Anda di halaman 1dari 18

ILMU BEDAH KHUSUS VETERINER

TEKNIK OPERASI TREPANASIO

Disusun Oleh:

KELOMPOK 4 KELAS B

1. KOMANG AYU TRIANA SANJIWANI 1809511049


2. FERDY OLGA SAPUTRA 1809511050
3. M. FARHAN AL MA’ARIF 1809511051

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
kasih karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan paper yang berjudul “Teknik Operasi
Trepanasio” ini dengan baik. Tulisan ini dibuat bertujuan untuk menyelesaikan tugas dari mata
kuliah Ilmu Bedah Khusus Veteriner dan menambah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi para
pembacanya.
Tak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam pembuatan tulisan ini, sehingga tulisan ini dapat selesai dengan baik dan tepat
pada waktunya. Kami sadar, bahwa tulisan ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kami
sebagai penulis menerima dengan lapang dada segala bentuk kritik dan saran yang bersifat
membangun. Nantinya semua kritik dan saran yang diberikan tersebut akan kami gunakan
sebagai pedoman dan acuan dalam pembuatan tulisan kedepannya.
Kami berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dan dapat menambah
wawasan bagi para pembacanya. Sekali lagi, kami ucapkan banyak terima kasih.

Denpasar, 4 September 2021


Penulis

ii
DAFTAR ISI
Contents

HALAMAN JUDUL .................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1

1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 1

1.4 Manfaat Penulisan ....................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 3

2.1 Terminologi ................................................................................................................. 3

2.2 Indikasi ........................................................................................................................ 3

2.3 Anestesi ....................................................................................................................... 4

2.4 Manajemen Praoperasi ................................................................................................ 4

2.5 Teknik Operasi ............................................................................................................ 6

2.6 Manajemen Pascaoperasi .......................................................................................... 12

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 13

3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 13

3.2 Saran .......................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 14

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Situs Trepanasio Sinus Pada Kuda........................................................................ 5

Gambar 2. 2 Margin Insisi Kulit Flap Tulang Frontonasal ........................................................ 7

Gambar 2. 3 Kraniotomi Flap Tulang Menggunakan Alat Pemahat Tulang ............................. 7

Gambar 2. 4 Flap Tulang Frontonasal dan Isi Kompartemen Sinus Frontal dan Maksila......... 8

Gambar 2. 5 Pembalutan Situs Bedah Pascaoperasi .................................................................. 9

Gambar 2. 6 Pelubangan Situs Menggunakan Trepan ............................................................. 10

Gambar 2. 7 Repulsi Gigi Premolar Menggunakan Dental Pouch .......................................... 10

Gambar 2. 8 Pandangan Intraoperatif Setelah Kraniotomi Tulang Hidung............................. 11

Gambar 2. 9 Gigi premolar yang telah diekstraksi dan massa padat yang telah diangkat ....... 11

Gambar 2. 10 Situs operasi ditutup dengan pola jahitan simple interrupted ........................... 12

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tulang kepala memiliki rongga yang sempit yang hanya cukup ditempati oleh otak
dan cairan peredam otak (cairan serebrospinal), maka dari itu bila terjadi pembengkakan akibat
cedera kepala akan menyebabkan peningkatan tekanan dalam rongga kepala. Jika hal ini terus
dibiarkan, akan menekan batang otak, sehingga fungsi - fungsi vital dalam tubuh seperti fungsi
pernafasan, sirkulasi dan kesadaran akan terganggu, sehingga menyebabkan kematian. Seperti
bagian tubuh lainnya, otak juga rentan terhadap perdarahan, infeksi, dan bentuk kerusakan
lainnya. Kerusakan atau perubahan fungsi pada otak terkadang membutuhkan prosedur
pembedahan. Trepanasio adalah satu praktek operasi yang sering dilakukan. Trepanasio
didefinisikan sebagai pengangkatan sepotong tulang tengkorak dari individu yang hidup tanpa
penetrasi jaringan lunak di bawahnya. Namun teknik ini bukan hanya dipraktek oleh
masyarakat modern, kenyataannya teknik operasi ini sudah ada sejak ratusan bahkan ribuan
tahun silam. Trepanasio dilakukan sebagai bagian dari ritual suku atau takhayul. Itu juga
digunakan sebagai pengobatan untuk cedera kepala. Orang zaman dulu dengan pengetahuan
yang terbatas melakukan pembedahan yang berpotensi mematikan. Meski berbahaya, nyatanya
pembedahan yang dilakukan manusia kuno justru mampu menyelamatkan banyak nyawa.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:


1. Apa saja terminologi operasi trepanasio?
2. Apa saja indikasi operasi trepanasio?
3. Bagaimana prosedur anestesi operasi trepanasio?
4. Bagaimana persiapan pre operasi trepanasio?
5. Bagaimana teknik operasi trepanasio?
6. Bagaimana perawatan pasca operasi trepanasio?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diperoleh tujuan penulisan sebagai berikut:


1. Untuk mengetahui terminologi operasi trepanasio.
2. Untuk mengetahui indikasi operasi trepanasio.

1
3. Untuk mengetahui prosedur anestesi operasi trepanasio.
4. Untuk mengetahui persiapan pre operasi trepanasio.
5. Untuk mengetahui teknik operasi trepanasio.
6. Untuk mengetahui perawatan pasca operasi trepanasio.

1.4 Manfaat Penulisan

Berdasarkan tujuan penulisan di atas, maka manfaat yang diperoleh sebagai berikut:
1. Dapat memberikan manfaat bagi pembaca untuk memahami dan mengerti mengenai
teknik operasi trepanasio pada hewan serta dapat menjadi bahan bacaan untuk mata kuliah
lmu Bedah Khusus Veteriner
2. Dapat memberikan manfaat bagi penulis untuk menambah wawasan mengenai teknik
operasi trepanasio pada hewan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terminologi

Trepanasio adalah tindakan operasi dengan membuka suatu rongga yang berdinding
keras dengan menggunakan alat trepan. Salah satu contoh operasi trepanasio adalah operasi
kraniotomi (craniotomy). Kraniotomi adalah salah satu tindakan operasi dengan membuka
tulang kepala yang bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif dengan
menggunakan alat trepan, misalnya pada operasi sinus di daerah kepala atau operasi pada liang
atau rongga sumsum tulang.
Trepanasio umumnya dilakukan pada hewan besar, antara lain untuk membuka sinus
maxillaris rostral, sinus maxillaris caudal, sinus chonchofrontalis, sinus frontalis, rongga
hidung dan rongga-rongga pada rahang bawah.
Trepanasio tidak hanya membuka suatu rongga yang dibatasi oleh tulang, melainkan
dapat juga untuk trepanasio jaringan lemak dibawah kulit misalnya pada kulit kelopak mata
bawah dengan tujuan operasi pengobatan entropion dan ectropion.

2.2 Indikasi

Sebelum melakukan prosedur trepanasio, seorang dokter hewan harus benar-benar


menganalisa dengan tepat tentang kasus yang ditangani secara terperinci untuk
mengkonfirmasi keberadaan sinusitis, mengumpulkan informasi sebanyak mungkin mengenai
kemungkinan penyebab kondisi tersebut, menentukan kompartemen sinus mana yang terlibat,
dan menetapkan posisi lokasi bedah yang paling tepat. Oleh karena itu, indikasi untuk operasi
sinus didasarkan pada hasil pemeriksaan klinis, endoskopi hidung (sinoskopi), radiografi
tengkorak, dan pemeriksaan intraoral (Barakzai dan Dixon, 2014). Indikasi operasi trepanasio
adalah sebagai berikut:

a. Pemeriksaan sinoskopi
b. Penempatan tabung lavage untuk pengobatan sinusitis
c. Fenestrasi endoskopi dari bula conchal ventral
d. Pembedahan sinus yang dipandu sinuskopi (misalnya, untuk biopsi massa, pengeluaran
pus yang mengental, injeksi formalin, atau pengangkatan hematoma etmoidal)
e. Pengobatan emphyema, neoplasma, dan tumor
f. Fraktur tulang maksila atau frontal yang memerlukan elevasi dan fiksasi atau fragmen
kecil yang perlu diangkat.

3
g. Penanganan kasus fistulasi sinonasal
h. Membantu dalam usaha pencabutan gigi premolar dan molar pada kuda
i. Percobaan pada suatu keadaan depresi dimana terjadi infraksio os frontalis (os frontalis
melekuk ke dalam) pada trepanasio sinus frontalis

2.3 Anestesi

Bahan anestesi dan premedikasi harus disiapkan sebelum dilakukannya operasi.


Hewan disedasi dengan premedikasi kombinasi α2-agonis (romifidine atau detomidine)
ditambah butorphanol dengan antibiotik spektrum luas (misal kombinasi anatara neomisin dan
penisilin prokain) secara intramuskuler, serta NSAID (seperti flunixin atau fenilbutazon)
secara rutin (Barakzai dan Dixon, 2014). Obat anestesi lokal seperti 2% lidokain atau
mepivakain diberikan secara subkutan pada daerah yang akan dioperasi (Woodie, 2011).

2.4 Manajemen Praoperasi

Persiapan yang dilakukan sebelum operasi trepanasio, seperti persiapan alat bedah
dapat berupa Halter, michele trephine atau Steinman pin dan chuck, obat, hewan, dan tempat
atau ruang operasi. Alat-alat yang digunakan dalam keadaan steril, obat yang digunakan dapat
berupa preanastesi, anastesi, antiradang, antibiotik, dan disinfektan. Persiapan hewan sebelum
dilakukan operasi dalam hal ini yaitu pemeriksaan fisik hewan. Apabila yang sakit sebelah kiri
maka hewan dibaringkan ke sebelah kanan atau dibaringkan ke bagian yang sehat. Selanjutnya
rambut di tempat operasi dibersihkan, didesinfeksi dan dianestesi lokal. Bila diperlukan dapat
juga dilakukan dengan anestesi umum (Sudisma et al., 2006).
Operasi trepanasio biasanya dilakukan dengan posisi hewan berdiri dengan
menggunakan infiltrasi anestesi lokal dan restrain kimia bila diperlukan. Untuk standing
surgery pada kuda, pasien harus berada dalam kandang jepit serta direstrain menggunakan
halter. Halter harus digunakan untuk menahan kepala agar meminimalkan pergerakan selama
prosedur pembedahan. Kulit di bagian yang akan dilakukan trepanasio dijepit bagian
pinggirnya minimal 2 cm dari bagian yang akan dilakukan teknik trepanasio. Kemudian
dilakukan scrub atau didesinfeksi menggunakan chlorhexidine diikuti dengan alkohol. Pastikan
tidak menyentuh mata karena dapat menyebabkan keratitis kimiawi yang parah.
Kuda dibius menggunakan detomidine (0,02 mg/kg IV) dan butorphanol (0,01 mg/kg
IV) yang diencerkan dalam saline, diberikan melalui pompa infus kateter jugularis
intravaskular 14-gauge, dengan laju infus konstan dipertahankan. Dosis disesuaikan dengan

4
perilaku kuda. Obat anestesi lokal seperti 2% lidokain atau mepivakain diberikan secara
subkutan pada daerah yang akan dioperasi (Woodie, 2011).
Pemilihan lokasi atau situs trepanasio tergantung pada indikasi spesifik untuk prosedur
dan usia hewan. Pengetahuan tentang batas-batas situs memberikan paparan maksimal dari
sinus yang akan ditrepanasio sekaligus melindungi kanalis infraorbital dan duktus
nasolakrimalis yang rentan (Gerard, 2010).
a. Sinus maksilaris rostral
Situs trepanasio sinus maksilaris rostral pada kuda dewasa terletak pada 40% dari jarak
antara ujung depan crista fascialis dan canthus medial mata, dan 1 cm ventral ke garis yang
menghubungkan foramen infraorbital dan chantus medial. Sinus ini membutuh
penempatan yang hati-hati, terutama pada kuda yang lebih muda (<7 tahun).
b. Sinus frontalis
Lokasi operasi trepanasio sinus frontalis adalah pada sudut yang dibentuk oleh suatu garis
yang menghubungkan kedua foramen supra orbitale, dengan garis yang sejajar garis
median kepala berjarak satu lebar jari ke atas lateral. Situs portal ini diposisikan 0,5 cm
caudal ke garis ditarik antara kiri dan kanan medial chantus, dan setengah antara garis
tengah dan cathus medial ipsilateral.
c. Sinus maksilaris kaudal
Sinus maksilaris caudal terletak 2 cm rostral dan 2 cm ventral dari kantus medial mata.
d. Situs Pencabutan gigi pipi
Ditentukan oleh lokasi gigi yang terluka.

Gambar 2. 1 Situs Trepanasio Sinus Pada Kuda.


(Sumber https://quizlet.com/286523462/equine-diseases-of-nasal-cavity-and-paranasal-
sinuses-diagram/)

5
2.5 Teknik Operasi

Secara umum terdapat 2 macam teknik operasi trepanasio pada sinus, yaitu
menggunakan alat pemahat tulang atau gergaji tulang yang membentuk tiga sisi persegi
panjang flap tulang, serta dengan menggunakan alat trepan dengan berbagai ukuran diameter
yang membentuk kepingan tulang. Teknik operasi trepanasio sinus membutuhkan pengetahuan
tentang anatomi yang baik sehingga dapat mengurangi resiko komplikasi seperti perdarahan
intraoperatif signifikan, kerusakan alveolar gigi atau saluran infraorbital, infeksi luka
pascaoperasi, dan kekambuhan penyakit (Barakzai dan Dixon, 2014).
 Trepanasio Sinus Maxillaris Kuda pada Kasus Sinusitis Dengan Metode Flap
Tulang Frontonasal
Pembuatan flap tulang bertujuan untuk memberikan akses langsung ke frontal,
dorsal choncal, caudal dan sinus sphenopalatina dengan perdarahan minimal, bahkan
dengan manipulasi di dalam sinus. Eksudat dan jaringan nekrotik dengan mudah
dikeluarkan melalui flap dan pemeriksaan daerah lain di dekat sinus paranasal lebih
mudah dilakukan dibandingkan dengan menggunakan metode lubang trepanasio
konvensional (Khairuddin dan Armiladiana, 2016).
Metode operasi ini diawali dengan restrain pada hewan serta pemberian
preanestesi dan anestesi lokal. Selanjutnya adalah menentukan daerah sayatan pada
situs trepanasio. Garis sayatan dibuat tiga batasan dengan garis median kepala berfungsi
sebagai dasar flap. Batas caudal (belakang) flap adalah garis yang tegak lurus dengan
garis median kepala ke titik di antara foramen supraorbital dan kantus medial mata.
Batas lateral (samping) flap garis yang dimulai dari batas caudal (2,0-2,5 cm dari kantus
medial) memanjang kira-kira 2/3 jarak dari kantus medial hingga foramen infraorbitalis
mata. Batas rostral (depan) flap adalah garis yang tegak lurus dengan garis median
kepala ke ujung depan dari batas lateral. Setelah batas sayatan bedah ditentukan,
sayatan kulit dibuat memanjang melalui jaringan subkutan dan periosteum, dibuat di
sepanjang tiga margin yang telah ditentukan (Gambar 2.2).

6
Gambar 2. 2 Margin Insisi Kulit Flap Tulang Frontonasal.
(Sumber: Khairuddin dan Armiladiana, 2016)
Osteotomi kemudian dilakukan dengan menggunakan pahat dan palu di
sepanjang tepi sayatan (Gambar 2.3). Potongan pada tulang dimiringkan untuk
memastikan penutupan yang aman saat flap tulang diangkat. Setelah osteotomi
dilakukan pada ketiga margin, flap diangkat menggunakan pahat sampai jari operator
dapat menjangkau bagian bawah flap. Flap tulang kemudian diangkat perlahan-lahan
dengan tekanan yang stabil dan merata hingga fraktur sepanjang sisi dorsal (dasar) flap
yang berada di bawah jaringan yang utuh (Gambar 2.4). Saat flap dibuka, kompartemen
sinus frontal dan sinus maksilaris terbuka. Bahan purulen dan jaringan nekrotik akan
terlihat melapisi membran mukosa sinus.

Gambar 2. 3 Kraniotomi Flap Tulang Menggunakan Alat Pemahat Tulang.


(Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=piw4DYsaPew&t=117s)

7
Gambar 2. 4 Flap Tulang Frontonasal dan Isi Kompartemen Sinus Frontal dan Maksila.
(Sumber: Khairuddin dan Armiladiana, 2016)
Kompartemen sinus paranasal kemudian dieksplorasi dan semua jaringan
nekrotik dan bahan purulen dikeluarkan menggunakan jari, kuret dan hemostat. Bilas
dengan penuh menggunakan selang dengan air diarahkan ke lubang sinus untuk
mengeluarkan nanah, jaringan nekrotik, dan perdarahan secara menyeluruh. Untuk
penutupan situs, flap tulang diangkat, dan jaringan subkutan ditutup dengan pola jahitan
kontinu sederhana. Kulit ditutup dengan pola jahitan matras horizontal.
Untuk memaksimalkan pembersihan kompartemen sinus dari bahan purulen
yang masih tersisa di dalam karena lokasi anatomisnya yang lebih dalam (lebih ventral)
sehingga operator kesulitan mengeluarkan bahan purulen. Dengan pertimbangan
tersebut, trepanasio sinus maksilaris caudal dilakukan dengan menggunakan trepan
berdiameter 5 cm untuk membuat situs untuk pembilasan sinus setiap hari. Kateter
Foley kemudian dimasukkan ke dalam situs trepanasio.
Kedua situs pembedahan ditutup dengan modern dressing gel untuk
menciptakan lingkungan yang lembab agar luka segera sembuh. Kemudian ditutup
dengan lapisan kain kasa diikuti oleh gulungan perban perekat elastis di sekitar lokasi
operasi dan kepala kuda (Gambar 2.5). Ujung bebas dari kateter Foley dibiarkan
menggantung untuk tujuan pembilasan harian (Khairuddin dan Armiladiana, 2016).

8
Gambar 2. 5 Pembalutan Situs Bedah Pascaoperasi. (Khairuddin dan Armiladiana, 2016 )

 Trepanasio Os Maxillaris Kuda pada Kasus Ossifying Fibroma Rongga Hidung

Ossifying fibroma (OFs) adalah neoplasma fibro-osseous yang paling sering


terjadi pada tulang intramembran tengkorak dan mandibula. Lesi tersebut dapat
menyebabkan pergeseran tulang alveolar dan kortikal, kelonggaran gigi,
terganggunya mastikasi makanan, dan predisposisi rahang pada fraktur patologis
(Turek et al., 2021).
Pada pemeiksaan radiografi ditemukan massa mineral padat berbentuk oval
dalam saluran hidung kiri, memanjang dari daerah di atas gigi premolar III (triadan
208) hingga lubang hidung, sehingga membuat prmolar III bergeser ke arah rostral
lubang hidung. Gigi susu (decidua 607 dan 608) juga terlihat. Massa tersebut
menyebabkan deformasi dan kompresi concha nasalis dorsal dan ventral kiri, deviasi
septum nasi, dan penebalan concha nasalis dorsal dan ventral kanan. Apeks gigi
premolar III mengalami perubahan bentuk dan bersinggungan langsung massa padat.
Pembedahan dilakukan dengan langkah-langkah berikut: ekstraksi gigi susu
secara intraoral, ekstraksi premolar III, dan pengangkatan tumor. Semua prosedur
dilakukan dalam posisi berdiri selama protokol anestesi yang sama (Turek et al.,
2021). Metode operasi ini diawali dengan restrain pada hewan serta pemberian
preanestesi dan anestesi lokal. Kuda dipantau dengan monitor tanda vital (EKG,
oksimetri nadi, kapnografi). Gigi susu (decidua 607 dan 608) dicabut secara intraoral
tanpa komplikasi.

9
Ekstraksi premolar III dilakukan dengan teknik trepanasio os maxillaris kiri
dengan pendekatan ke akar gigi. Sayatan 6 cm dibuat melalui kulit, dan jaringan
subkutan levator nasolabialis dan otot caninus dipisahkan. Periosteum digeser dan
disisihkan dari tulang. Trepan berdiameter 25 mm digunakan untuk membuat lubang
di sisi rostral tulang dan dorsal crista fascialis, di bawah foramen infraorbital (Gambar
2.6). Lempeng tulang yang telah terbentuk kemudian diangkat, selanjutnya ekspos
terhadap akar gigi dapat dilakukan. Sebuah dental punch berukuran 10 mm digunakan
untuk mendorong gigi ke dalam mulut (Gambar 2.7). Selama operasi, mahkota gigi
yang sakit dipalpasi melalui cavum oral untuk mendeteksi getaran dan memastikannya
posisi yang benar dari dental punch. Gigi kemudian dicabut dalam keadaan utuh
menggunakan dental elevator.
Setelah gigi dicabut, periosteum dan jaringan subkutan ditutup menggunakan
pola jahitan kontinu sederhana (benang monofilamen absorbable 1/0), dan kulit
disatukan dengan 8 jahitan dengan pola jahitan simple interrupted menggunakan
benang non absorbable (benang monofilamen 1/0) (Gambar 2.10).

Gambar 2. 6 Pelubangan Situs Menggunakan Trepan.


(Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=uyVS6IMehFA)

Gambar 2. 7 Repulsi Gigi Premolar Menggunakan Dental Pouch.


(Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=uyVS6IMehFA)

10
Untuk menghilangkan massa padat, perlu dilakukan osteotomi tulang hidung
untuk melepaskan bagian kaudal massa padat yang menempel pada konka hidung.
Setelah sayatan pada kulit sepanjang 10 cm dibuat hingga ke jaringan subkutan, otot
levator nasolabialis dan levator labii maxillaris dipisahkan menggunakan jari (blunt
dissection), kemudian periosteum diangkat. Gergaji berosilasi (oscillating saw)
digunakan untuk membuat fragmen tulang persegi panjang berukuran 2 x 5 cm dari
arah kaudal ke arah incisura nasoincisivus (Gambar 2.8). Pengangkatan tulang
memungkinkan akses langsung ke bagian kaudal massa padat. Sambungan massa
kemudian dilepas langsung dengan jari (blunt dissection). Massa dipisahkan dan
dikeluarkan melalui lubang hidung menggunakan forsep Fergusson (Gambar 2.9).
Selanjutnya situs bedah ditutup sama seperti dengan metode sebelumnya (Gambar
2.10) (Turek et al., 2021).

Gambar 2. 8 Pandangan Intraoperatif Setelah Kraniotomi Tulang Hidung.


(Sumber: Turek et al., 2021)

Gambar 2. 9 Gigi premolar yang telah diekstraksi dan massa padat yang telah diangkat.
(Sumber: Turek et al., 2021)

11
Gambar 2. 10 Situs operasi ditutup dengan pola jahitan simple interrupted.
(Sumber: Turek et al., 2021)
2.6 Manajemen Pascaoperasi

Perawatan pascaoperasi trepanasio tergolong minim. Situs trepanasio perlu dimonitor


akan adanya perkembangan selulitis (Woodie, 2011). Perawatan pascaoperasi juga sebaiknya
mencangkup pengunaan obat antiradang seperti meloxicam per oral atau flunixin meglumine
secara intravena (Schleining, 2016). Pemberian antibiotik Pensilin-Streptomisin diberikan
untuk mencegah terjadinya infeksi. Mukosa sinus sangat peka dan hanya larutan antiseptik
yang sangat encer yang harus digunakan untuk membersihkan sinus. Larutan yang
mengandung sabun tidak boleh digunakan untuk irigasi sinus. Tujuan utama irigasi sinus
adalah untuk secara fisik mengeluarkan dan melarutkan materi dalam sinus, daripada
memberikan reaksi antibakteri. Irigasi harus dilakukan 2 hingga 3 kali sehari dengan volume
yang besar (3-5 liter). Larutan irigasi yang dapat digunakan ialah povidone iodine 0,05% saline
steril (0,9% NaCl), saline isotonis (9 gram dilarutkan dalam 1 liter air), dan air keran (Barakzai
dan Dixon, 2014). Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kondisi luka pascaoperasi harus
bebas dari lalat untuk mencegah munculnya belatung. Oleh karena itu jika hewan berada pada
kandang yang lembab dan terdapat lalat maka disarankan untuk membungkus luka dengan
perban hingga luka sembuh (Khairuddin dan Armiladiana, 2016).

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Trepanasio adalah tindakan operasi dengan membuka suatu rongga yang berdinding
keras dengan menggunakan alat trepan. Salah satu contoh operasi trepanasio adalah operasi
kraniotomi. Operasi trepanasio biasanya dilakukan dengan posisi hewan berdiri dengan
menggunakan infiltrasi anestesi lokal dan premedikasi. pasien harus berada dalam kandang
jepit serta direstrain menggunakan halter. Secara umum terdapat 2 macam teknik operasi
trepanasio pada sinus, yaitu menggunakan alat pemahat tulang atau gergaji tulang yang
membentuk tiga sisi persegi panjang flap tulang, serta dengan menggunakan alat trepan dengan
berbagai ukuran diameter yang membentuk kepingan tulang. Perawatan pascaoperasi
trepanasio teridiri dari pemberian obat antiradang, antibiotik, pembersihan dengan larutan
antiseptik secara rutin, monitoring situs pembedahan, serta pengcegahan dari kontaminasi lalat.

3.2 Saran

Semoga paper ini dapat menjadi bahan acuan dan referensi bagi para pembaca,
khususnya mahasiswa Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Semoga kedepannya dapat
dibuat lebih banyak informasi mengenai teknik operasi trepanasio yang diperlukan oleh
mahasiswa kedokteran hewan dan seorang dokter hewan ataupun masyarakat secara umum.

13
DAFTAR PUSTAKA

Barakzai, S. Z, dan Dixon, P. M. 2014. Standing Equine Sinus Surgery. Vet Clin Equine. 30(1):
45-62.

Erdal, Y. S., Erdal, Ö. D. 2011. A review of trepanations in Anatolia with new cases. Int J
Osteoarchaeol. 21:505–534.

Gerard, M. P. 2010. Paranasal sinus anatomy and trephination technique (Proceedings).


https://www.dvm360.com/view/paranasal-sinus-anatomy-and-trephination-
technique-proceedings (diakses pada tanggal 4 September 2021).

Hawkins, J.F. 2015. Advances in Equine Upper Respiratory Surgery, 1st ed.; Wiley Blackwell:
Ames, IA, USA. Hlmn: 141–185.

Khairuddin, N. H., dan Armiladiana, M. M. 2016. Standing Frontonasal Flap and Maxillary
Sinus Trephination in a Horse with Sinusitis. Pertanika J Trop Agric Sci. 39(1): 117-
126.

Lee, K. S. 2015. History of Chronic Subdural Hematoma. Korean J Neurotrauma. 11(2): 27-
34.

Schleining, J. A. 2016. Surgery of The Sinuses and Eyes. Veterinary Clinics of North America:
Food and Animal Practice. 32: 571-591.

Sudisma, I. G. N., Putra Pemayun, I. G. A. G., Jaya Wardhita, A. A. G., dan Gorda, I. W. 2016.
Ilmu Bedah Veteriner dan Teknik Operasi. Denpasar: Plawa Sari

Turek, B., Gorski, K., Drewnowska, O., Buczkowska, R., Kozlowska, N., dan Sapierzynski,
R. 2021. Ossifying Fibroma in the Nasal Cavity of a 2-Year-Old Horse. Animals. 11:
317.

Woodie, J. B. 2011. Diagnostic and Therapeutic Procedures for The Upper Respiratory Tract.
American Association of Equine Practitioners Proceedings. 57:5-7.

14

Anda mungkin juga menyukai