Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trepanasio atau trepanasi adalah suatu tindakan operasi dengan membuka


suatu rongga yang berdinding keras dengan menggunakan alat trepan. Salah satu
contoh trepanasio adalah operasi craniotomy. Craniotomy adalah salah satu
tindakan operasi dengan membuka tulang kepala yang bertujuan mencapai otak
untuk tindakan pembedahan definitive dengan menggunakan alat trepan, misalnya
pada operasi sinus di daerah kepala atau operasi pada liang atau rongga sumsum
tulang.

Tulang kepala memiliki rongga yang sempit yang hanya cukup ditempati oleh
otak dan cairan peredam otak (cairan cerebrospinal), maka dari itu bila terjadi
pembengkakan akibat cedera kepala dapat menyebabkan peningkatan tekanan
dalam rongga kepala. Jika hal ini terus dibiarkan, maka akan menekan batang otak
sehingga fungsi-fungsi vital dalam tubuh seperti fungsi pernafasan, sirkulasi dan
kesadaran akan terganggu yang dapat menyebabkan kematian.

Jenis-jenis operasi trepanasio pada hewan dapat dibedakan berdasarkan


tempat atau daerah yang akan dilakukan proses pembukaan rongga tersebut.
Operasi trepanasio sering dilakukan pada hewan besar, antara lain untuk
membuka sinus maxillaris mayor, sinus maxillaris minor, sinus choncho frontalis,
sinus frontalis, rongga hidung dan rongga-rongga pada rahang bawah. Trepanasio
tidak hanya membuka suatu rongga yang dibatasi oleh tulang, melainkan dapat
juga untuk trepanasio jaringan lemak dibawah kulit misalnya pada kulit kelopak
mata bawah dengan tujuan operasi pengobatan entropion dan ectropion. Prosedur
dari pelaksanaan operasi trepanasio dapat bervariasi tergantung pada kondisi dari
hewan tersebut.

1
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang didapatkan adalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan teknik operasi trepanasio?


2. Apa saja tujuan dan manfaat dari teknik operasi trepanasio?
3. Bagaimana persiapan pre-operasi trepanasio?
4. Bagaimana teknik operasi trepanasio?
5. Bagaimana perawatan pasca operasi trepanasio?

2
BAB II

TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN

2.1 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini, antara lain:


1. Untuk mengetahui definisi dari trepanasio
2. Untuk mengetahui tujuan dan manfaat dari operasi trepanasio
3. Untuk mengetahui pre-operasi, teknik operasi, dan perawatan pasca
operasi trepanasio

2.2 Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan yang didapat diantaranya adalah untuk menambah


wawasan tentang pembedahan terutama bedah pada bagian cranial berupa teknik
operasi trepanasio pada hewan kecil dan besar. Selain itu, manfaat lain yang
didapatkan adalah untuk memberikan informasi baru tentang perkembangan ilmu
bedah yang mungkin belum didapatkan pada bangku perkuliahan.

3
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pengertian Trepanasio

Trepanasio atau trepanasi adalah operasi membuka suatu rongga yang


berdinding keras, misalnya tulang dengan menggunakan alat trepan. Misalnya
pada operasi sinus di daerah kepala atau operasi pada liang (rongga) sumsum
tulang. Trepanasi sering dilakukan pada hewan besar, antara lain untuk membuka
sinus maxillaris mayor, sinus choncho frontalis, sinus frontalis, rongga hidung,
dan rongga- rongga pada rahang bawah (Sudisma et al., 2006).

a
b
.

Gambar 1. Alat Trepan (a) Michele Trepan (b) Galt Trepan (Schleining, 2016).

Trepanasi dapat dilakukan menggunakan alat trepan Galt atau trepan Michele.
Keuntungan dari trepan Galt adalah menghasilkan portal akses yang lebih besar ke
daerah sinus (Schleining, 2016).
Akses ke sinus dilakukan dengan teknik trepaning, pertama dengan bor,
membuat pembukaan tengkorak kecil, kemudian diperkuat oleh gerakan rotasi
dengan trepan melingkar 20 mm. Lokasi trepanasi yang dipilih didasarkan pada
anatomi spesies dan difasilitasi oleh visualisasi tulang yang bertujuan untuk
evaluasi bilateral sinus frontal, maxilla dan palatina (Basso et al., 2016)
Trepanasi tidak hanya untuk membuka suatu rongga yang dibatasi oleh
tulang, melainkan dapat juga untuk trepanasi jaringan lemak di bawah kulit,

4
misalnya pada kulit kelopak mata bawah dengan tujuan operasi pengobatan
entropion dan ectropion (Sudisma et al., 2006).

3.2 Tujuan dan Manfaat Pembedahan Trepanasio

3.2.1 Trepanasi Sinus Maxillaris Minor

Trepanasi sinus maxillaris minor biasanya dilakukan untuk tujuan: 1.


Pengobatan emphyema, neoplasma dan tumor pada sinus maxillaris minor;
2. Membantu dalam usaha pencabutan gigi molaris ke III dan IV pada kuda;
dan 3. Untuk tujuan operasi diagnostik.

3.2.2 Trepanasi Sinus Maxillaris Mayor

Trepanasi sinus maxillaris mayor biasanya dilakukan untuk tujuan: 1.


Pengobatan emphyema, neoplasma dan tumor pada sinus maxillaris mayor;
2. Membantu dalam usaha pencabutan gigi molaris VI pada kuda; dan 3.
Untuk tujuan operasi diagnostik.

3.2.3 Trepanasi Sinus Choncho Frontalis

Trepanasi sinus choncho frontalis biasanya dilakukan untuk mencapai


sinus maxillaris minor dan mayor sekaligus dari satu lubang.

3.2.4 Trepanasi Sinus Frontalis

Trepanasi sinus frontalis biasanya dilakukan untuk indikasi: 1.


Pengobatan emphyema, neoplasma sinus frontalis; 2. Untuk tujuan operasi
diagnostic percobaan; dan 3. Pertolongan pada suatu keadaan depresi
dimana terjadi infraksio os frontalis (os frontalis melekuk ke dalam)
(Sudisma et al., 2006).

5
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Persiapan Pre-Operasi Trepanasio

Sebelum dilakukan teknik operasi trepanasio dilakukan persiapan operasi,


seperti persiapan alat, obat, hewan, dan tempat operasi. Alat-alat yang digunakan
harus steril, obat yang disiapkan dapat berupa preanastesi, anastesi, antiradang,
antibiotik, dan disinfektan. Persiapan hewan sebelum dilakukan operasi dalam hal
ini yaitu pemeriksaan fisik hewan.

Apabila yang sakit sebelah kiri maka hewan dibaringkan ke sebelah kanan
atau dibaringkan ke bagian yang sehat. Selanjutnya rambut di tempat operasi
dibersihkan, didesinfeksi dan dianestesi lokal. Bila diperlukan dapat juga
dilakukan dengan anestesi umum (Sudisma et al.,, 2006).

Untuk standing surgery pada kuda, pasien harus berada dalam kandang jepit
serta direstrain menggunakan halter. Halter harus digunakan untuk menahan
kepala agar meminimalkan pergerakan selama prosedur pembedahan. Kulit di
bagian yang akan dilakukan trepanasio dijepit bagian pinggirnya minimal 2 cm
dari bagian yang akan dilakukan teknik trepanasio. Kemudian dilakukan scrub
atau didesinfeksi menggunakan chlorhexidine diikuti dengan alkohol. Pastikan
tidak menyentuh mata karena dapat menyebabkan keratitis kimiawi yang parah.
Kemudian diberikan premedikasi kombinasi α2-agonis (romifidine atau
detomidine) ditambah butorphanol dan diberikan NSAID (seperti flunixin atau
phenylbuatzone) secara rutin (Barakzai dan Dixon, 2014). Kemudian anastesi
secara subkutan 1-2 mL larutan anastesi lokal (misalnya, 2% lidokain atau
mepivacaine) (Schleining, 2016).

6
4.2 Teknik Operasi Trepanasio

4.2.1 Trepanasi pada Sinus Kuda

A. Situs Trepanasi Sinus

Portal sinus frontal dapat digunakan untuk memeriksa lesi pada frontal,
conchal dorsal, maksilla kaudal, dan pintu masuk ke sinus etmoidal dan
sinusopalatin. Situs untuk portal ini diposisikan 0,5 cm kaudal dari garis
antara canthi medial kiri dan kanan, dan setengah jalan antara garis tengah
dan canthus medial ipsilateral. Portal ini sangat berguna untuk kuda muda
yang gigi pipinya menempati sebagian besar sinus maksilaris. Ini juga
menyediakan akses ke rostral maxillary sinus (RMS) dan VCS jika ventral
conchal bulla difenestrasi di bawah bimbingan endoskopi.

Gambar 2. Situs trepanasi sinus frontal (Barakzai dan Dixon, 2014).

Sinus maksilaris rostral (RMS) dan kaudal kuda muda (usia 6 tahun)
tidak boleh ditrepanasi secara rutin, karena berisiko merusak mahkota
cadangan gigi pipi. Jika trephinasi sinus maksilaris rostral harus dilakukan
pada kuda muda, panduan radiografi untuk memposisikan portal sangat
disarankan. Situs trepanasi RMS yang paling tepat pada dewasa kuda ialah
diposisikan 40% dari jarak antara ujung rostral krista facialis dan canthus
medial mata, dan 1 cm ventral dari garis yang menggabungkan foramen
infraorbital dan canthus medial. Portal sinus maksilaris kaudal (CMS)

7
merupakan lokasi yang berperan dalam sinoskopi CMS, sphenopalatine, dan
sinus conchofrontal. Situs ini diposisikan 2 cm rostral dan 2 cm ventral dari
canthus medial mata.

Gambar 3. Situs trepanasi sinus maksilaris rostral (RMS) dan sinus maksilaris
kaudal (CMS) (Barakzai dan Dixon, 2014).

Gambar 4. Situs trepanasi sinus (1) sinus maksilaris rostral (RMS), (2) sinus
maksilaris kaudal (CMS), dan (5) sinus frontalis (Tremaine dan Freeman, 2007).

B. Teknik Trepanasi Sinus

1. Kuda dibius secara rutin menggunakan α2-agonis dicampur dengan


butorphanol.
2. Kulit di situs trepanasi dipotong dan dipersiapkan secara aseptik.
3. Sebanyak 1 hingga 2 mL larutan anestesi lokal (misalnya, 2% lidokain
atau mepivacaine) diinfiltrasi secara subkutan.

8
4. Skalpel digunakan untuk membuat insisi tusukan menembus kulit dan
tulang (Woody, 2011). Sebuah sayatan linier 1,5 hingga 2,5 cm dibuat
di kulit dan periosteum di bawahnya, ukuran sayatan tergantung pada
ukuran trephine yang digunakan.
5. Melalui sayatan ini, tulang ditrepanasi menggunakan bor berdiameter
1,0 hingga 1,5 cm atau trephine Galt.

Gambar 5. Trephine Galt dengan berbagai diameter


6. Menggunakan retraktor penahan diri dapat mencegah kerusakan pada
kulit dan periosteum selama trepanasi. Harus diperhatikan bahwa
hanya sedikit panjang dari trephine yang dimasukkan ke dalam sinus
untuk menghindari kerusakan struktur intrasinus (khususnya tulang
ethmoid) dan menginduksi perdarahan intraoperatif.
7. Jika fenestrasi bula conchal ventral akan dilakukan, pembukaan
trepanasi berdiameter 8-10 mm dapat dilakukan segera di bawah situs
sebelumnya untuk memberikan ruang yang cukup untuk manipulasi
forceps/rongeurs dan ekstraksi bulla di bawah panduan endoskop.
8. Endoskop dimasukkan ke dalam sinus dan dilakukan sinoskopi.
Sebuah lavage tube atau kateter Foley kemudian dapat ditempatkan di
sinus dan diamankan sebagaimana mestinya. Hal ini dilakukan untuk
mengaspirasi cairan sebagai sampel untuk kultur dan sitologi. Apabila
cairan bersifat kental, sinus dapat diirigasi dengan 20-30 mL saline
steril hingga sampel didapatkan.
9. Setelah irigasi, insisi pada kulit dapat ditutup dengan staples atau
jahitan tunggal. Pilihan lain adalah dengan menempatkan kateter
menetap untuk irigasi di kemudian hari. Jika tabung in-dwelling tidak

9
dibiarkan di situ, sayatan mungkin tertutup seperti semula (Woody,
2011).

Gambar 6. (a) Trepanasi sinus frontal sedang dilakukan menggunakan bor (b)
Sinoskopi sinus frontal (Barakzai dan Dixon, 2014).

4.2.2 Trepanasi Sinus Kuda pada Kasus Empyema

Sinus empyema terjadi karena obstruksi drainase nasomaxillary dengan


dihasilkannya akumulasi mukus di sinus yang kemudian menjadi infeksi.
Beberapa kasus terjadi setelah infeksi pada saluran respirasi atas yang
menyebabkan peradangan, peningkatan mukus pada sinus, dan penurunan
sekresi dari sinus ke rongga hidung. Dalam melakukan trepanasi ini kuda
biasanya dianestesi umum atau berdiri. Dalam melakukan treatment ini tidak
selalu mengguanakan teknik trepanasi, namun juga dapat menggunkan
debridement atau sinonasal fistulation untuk drainase. Namun ada saat tertentu
harus menggunakan teknik trepanasi misalnya untuk menjangkau tempat
terjadinya lesi. Berikut merupakan penggambaran teknik dari trepanasi tersebut
(Tremaine dan Freeman, 2007).

1. Sebuah sayatan lengkung dibuat melalui kulit dan periosteum yang


kemudian akan ditarik menjauhi muka sehingga memungkinkan untuk
prosedur osteotomy tulang nasofrontal. Prosedur dilakukan dalam
keadaan kuda berdiri dan disedasi.

10
Gambar 7. Pembuatan sayatan pada kulit dan periosteum (Tremaine dan
Freeman, 2007).

2. Dibuat lubang trepanasi menggunakan alat trepine seluas 5 cm yang


bertujuan untuk membuat flap tulang besar ke dalam sinus frontalis kuda,
memungkinkan akses bedah untuk sinus dorsal conchal, frontal dan
caudal maksila. Potongan tulang dari trepanasi dibuang.

Gambar 8. Pembuatan lubang trepanasi (Tremaine dan Freeman, 2007).

3. Setelah dibuat lubang, eksudat purulen berlebih mengalir dari tulang


nasofrontal pada kasus kronis sinus empyema.

11
Gambar 9. Eksudat mengalir melalui lubang trepanasi (Tremaine dan Freeman,
2007).
4. Lipatan kulit dan periosteum digunakan untuk menutupi lubang yang ada
di os frontal. Dengan menggunakan jahitan terputus (seperti ditunjukkan
oleh tanda panah). Telah dilakukan juga trepanasi maksila
memungkinkan irigasi post-pembedahan untuk sinus maxillaris melalui
kateter Foley.

Gambar 10. Penjahitan lubang trepanasi dan pemasang kateter Foley (Tremaine
dan Freeman, 2007).

12
4.3 Perawatan Pasca Operasi Trepanasio

Setelah pembedahan, kulit dapat dijahit atau dibiarkan untuk bergranulasi


dengan sendirinya apabila terkontaminasi kronis. Situs trepanasi dapat dibiarkan
dahulu terbuka untuk sembuh dengan sendirinya. Namun situs trepanasi perlu
ditutup untuk menghalangi masuknya debu dan kontaminan lain ke dalam sinus.
Perban stent menggunakan caprolactam terpolimerisasi # 2 (atau bahan jahitan
yang tidak dapat diserap lainnya) dengan mudah dibuat dengan menempatkan 2
jahitan terputus regang melalui kulit tegak lurus ke lokasi bedah, satu di atas dan
satu di bawah sayatan. Segmen umbilical tape 12 inci harus melewati setiap
jahitan. Gulungan spons kasa 4x4 atau kasa gulung 4 inci kemudian dapat
ditempatkan di atas sayatan dan diamankan di tempatnya oleh umbilical tape.
Perban kemudian dapat dilepas dan diganti untuk prosedur sinus lavage
berikutnya atau sebagai alternatif dibiarkan sampai sinusotomi telah dikaburkan
oleh jaringan granulasi (Schleining, 2016).

Perawatan pasca operasi trepanasi tergolong minim. Situs trepanasi perlu


dimonitor akan adanya perkembangan selulitis (Woody, 2011). Perawatan pasca
operasi juga sebaiknya mencakup penggunaan obat anti radang seperti meloxicam
per oral atau flunixin meglumine secara intravena (Schleining, 2016). Mukosa
sinus sangat peka dan hanya larutan antiseptik yang sangat encer yang harus
digunakan untuk membersihkan sinus. Larutan yang mengandung sabun tidak
boleh digunakan untuk irigasi sinus. Tujuan utama irigasi sinus adalah untuk
secara fisik mengeluarkan dan melarutkan materi dalam sinus, daripada
memberikan reaksi antibakteri. Irigasi karenanya harus dilakukan 2 hingga 3 kali
sehari dengan volume yang besar (3-5 L). Larutan irigasi yang dapat digunakan
ialah povidone iodine 0,05%, saline steril (0,9% sodium klorida), saline isotonis
(9 g gram dilarutkan dalam 1 L air), dan air keran. (Barakzai dan Dixon, 2014).

13
Gambar 11. Irigasi sinus pasca operasi trepanasi sinus menggunakan larutan
saline (Barakzai dan Dixon, 2014).

14
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Trepanasio atau trepanasi adalah operasi membuka suatu rongga yang


berdinding keras, misalnya tulang dengan menggunakan alat trepan. Misalnya
pada operasi sinus di daerah kepala atau operasi pada liang (rongga) sumsum
tulang. Trepanasi sinus dilakukan untuk tujuan pengobatan emphyema, neoplasma
dan tumor pada sinus; membantu dalam usaha pencabutan gigi pada kuda; serta
untuk tujuan operasi diagnostik.

Persiapan bedah trepanasi mencakup merestrain pasien dalam kandang jepit


serta menggunakan halter. Kulit di bagian yang akan dilakukan trepanasio dijepit
pinggirnya. Kemudian dilakukan scrub atau didesinfeksi dan pasien diberikan
premedikasi kombinasi α2-agonis ditambah butorphanol dan diberikan NSAID
(seperti flunixin atau phenylbuatzone) secara rutin (Barakzai dan Dixon, 2014).
Kemudian anastesi secara subkutan 1-2 ml larutan anastesi lokal (Schleining,
2016).

Teknik prosedur operasi trepanasi mencakup melakukan insisi sedalam kulit


dan tulang dengan lebar sayatan disesuaikan ukuran threpine. Kemudian melalui
sayatan, tulang ditrepanasi oleh bor atau trephine Galt. Endoskop pun dimasukkan
ke dalam sinus untuk kepentingan sinoskopi. Sebuah lavage tube atau kateter
Foley ditempatkan di sinus untuk mengaspirasi cairan. Insisi pada kulit dapat
ditutup dengan staples atau jahitan tunggal. Perawatan pasca operasi trepanasi
tergolong minim.

5.2 Saran

Situs trepanasi perlu dimonitor akan adanya perkembangan selulitis. Mukosa


sinus sangat peka dan hanya larutan antiseptik yang sangat encer yang harus

15
digunakan untuk membersihkan sinus. Larutan yang mengandung sabun tidak
boleh digunakan untuk irigasi sinus.

16
DAFTAR PUSTAKA

Basso, F. Z., E. M. Busato, J. R. da Silva, R. L. Guedes, I. R. B. Filho, dan P. T.


Dornbusch. 2016. Comparsion Between Three Techniques for
Videosinuscopy in Cattle. Departemento de Medicina Veterinaria. Vol. 46
(7): 1262- 1267

Barakzai, S. Z., dan Padraic M. Dixon. 2014. Standing Equine Sinus Surgery.
Veterinary Clinics of North America: Equine Practice. Vol. 30(1) : 45–62.

Schleining, Jennifer A. 2016. Surgery of The Sinuses and Eyes. Veterinary Clinics
of North America : Food Animal Practice. Vol. 32 : 571-591.

Sudisma et al.,, I. G. N., I.G.A.G.P. Pemayun., A.A.G.J. Wardhita., I.W. Gorda.


2006. Ilmu Bedah Veteriner dan Teknik Operasi. Denpasar: Pelawa Sari.

Tremaine, Henry dan David E. Freeman. 2007. Disorders of the Paranasal


Sinuses. Equine Respiratory Medicine and Surgery. DOI: 10.1016/B978-0-
7020-2759-8.50031-3,

Woodie, J. Brett. 2011. Diagnostic and Therapeutic Procedures for the Upper
Respiratory Tract. American Association of Equine Practitioners
Proceedings. Vol. 57 : 5-7.

17
LAMPIRAN

18

Anda mungkin juga menyukai