Anda di halaman 1dari 12

MANAJEMEN DAN KESEHATAN SAPI BALI PENYAKIT

BLOAT PADA SAPI

Oleh:

Nama: Ferdy Olga Saputra

NIM: 1809511050

Kelas: B

PENDIDIKAN DOKTER HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan kasih karuniaNya saja, kami dapat menyelesaikan tulisan yang berjudul
“Penyakit Bloat pada Sapi” ini dengan baik. Tulisan ini dibuat selain bertujuan
untuk menyelesaikan tugas dari mata kuliah Manajemen dan Kesehatan Sapi Bali
untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan tentang penyakit bloat bagi para
pembacanya. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu dalam pembuatan tulisan ini, sehingga tulisan ini dapat selesai
dengan baik dan tepat pada waktunya. Penulis menyadari, bahwa tulisan ini masih
jauh dari kata sempurna, untuk itu kami sebagai penulis menerima dengan sangat
terbuka segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun. Nantinya semua
kritik dan saran yang diberikan tersebut akan kami gunakan sebagai pedoman dan
acuan dalam pembuatan tulisan kedepannya. Penulis berharap semoga tulisan ini
dapat memberikan manfaat dan dapat menambah wawasan bagi para pembacanya.
Sekali lagi, kami ucapkan banyak terima kasih.

Denpasar, 21 November 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 1


DAFTAR ISI............................................................................................................................................ 2
BAB I ........................................................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN ................................................................................................................................... 3
1.1. Latar Belakan ................................................................................................................................ 3
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 4
1.3. Tujuan ........................................................................................................................................... 4
BAB II ...................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ...................................................................................................................................... 5
2.1. Definisi .......................................................................................................................................... 5
2.2. Etiologi .......................................................................................................................................... 6
2.3. Patogenesis .................................................................................................................................... 6
2.4. Gejala Klinis.................................................................................................................................. 7
2.5. Diagnosis ....................................................................................................................................... 8
2.6. Pengobatan dan Pencegahan ......................................................................................................... 8
BAB III................................................................................................................................................... 10
PENUTUP .............................................................................................................................................. 10
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................ 11

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia hasil domestikasi dari banteng liar atau
Bos sundaicus (Hardjosubroto, 1994). Sapi ini menjadi primadona sapi potong di Indonesia
karena mempunyai kemampuan reproduksi tinggi, serta dapat sebagai ternak kerja di sawah
dan ladang (Moran, 1990), persentase karkas tinggi, daging tanpa lemak, heterosis positif
tinggi pada persilangan, daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dan persentase
kelahiran dapat mencapai 80% (Pane, 1991). Salah satunya adalah bloat.Bloat atau
kembung rumen adalah gangguan sistemik non-infeksius yang mengakibatkan gangguan
pada sistem pencernaan ruminansia. Rumen merupakan bagiandari sistem pencernaan yang
dipunyai ruminansia. Di dalam rumen teridiri dari berbagai mikroorganisme (bakteri, fungi
dan protozoa). Tanpa mikroorganisme tersebut, ruminansia tidak dapat mencerna hijauan,
baik rumput ataupun leguminosa. Dalam proses mencerna bahan-bahan tersebut
mikroorganisme juga memproduksi gas dalam jumlah yang banyak. Pada proses
pencernaan normal, gas tersebut dikeluarkan dari rumen melalui mekanisme eruktasi.
Eruktasi dirangsang oleh meningkatnya tekanan gas di dalam rumen. Saat hewan
bereruktasi, rumen berkontraksi dan menekan gas ke bagian depan rumen, sehingga gas
berkumpul di sekitar esophagus. Membukanya esophagus dikendalikan oleh reseptor di
dalam dinding rumen yang dapat merasakan, area tersebut berisi gas atau cairan. Bila area
tersebut berisi cairan atau busa, esophagus masih akan tertutup dengan erat, mencegah
terjadinya eruktasi. Bloat akan terjadi bila mekanisme eruktasi tidak berjalan dengan baik,
sehingga gas yang diproduksi dalam proses fermentasi tidak dapat keluar dari rumen.
Karena gas diproduksi sangat banyak (Nusdianto. 2006)

3
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari bloat?
2. Bagaimana etiologi bloat?
3. Bagaimana phathogenesis bloat?
4. Bagaimana gejala klinis dari bloar?
5. Bagaimana diagnosis bloat?
6. Bagaimana pengobatan dan pencegahan dari bloat?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa definisi dari bloat
2. Untuk mengetahui bagaimana etiologi bloat
3. Untuk mengetahui bagaimana phathogenesis bloat
4. Untuk mengetahui bagaimana gejala klinis dari bloar
5. Untuk mengetahi bagaimana diagnosis bloat
6. Untuk mengetahui bagaimana pengobatan dan pencegahan dari bloat

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Definisi
Bloat atau kembung rumen adalah gangguan sistemik non-infeksius yang
mengakibatkan gangguan pada sistem pencernaan ruminansia. Bloat dapat terjadi pada
sapi dengan segala umur, dan biasanya sering terjadi pada pedet pra-sapih (Rahayu,
2014). Bloat dapat diklasifikasikan menjadi bloat primer (frothy/wet bloat) yang
berbentuk busa bersifat persisten yang bercampur dengan isi rumen dan bloat
sekunder/timpani bloat (free gas/dry bloat) yang berbentuk gas bebas yang terpisah dari
ingesta. Namun, bloat secara lebih rinci menjadi 3 yaitu frothy bloat disebabkan oleh
pakan yang mengarah ke pembentukan busa yang stabil di dalam rumen, free gas bloat
disebabkan oleh pakan yang menyebabkan peningkatan produksi gas dan penurunan pH
rumen secara bersamaan dan free gas bloat karena kegagalan eruktasi akumulasi gas dari
penyebab ekstraruminal seperti obstruksi esofagus (Yanuartono, 2018). Namun secara
garis besar, timbulnya kembung disebabkan oleh akumulasi gas hasil fermentasi
mikroba yang berlebihan didalam rumen. Secara umum, ruminansia dalam mencerna
suatu pakan dibantu oleh mikrobater utama dalam mencerna protein. Pada proses
pencernaan protein oleh mikroba akan menghasilkan berbagai enzim dan asam amino
yang dapat diserap oleh usus. Namun disisi lain, proses pencernaan protein oleh mikroba
juga menghasilkan produk sampingan berupa metana (CH4) dan karbondioksida (CO2).
Gas-gas inilah yang apabila tidak dikeluarkan melalui eruptas iatau flatus akan tertimbun
di rumen. Apabila masih dalam kategori bloat ringan dapat sembuh sendiri tetapi
apabilah alitu terus menerus dibiarkan akan menjadi fatal dimana gas akan membentuk
buih sehingga semakin sulit dikeluarkan. Bloat merupakan ancaman bagi peternakan
sapi karena dapat menurunkan produktivitas ternak, menurunkan feed intake, mengalami
kerugian ekonomi, bahkan kematian

Bloat dibagi menjadi 2 jenis yaitu bloat primer dan bloat sekunder. Bloat primer
adalah bloat berbusa atau berbuih yang terjadi akibat penumpukan gas hasil permentasi
yang berbentuk gelembung kecil terperangkap secara persis tendi antara isi lambung atau
ingesta sedangkan bloat sekunder adalah tertimbunnya gas hasil fermentasi diatas
permukaan ingesta.

5
2.2.Etiologi
Beberapa faktor penyebab terjadinya bloat primer dan bloat sekunder pada
ruminansia salah satunya yaitu pemberian leguminosa atau konsentrat secara berlebihan
dengan jumlah air yang tidak seimbang. Adanya sumbatan (obstruksi) pada esofagus
oleh benda asing. Penyebab paling umum dari kejadian bloat primer pada ternak
ruminansia adalah konsumsi pakan leguminosa dan biji-bijian. Leguminosa penyebab
bloat biasanya meliputi alfalfa, sweetclover, red clover, ladino clover, white clover, dan
alsike clover.Beberapa faktor lainnyayang dapat memicu kejadian bloat primeryaitu
pakan protein tinggi yang mudah dicerna sehingga menghasilkan produksi gas yang
cepat dan proliferasi populasi mikroba dalam rumen. Adanya partikel halus dari tanaman
yang terfragmentasi dan pecahnya kloroplas yang dapat menghambat pelepasan gas dari
rumen. Serta kondisi yang mendukung bagi bakteri dalam rumen untuk menghasilkan
eksopolisakarida yang berlebihan sehinggaberperan dalam pembentukan busa yang
stabil. Faktor mikroba juga berperan dalam stabilitas busa dalam rumen. Produksi
mukopolisakarida berlebihan oleh bakteri akan membentuk lendir dalam rumen
sehingga meningkatkan viskositas isi rumen. Bloat sekunder /timpani bloat (free gas/dry
bloat) lebih sering dikaitkan dengan atonia rumen atau masalah fisik/patologis yang
menghambat eruktasigas secara normal dan kemungkinan disebabkan oleh obstruksi
esofagus oleh benda asing. ruminansia kadang-kadang menelan benda asing yang cukup
besar sehingga menghalangi proses eruktasi dan menyebabkan bloat sekunder
(Yanuartono, 2018).

2.3.Patogenesis
Akumulasi gas yang berlebihan dalam rumen tidak akan terjadi bila proses eruktasi
berlangsung normal. Secara umum, ruminansia dalam mencerna suatu pakan dibantu
oleh mikrobater utama dalam mencerna protein. Pada proses pencernaan protein oleh
mikroba akan menghasilkan berbagai enzim dan asam amino yang dapat diserap oleh
usus. Namun disisi lain, proses pencernaan protein oleh mikroba juga menghasilkan
produk sampingan berupa CH4dan CO2. Pada beberapa kondisi tertentu, proses eruktasi
(sendawa) tidak berjalan dengan baik, terutama bila bagi ankar dia terhalang oleh buih-

6
buih. Buih-buih yang tercampur pakan terjadi bila viskositas cairan meningkat. Frothy
bloat biasanya diakibatkan karena konsumsi leguminosa. Umumnya, bentuk daun,
leguminosa kecil, tipis dan lembut sehingga sangat mudah dicerna mikroba rumen
dengan cepat. Kloroplas yang dilepaskan dari daun leguminosa membentuk buih atau
busa sehingga memerangkap gas yang terbentuk. Buih tersebut mempunyai tegangan
permukaan yang tinggi dan sangat stabil. Adanya buih tersebut menyebabkan hewan
tidak bisa eruktasi untuk melepas gas yang terbentuk. Buih gas bisa juga terbentuk dari
diet yang mengandung bulir biji-bijian yang sangat lembut (finely ground grain). Pada
keadaan ini,mucoprotein yang tercerna menstabilkan buih yang terbentuk. Buih semakin
stabil pada kondisi pH rendah akibat produksi asam laktat dan VFA’s. (Nusdianto, 2019)

Sementara free gas bloat disebabkan oleh berbagai hal, yang paling utama adalah
obstruksi esophagus. Obstruksi yang terjadi bisa akibat bahan solid, dan bisa juga karena
adanya massa di dalam esophagus, abses akibat injeksi perivascular, reaksi
hypodermalineatum atau neoplasia servikalis yang dapat menyempitkan esophagus.
Posisi tertentu atau penyakit tertentu juga dapat menyebabkan free gas bloat fungsional,
misalkan milk fever atau tetanus. Indigesti vagal juga menyebabkan free gas bloat yang
moderat (Nusdianto, 2019).

2.4.Gejala Klinis
Volume gas dalam jumlah yang besar akan dihasilkan terus menerus melalui proses
fermentasi mikroba rumen. Secara normal gas yang terbentuk tersebut dibuang melalui
mekanisme sendawa atau eruktasi. Pada tahap awal kejadian bloat, fossa paralumbar
sebelah kiri menunjukkan distensi ringan dan bagian abdomen mengalami kembung.
Saat proses kembung berlangsung dan terjadi peningkatan tekanan intraabdominal maka
distensi di fosa paralumbar kiri menjadi lebih jelas dan ada kemungkinan terjadi
penonjolan rektum. Pada kondisi bloat, baik bentuk primer maupun sekunder distensi
dari rumen tersebut akan mengakibatkan tekanan pada diafragma rongga dada maupun
abdomen sehingga ternak akan sulit bernafas Keadaan tersebut akan membuat frekuensi
pernafasan meningkat dan menjadi dangkal serta memaksa hewan bernafas melalui
mulut. Gejala klinis lain yang muncul adalah penurunan atau hilangnya nafsu makan dan
jika tidak tertangani dengan depat akan mengakibatkan kematian (Yanuartono, 2018).

7
2.5.Diagnosis
Memasukkan stomach tube dapat mendeteksi adanya obstruksi atau stenosis
esophagus. Indigestivagus dan hernia diafragma biasanya didahului terjadinya retikulo
peritonitis traumatika dan anoreksi aparsial. Diagnosis banding bloat adalah distensi
abdominal yang lain seperti ascites dan difus peritonitis akut. (Nusdianto, 2019).

2.6.Pengobatan dan Pencegahan


Metode penggembalaan untuk mencegah kejadian bloat yang paling umum adalah
pengelolaan padang rumput disertai kontrol dalam penggembalaan, pemberian suplemen
makanan ringan, dan pemberian agen antibakteri dan anti pembusaan.Pencegahan bloat
dapat dilakukan dengan menambahkan leguminosa yang mengandung tanin
terkondensasi. Metode pencegahan tersebut kemungkinan melalui mekanisme
pengikatan protein dalam rumen oleh tanin terkondensasi sehingga menurunkan
stabilisasi gas yang terperangkap busa. Namun, masih diperlukan penelitian untuk
mengetahui lebih dalam kemungkinan adanya interaksi antara tanin terkondensasi
dengan mikroorganisme dalam rumen dan dampak yang mungkin muncul pada saluran
pencernaan bagian belakang. Penggunaan poloxalene intraruminal sangat efektif dalam
mencegah kejadian bloat. Namun bloat akan tetap terjadi ketika poloxalene dicampur
dengan molases blok dan diberikan secara bebas. Sebagian besar praktisi menyatakan
bahwa pemberian simethicone sebagai anti pembentukan busa merupakan metode yang
efektif untuk mencegah bloat primer. Simethicone adalah kombinasi dari
polydimethylsiloxane dan hydrated silica gel yang diklasifikasikan sebagai agen anti
pembentukan busa. Secara fisiologis Simethicone bersifat tidak aktif dan tidak beracun
jika diberikan secara oral pada ruminansia. Sedangkan penggunaan monensin dapat
menurunkan kejadian bloat meskipun dalam penelitian selanjutnya ternyata tidak
mampu mencegah insiden awal. Pencegahan dengan menggunakan NaCl sejumlah 40
g/kg yang ditambahkan ke dalam diet juga dapat mencegah kejadian bloat karena NaCl
mampu meningkatkan asupan air dan meningkatkan laju cairan saat melintasi saluran
pencernaan (Yanuartono, 2018).

Penggunaanantibiotika untuk pencegahan bloat juga telah diteliti dan diterapkan.


Antibiotika seperti telah digunakan aureomycin, terramycin, bacitracin, streptomycin,

8
dan penicillin, untuk pencegahan bloat. Dari berbagai macam antibiotika tersebut hanya
penicillin yang efektif mencegah bloat dan tidak memiliki dampak buruk ketika
diberikan dengan dosis tunggal 300 mg atau kurang. Konsentrat atau pakan bentuk blok
yang dicampur dengan antibiotika 75 sampai 100 mg untuk setiap sapi per hari cukup
berhasil dalam menurunkan kejadian bloat. Mekanisme penurunan kejadian tersebut
tampaknya terkait dengan perubahan mikroflora dalam rumen dan hanya bersifat
sementara. Meskipun demikian penggunaan antibiotika haruslah dibatasi karena
dikhawatirkan akan mengakibatkan resistensi. Ada berbagai metode telah digunakan
untuk terapi bloat seperti penggunaan senyawa oral atau stomach tube yang pada
prinsipnya digunakan untuk menghilangkan akumulasi gas yang terjadi. Prinsip
pengobatan bloat pada ruminansia diawali dengan upaya menghentikan proses
pembentukan gas dan membantu mengeliminasi gas tersebut. Jika upaya tersebut kurang
berhasil maka dapat dipergunakan trokar dan kanul yang digunakan untuk menusuk
rumen dalam usaha mengeluarkan gas. Pengobatan harus dilakukan secepat mungkin
terutama pada kasus bloat akut dan penggunaan trokar atau kanul merupakan upaya
terakhir karena dapat mencegah asfiksia atau perdarahan internal sertakematianternak
(Yanuartono, 2018).

9
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia hasil domestikasi dari banteng liar
atau Bos sundaicus (Made, 2013), dan salah satu penyakit yang sering terjadi pada sapi
bali adalah bloat. Bloat pada sapi atau kembung rumen adalah gangguan sistemik non-
infeksius yang mengakibatkan gangguan pada sistem pencernaan ruminansia. Bloat
dapat diklasifikasikan menjadi bloat primer (frothy/wet bloat) yang berbentuk busa
bersifat persisten yang bercampur dengan isi rumen dan bloat sekunder/timpani bloat
(free gas/dry bloat) yang berbentuk gas bebas yang terpisah dari ingesta. Beberapa faktor
penyebab terjadinya bloat primer dan bloat sekunder pada ruminansia salah satunya
yaitu pemberian leguminosa atau konsentrat secara berlebihan dengan jumlah air yang
tidak seimbang. Adanya sumbatan (obstruksi) pada esofagus oleh benda asing. Volume
gas dalam jumlah yang besar akan dihasilkan terus menerus melalui proses fermentasi
mikroba rumen. Secara normal gas yang terbentuk tersebut dibuang melalui mekanisme
sendawa atau eruktasi. Metode penggembalaan untuk mencegah kejadian bloat yang
paling umum adalah pengelolaan padang rumput disertai kontrol dalam penggembalaan,
pemberian suplemen makanan ringan, dan pemberian agen antibakteri dan anti
pembusaan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Made Bagoes Oka. 2013. Penanggulangan Penyakit Bali Ziekte di Singaraja. Dinas Pertanian
Kabupaten Singaraja
RAHAYU, Imbang Dwi. Identifikasi penyakit pada pedet perah pra-sapih di peternakan
rakyat dan perusahaan peternakan. Jurnal Gamma, 2014, 9.2.
Triakoso, Nusdianto. 2019. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Veteriner Ruminansia Kuda dan
Babi. Airlangga University Press.
Yanuartono, Indarjulianto S, Nururrozi A, Purnamaningsih H, Raharjo S. 2018.
Peran Pakan pada Kejadian Kembung Rumen. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan
28 (2): 141 – 157.

11

Anda mungkin juga menyukai