Davi Sundari
Disusun oleh :
Tingkat /
No Nama Parodi
Semester
1. Irpan Saadillah 2/3 D3 Keperawatan
2. Imam Ahmad Fauzy 2/3 D3 Keperawatan
3. Salaz Moh Hendrawan 2/3 D3 Keperawatan
4. Yuda Sudarmanto 2/3 D3 Keperawatan
2019/2020
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyusun Makalah
dengan judul Konsep Asuhan Keperawatan Flu Influenza. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB. Dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala
materil) dari berbagai pihak dari awal hingga selesainya makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mampu melakukan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan akibat Flu Influenza.
2. Tujuan khusus
1) Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan dengan gangguan sistem
pernafasan akibat flu influenza.
2) Mampu merumuskan diagnosa klien dengan gangguan sistem pernafasan akibat flu
influenza.
3) Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pernafasan akibat flu influenza.
4) Mampu memberikan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pernafasan akibat flu influenza.
5) Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang diberikan pada klien dengan
gangguan sistem pernafasan akibat flu influenza.
2
BAB II
TINJAUAN MASALAH
2.1.2 Klasifikasi
Penderita H5N1 dapat dibagi dalam 4 kategori sesuai beratnya penyakit (MOPH
Thailand, 2005)
Derajat I : Penderita tanpa Pneumonia
Derajat II : Penderita dengan Pneumonia Derajat Sedang dan tanpa Gagal Nafas
Derajat III : Penderita dengan Pneumonia Berat dan dengan Gagal Nafas
Derajat IV: Pasien dengan Pneumonia Berat dan Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS) atau dengan Multiple Organ Failure (MOF).
Ada banyak sub tipe dari virus flu ini :
3
1. Tipe H1N1. Sub tipe ini lebih banyak ditemukan di babi sebagai vektor
utamanya. Di kemudian hari, virus tipe ini lebih dikenal sebagai penyebab flu
babi. Berbeda dengan penyebab flu unggas, sub tipe ini justru lebih efektif
ditularkan lewat manusia. Dalam setiap bersin pasien flu babi, setidaknya
terkandung 100.000 virus H1N1. Untungnya, daya bunuh H1N1 hanya 1/12 dari
flu burung. Flu babi hanya memiliki kemungkinan fatal sebesar 6%, jauh di
bawah angka 80 persen mili flu unggas.
2. H1N2 adalah sub tipe berikutnya. Sub tipe ini merupakan subtipe dari virus
influenza A yang juga disebut virus flu burung. Oleh para ahli, virus ini
dinyatakan sebagai virus pandemik pada manusia dan hewan, khususnya babi.
3. H2N2 adalah sub tipe yang lainnya. Virus H2N2 ini sudah termutasi menjadi
banyak sekali variasi virus flu ini. Salah satu bentuk mutasi dari H2N2 adalah
H3N2 dan banyak lagi subtipe virus flu lainnya yang sering ditemukan pada
unggas. Virus model ini dicurigai sebagai penyebab pandemik pada manusia di
tahun 1889.
4. H2N3. Berdasarkan struktur penyusunnya, H2N3 terdiri atas proteins sebagai
“casing”nya, hemagglutinin (H) dan neuraminidase (N). Pada umumnya, virus
ini dapat menginfeksi manusia dan unggas.
5. Sub tipe virus Avian Influenza yang paling berbahaya. Dikenal sebagai
penyebab utama flu unggas. H5N1 adalah virus yang sangat berbahaya.
Berdasarkan penelitian para ahli, pasien yang terjangkiti virus H5N1 hanya
memiliki kemungkinan sembuh kurang dari 20%. Meskipun hanya ditularkan
lewat unggas, H5N1 merupakan pembunuh yang efektif. Daya bunuhnya 12 kali
lebih dahsyat dibanding sub tipe virus avian influenza yang lain. Virus ini
merupakan jenis virus yang bersifat epizootik atau bersifat epidemik untuk
golongan di luar manusia dan juga bersifat panzootik yang mampu
mempengaruhi beragam spesies hewan. Hasil penelitian menyebutkan bahwa
virus ini sudah “sukses” membunuh setidaknya 10 juta unggas di seluruh dunia
serta menginfeksi ratusan juta lainnya.
Pada bulan Desember tahun 2009, badan kesehatan dunia, WHO
mengumumkan bahwa setidaknya terjadi 447 kasus flu yang terjadi pada
manusia dan tingkat kematian pada periode ini sangat tinggi, lebih dari 50%
dengan angka kematian mencapai 267 orang.
4
6. Sub tipe lain yang dianggap patogenik untuk manusia adalah H7N3, H7N7 dan
H9N2. Ketiga jenis ini dianggap sebagai virus avian influenza yang memiliki
daya rusak tingga hingga dapat membunuh pengidapnya. Menurut update
terbaru dari FAO, virus-virus ini secara perlahan tapi pasti memperkuat
kemampuan merusak mereka. Untuk virus H7N7 sendiri bisa menginfeksi
manusia, burung, babi, anjing laut serta kuda. Pada uji laboratorium, virus
ini bisa mengifeksi tikus yang digunakan dalan percobaan. Virus H9N2
merupakan jenis virus yang menginfeksi bebek. Pada perkembangannya, virus
ini juga menginfeksi manusia. Pada Desember 2009, ditemukan kasus anak-
anak terinfeksi H9N2 di Hongkong.
2.1.3 Etiologi
Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A. Virus influenza termasuk
famili Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubah-ubah bentuk (Drift,
Shift), dan dapat menyebabkan epidemi dan pandemi. Virus influenza tipe A terdiri
dari Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N), kedua huruf ini digunakan sebagai
identifikasi kode subtipe flu burung yang banyak jenisnya. Pada manusia hanya
terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1N2, H7N7. Sedangkan pada
binatang H1-H5 dan N1-N9.
Strain yang sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dari
subtipe A H5N1. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu
22°C dan lebih dari 30 hari pada 0°C. Virus akan mati pada pemanasan 60°C selama
30 menit atau 56° C selama 3 jam dan dengan detergent, desinfektan misalnya
formalin, serta cairan yang mengandung iodine.
5
ke dan dari paru-paru sebagai penyaring kotoran, melembabkan serta
menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru.
b. Faring
Faring atau tenggorok adalah struktur seperti tuba yang
menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring. Fungsi faring adalah
untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan digestif.
c. Laring
Laring adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring
dan trakea. Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya
vokalisasi. Laring juga melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda
asing dan memudahkan batuk.
d. Trakea
Merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm, berbentuk ¾ cincin
tulang rawan seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh membran
fibroelastic menempel pada dinding depan esofagus.
e. Bronkus
Merupakan percabangan trakea kanan dan kiri, menghubungkan
paru-paru dengan trakea. Terdiri dari lempengan tulang rawan dan dindingnya
terdiri dari otot halus.
f. Paru – Paru
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan.
Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior
sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap
lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe,
arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan
alveoli. Diperkirakan bahwa setiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli,
sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat pertukaran
gas.
2. Fisiologi Pernafasan
Pernapasan merupakan pengambilan oksigen dari udara bebas melalui
hidung, oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli. Kemudian terjadi
difusi oksigen dari alveolus ke kapiler arteri paru-paru yang terletak di dinding
alveolus, disebabkan karena adanya perbedaan tekanan parsial di alveolus dan
paru-paru. Kemudian, oksigen di kapiler arteri akan diikat oleh eritrosit yang
6
mengandung hemoglobin lalu dibawa ke jantung dan dipompakan ke seluruh
tubuh.
2.1.5 Patofisiologi
Flu burung bisa menular ke manusia bila terjadi kontak langsung dengan
ayam atau unggas yang terinfeksi flu burung. Virus flu burung hidup di saluran
pencernaan unggas. Unggas yang terinfeksi dapat pula mengeluarkan virus ini
melalui tinja, yang kemudian mengering dan hancur menjadi semacam bubuk.
Bubuk inilah yang dihirup oleh manusia atau binatang lainnya. Menurut WHO, flu
burung lebih mudah menular dari unggas ke manusia dibanding dari manusia ke
manusia. Belum ada bukti penyebaran dari manusia ke manusia, dan juga belum
terbukti penularan pada manusia lewat daging yang dikonsumsi. Satu-satunya cara
virus flu burung dapat menyebar dengan mudah dari manusia ke manusia adalah jika
virus flu burung tersebut bermutasi dan bercampur dengan virus flu manusia. Virus
ditularkan melalui saliva dan feses unggas. Penularan pada manusia karena kontak
langsung, misalnya karena menyentuh unggas secara langsung, juga dapat terjadi
melalui kendaraan yang mengangkut binatang itu, di kandangnya dan alat-alat
peternakan (termasuk melalui pakan ternak ). Penularan dapat juga terjadi melalui
pakaian, termasuk sepatu para peternak yang langsung menangani kasus unggas
yang sakit dan pada saat jual beli ayam hidup di pasar serta berbagai mekanisme
lain. Secara umum, ada 3 kemungkinan mekanisme penularan dari unggas ke
manusia.Dalam hal penularan dari unggas ke manusia, perlu ditegaskan bahwa
penularan pada dasarnya berasal dari unggas sakit yang masih hidup dan menular.
Unggas yang telah dimasak, digoreng dan lain-lain, tidak menularkan flu burung ke
orang yang memakannya. Virus flu burung akan mati dengan pemanasan 80°C
selama 1 menit.
Kemampuan virus flu burung adalah membangkitkan hampir keseluruhan
respon "bunuh diri" dalam sistem imunitas tubuh manusia. Makin banyak virus itu
tereplikasi, makin banyak pula produksi sitokin-protein dalam tubuh yang memicu
peningkatan respons imunitas dan berperan penting dalam peradangan. Sitokin yang
membanjiri aliran darah karena virus yang bertambah banyak, justru melukai
jaringan tubuh (efek bunuh diri). Flu Burung banyak menyerang anak-anak di bawah
usia 12 tahun. Hampir separuh kasus flu burung pada manusia menimpa anak-anak,
karena sistem kekebalan tubuh yang belum begitu kuat.
7
1. Masa Inkubasi
a. Pada Unggas : 1 minggu
b. Pada Manusia : 1-3 hari , Masa infeksi 1 hari sebelum sampai 3-5 hari
sesudah timbul gejala. Pada anak sampai 21 hari .
2. Penularan
Flu burung menular dari unggas ke unggas, dan dari unggas ke manusia,
melalui air liur, lendir dari hidung dan feces. Penyakit ini dapat menular melalui
udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari kotoran atau sekret
burung/unggas yang menderita flu burung. Penularan dari unggas ke manusia
juga dapat terjadi jika terjadi kontak langsung dengan unggas yang terinfeksi flu
burung. Contohnya: pekerja di peternakan ayam , pemotong ayam dan penjamah
produk unggas lainnya.
3. Penyebaran
Mekanisme penyerangan virus flu burung pada unggas dan ruminansia
hampir sama. Virus memiliki inti virus yang di dalamnya mengandung asam inti
yang dapat memproduksi protein. Dalam istilah ilmu penyakit, asam inti yang
dimiliki oleh virus mempunyai variasi jenis virus. Semakin banyak protein yang
dihasilkan berarti semakin banyak pula variasi jenis virusnya. Virus pertama
kali akan menyerang selaput lendir dengan menempel menggunakan rambut-
rambut tajam yang terdapat pada dinding luar (envelope).Pada saat menempel,
virus merusak dinding pelindung selaput lendir dan memasukkan asam inti
virus. Asam inti virus yang dimasukkan ini akan merubah susunan protein yang
dibentuk selaput lendir sehingga terjadi perubahan struktur protein. Protein
selaput lendir yang telah terkontaminasi inilah yang kemudian disebarkan
keseluruh jaringan dan organ melalui darah. Bersamaan dengan dimulainya
peredaran protein ke seluruh tubuh maka saat itu juga virus mulai menyebar.
8
bersin. Gejala awal dapat berupa gangguan reproduksi berupa penurunan
produksi telur. Gangguan sistem saraf dalam bentuk depresi. Pada beberapa
kasus, unggas mati tanpa gejala. Kematian dapat terjadi 24 jam setelah timbul
gejala. Pada kalkun, kematian dapat terjadi dalam 2 sampai 3 hari.
2. Tanda dan Gejala pada manusia
Gejala flu burung pada dasarnya adalah sama dengan flu biasa lainnya,
hanya cenderung lebih sering dan cepat menjadi parah. Masa inkubasi antara
mulai tertular dan timbul gejala adalah sekitar 3 hari; sementara itu masa
infeksius pada manusia adalah 1 hari sebelum, sampai 3-5 hari sesudah gejala
timbul pada anak dapat sampai 21 hari.
Gejalanya suhu > 38oC, demam, batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala,
nyeri otot dan sendi, sampai infeksi selaput mata ( conjunctivitis ). Bila keadaan
memburuk, dapat terjadi severe respiratory distress yang ditandai dengan sesak
nafas hebat, rendahnya kadar oksigen darah serta meningkatnya kadar CO.
9
a) Rapid test untuk mendeteksi Influensa A.
b) ELISA untuk mendeteksi H5N1.
2. Pemeriksaan Hematologi
Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total.
Umumnya ditemukan leukopeni, limfositopeni dan trombositopeni.
3. Pemeriksaan Kimia darah
Albumin, Globulin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin Kinase,
Analisis Gas Darah. Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan
SGOT dan SGPT, peningkatan ureum dan kreatinin, peningkatan Kreatin
Kinase, Analisis Gas Darah dapat normal atau abnormal. Kelainan laboratorium
sesuai dengan perjalanan penyakit dan komplikasi yang ditemukan.
4. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan foto toraks PA dan Lateral harus dilakukan pada setiap
tersangka flu burung. Gambaran infiltrat di paru menunjukkan bahwa kasus ini
adalah pneumonia. Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah pemeriksaan CT
Scan untuk kasus dengan gejala klinik flu burung tetapi hasil foto toraks normal
sebagai langkah diagnostik dini.
5. Pemeriksaan Post Mortem
Pada pasien yang meninggal sebelum diagnosis flu burung tertegakkan,
dianjurkan untuk mengambil sediaan postmortem dengan jalan biopsi pada
mayat (necropsi), specimen dikirim untuk pemeriksaan patologi anatomi dan
PCR.
10
c. Riwayat penyakit sekarang
1) Suhu badan meningkat, nafsu makan berkurang,/tidak ada.
2) Infeksi paru.
3) Batuk dan pilek.
4) Infeksi selaput mata.
d. Pemeriksaan Fisik.
1) Kulit : Tidak terjadi infeksi pada sistem integumen.
2) Mata : orang yang terkena flu burung sklera merah, adanya nyeri tekan,
infeksi selaput mata.
3) Mulut dan Lidah : Lidah kotor, mulutnya kurang bersih, mukosa bibir
kering.
4) Pemeriksaaan penunjang : pemeriksaan laboratorium penting artinya
dalam menegakkan diagnosa yang tepat, sehingga dapat memberikan
terapi yang tepat pula, pemeriksaan yang perlu dilakukan pada orang
yang mengalami flu burung, yaitu pemeriksaan laboratorium dilakukan
dengan pemeriksaaan darah.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental akibat influenza.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(obstruksi jalan napas oleh sekresi).
c. Ketidakseimbanngan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
dispnea dan anorexia.
3. Intervensi Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental akibat influenza.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam,
diharapkan jalan napas kembali efektif.
11
Kriteria hasil :
1) Mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan bunyi nafas kembali
normal.
2) Mengeluarkan atau membersihkan secret secara mandiri dengan batuk
efektif.
No Intervensi Rasional
12
5. Pertahankan polusi lingkungan Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan.
minimum, mis., debu, asap, dan
bulu bantal yang berhubungan
dengan kondisi individu.
6. Dorong/bantu melatihan napas Memberikan pasien beberapa cara untuk
dalam. mengatasi dan mengontrol dispnea.
No Intervensi Rasional
13
telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral
mengindikasikan beratnya hipoksemia.
No Intervensi Rasional
14
3. Berikan perawatan oral sering, Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah
buang sekret, berikan wadah pencetus utama terhadap nafsu makan dan
khusus untuk sekali pakai dan dapat membuat mual dan muntah dengan
tisu. peningkatan kesulitan napas.
15
d. Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi keperawatan;
e. Mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam perencanaan
keperawatan;
f. Harus dapat menciptakan adaptasi dengan klien sebagai individu dalam upaya
meningkatkan peran serta untuk merawat diri sendiri (Self care);
g. Menekankan pada aspek pencegahan dan upaya peningkatan status kesehatan;
h. Dapat menjaga rasa aman, harga diri dan melindungi klien;
i. Memberikan pendidikan, dukungan dan bantuan;
j. Bersifat holistik;
k. Kerjasama dengan profesi lain;
l. Melakukan dokumentasi.
16
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, M.E .2008. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perwatan pasien.Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika
17