years local Balinese dog. Indonesia Medicus Veterinus, 8(6), 719-727.
Pirande, Priskha Florancia. 2017. Penanganan Kasus Aural Hematoma Pada Anjing Di Zoo Klinik
Makassar. Universitas Hassanuddin.
Sudisma, I.G.N. (2006). Ilmu Bedah Veteriner dan Teknik Operasi. Denpasar: Plawa Sari.
13
TEKNIK OPERASI AURAL HEMATOMA
(OTHEMATOMA)
Alviona 1809511098
Ni Made Suksmadewi W. 1809511099
Nur Intan Wulan Yunita 1809511100
I Made Surya Meganugraha 1809511101
Mohammad Gus Shofi 1809511102
Putu Raditya Kurnia Putra 1809511103
TOPIK BAHASAN
01 02 03
TERMINOLOGI INDIKASI ANESTESI
04 05 06
PRAOPERASI TEKNIK OPERASI PASCAOPERASI
TERMINOLOGI
●
SEKIAN
DAN
TERIMAKASIH
Jurnal Medik Veteriner Oktober 2018, Vol.1 No.3 : 80-86
pISSN: 2615-7497; eISSN: 2581-012X online pada https://e-journal.unair.ac.id/JMV
Devi Nur Islami1*, Cytra Meyliana Surya Dewi1, Nadia Marva Triana1, Muhammad
Thohawi Elziyad Purnama2
1
Bachelor of Veterinary Medicine,
2
Department of Veterinary Anatomy,
Faculty of Veterinary Medicine, Universitas Airlangga,
UNAIR C-Campus Mulyorejo, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia, 60115
Telp. (031)5993016, Fax. (031)5993015
*Corresponding author: drhdevi99@gmail.com
Abstrak
Laporan kasus ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai kasus otitis eksterna dan auricular hematoma
(othematoma) yang menyerang anjing Samoyed berusia 8 tahun. Diagnosis ditetapkan berdasarkan informasi
yang diperoleh dari anamnesis pemilik anjing serta hasil dari pemeriksaan klinik. Prosedur tata laksana yang
paling sering digunakan untuk menangani kasus ini adalah melalui tindakan operasi, serta terapi sistemik pada
perawatan pascaoperasi menggunakan kombinasi dari obat antiinflamasi, antibiotik, koagulan dan antihistamin.
Berdasarkan pernyataan dari pemilik anjing Samoyed, penilaian penanganan yang telah dilakukan memberikan
hasil baik dibuktikan melalui waktu penyembuhan otitis eksterna dan auricular hematoma anjing berkisar 2
minggu.
Abstract
This case report aimed to explain the cases of otitis externa and auricular hematoma (othematoma)
that attack the 8 year old Samoyed dogs. Diagnosis was determined based on information obtained from the
history of dog owner as well as the results of clinical examination. The most common procedure for treating this
case is through surgery, and systemic therapy for postoperative treatment using a combination of anti-
inflammantory drugs, antibiotics, coagulants and antihistamines. Based on the testimony from the owner of the
Samoyed god, the treatment gave good result which has been proved by the healing time of otitis externa and
auricular hematoma (othematoma) dogs around 2 weeks.
Key words: dog, auricular hematoma, otitis externa, surgical treatment, ear
ditemukan nanah dari dalam telinga dan spuit with needle, scrub, kasa steril, blade dan
limfonodul Mandibula bengkak serta tidak scalpel, hemostat clamp, pinset chirurgis, needle
adanya penurunan nafsu makan dari anjing holder, cairan NaCl fisiologis, chromic catgut
Samoyed. with needle, es batu, dan tissue.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik di atas, ciri-ciri dapat mengarah pada Metode Tindakan
penyakit otitis eksterna dan auricular hematoma 1) Prosedur anastesi umum dilakukan
(othematoma). Otitis externa disebabkan karena menggunakan Atropin sulfas dan xylazine
inflamasi epitel dari saluran telinga dan juga sebagai premedikasi kemudian diikuti dengan
struktur di sekitarnya seperti external auditory pemberian Ketamine dengan selang waktu 10
meatus dan pinna (Fossum et al., 2007). Otitis menit. Pemberian Atropin sulfas dengan dosis
externa disebabkan oleh beberapa faktor yaitu 0,02-0,04mg/Kg BB dilakukan secara
bakteri, jamur, benda asing, infestasi parasit, subcutan, xylazine dengan dosis 1-2 mg/kg
penyakit imun dan atopic dermatitis (Dye et al., BB dan ketamine dengan dosis 20-30 mg/kg
2002). Infeksi bakteri (Staphylococcus, BB diberikan secara intramuscular;
Streptococcus, Proteus spp., Pseudomonas), 2) Pra incisi. Sebelum dilakukan tindakan
benda asing, parasit (Otodectes cynotis, pembedahan pada othematoma, saluran
Demodex canis, Sarcoptes scabiei, Notoedres telinga ditutup menggunakan kapas steril.
cati, dan caplak), jamur, ragi (Malassezia Rambut disekitar daun telinga digunting
pachydermis) ataupun neoplasia kemungkinan dengan tujuan menghindari kontaminasi dan
dapat menyebabkan otitis externa (Fossum et al., tidak mengganggu saat operasi berlangsung,
2007). diikuti dengan mensterilkan area pembedahan
Auricular hematoma (othematoma) pada menggunakan sabun antiseptic;
anjing merupakan kondisi yang terjadi karena 3) Incisi membentuk huruf S menggunakan
trauma, dipengaruhi oleh peningkatan scalpel pada konkaf daun telinga yang
perdarahan sehingga terjadi akumulasi darah mengalami othematoma. Tekan dan
serta dapat menyebar pada external wajah, keluarkan akumulasi darah yang ada pada
penyakit ini terjadi karena pecahnya pembuluh daun telinga. Setelah pembuangan debris,
darah yang berada diantara cartilago dan kulit gumpalan darah serta cairan lain pada
telinga (Beteg et al., 2011). Othematoma adalah othematoma, lubang dicuci menggunakan
penyakit yang sering terjadi pada anjing dengan cairan NaCl fisiologis;
telinga yang tergantung, namun juga bisa terjadi 4) Setelah pencucian lubang, diberikan terapi
pada anjing dan kucing dengan telinga yang antibiotik topikal yaitu enbatic powder;
tegak. Othematoma merupakan penyakit 5) Teknik jahitan dilakukan di sekitar lubang
sekunder dari otitis externa yang diakibatkan incisi guna mengaitkan kembali cartilago
karena goyangan kepala atau garukan alat gerak dengan permukaan kulit dari convex telinga.
anjing (Dye et al., 2002). Biarkan incisi tetap terbuka untuk
melanjutkan drainase cairan agar tidak terjadi
METODE PELAKSANAAN akumulasi kembali. Material jahitan bisa
menggunakan benang nonasorbable maupun
Alat dan Bahan benang absorbable;
Berdasarkan pemeriksaan fisik serta 6) Kompres daun telinga yang telah selesai
anamnesis dapat dipastikan bahwa anjing dijahit pada bagian rostral dan caudal daun
Samoyed menunjukkan sakit otitis eksterna yang telinga dengan sedikit menekan
diikuti dengan othematoma. Penanganan kasus menggunakan es. Hal ini bertujuan guna
othematoma dapat dilakukan melalui tindakan menghentikan pendarahan;
operatif. Alat instrumen yang digunakan dalam 7) Postoperative melalui terapi sistemik:
prosedur operasi meliputi clipper atau gunting, R/ Methylprednisolone 20 mg
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 1. (a) Otitis eksterna; (b) Pembuangan debris, gumpalan darah dan cairan pada othematoma;
(c) Flushing menggunakan cairan NaCl fisiologis; (d) Jahitan dilakukan di sekitar S-
shaped incision (Fossum et al., 2007)
sempit dan adanya sumbatan pada saluran hewan. Menurut Popesko et al. (1990), arteri dan
telinga. Tingginya kelembaban dan temperature vena pada regio auricula meliputi A/V.
dapat menyebabkan runtuhnya lapisan epitel Temporalis superficialis yang ditemukan di
sehingga dapat menyebabkan infeksi sekunder. Glandula parotis. V. Temporalis superficialis
Selain itu, salah satu penyebab dari terjadinya mengarah ke dorsal, meyusuri tepi depan
otitis externa disebabkan karena investasi pangkal telinga menuju M. Temporalis.
parasite (ear mites) (Fossum et al., 2007). Percabangan dari V. Temporalis superficialis
Tungau memiliki saluran makanan yang yang mengarah ke bagian telinga adalah V.
terhubung ke oesophagus bernama gnathosoma Auricularis caudalis dan V. Auricularis rostralis.
(kapitulum). Pada gnathosoma terdapat sepasang
palps yang digunakan tungau untuk mencari Clindamycin (Lincosamide antibiotik)
makanan. Palps adalah organ sensorik sederhana Menurut Plumb (2011), Clindamycin
yang terbagi menjadi beberapa segmen, dimana dimetabolisme di hepar menjadi metabolit aktif
pada segmen terakhir terdapat cakar palps atau dan inaktif. Indikasi digunakan untuk anjing
apotele. Terletak tiga pasang chelicerae diantara yang mempunyai luka, abses dan osteomyelitis
pals yang berfungsi untuk merobek, yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus
menggenggam atau menusuk (Wall and Shearer, aureus. Clindamycin dapat melawan organisme
2001). Jaringan yang rusak akibat chelicerae patogen anaerob. Digunakan untuk berbagai
dapat menjadi entry point bagi bakteri untuk macam infeksi protozoa, termasuk
menginfeksi (Parija, 2012). toxoplasmosis. Dapat melawan bakteri coccus
Saat terjadi otitis externa akut, fungsi gram positif aerob termasuk Staphylococcus dan
kelenjar apokrin akan mengalami peningkatan Streptococcus.
jumlah dan ukuran, serta peningkatan sekresi. Kontraindikasi akan ditemukan pada 1)
Sementara fungsi kelenjar sebacea mengalami Kelinci, hamster, chinchillas, marmot, kuda dan
penurunan jumlah dan penurunan aktivitas ruminant karena dapat menyebabkan masalah
(Fossum et al., 2007). pencernaan yang serius hingga kematian; 2)
pasien yang hypersensitive terhadap
Patofisiologi Othematoma lincosamide; 3) menyebabkan esophagitis dan
Penyebab auricular hematoma (othematoma) penyempitan esophagus pada hewan kecil
tidak diketahui dengan baik. Dalam beberapa sehingga harus menghindari dry-pilling ketika
kasus, othematoma disebabkan karena memberikan lincosamide; 4) pasien dengan
guncangan kepala atau garukan pada telinga penyakit ginjal dan hepar harus mendapat
sehingga menimbulkan luka atau iritasi yang peringatan mengenai obat ini dan menyarankan
berhubungan dengan otitis externa. Guncangan pemantauan kadar serum clindamycin selama
kepala dapat menyebabkan fracture pada terapi dosis tinggi; 5) hewan kecil yang baru
cartilage telinga. Beberapa hewan yang lahir.
mengalami hematoma tidak terbukti memiliki Interaksi obat terjadi pada 1) Cyplosporine
penyakit telinga secara bersamaan, beberapa dapat menurunkan kadar Clindamycin; 2)
kasus menunjukkan bahwa hematoma Erythromycin apabila digunakan bersamaan
berhubungan dengan peningkatan kerapuhan dapat menyebabkan antagonisme in vitro
pembuluh kapiler (Fossum et al., 2007). sehingga seiring penggunaannya harus dihindari;
3) Neuromuscular blocking agents Clindamycin
Struktur Anatomi memiliki aktivitas pemblokiran neuromuscular
Othematoma dapat terjadi karena adanya intrinsic sehingga harus digunakan secara hati-
akumulasi darah di antara cartilago dengan hati dengan obat penghambat neuromuscular
permukaan kulit pada convex daun telinga. lain.
Adanya akumulasi darah disebabkan karena Efek Samping, antara lain: gastroenteritis,
vaskularisasi pembuluh darah yang ada di telinga esophagisitis dan penyempitan esofagus apabila
pemberian tanpa diikuti makanan atau minuman. Diuterik, Pottasium-depleting yang diberikan
Hypersalivasi. Menimbulkan rasa sakit pada bersamaan menyebabkan hypokalemia; 9)
daerah injeksi intramuscular. ephedrine dapat menurunkan kadar darah; 10)
estrogens; 11) insulin dapat meningkatkan pasien
Methylprednisolone (glucocorticoid) dalam menerima glucocorticoid; 12)
Menurut Plumb (2011) apabila ketoconazole dan antijamur azole yang lain,
methylprednisole diberikan secara oral akan macrolide antibiotic dapat menurunkan
diserap dengan baik dan didistribusikan secara metabolisme glucocorticoid dan meningkatkan
luas. Hepar merupakan tempat metabolisme kadar darah glucocorticoid; 13) mitotane dapat
yang utama (oksidasi), kebanyakan obat akan mengubah metabolisme steroids; 14) NSAIDS
dieksresikan di renal untuk menjadi metabolit. dan pemberian obat ulcerogenic dengan
Methylprednisolone lebih berpotensi 5x dari glucocorticoid dapat meningkatkan bahaya pada
kortisol sebagai obat antiinflamasi. ulcer system pencernaan; 15) phenobarbital dan
Indikasi digunakan untuk pengobatan rifampin dapat meningkatkan metabolisme dan
masalah endokrin (seperti adrenal insufficiency), menurunkan kadar darah glucocorticoid; 16)
penyakit reumatik (seperti rheumatoid arthritis), vaksin mengakibatkan respon imun berkurang
penyakit kolagen (seperti systemic lupus), terjadi setelah pemberian vaksin, toksoid atau
penyakit pernafasan (seperti asthma), penyakit bakterin pada pasien yang menerima
kulit (pemphigus, alergi kulit), kelainan darah glucocorticoid; 17) warfarin.
(seperti thrombocytopenias, autoimun Efek samping terjadi pada 1) penggunaan
haemolytic anemias), neoplasia, kelainan system jangka panjang dapat menunjukkan manifestasi
syaraf (peningkatan tekanan CSF), penyakit gejala klinik dari hyperadrenocorticism; 2) pada
pencernaan, dan penyakit ginjal (seperti anjing, pemberian dosis tinggi dapat
nephrotic syndrome). menyebabkan diare, adanya darah pada feses
Kontraindikasi infeksi jamur sistemik. (melena, hematochezia), vomit, pendarahan
Hewan yang menderita tuberculosis, peptic saluran pencernaan dan anorexia. Terapi jangka
ulcer, psikosis akut, cornea ulcer, sindrom pendek dapat menyebabkan polydipsia,
cushingoid, diabetes, osteoporosis, prediposisi polyphagia dan polyuria. Selain itu,
thrombophlebitis, hipertensi, CHF, renal methylprednisolone dapat menyebabkan rambut
insufficiency, dan penggunaan pada penderita kering, peambahan berat badan, panting,
tuberculosis akut harus dikontrol dengan hati- peningkatan enzyme hepar, pancreatitis, ulcerasi
hati. system pencernaan, lipidemia, aktivasi diabetes
Interaksi Obat terjadi pada 1) Amphotericin mellitus dan perubahan tingkah laku; 3) pada
B yang diberikan secara bersamaan dengan kucing: dapat menyebabkan polydipsia, polyuria,
glucocorticoid menyebabkan hypokalemia; 2) polyphagia dengan penambahan berat badan,
Analgesik, Anastesi, Injeksi Epidural: Pemberian diare dan depresi. Pemberian pada jangka waktu
bersamaan menyebabkan cedera CNS bahkan yang panjang dengan dosis tinggi dapat
kematian; 3) Anticholinesterase agents: menyebabkan sindrom cushingoid.
pemberian secara bersamaan pada penderita
myasthenia gravis dapat menyebabkan Cetirize HCL (2nd Generation Histamine)
kelemahan otot yang serius; 4) Aspirin Menurut Plumb (2011), cetirize merupakan
glucocorticoid dapat menurunkan kadar salisilat antihistamin tanpa obat penenang yang
darah; 5) Barbiturate mengakibatkan diaplikasikan secara oral. Schooley et al. (2007)
peningkatan metabolisme glucocorticoid dan mengatakan bahwa cetirize tampaknya
penurunan kadar darah; 6) Cyclophosphamide menurunkan pelepasan histamine basofil pada
glucocorticoid menghalangi metabolisme hepar, beberapa spesies, namun pada kucing, cetirize
7) Cyclosporine yang diberikan bersamaan dan cyproheptadine tidak mengurangi inflamasi
menyebabkan peningkatan kadar darah; 8) eosinophil pada saluran nafas.
Saibaba, M., G. Vani, P. Veena, R.V. Suresh Wall, R and D. Shearer. 2001. Veterinary
Kumar. 2014. Aural Hematoma in Domestic Ectoparasites. 2nd Edition. Blackwell
Science, United State of America.
***
1
Mahasiswa Program Profesi Dokter Hewan,
2
Laboratorium Ilmu Bedah Veteriner,
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana,
Jl. P.B. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia 80234; Telp: (0361) 223791
e-mail: rajimanirhas94@gmail.com
ABSTRAK
Aural hematoma adalah pembengkakan akibat penimbunan darah pada daun telinga (pinna
auricula). Hewan kasus adalah anjing lokal betina berumur 12 tahun dengan bobot badan 15 kg.
Terjadi kebengkakan pada pinna auricula kanan. Pemeriksaan fisik yang dilakukan menunjukkan
hasil yang normal, namun memang ditemukan adanya infeksi ektoparasit pada tubuh hewan. Infeksi
ektoparasit tersebut diduga yang menjadi penyebab hewan menggaruk dan mengepakkan telinganya
secara berlebihan, hingga menimbukkan aural hematoma pada hewan kasus. Pemeriksaan
laboratorium hewan menunjukkan hasil yang cukup stabil untuk dilakukan tindakan operasi. Tindakan
yang dilakukan adalah menggunakan metode pembedahan teknik insisi dengan pembuatan drainasi
terbuka pada pinna bagian media. Prognosa pada kasus ini adalah fausta Terapi pasca-operasi
menggunakan antibiotika longamox injeksi dan dilanjutkan dengan pemberian Amoxicilin secara
peroral, serta pemberian meloxicam sebagai anti-inflamasi dan analgesiknya. Hasil pengamatan
menunjukkan terjadinya kesembuhan luka pada hari ke-21, yang ditandai dengan luka mengering dan
terbentuk jaringan baru (kolagenasi).
ABSTRACT
Aural hematoma is swelling due to accumulation of blood on the auricle (pinna auricula). The
case animal is a 12-year-old local female dog with a body weight of 15 kg. There was a swelling in
the right auricula pinna. Physical examination showed normal results, but in skin examination found
an ectoparasite infection on the surface of the animal's body. Ectoparasitic infection is suspected to be
the main cause of the animal’s scratching and ears flapping habit that lead to causing aural hematoma
in the animal’s right ear. Laboratory examination showed a quite stable results for surgery. So the
action taken in this case is to use the method of incision surgery technique by making open drainage
on the inner side of pinna (pinna median). The prognosis in this case is fausta Post-operative therapy
was used long-acting antibiotic Amoxicilin injection (Longamox®) and continued with the
administration of Amoxicilin orally, and also administration of meloxicam as an analgesic. The
observations showed the healing progress of the wound was good, and on the 21st day the wound was
drying up and formed new tissue (collagenation).
719
Indonesia Medicus Veterinus November 2019 8(6): 719-727
pISSN : 2301-7848; eISSN : 2477-6637 DOI: 10.19087/imv.2019.8.6.719
online pada http://ojs.unud.ac.id/php.index/imv
PENDAHULUAN
Hematoma adalah akumulasi darah di luar pembuluh darah. Aural hematoma adalah
kondisi trauma berupa pembengkakan akibat penimbunan darah pada daun telinga (pinna
auricula) (Sudisma, 2006). Terjadinya penimbunan darah diakibatkan oleh terperangkapnya
darah diantara lapisan kulit dan tulang rawan, sehingga tulang rawan mendapat pasokan
darah secara langsung dari kulit yang terletak diatasnya. Penimbunan darah dalam jangka
waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan jaringan (Timothy, 2002). Hematoma dapat
menyebabkan bagian-bagian dari tulang rawan mengerut atau melayu hingga terjadi nekrosis.
Sehingga terjadinya kebengkakan dan perubahan bentuk dari pinna aurikula (Henderson and
Horne, 2003).
Hematoma adalah rusaknya dinding pembuluh darah, vena atau arteri yang berakibat
pada penimbunan darah yang abnormal. Penyebab aural hematoma adalah trauma (Beteg et
al., 2011). Hewan menggaruk telinga akibat reaksi alergi (Eyarefe et al., 2013). Agresifitas
hewan peliharaan, head shaking, dan agen infeksi seperti prasit dan jamur, serta otitis
eksternal akibat reaksi peradangan pada pinna aurikula (Blattler et al., 2007). Aural
hematoma juga telah diamati pada anjing dan kucing dengan infeksi otodectes cynotis
(Kuwahara, 1986). Pada sebagian besar kasus infiltrasi intradermal eosinofil dan sel mast
pernah dilaporkan (Joyce dan Day, 1997). Penyebab pasti kasus aural hematoma sulit
ditentukan (Harvey, 2005).
Tanda klinis aural hematoma adalah kebengkakan pada pinna auricula (Haithem et
al., 2011). Kulit telinga kemerahan, terasa hangat dan berisi darah atau bekuan darah saat di
palpasi (Buckingham, 2004). Faktor predisposisi aural hematoma pada anjing: 1) aural
hematoma dapat menyerang semua umur; 2) aural hematoma sering menginfeksi anjing yang
memiliki telinga terkulai seperti Golden Retriever dan Labrador Retriever; 3) telinga anjing
yang terinfeksi penyakit kronis, seperti infeksi parasit dan jamur serta reaksi alergi (Fossum
2002). Anjing yang tinggal pada lingkungan beriklim tropis juga mengalami peningkatan
risiko terhadap kejadian aural hematoma (Haithem et al., 2011). Infeksi dalam jangka waktu
yang lama, pinna aurikula terasa keras, tebal dan memadat saat dipalpasi akibat pembentukan
fibrin dan jaringan ikat (Louis, 2004).
Laporan ini adalah untuk mengevaluasi penanganan kasus aural hematoma pada
anjing menggunakan metode pembedahan teknik insisi dengan drainasi terbuka. Pengamatan
hasil diperoleh berdasarkan evaluasi proses kesembuhan luka operasi.
720
Indonesia Medicus Veterinus November 2019 8(6): 719-727
pISSN : 2301-7848; eISSN : 2477-6637 DOI: 10.19087/imv.2019.8.6.719
online pada http://ojs.unud.ac.id/php.index/imv
LAPORAN KASUS
Sinyalemen dan Anamnesa
Anjing kasus bernama Brownie, umur 12 tahun dengan berat badan 15 kg. Berjenis
kelamin betina dan berwarna putih. Terjadi kebengkakan pada pinna aurikula kanan.
Berdasarkan informasi dari pemilik, kebengkakan tidak diketahui secara pasti lama
kejadiannya. Anjing kasus pernah terinfeksi kutu dan caplak, menunjukkan gejala mengaruk
telinga, menggelengkan kepala serta kepala dimiringkan ke satu sisi.
Pemeriksaan Klinis dan Laboratorium
Status present anjing kasus aadalah frekuensi jantung: 112x/m, frekuensi pulsus:
108x/m, frekuensi respirasi: 28x/m, capillary refill time (CRT): < 2 detik, suhu: 38,8 oC. Hasil
pemeriksaan fisik yaitu pinna aurikula kanan mengalami pembengkakan. Kulit pinna
aurikula tampak kemerehan (eritema), berisikan cairan dan terasa hangat saat dipalpasi
(Gambar 1).
Gambar 1. (A) Anjing kasus mengalami pembengkakan pada pinna aurikula kanan; (B)
Kulit pinna aurikula tampak kemerahan (eritema).
721
Indonesia Medicus Veterinus November 2019 8(6): 719-727
pISSN : 2301-7848; eISSN : 2477-6637 DOI: 10.19087/imv.2019.8.6.719
online pada http://ojs.unud.ac.id/php.index/imv
722
Indonesia Medicus Veterinus November 2019 8(6): 719-727
pISSN : 2301-7848; eISSN : 2477-6637 DOI: 10.19087/imv.2019.8.6.719
online pada http://ojs.unud.ac.id/php.index/imv
interrupted suture pola matras (Gambar 2E). Jahitan dimulai dari pinna bagian medial dan
menembus kartilago sampai bagian lateral. Menghindari dead space sehingga darah tidak
bisa menumpuk lagi pada ruang hematoma. Benang jahit yang digunakan adalah benang silk
berukuran 3-0 non absorbable sepanjang 0.75 s/d 1 cm. Jahitan dibuat longgar untuk
menghindari kematian jaringan (Gambar 2F).
A B C
D E F
Gambar 2. (A) Teknik insisi; (B) Luka irisan; (C). Pengeluaran timbunan darah; (D).
Pembersihan luka insisi (E). Proses penjahitan; (F). Hasil akhir Jahitan .
723
Indonesia Medicus Veterinus November 2019 8(6): 719-727
pISSN : 2301-7848; eISSN : 2477-6637 DOI: 10.19087/imv.2019.8.6.719
online pada http://ojs.unud.ac.id/php.index/imv
bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder dengan cara menurunkan atau
mengeliminasi bakteri patogen sampai sistem pertahanan tubuh mampu megatasinya sendiri
(Plumridge, 1998). Obat yang memiliki efek kombinasi anti-inflamasi dan analgesik adalah
golongan NSAIDs (Goodman, 2007). Sistem kerja obat yaitu menurunkan produksi
prostaglandin dan tromboksan. Prostaglandin merupakan hasil metabolisme utama dari asam
arakhidonat yang dihambat oleh NSAIDs sehingga proses inflamasi dapat dihambat dan rasa
nyeri dapat ditekan (Zahra dan Corolla, 2017). Selain terapi pengobatan, makanan, vitamin,
dan pemberian zat-zat tertentu merupakan sumber nutrisi pada penyembuhan luka (Zulfa et
al., 2008).
724
Indonesia Medicus Veterinus November 2019 8(6): 719-727
pISSN : 2301-7848; eISSN : 2477-6637 DOI: 10.19087/imv.2019.8.6.719
online pada http://ojs.unud.ac.id/php.index/imv
Respon peradangan tubuh pada luka ditandai dengan kemerahan (rubor) dan
kebengkakan (tumor) (Buckingham, 2004). Kemerahan merupakan bentuk perubahan
vascular pada respon inflamasi akut (Li et al., 2007). Kemerahan terjadi akibat vasokontriksi
pembuluh darah untuk menghentikan perdarahan dan vasodilatasi akibat pelepasan mediator
inflamasi dan sel mast sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah dan peyumbatan
lokal (Sjamsuhidajad dan Dejong, 2005). Vasodilatasi arteriol dan aliran darah meningkatkan
tekanan hidrostatik intravaskuler dan pergerakan cairan dari kapiler. Hilangnya cairan kaya
protein ke dalam ruang perivaskuler menurunkan tekanan osmotik cairan intertisial. Keadaan
ini mengakibatkan mangalirnya air dan ion ke dalam ekstravaskuler yang dapat diamati
dengan terlihatnya edema pada derah luka (Velnar et al., 2009).
Angiogenesis atau neovaskularisasi merupakan proses pembentukan pembuluh darah
baru (Cotran et al., 1999). Fibroblast Growth Factor (FGF) yang merupakan faktor
angiogenesis berpartisipasi dalam migrasi sel makrofag, fibroblast dan endotel pada jaringan
yang rusak dan migrasi epitel (Iozzo dan Antonio, 2001). Epitel bergerak dari tepi luka
dengan sel tepi luka bersifat fagositik untuk membersihkan debris dan plasma. Luka akan
lebih cepat mengalami epitelisasi apabila dipertahankan dalam kondisi lembab (Glat dan
Longaker, 1997). Epitelisasi menutup permukaan luka dan kontraksi merapatkan jarak antara
luka. Miofibroblas merupakan sel yang berperan dalam proses kontraksi. Miofibroblas
mengikat tepi luka dan menarik lapisan epidermis ke arah dalam sehingga tepi luka dapat
saling bertautan (Mallefet, 2008). Granulasi merupakan salah satu tanda penyembuhan luka
yang terlihat pada fase proliferasi (Mandal et al., 2015). Jaringan granulasi terdiri dari
fibroblas, pembuluh kapiler, makrofag dan serabut kolagen (Tonnesen et al., 2000). Serabut-
serabut kolagen dibentuk dengan kepadatan pengerutan yang semakin bertambah dengan
meningkatkan kekuatan potensial jaringan parut. Kolagen yang mengkerut dalam jaringan
ikat memberikan integritas penyembuhan luka dengan baik (Schwartz dan Symour, 2000).
SIMPULAN
Berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan klinis pada anjing kasus diperoleh
diagnosis hewan kasus mengalami aural hematoma. Tindakan penanganan yang dilakukan
menggunakan metode pembedahan teknik insisi dengan pembuatan drainasi terbuka.
Perawatan setelah pembedahan dilakukan dengan pemberian antibiotika, antiinflamasi dan
analgesik. Hasil pengamatan pada kesembuhan luka diperoleh terjadi proses kesembuhan
luka kea rah yang membaik.
725
Indonesia Medicus Veterinus November 2019 8(6): 719-727
pISSN : 2301-7848; eISSN : 2477-6637 DOI: 10.19087/imv.2019.8.6.719
online pada http://ojs.unud.ac.id/php.index/imv
SARAN
Menghindari infestasi ektoparasit pada anjing kesayangan anda merupakan salah satu
langkah efektif untuk mencegah terbentuknya aural hematoma, karena ektoparasit merupakan
penyebab utama kejadian kasus.
DAFTAR PUSTAKA
Beteg F, Muste A, Krupaci A, Scurtu L. 2011. Surgical treatment in dog auricular hematoma
(othematoma). Napoca Veterinary Medicine. 2(68): 38-42.
Blattler U, Herlin O, Mattison RG, Rampelberg F. 2007. Fibrin scalant as a treatment for
canine aural hematoma: a case history. The Veterinary Journal. 173(2): 697-700.
Buckingham RA. 2004. Hematoma of auricular in ear. Nose in throat disease a pocket
refrence, Ed2nd. New York. Pp:76.
Cotran RS, Kumar V, Collins T. 1999. Tissue repair: celluler growth, and wound healing. In:
robbins pathologic basis of disease, 6th ed. Philadelphia: WB Saunders Company, Pp:
89-138.
Dharmawan NS. 2002. Pengantar Patologi Klinik Veteriner. Denpasar: Universitas Udayana
Hematologi Klinik. Hlm. 55,102
Eyarefe OD, Oguntoye CO, Emikpe BO. 2013. A preliminary report on aural hematoma
management with auricular pillow method. Journal of Global Veterinaria. 11(1): 44-
48.
Fossum TW, Hedlund CS, Hulse DA. 2002. Small animal surgery. 2nd ed. St. Louis, Mo:
Mosby. Pp: 246-250.
Gayatri D. 1999. Perkembangan manajemen perawatan luka: dulu dan kini. J Keperawatan
Indo. 2(8): 204-308.
Goodman. 2007. The farmacological basis of therapeutics, 8th ed. Millan Publishing
Company, 1990, Pp: 207-300.
Glat PM, Longaker MT. 1997. Wound healing. In: grabb and smith’s plastic surgery (eds:
Aston SJ, Beasley RW, Thorne CHM). 5th ed. Philadelphia: Lippincott-Raven
Publisher, Pp: 5-7.
Haithem AM, Farhagali, Kelany WM., Ebada M. 2011. Field survey on most common
medicinal and surgical diseases in police guard and explosive dogs from 11/ 2007- 2/
2010. Journal of American Science. 7(4): 816-826.
Harvey RG. 2005. Ear diseases of the dog and cat. American Journal of Veterinary. 66(21):
77-87.
Henderson RA, Horne RP. 2003. Textbook of small animal surgery. 3rd ed. Philadelphia, Pa:
Saunders. Pp:1737-1741.
726
Indonesia Medicus Veterinus November 2019 8(6): 719-727
pISSN : 2301-7848; eISSN : 2477-6637 DOI: 10.19087/imv.2019.8.6.719
online pada http://ojs.unud.ac.id/php.index/imv
Iozzo RV, Antonio JD. 2001. Heparin sulfate proteoglycans: beavy bitters in the angiogenesis
arena. Journal Clinical Investigation. 108(3): 49-55.
Ingold W. 1993. Wound therapy: growth agents as factor to promotes wound healing. Trends
Biotechnol 11. Pp: 387-392.
Joyce J, Day M. 1997. Immunopathogenesis of canine aural hematoma. Journal of Small
Animal Practice. 38(2): 152-158.
Kuwahara J. 1986. Canine and felin aural haematoma: clinical, experimental, and
clinicopathological observations. American Journal of Veterinary Research.
47(1):2300-2308.
Louis NG. 2004. Small Animal Ear Diseases. E-Book: an illustrated guide. 2nd ed. St. Louis,
Missouri: Sounders Elsevier. Pp:157.
Lostapa IWFW, Wardhita AAGJ, Pemayun IGAGP, Sudimartini LM. 2016. Kecepatan
kesembuhan luka insisi yang diberikan amoxicilin dan asam mefenamat pada tikus
putih. Buletin Veteriner Udayana. 8(2): 172-179.
Mallefet P. 2008. Mechanisms involved in wound healing. The Biomedical Scientist, Pp: 609-
615.
Mandal AM, Sene P, Manggang RKJ. 2015. A review on indian medicinal plants and their
role in wound healing activity. World Journal of Pharmaceutical Research. 4(6):
2204-2224.
Nurani D, Keintjem F, Losu FN. 2015. Faktor-faktor yang berhubungan dengan proses
penyembuhan luka pos sectio caesaria. Jurnal Imu Bidan. 3(1): 1-9.
Plumridge RJ. 1998. Cost of Antibiotics: delivery versus acquisition. Spectrum in General
Medicine. 1(1):1-4.
Schwartz, Symour I. 2000. Intisari prinsip ilmu bedah. Diterjemahkan oleh Linda
Chandranata. Jakarta (ID): EGC, hlm: 133-134
Shakeel M, Vallamkondu V, Mountain R, Hussain A. 2015. Open surgical management of
auricular haematoma: incision, evacuation, and mattress sutures. The Journal of
Laryngology & Otology. 129(5): 496-501.
Shenoy C, Patil MB, Kumar R, Patil S. 2009. Preliminar phytochemical investigation and
wound healing activity of allium cepa linn (liliaceae). International Journal of
Pharmaceutical Sciences. 2(2): 167-175.
Sihotang HM, Yulianti H. 2018. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan
luka post sectio caesarea. Journal Care. 6(2): 175-183.
Sjamsuhidajad R, Dejong W. 2005. Buku ajar: ilmu bedah. Jakarta. EGC. Hlm. 67-72.
Sudisma IGN, Pemayun IGAGP, Wardhita AAGJ, Gorda IW. 2006. Ilmu bedah veteriner
dan teknik operasi. Universitas Udayana. Denpasar: Pelawa Sari.
Timothy, TK. 2002. Disease of the auricular externa in ballanger’s otorhinolaringology
head and neck surgery, Pp: 230-235.
Tonnesen MG, Feng X, Clark RAF. 2000. Angiogenesis in wound healing. JID Symposium
Procedings. 5(1): 40-46.
Velnar T, Bailey T, Smrkolj V. 2009. The wound healing process: an overview of the cellular
and molecular mechanisms. The Journal of International Medical Research. 37(5):
1528-1542.
Zahra AP, Corolla N. 2017. Obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS): gastroprotektif vs
kardiotoksik. Majority. 6(3): 153-158.
Zulfa, Murachman E, Gayatri D. 2008. Perbandingan penyembuhan luka terbuka
menggunakan balutan madu atau balutan normal salin-povidone iodine. J
Keperawatan Indo. 12(1): 34-39.
727
Bulletin UASVM, Veterinary Medicine 68(2)/2011
pISSN 1843-5270; eISSN 1843-5378
Abstract. Dog ear pathology has an important place in the cranial region disorders. By
anatomotopographical disposal the pinna ear dog is vulnerable exposed to traumatic external
agents,inert or animated that can cause various injuries on the ear pinna region(wounds,
contusions, hematoma, vasculocutaneous tear).Aural hematoma is clinically traduced by the
presence of collection within cartilage plate of the ear, that are initially fluid, soft, fluctuating,
but later due to resorption and fibrosis become more firm and reduce it size and volume. For
surgical treatment of ear hematomas were described several techniques (4). Goals of surgery
are to remove the hematoma, prevent recurrence and to maintain natural and aesthetic
appearance of the ear pinna use. The most common procedure is incision of the parietal tissue
of hematoma, evacuation clots of blood and fibrin and to fix cartilage untill scar tissue
formation.
INTRODUCTION
38
a.Precocious surgical intervention group (less than 3 days after othematoma producing)
b.Tardive surgical intervention group (over 3 days after othematoma producing)
Preoperative we performed aseptical preparation of pinna of the ear affected ear, by
clipping at both sides (convex and concave) and shaving hair after a good moisturising the
region with antiseptic soap.
Surgical treatement of the auricular hematoma.
Anesthetic protocol was done by neuroleptanalgesia (NLA) with acepromazine
(Vetranquil 1%) and 10% ketamine. Anesthetic medication was administered intramuscularly
according to the following protocol: initially we administered acepromazine i.m. 1mg/kc,
followed by Ketamine 10 minutes after acepromazine administration. The dose of ketamine
administered was 10 mg / kc.
Chemical antisepsia of the ear pinna we realized very careful to reduce microbial
load on the cutaneous layer.We did first application of Betadine solution and then wiped the
pinna with dry sterile swab to remove excess solution and evantuale foreign bodies
(hair).Finally we realized again chemical antisepsia with ticture iodine or isopropylic
alcoohol.
Apply a sterile swab in the external orifice of the ear to prevent overflow of
othematoma content in the ear canal. This preparatory time is required to be performed before
even by chemical antisepsia ot tha pinna, because any liquid or discharge that reaches the ear
canal may be complicated by disease of the external or middle ear(3).
"S" shaped incision of the skin and cartilage on the concave (internal) along the length
of the auricular hematoma(3). Incision performed with the scalpel, starting from the base of
the ear and going to the top of the ear, by moderate pressure to avoid sectioning the skin on
the convex side (external) of pinna(4).Incision edges were plain to prevent formation of
adhesions which cause further changes of the ear aspect (fig. 1).
Drainage of the auricular hematoma content, was performed after opening the parietal
incision(5). Depending on the length of evolution, content drain spontaneously partial in the
39
opening, completed with digital compression from exterior for a more complete
drainage(fig. 2).
Othematoma cavity lavage after drainage.After removal of the othematoma content for
stripping of all debris, clots and tissue fluids, we performed a lavage with saline, and
sometimes used hydrogen peroxide.
Suture pexy of the pinna structure. Suture technique applied is defining performance in
obtaining the earliest possible healing without complications and to preserve the phenotypic
appearance of the patient. The suture was performed with 3-0 Prolene not resorbable,
monofilament with needle.Suture was a total perforating suture ( skin on the face of internal -
concave, cartilage and skin of the external-convex face) in separate points, applied parallel to
the axis of the pinna and parallel with major vessels(5).Applied suture points were 0.5 to 0.75
cm loop length, with the appearance of a "U" vertical. (fig. 3a and 3b).We apllied many
sutures to avoid pocket formation in which fluids can accumulate(4,6). The distance between
two adjacent points was a maximum 1cm.
a b
Fig.3. Performing suture of pinna structure
40
Suture points were applied over the whole surface of the pinna which was affected by
othematoma.
Daily was performed postoperative monitoring of general status of the patient, local
antisepsia of the suture pexy(4), respectively of the incision drainage, using appropriate
tampons soaked in saline or hydrogen peroxide.
CONCLUSIONS
41
• Auricular hematoma(othematoma) is a condition if is not adequately treated, unaesthetic
ear sequelae results, and compromise the phenotypic appearance breed specific.
Surgical technique described in this study provide successful healing without unaesthetic
postoperative complications.
• Large incision, completely drainage, on time and correctly suture pexy performed and
applied, complete with control and monitoring of patients healing,are the key elements of
successful surgical treatement.
• Precocious drainage of the aural hematoma, regardless of its cause, leads to the limitation
of postoperative complications wich compromise aesthestic and cosmetic appearance of
the breed-specific.
REFERENCES
1. AITHAL HP, KINJAVDEKAR P, AMARPAL, MAITI SK, PAWDE AM, SINGH GR.
2000, Treatment of aural haematoma with local administration of dexamethasone in dogs.
Indian Veterinary Journal, 77, 619-621.
2. BOJRAB, MJ, CONSTANTINESCU, GM., 1998,: Sutureless technique for repair of aural
hematoma. Baltimore, Williams and Wilkings, 97-98.
3. CHAKRABARTI A, PAL B, DAS B., 1994, Treatment of a hematoma in the dog. A non
surgical approach. Indian Veterinary Journal, 71 (10), 1229-1230.
4. FOSSUM THERESA WELCH, H. B. SEIM III, C S. HEDLUND, A. L. JOHNSON, K.
S. SCHULZ, M. D. WILLARD, A. BAHR, G. L. CARROLL, 2002, - Small animal
surgery, p.307-310, Mosby Elsevier
5. SOBTI VK, SINGH KI, SAINI NS, SHARMA SN., 1994, A simple surgical technique
for treatment of aural haematoma in dogs – analysis of 50 clinical cases. Indian
Veterinary Journal, 71, 1030-1031.
6. SWAIM, SF, BARDLEY, DM., 1996, Evaluation of closed suction drainage for treating
auricular hematomas. Journal of the American Animal Hospital Association, 32, 36-43.
42