Oleh :
Kelompok 6
Ni Luh Putu Suarniti 1909511003
Ni Nyoman Riantini 1909511011
Ni Luh Gede Puspadewi 1909511019
Mhey Chanty Harlyana 1909511027
Shafira Laili Aulia 1909511101
Hormat Kami,
Denpasar, 4 November 2021
Kelompok 6
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................................1
1.1.Latar Belakang ..............................................................................................................1
1.2.Rumusan Masalah .........................................................................................................1
1.3.Tujuan ...........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................................3
2.1.Definisi ..........................................................................................................................3
2.2.Etiologi..........................................................................................................................3
2.3.Patogenesis ....................................................................................................................3
2.4.Siklus Hidup..................................................................................................................4
2.5.Gejala Klinis .................................................................................................................5
2.6.Diagnosis.......................................................................................................................6
2.7.Pencegahan ...................................................................................................................6
2.8.Pengobatan ....................................................................................................................7
BAB III PENUTUP ..................................................................................................................8
3.1.Kesimpulan ...................................................................................................................8
3.2.Saran .............................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................................9
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Siklus hidup demodicosis........................................................................................4
Gambar 2. Gejala klinis demodex sapi .....................................................................................5
Gambar 3. Tungau D. bovis ditemukan pada lesi keropeng .....................................................6
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sapi Bali merupakan plasma nutfah asli Indonesia, khususnya Bali yang merupakan asset
unggulan daerah maupun nasional dan tidak ada duanya di dunia mempunyai potensi genetis
dan nilai ekonomis yang cukup tinggi untuk dikembangkan sebagai ternak potong.
Demodekosis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau Demodex sp. Tungau ini
termasuk tipe tungau pembuat terowongan dalam kulit induk semangnya. Tungau ini
menyerang semua mamalia termasuk manusia. Tungau Demodex hidup dalam folikel rambut
dan kelenjar sebasea. Spesies tungau demodex yang telah dilaporkan antara lain Demodex (D.)
canis pada anjing, D. bovis (sapi), D. phyllodes (babi), dan D. folliculorum pada manusia,
D.equi (kuda), D. musculi (tikus), D. Caviae (guinea pig). Tungau demodex sp merupakan
flora normal pada kulit, peningkatan populasi tungau ini secara berlebihan mengakibatkan
kerusakan jaringan kulit, seperti pada sapi. Tungau D. bovis merupakan tungau yang
menghabiskan seluruh hidupnya pada folikel rambut dan kelenjar sebaseus sapi. Tungau
Demodex sp berbentuk seperti wortel, dengan panjang sekitar 0,25 mm, terdiri atas kepala,
thoraks dengan empat pasang kaki yang pendek dan terdapat garis-garis transversal pada
permukaan dorsal dan ventral tubuhnya.
Tungau D. bovis dilaporkan telah diisolasi pada sapi di New Zealand, sapi Bos taurus di
Mongolia, sapi-sapi di daerah Brasil, dan sapi-sapi Ethiopia1. Penyakit demodekosis
menyebabkan kerugian ekonomi yang tinggi pada usaha peternakan. Kerugian ekonomi timbul
akibat dari produktivitas kerja sapi menurun, penampilan sapi memburuk, dan harga jual sapi
rendah, dan nilai jual kulit menurun pada usaha penyamakan kulit. Faktor-faktor yang
memengaruhi keparahan penyakit demodekosis di antaranya sifat penyakit demodekosis yang
subklinis, gizi buruk, cekaman lingkungan, dan manajemen peternakan yang jelek.
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari demodekosis?
2. Bagaimana siklus hidup dari demodex. Sp?
3. Apa etiologi dari demodekosis?
4. Apa saja gejala klinis dari demodekosis?
5. Bagaimana cara mendiagnosis penyakit demodekosis?
6. Apa saja cara untuk mencegah dari penyakit demodekosis?
7. Bagaimana cara pengobatan yang tepat untuk demodekosis?
1
1.3.Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari demodekosis.
2. Untuk mengetahui siklus hidup dari demodex.sp
3. Untuk mengetahui etologi dari demodekosis
4. Untuk mengetahui gejala klinis dari demodekosis.
5. Untuk mengetahui diagnosis dari demodekosis
6. Untuk mengetahui pengobatan yang tepat untuk demodekosis.
7. Untuk mengetahui cara pencegahan yang tepat dari demodekosis.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Definisi
Demodekosis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau Demodex sp., tungau ini
termasuk tipe tungau pembuat terowongan dalam kulit induk semangnya. Tungau ini
menyerang semua mamalia termasuk sapi. Tungau Demodex hidup dalam folikel rambut dan
kelenjar sebasea (Shingenbergh et al., 1980). Spesies tungau demodex yang telah dilaporkan
antara lain D. canis (anjing), D. bovis (sapi), D. phyllodes (babi), D. folliculorum pada
manusia (Soulsby, 1982), D. equi (kuda), D. musculi (tikus), D. caviae (guinea pig) (Wall dan
Shearer, 2001). Tungau Demodex sp., merupakan flora normal pada kulit, peningkatan
populasi tungau ini secara berlebihan mengakibatkan kerusakan jaringan kulit.
2.2.Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh sejenis tungau yang disebut Demodex sp., berbentuk seperti
cerutu atau wortel, mempunyai 4 pasang kaki yang pendek dan gemuk serta memiliki 3
ruas.Bagian perutnya terbungkus kitin dan bergaris melintang menyerupai cincin serta
memipih ke arah caudal. Ukuran tungau bervariasi antara 0,2 – 0,4 mm. Beberapa spesies
tungau memiliki inang spesifik, seperti demodecosis pada sapi. Pada sapi disebabkan oleh
D.bovis, pada anjing oleh D.canis, D.cornei dan D.injai.Pada kucing disebabkan oleh D.cati
dan D.gatoi, pada kambing oleh D.caprae, D.criceti pada marmot, D.phylloides pada babi
D.equi pada kuda dan D.folliculorum pada manusia.
Tungau demodex hidup di dalam kelenjar minyak dan kelenjar keringat (glandula sebacea)
dan memakan epitel serta cairan limfe dari beberapa hewan, kecuali unggas.Dalam kondisi
tertentu tungau demodek dapat menginfestasi manusia. Demodekosis merupakan penyakit
yang disebabkan oleh parasit yang termasuk dalam genus Demodex yang berlokasi di folikel
rambut.
2.3.Patogenesis
Dalam kondisi normal, parasit ini tidak memberikan kerugian bagi sapi, namun bila kondisi
kekebalan sapi menurun maka demodex akan berkembang menjadi lebih banyak dan
menimbulkan penyakit kulit. Pada pedet akan tertular oleh induknya, namun setelah sistem
kekebalan tubuhnya meningkat kira-kira pada umur 1 minggu, maka parasit ini akan menjadi
flora normal dan tidak menimbulkan penyakit kulit (Sardjana, 2012).
Demodex yang menginfeksi kulit akan mengalami perkembangbiakan (siklus hidup) di
dalam tubuh hospes tersebut. Seluruh tahapan perkembangan ini hanya terjadi pada satu
3
hospes, jadi tidak ada perkembangan pada hospes lain, sebagaimana yang terjadi pada parasit
lain. Penyakit ini akan menyebar luas melalui lesi dari moncong, mata, dan plantar kaki depan
dan akan meluas ke seluruh tubuh (Suartha dkk, 2014). Apabila tungau berkembang, tungau
akan di temukan di seluruh rambut, yang akhirnya kanal tersebut membengkak karena
meradang. Rambut mati dan lepas, yang di ikuti terbentuknya lesi yang bersifat kering dan
bersisik. Bagian yang mengalami lesi juga akan mengalami alopecia, disertai perubahan
hyperkeratosis ringan, yang di lapisi oleh sisik atau keropeng yang berwarna abu-abu. Di sisi
lain lesi dapat meluas, hingga sebagian besar kulit penderita mengalami alopesia di sertai
hyperkeratosis, dengan keropeng berbentuk sisik sebagai akibat kematian sel epitel kulit.
2.4.Siklus Hidup
Siklus hidup demodex dimulai dari telur, kemudian menetas menjadi larva, selanjutnya
menjadi protonimfa dan deutonimfa, lalu bergerak melewati aliran sebaceus (kelenjar keringat)
ke muara folikel rambut untuk menjadi dewasa. Rataan waktu yang diperlukan untuk satu
siklus hidup, adalah selama 18–24 hari (Murray, 2005). Sedangkan untuk perubahan telur
hingga dewasa diperkiraan memerlukan waktu 10-14 hari. Tungau demodex memiliki daya
tahan hidup sangat besar. Bahkan diluar tubuh hospes tungau ini dapat bertahan hingga berhari-
hari jika didukung dengan kondisi udara dan lingkungan yang lembap. Beberapa sapi yang
sehat sering tidak menimbulkan gejala walaupun telah mengalami infeksi oleh demodex. Hal
ini berhubungan dengan sistem imunitas dari sapi. Namun penularan sangat berbahaya jika
terjadi pada sapi yang telah beranak. Anak sapi (pedet) dapat tertular demodekosis pada saat
menyusui pada induknya.
6
Manajemen stress pada pada sapi juga berperan penting terhadap perkembangan
demodecosis dan berikut beberapa tips untuk mengurangi faktor stress pada sapi tersebut,
diantaranya :
1. Pemberian pakan yang berkualitas baik untuk mengurangi gangguan penyakit yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan faktor nutrisi.
2. Menjaga kulit hewan bebas dari parasit, untuk mengurangi tingkat stress karena iritan
maupun kerusakan kulit yang dipelopori oleh kutu, caplak, maupun jamur.
3. Vaksinasi rutin untuk mengurangi peluang terkena penyakit menular yang dapat
mempengaruhi sistem kekebalan tubuh hewan.
2.8.Pengobatan
Pengobatan demodekosis dapat menggunakan ivermectin, dipping akarisida: triclorofon
2% selama 3 hari, serta doramectin yang dilakukan dengan menyuntikan obat secara
intramuscular di daerah leher pada musculus brahiocepalicus.
7
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Demodicosis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau demodex sp. Spesies
demodeks yang menyebabkan demodicosis pada sapi adalah demodex bovine dan demodex
folliculorum yang hidup dalam folikel rambut dan kelenjar sebasean. Siklus hidup demodek
dari telur-larva-protonimpa-nimfa-dewasa berlangsung dalam jangka 18-24 hari. Pola
penyebaran lesi demodecosis pada sapi bali lebih sering ditemui pada daerah punggung (supra
scapula), serviks, dan kepala (maseter, temporal, mandibula, aurikula, supra orbital) kemusian
daerah thoraks, abdomen, antebrahi, brahi, scapula, medial tibia, lateral tibia, media femur,
lateral femur, dan perineum. Dengan gejala pada sapi yaitu kerontokan rambut, lesi kropeng,
noduler, dollar plaque, dan kegatalan pada area lesi.
Diagnosa yang dapat dilakukan pada demodecosis adalah dengan deep skin scaping atau
pengerokan kulit. Tindakan pencegahan pengendalian demodex dapat dilakukan dengan
menghindari terjadinya kontak antara hewan sehat dengan hewan sakit, serta menjaga
kebersihan kandang dan lingkungan. Hal lain yang dapat dilakukan adalah hewan yang
mengalami demodecosis general sebaiknya tidak digunakan untuk breeding. Pengobatan
demodekosis dapat menggunakan ivermectin, dipping akarisida: triclorofon 2% selama 3 hari,
serta doramectin yang dilakukan dengan menyuntikan obat secara intramuscular di daerah
leher pada musculus brahiocepalicus.
3.2.Saran
Dengan dibuatnya peper mengenai Demodecosis diharapkan dapat menambah dan
menanamkan kembali ilmu mengenai Demodecosis pada sapi kepada penulis dan pembaca.
Selain itu, pembaca diharapkan dapat menambah referensi lain dalam pendalaman materi
mengenai Demodecosis.
8
DAFTAR PUSTAKA
Sardjana, I. K. W. 2012. Pengobatan Demodekosis Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan
Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Vet Medika J Klin Vet:
Surabaya.
Suartha, I. N., Septyawati, R., Gunata, I. K. 2014. Bentuk dan Sebaran Lesi Demodekosis pada
Sapi Bali. Jurnal Veteriner September, 15(3), 395-400.