Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH ILMU BEDAH KHUSUS

“EKTROPION”

OLEH :
KELOMPOK A2

REYNALDI M. CHRISTIAN 1609010016


ALEXANDRA P. SUNGGA 1609010018
ELSHADA O. HERE 1609010024
MARIA INOCENSIA TULASI 1609010040
DELFINA G.G. ALVES 1609010052

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ektropion adalah penggulungan kelopak mata keluar dari kornea dan kemungkinan
lain terjadi ektropion karena pembentukkan cicatrik. Hal tersebut dapat mengakibatkan
konjungtivitis dan keratitis serta epiphora dengan akumulasu mukus di canthus medial
yang terjadi karena gangguan drainase air mata dan perikorneal, lagopthalmus dapat
juga menjadi faktor paparan dalam kejadian tersebut. Baik bentuk anatomis maupun
yang perolehan hampir sama dengan kejadian entropion namun tingakat keparahan
canthus lateral dapat menjadi faktor predisposisi pada kebanyakan ektropion yang
terjadi. Bentuk anatomikal atau perolehan terjadi pada ras yang memiliki fisura
palpebra yang besar. Ektropion dapat juga terjadi karena pembentukan cicatrik setelah
terdapat luka di bagian mata ( Bedford, 1988 ).
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dari makalah ini adalah :
 Apa itu ektropi ?
 Bagaimana faktor resiko, faktor predisposisi dari ektropion yang terjadi pada hewan
?
 Bagaimana teknik operasi yang tepat dan perawatan pasca operasi untuk kasus
ektropion yang terjadi pada hewan ?
C. TUJUAN
Tujuan dari makalah ini untuk mengetahui defenisi ektropion, faktor resiko, faktor
predisposisi dari ektropion serta teknik operasi yang tepat dan perawatan pasca operasi
untuk kasus ektropi yang terjadi pada hewan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI EKTROPION
Ektropion adalah suatu keadaan dimana kelopak mata secara abnormal membengkok
atau terkilir keluar dan menyebabkan konjungtiva terbuka. Pada umumnya terjadi secara
kongenital, tetapi dapat pula secara perolehan karena terjadi cicatrik setelah sembuh dari luka
(kuda, domba, sapi) atau dapat terjadi sebegai akibat operasi entropion. Cicatrik atau jaringan
parut yang terjadi di permukaan luar mata akan menarik kelopak mata keluar. Ektropion juga
dapat terjadi karena umur tua dan paralysa m.orbicularis. ektropion sering terjadi pada
kelopak mata bagian bawah. Anjing yang sering mengalami ektropion adalah jenis blood
tound dan springer spaniel (Sudisma N. G. I., 2016).
Ektropion dapat menyebabkan radang konjungtiva dan palpebrae, serta epiphora yang
dapat menyebabkan kornea dehirdrasi. Penanganan ektropion dapat dilakukan dengan operasi
memperpendek tepi kelopak mata (Sudisma N. G. I., 2016).
B. FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor predisposisi terjadinya ectropion

 breed/ ras
 usia
 akibat trauma

Bentuk anatomi atau perkembangan terjadi pada breed di mana fisura palpebra besar
sering merupakan fitur yang diperlukan standar berkembang biak. Karena itu tidak jarang
ditemui di St Bernard, anjing pelacak, mastiff dan spaniel Inggris cocker, tutup bawah
terkulai menjauhi bola mata segera setelah perkembangan fisura palpebra. Variasi dalam hal
ini jenis ectropion adalah pelonggaran sementara dari palpebra setelah terkonsentrasi aktivitas
otot orbicularis oculi pada beberapa ras yang bekerja. Kondisinya dikenal sebagai ectropion
fisiologis, konformasi palpebra normal kembali dengan istirahat. Ectropion yang didapat atau
sekunder dapat terjadi setelah luka dari salah satu kelopak mata, cicatrix formasi menjadi
faktor yang utama terjadinya ectropion. Parectytic ectropion dapat mengikuti kerusakan saraf
wajah sementara ektropion spastik dan atonik masing-masing disebabkan oleh trigeminal
kejang otot obicularis oculi yang diinduksi atau kehilangan nada dalam otot ini di anjing yang
lebih tua ( Bedford, 1988 ).
C. GEJALA KLINIS

Gejala yang nampak pada ektropion adalah :

 Kelopak mata yang menggulung ke luar.


 Kornea terbuka dan dapat dengan mudah terjadi teriritasi.
 Keluarnya cairan, mata berair, dan konjungtivitis.

Gambar 1. Kelopak mata bawah menggantung longgar dari bola mata untuk mengekspos
membrana nictitans dan konjungtiva palpebra.

(Sumber : Bedford, 1998)


D. FAKTOR RESIKO

Resiko dari pembedahan dapat menyebabkan entropi sekunder jika terjadi kesalahan saat
melakukan bedah (Bedford, 1988). Resiko lain yang dapat terjadi adalah granuloma,
pemotongan jaringan disekitar mata yang berlebihan pada saat pembedahan.

E. TEKNIK OPERASI
 Metode Koreksi V
Dilakukan restrain dengan baik dan hewan diletakkan pada posisi ventral recumbency
atau berdiri. Anestesi yang digunakan adalah anestesi umum atau anestesi lokal yang
dikombinasikan dengan premedikasi sedativ. Kulit pada tepi palpebral dibersihkan dan
didesinfeksi. Dilakukan pemotongan bagian dari kelopak mata berbentuk huruf V pada sudut
mata sebelah lateral (canthus lateral). Irisan dibuat mengenai kulit dan konjungtiva jahitan
dibuat dua tahap, konjungtiva dengan catgut 4,0 dan kulit dijahit secara terputus sederhana
dengan benang cotton. Jahitan pada konjungtiva diusahakan simpulnya terdapat dibagian luar
agar tidak menggeser sclera dan kornea. Jahitan diambil setelah 8-10 hari (Sudisma N. G. I.,
2016).
Gambar 2. Penanganan ektropion. Insisi berbentuk V (Sumber : Sudisma N. G. I.,
2016, ILMU BEDAH VETERINER DAN TEKNIK OPERASI, Fakultas kedokteran
Hewan, Universitas Udayana: Denpasar).

Gambar 3. Penanganan ektropion. Penjahitan menutup insisi yang berbentuk V


(Sumber : Sudisma N. G. I., 2016, ILMU BEDAH VETERINER DAN TEKNIK
OPERASI, Fakultas kedokteran Hewan, Universitas Udayana: Denpasar).

 Trephination
Trephination digunakan ketika ectropion ringan. Dengan menggunakan biopsi kulit (5
hingga 7 mm), melepaskan satu atau lebih lingkaran distal kulit (3 hingga 4 mm) ke bagian
tepi kelopak mata yang terkena. Menggunakan tepi kulit dengan dua hingga empat jahitan (4-
0 hingga 6-0 jahitan yang tidak dapat diserap) sedemikian rupa sehingga penutupannya tegak
lurus terhadap margin penutup (Fossum W. T., 2002).
Gambar 4. Trephinasi untuk perbaikan ektropion ringan. A. Menekan biopsi kulit
untuk menghilangkan beberapa lingkaran kecil kulit 3 hingga 4 mm dari margin
kelopak mata. B. Menempatkan jahitan untuk menutup cacat dan meluruskan
kembali tepi kulit dalam arah vertikal (Fossum W. T., 2002, Small Animal Surgery,
3rd Edition, Mosby Elsevier 11830 Westline Industrial Drive: St. Louis).

 Wedge Resection (Reseksi Baji)


Reseksi baji digunakan untuk kasus ektropion ringan hingga berat. Ukuran irisan
harus sedikit lebih kecil dari tingkat pemendekan dan koreksi kelopak mata yang diantisipasi
sebagai tambahan 0,5 hingga 1 mm koreksi terjadi dengan fibrosis. Reseksi irisan kulit full-
thickness segitiga dari aspek lateral kelopak mata bawah dekat canthus lateral (Fossum W. T.,
2002).
Menandai daerah sayatan secara lateral dengan mencubit atau menghancurkan,
kemudian memanipulasi tutup yang berlebihan secara lateral dengan jempol ibu jari untuk
menentukan jumlah margin tutup yang akan direseksi (Gambar 5A.) Membuat sisi-sisi dari
segitiga yang dieksisi dua kali panjang dasar segitiga untuk memudahkan aposisi. Memotong
segmen kulit ini sebagai segitiga dengan alasnya pada margin tutup (Gambar 5B).
Menggunakan konjungtiva dengan jahitan pola kontinyu sederhana yang dapat diserap
dengan simpul yang terkubur antara konjungtiva dan kulit (Gambar 5C). Mensejajarkan
margin kelopak mata dengan sebuah jahitan terputus atau menyilang sederhana, kemudian
meletakkan jahitan kulit tambahan (4-0 hingga 6-0 dapat diserap), memposisikan dan
pemotongan jahitan berakhir agar tidak menggosok kornea (Gambar 5D) (Fossum W. T.,
2002).
Gambar 5. Reseksi baji untuk memperbaiki ektropion (Fossum W. T., 2002,
Small Animal Surgery, 3rd Edition, Mosby Elsevier 11830 Westline Industrial
Drive: St. Louis).
 Reseksi konjungtiva

Reseksi konjungtiva dapat dilakukan sendiri atau dikombinasikan dengan prosedur


ektropion lainnya untuk meningkatkan hasil kosmetik. Memegang konjungtiva palpebral di
forniks ventral dengan forceps; Meninggikan dan kemudian menjepit sejajar margin penutup
dengan hemostat selama 30 detik. Menghapus hemostat dan memotong area yang ditentukan
dari penghubung. Menggunakan tepi insisi dengan pola jahitan sederhana yang dapat diserap
terus menerus (4-0 hingga 6-0) (Fossum W. T., 2002).

 Prosedur Kuhnt-Szymanowski yang Dimodifikasi

Prosedur Kuhnt-Szymanowski yang dimodifikasi mengurangi risiko bekas luka pada


margin penutup dan merusak silia atau kelenjar meibom pada hewan dengan ektropion
atonik. Gambar 6 mengubah prosedur Kuhnt-Szymanowski untuk ektropion atonik. Insisi
melalui kulit dan otot orbicularis oculi 3 mm distal dan sejajar dengan margin tutup
sepanjang setengah lateral hingga tiga perempat dari tutup bawah. B, Melanjutkan sayatan
dorsolateral 1 cm melampaui canthus lateral. Buat sayatan kedua dari penghentian sayatan
1,5 cm ini secara distal. C, Mengilangkan lipatan jaringan. D, Melepaskan tutup yang
berlebihan dengan memotong irisan tutup margin dan tarsoconjunctiva di dekat aspek medial
sayatan pertama. E, Menutup tarsoconjunctiva dengan pola jahitan kontinu sederhana dimulai
pada margin penutup. F, Menarik kulit dan otot mengepak dorsolateral, dan memotong
segitiga kelebihan kulit secara lateral. G, Appose kulit dengan terputus jahitan apposisional
(Fossum W. T., 2002).

Gambar 6. Prosedur Kuhnt-Szymanowski yang Dimodifikasi (Fossum W. T.,


2002, Small Animal Surgery, 3rd Edition, Mosby Elsevier 11830 Westline
Industrial Drive: St. Louis)
 Blepharoplasty Lateral

Blepharoplasty Laterallateral dapat dilakukan untuk hewan dengan kombinasi entropion-


ectropion. Prosedur ini menggabungkan teknik Hotz-Celsus untuk entropion dengan
penciptaan ligamen lateral dari orbicularis otot okuli (Fossum W. T., 2002).

F. PERAWATAN PASCA OPERASI


Perawatan bedah ektropion dan pekembangan ektropion disebabkan oleh jaringan parut
yang menyebabkan lesi konjungtiva atau corneal dapat diperbaiki dengan berbagai
kombinasi teknik bedah. Perbaikan bedah ektropion intermiten dikontraindikasikan.
Pemilihan teknik didasarkan pada spesies, tingkat keparahan, dan posisi kelainan. Sebagaian
besar prosedur dilakukan pada bagian lateral dari satu sisi kelopak mata bawah (Fossum W.
T., 2002).
Beberapa cara perawatan pasca operasi yaitu (Fossum W. T., 2002) :
 Memulihkan hewan dengan tenang untuk mencegah trauma pada lokasi bedah.
 Melindungi area setelah operasi dengan menerapkan kerah penahan (kerah
Elizabethan).
 Memberikan analgesik sesuai kebutuhan selama 2 sampai 3 hari pertama.
 Mengoleskan topikal antibiotik dan kortikosteroid setelah operasi.
 Menggunakan antibiotik dan midriatik jika ada ulserasi kornea.
 Mengobati konjungtivitis bakteri purulen dengan antibiotik topikal.
 Mengharapkan pembengkakan kelopak mata minimal pasca operasi, yang harus
diselesaikan dalam waktu 48 jam. Cadangan penilaian koreksi selama 5 hingga 7
hari, dimana pembengkakan sekunder akibat peradangan dan edema mereda. Jika
kekurangan koreksi telah terjadi, mengulangi prosedurnya.
 Melepaskan jahitan sekitar 10 hari. Mempertahankan kerah Elizabethan selama 2
hingga 3 hari setelah pengangkatan jahitan jika hewan ingin menggaruk area operasi.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
 Ektropion adalah suatu keadaan dimana kelopak mata secara abnormal membengkok
atau terkilir keluar dan menyebabkan konjungtiva terbuka.
 Gejala klinisNya adalah
 Faktor predisposisi terjadinya ectropion antara lain, breed/ ras, usia, akibat trauma.
 Resiko dari pembedahan dapat menyebabkan entropi sekunder jika terjadi kesalahan
saat melakukan bedah.
 Beberapa teknik pembedahan untuk memperbaiki ektropion antara lain metode
koreksi V, trephination, wedge resection (Reseksi Baji), reseksi konjungtiva, prosedur
Kuhnt-Szymanowski yang Dimodifikasi, blepharoplasty lateral.
 Perawatan bedah ektropion dan pekembangan ektropion disebabkan oleh jaringan
parut yang menyebabkan lesi konjungtiva atau corneal dapat diperbaiki dengan
berbagai kombinasi teknik bedah. Perbaikan bedah ektropion intermiten
dikontraindikasikan.
DAFTAR PUSTAKA
Fossum W. T., 2002, Small Animal Surgery, 3rd Edition, Mosby Elsevier 11830 Westline
Industrial Drive: St. Louis
P. G. C. BEDFORD, 1988, Conditions of the eyelids in the dog, Department of Surgery and
Obstetrics, Royal Veterinary College, Hawkshead Lane, North Mymms, Hatfield.
Hertfordshire AL9 7TA.
Sudisma N. G. I., 2016, ILMU BEDAH VETERINER DAN TEKNIK OPERASI, Fakultas
kedokteran Hewan, Universitas Udayana: Denpasar.

Anda mungkin juga menyukai