Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN FLU INFLUENZA

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisiologi


Dosen Pengampu:

Davi Sundari

Disusun oleh :

Tingkat /
No Nama Parodi
Semester
1. Irpan Saadillah 2/3 D3 Keperawatan
2. Imam Ahmad Fauzy 2/3 D3 Keperawatan
3. Salaz Moh Hendrawan 2/3 D3 Keperawatan
4. Yuda Sudarmanto 2/3 D3 Keperawatan

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

POLTEKES YAPKESBI SUKABUMI

2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

aaaaaaaAlhamdulillahi Rabil’alamin. Segala puji syukur ke-hadirat Allah SWT,

atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyusun Makalah

dengan judul Konsep Asuhan Keperawatan Flu Influenza. Makalah ini disusun

untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB. Dalam kesempatan ini penulis

menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala

bimbingan pengarahan, saran-saran, bantuan dan dorongan (baik moril maupun

materil) dari berbagai pihak dari awal hingga selesainya makalah ini.

Sukabumi, Januari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2 Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2

1.3 Rumusan Masalah ..................................................................................... 2

1.4 Sistematika Penulisan ............................................................................... 2

BAB II TUJUAN TEORITIS ............................................................................. 3

2.1 Konsep Dasar ........................................................................................... 3

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan ................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian Influenza) adalah suatu
penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas.
Penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus avian infuenza jenis H5N1 pada unggas
dikonfirmasikan telah terjadi di Republik Korea, Vietnam, Jepang, Thailand, Kamboja,
Taiwan, Laos, China, Indonesia dan Pakistan. Sumber virus diduga berasal dari migrasi
burung dan transportasi unggas yang terinfeksi.
Pada Januari 2004, di beberapa propinsi di Indonesia terutama Bali, Botabek, Jawa
Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Jawa Barat dilaporkan adanya kasus kematian
ayam ternak yang luar biasa. Awalnya kematian tersebut disebabkan oleh virus new castle,
namun konfirmasi terakhir dari Departemen Pertanian disebabkan oleh virus flu burung
(Avian influenza (AI)). Jumlah unggas yang mati akibat wabah penyakit flu burung di 10
propinsi di Indonesia sangat besar yaitu 3.842.275 ekor (4,77%) dan yang paling tinggi
jumlah kematiannya adalah propinsi Jawa Barat (1.541.427 ekor).
Kehebohan itu bertambah ketika wabah tersebut menyebabkan sejumlah manusia
juga meninggal. Pada tanggal 19 Januari 2004, pejabat WHO mengkonfirmasikan lima
warga negara Vietnam tewas akibat flu burung. Sementara itu di negara Thailand sudah
enam orang tewas akibat terserang flu burung. Seorang Epidemiologis dari Pusat
Pengawasan Penyakit Dr. Danuta Skowronski, mengatakan bahwa 80% kasus flu burung
menyerang anak-anak dan remaja. Tingkat kematian akibat flu burung sangat tinggi.
Komplikasi dari penyakit flu burung itu sendiri, dapat menyebabkan Meningitis
(peradangan pada selaput menginal), Encephalitis (suatu peradangan dari otak),
Myocarditis (peradangan pada otot jantung atau miokardium), Pneumonia (radang paru-
paru) dan dapat menyebabkan kematian.
Perawat sebagai salah satu bagian dari profesi kesehatan turut terlibat dalam usaha
pencegahan dan penanganan kasus Avian Influenza (AI) ini. Peran perawat dimulai dari
usaha promotif, preventif , kuratif, hingga rehabilitatif.

1
1.2 Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mampu melakukan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan akibat Flu Influenza.

2. Tujuan khusus
1) Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan dengan gangguan sistem
pernafasan akibat flu influenza.
2) Mampu merumuskan diagnosa klien dengan gangguan sistem pernafasan akibat flu
influenza.
3) Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pernafasan akibat flu influenza.
4) Mampu memberikan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pernafasan akibat flu influenza.
5) Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang diberikan pada klien dengan
gangguan sistem pernafasan akibat flu influenza.

1.3 Rumusan Masalah


Sesuai dengan latar belakang diatas gangguan sistem pernafasan akibat flu influenza.
Maka dengan itu kami merumuskan masalah yaitu:
- Bagaimana proses Asuhan Keperawatan dengan gangguan sistem pernafasan akibat
flu influenza ?

1.4 Sistematika penulisan


Penulisan makalah ini dibagi atas empat bab .
BAB I: Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan umum, tujuan khusus, metode
punulisan, ruang lingkup dan sistematika penulisan.
BAB II: Tinjauan teori terdiri dari konsep dasar dan ruang lingkup Asuhan Keperawatan
dengan Flu Burung.
BAB III: Kesimpulan dan saran.x
Daftar Pustaka.

2
BAB II
TINJAUAN MASALAH

2.1 Konsep Dasar


2.1.1 Flu Burung
1. Pengertian
Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian Influenza) adalah
suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan
ditularkan oleh unggas. Flu burung (bahasa Inggris : avian influenza)
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang biasanya menjangkiti
burung dan mamalia (Rahmat Ilham, 2010).
Flu burung adalah penyakit influenza (disebabkan oleh virus influenza
tipe A) yang terdapat pada unggas dan umumnya tidak menular pada manusia.
Namun beberapa tipe diantaranya ternyata dapat menyerang manusia khususnya
virus influenza subtipe H5N1. ( Tamher, Noorkasiani. 2008 : 6)
Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian influenza) adalah
suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan
ditularkan oleh unggas. Penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus avian
infuenza jenis H5N1. (FAO, Buku Petunjuk bagi Paramedik Veteriner)
Jadi menurut kelompok, penyakit flu burung itu adalah penyakit menular
yang disebabkan oleh virus influenza tipe A yang ditularkan melalui unggas
yang dapat menyerang makhluk hidup (burung dan mamalia). Flu burung (avian
influenza) ini yang dapat menyerang yaitu virus influenza dengan subtipe H5N1.

2.1.2 Klasifikasi
Penderita H5N1 dapat dibagi dalam 4 kategori sesuai beratnya penyakit (MOPH
Thailand, 2005)
Derajat I : Penderita tanpa Pneumonia
Derajat II : Penderita dengan Pneumonia Derajat Sedang dan tanpa Gagal Nafas
Derajat III : Penderita dengan Pneumonia Berat dan dengan Gagal Nafas
Derajat IV: Pasien dengan Pneumonia Berat dan Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS) atau dengan Multiple Organ Failure (MOF).
Ada banyak sub tipe dari virus flu ini :

3
1. Tipe H1N1. Sub tipe ini lebih banyak ditemukan di babi sebagai vektor
utamanya. Di kemudian hari, virus tipe ini lebih dikenal sebagai penyebab flu
babi. Berbeda dengan penyebab flu unggas, sub tipe ini justru lebih efektif
ditularkan lewat manusia. Dalam setiap bersin pasien flu babi, setidaknya
terkandung 100.000 virus H1N1. Untungnya, daya bunuh H1N1 hanya 1/12 dari
flu burung. Flu babi hanya memiliki kemungkinan fatal sebesar 6%, jauh di
bawah angka 80 persen mili flu unggas.
2. H1N2 adalah sub tipe berikutnya. Sub tipe ini merupakan subtipe dari virus
influenza A yang juga disebut virus flu burung. Oleh para ahli, virus ini
dinyatakan sebagai virus pandemik pada manusia dan hewan, khususnya babi.
3. H2N2 adalah sub tipe yang lainnya. Virus H2N2 ini sudah termutasi menjadi
banyak sekali variasi virus flu ini. Salah satu bentuk mutasi dari H2N2 adalah
H3N2 dan banyak lagi subtipe virus flu lainnya yang sering ditemukan pada
unggas. Virus model ini dicurigai sebagai penyebab pandemik pada manusia di
tahun 1889.
4. H2N3. Berdasarkan struktur penyusunnya, H2N3 terdiri atas proteins sebagai
“casing”nya, hemagglutinin (H) dan neuraminidase (N). Pada umumnya, virus
ini dapat menginfeksi manusia dan unggas.
5. Sub tipe virus Avian Influenza yang paling berbahaya. Dikenal sebagai
penyebab utama flu unggas. H5N1 adalah virus yang sangat berbahaya.
Berdasarkan penelitian para ahli, pasien yang terjangkiti virus H5N1 hanya
memiliki kemungkinan sembuh kurang dari 20%. Meskipun hanya ditularkan
lewat unggas, H5N1 merupakan pembunuh yang efektif. Daya bunuhnya 12 kali
lebih dahsyat dibanding sub tipe virus avian influenza yang lain. Virus ini
merupakan jenis virus yang bersifat epizootik atau bersifat epidemik untuk
golongan di luar manusia dan juga bersifat panzootik yang mampu
mempengaruhi beragam spesies hewan. Hasil penelitian menyebutkan bahwa
virus ini sudah “sukses” membunuh setidaknya 10 juta unggas di seluruh dunia
serta menginfeksi ratusan juta lainnya.
Pada bulan Desember tahun 2009, badan kesehatan dunia, WHO
mengumumkan bahwa setidaknya terjadi 447 kasus flu yang terjadi pada
manusia dan tingkat kematian pada periode ini sangat tinggi, lebih dari 50%
dengan angka kematian mencapai 267 orang.

4
6. Sub tipe lain yang dianggap patogenik untuk manusia adalah H7N3, H7N7 dan
H9N2. Ketiga jenis ini dianggap sebagai virus avian influenza yang memiliki
daya rusak tingga hingga dapat membunuh pengidapnya. Menurut update
terbaru dari FAO, virus-virus ini secara perlahan tapi pasti memperkuat
kemampuan merusak mereka. Untuk virus H7N7 sendiri bisa menginfeksi
manusia, burung, babi, anjing laut serta kuda. Pada uji laboratorium, virus
ini bisa mengifeksi tikus yang digunakan dalan percobaan. Virus H9N2
merupakan jenis virus yang menginfeksi bebek. Pada perkembangannya, virus
ini juga menginfeksi manusia. Pada Desember 2009, ditemukan kasus anak-
anak terinfeksi H9N2 di Hongkong.

2.1.3 Etiologi
Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A. Virus influenza termasuk
famili Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubah-ubah bentuk (Drift,
Shift), dan dapat menyebabkan epidemi dan pandemi. Virus influenza tipe A terdiri
dari Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N), kedua huruf ini digunakan sebagai
identifikasi kode subtipe flu burung yang banyak jenisnya. Pada manusia hanya
terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1N2, H7N7. Sedangkan pada
binatang H1-H5 dan N1-N9.
Strain yang sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dari
subtipe A H5N1. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu
22°C dan lebih dari 30 hari pada 0°C. Virus akan mati pada pemanasan 60°C selama
30 menit atau 56° C selama 3 jam dan dengan detergent, desinfektan misalnya
formalin, serta cairan yang mengandung iodine.

2.1.4 Anatomi dan fisilogi


1. Anatomi Pernafasan
a. Hidung
Terdapat bagian eksternal dan internal. Bagian internal hidung adalah
rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri
oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum. Rongga hidung
dilapisi membran mukosa yang banyak mengandung vaskular disebut
mukosa hidung. Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara yang mengalir

5
ke dan dari paru-paru sebagai penyaring kotoran, melembabkan serta
menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru.
b. Faring
Faring atau tenggorok adalah struktur seperti tuba yang
menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring. Fungsi faring adalah
untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan digestif.
c. Laring
Laring adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring
dan trakea. Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya
vokalisasi. Laring juga melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda
asing dan memudahkan batuk.
d. Trakea
Merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm, berbentuk ¾ cincin
tulang rawan seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh membran
fibroelastic menempel pada dinding depan esofagus.
e. Bronkus
Merupakan percabangan trakea kanan dan kiri, menghubungkan
paru-paru dengan trakea. Terdiri dari lempengan tulang rawan dan dindingnya
terdiri dari otot halus.
f. Paru – Paru
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan.
Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior
sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap
lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe,
arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan
alveoli. Diperkirakan bahwa setiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli,
sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat pertukaran
gas.
2. Fisiologi Pernafasan
Pernapasan merupakan pengambilan oksigen dari udara bebas melalui
hidung, oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli. Kemudian terjadi
difusi oksigen dari alveolus ke kapiler arteri paru-paru yang terletak di dinding
alveolus, disebabkan karena adanya perbedaan tekanan parsial di alveolus dan
paru-paru. Kemudian, oksigen di kapiler arteri akan diikat oleh eritrosit yang

6
mengandung hemoglobin lalu dibawa ke jantung dan dipompakan ke seluruh
tubuh.

2.1.5 Patofisiologi
Flu burung bisa menular ke manusia bila terjadi kontak langsung dengan
ayam atau unggas yang terinfeksi flu burung. Virus flu burung hidup di saluran
pencernaan unggas. Unggas yang terinfeksi dapat pula mengeluarkan virus ini
melalui tinja, yang kemudian mengering dan hancur menjadi semacam bubuk.
Bubuk inilah yang dihirup oleh manusia atau binatang lainnya. Menurut WHO, flu
burung lebih mudah menular dari unggas ke manusia dibanding dari manusia ke
manusia. Belum ada bukti penyebaran dari manusia ke manusia, dan juga belum
terbukti penularan pada manusia lewat daging yang dikonsumsi. Satu-satunya cara
virus flu burung dapat menyebar dengan mudah dari manusia ke manusia adalah jika
virus flu burung tersebut bermutasi dan bercampur dengan virus flu manusia. Virus
ditularkan melalui saliva dan feses unggas. Penularan pada manusia karena kontak
langsung, misalnya karena menyentuh unggas secara langsung, juga dapat terjadi
melalui kendaraan yang mengangkut binatang itu, di kandangnya dan alat-alat
peternakan (termasuk melalui pakan ternak ). Penularan dapat juga terjadi melalui
pakaian, termasuk sepatu para peternak yang langsung menangani kasus unggas
yang sakit dan pada saat jual beli ayam hidup di pasar serta berbagai mekanisme
lain. Secara umum, ada 3 kemungkinan mekanisme penularan dari unggas ke
manusia.Dalam hal penularan dari unggas ke manusia, perlu ditegaskan bahwa
penularan pada dasarnya berasal dari unggas sakit yang masih hidup dan menular.
Unggas yang telah dimasak, digoreng dan lain-lain, tidak menularkan flu burung ke
orang yang memakannya. Virus flu burung akan mati dengan pemanasan 80°C
selama 1 menit.
Kemampuan virus flu burung adalah membangkitkan hampir keseluruhan
respon "bunuh diri" dalam sistem imunitas tubuh manusia. Makin banyak virus itu
tereplikasi, makin banyak pula produksi sitokin-protein dalam tubuh yang memicu
peningkatan respons imunitas dan berperan penting dalam peradangan. Sitokin yang
membanjiri aliran darah karena virus yang bertambah banyak, justru melukai
jaringan tubuh (efek bunuh diri). Flu Burung banyak menyerang anak-anak di bawah
usia 12 tahun. Hampir separuh kasus flu burung pada manusia menimpa anak-anak,
karena sistem kekebalan tubuh yang belum begitu kuat.

7
1. Masa Inkubasi
a. Pada Unggas : 1 minggu
b. Pada Manusia : 1-3 hari , Masa infeksi 1 hari sebelum sampai 3-5 hari
sesudah timbul gejala. Pada anak sampai 21 hari .
2. Penularan
Flu burung menular dari unggas ke unggas, dan dari unggas ke manusia,
melalui air liur, lendir dari hidung dan feces. Penyakit ini dapat menular melalui
udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari kotoran atau sekret
burung/unggas yang menderita flu burung. Penularan dari unggas ke manusia
juga dapat terjadi jika terjadi kontak langsung dengan unggas yang terinfeksi flu
burung. Contohnya: pekerja di peternakan ayam , pemotong ayam dan penjamah
produk unggas lainnya.
3. Penyebaran
Mekanisme penyerangan virus flu burung pada unggas dan ruminansia
hampir sama. Virus memiliki inti virus yang di dalamnya mengandung asam inti
yang dapat memproduksi protein. Dalam istilah ilmu penyakit, asam inti yang
dimiliki oleh virus mempunyai variasi jenis virus. Semakin banyak protein yang
dihasilkan berarti semakin banyak pula variasi jenis virusnya. Virus pertama
kali akan menyerang selaput lendir dengan menempel menggunakan rambut-
rambut tajam yang terdapat pada dinding luar (envelope).Pada saat menempel,
virus merusak dinding pelindung selaput lendir dan memasukkan asam inti
virus. Asam inti virus yang dimasukkan ini akan merubah susunan protein yang
dibentuk selaput lendir sehingga terjadi perubahan struktur protein. Protein
selaput lendir yang telah terkontaminasi inilah yang kemudian disebarkan
keseluruh jaringan dan organ melalui darah. Bersamaan dengan dimulainya
peredaran protein ke seluruh tubuh maka saat itu juga virus mulai menyebar.

2.1.6 Manifestasi klinis


1. Tanda dan Gejala pada ungas
Gejala pada unggas yang sakit cukup bervariasi, mulai dari gejala ringan
(nyaris tanpa gejala), sampai sangat berat. Hal ini tergantung dari keganasan
virus, lingkungan, dan keadaan unggas sendiri. Gejala yang timbul seperti
jengger berwarna biru, kepala bengkak, sekitar mata bengkak, demam, diare,
dan tidak mau makan. Dapat terjadi gangguan pernafasan berupa batuk dan

8
bersin. Gejala awal dapat berupa gangguan reproduksi berupa penurunan
produksi telur. Gangguan sistem saraf dalam bentuk depresi. Pada beberapa
kasus, unggas mati tanpa gejala. Kematian dapat terjadi 24 jam setelah timbul
gejala. Pada kalkun, kematian dapat terjadi dalam 2 sampai 3 hari.
2. Tanda dan Gejala pada manusia
Gejala flu burung pada dasarnya adalah sama dengan flu biasa lainnya,
hanya cenderung lebih sering dan cepat menjadi parah. Masa inkubasi antara
mulai tertular dan timbul gejala adalah sekitar 3 hari; sementara itu masa
infeksius pada manusia adalah 1 hari sebelum, sampai 3-5 hari sesudah gejala
timbul pada anak dapat sampai 21 hari.
Gejalanya suhu > 38oC, demam, batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala,
nyeri otot dan sendi, sampai infeksi selaput mata ( conjunctivitis ). Bila keadaan
memburuk, dapat terjadi severe respiratory distress yang ditandai dengan sesak
nafas hebat, rendahnya kadar oksigen darah serta meningkatnya kadar CO.

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium
Setiap pasien yang datang dengan gejala klinis seperti di atas dianjurkan
untuk sesegera mungkin dilakukan pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan darah rutin (Hb, Leukosit, Trombosit, Hitung Jenis Leukosit),
spesimen serum, aspirasi nasofaringeal.
Diagnosis flu burung dibuktikan dengan :
a. Uji RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction) untuk H5.
b. Biakan dan identifikasi virus Influenza A subtipe H5N1.
c. Uji Serologi :
1) Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari
spesimen konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut ( diambil <7
hari setelah awitan gejala penyakit), dan titer antibodi netralisasi
konvalesen harus pula >1/80.
2) Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen serum yang
diambil pada hari ke >14 setelah awitan (onset penyakit) disertai hasil
positif uji serologi lain, misalnya titer HI sel darah merah kuda >1/160
atau western blot spesifik H5 positif.
3) Uji penapisan

9
a) Rapid test untuk mendeteksi Influensa A.
b) ELISA untuk mendeteksi H5N1.
2. Pemeriksaan Hematologi
Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total.
Umumnya ditemukan leukopeni, limfositopeni dan trombositopeni.
3. Pemeriksaan Kimia darah
Albumin, Globulin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin Kinase,
Analisis Gas Darah. Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan
SGOT dan SGPT, peningkatan ureum dan kreatinin, peningkatan Kreatin
Kinase, Analisis Gas Darah dapat normal atau abnormal. Kelainan laboratorium
sesuai dengan perjalanan penyakit dan komplikasi yang ditemukan.
4. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan foto toraks PA dan Lateral harus dilakukan pada setiap
tersangka flu burung. Gambaran infiltrat di paru menunjukkan bahwa kasus ini
adalah pneumonia. Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah pemeriksaan CT
Scan untuk kasus dengan gejala klinik flu burung tetapi hasil foto toraks normal
sebagai langkah diagnostik dini.
5. Pemeriksaan Post Mortem
Pada pasien yang meninggal sebelum diagnosis flu burung tertegakkan,
dianjurkan untuk mengambil sediaan postmortem dengan jalan biopsi pada
mayat (necropsi), specimen dikirim untuk pemeriksaan patologi anatomi dan
PCR.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


6. Pengkajian
Pengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui wawancara,
keluhan utama, pengumpulan riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
a. Identitas /biodata klien
Meliputi nama lengkap, tempat tanggal lahir, asal suku bangsa, nama
orangtua, pekerjaan orangtua, dan penghasilan.
b. Keluhan utama
Panas tinggi > 38ºc lebih dari 3 hari, pilek, batuk, sesak napas, sakit kepala,
nyeri otot, sakit tenggorokan

10
c. Riwayat penyakit sekarang
1) Suhu badan meningkat, nafsu makan berkurang,/tidak ada.
2) Infeksi paru.
3) Batuk dan pilek.
4) Infeksi selaput mata.
d. Pemeriksaan Fisik.
1) Kulit : Tidak terjadi infeksi pada sistem integumen.
2) Mata : orang yang terkena flu burung sklera merah, adanya nyeri tekan,
infeksi selaput mata.
3) Mulut dan Lidah : Lidah kotor, mulutnya kurang bersih, mukosa bibir
kering.
4) Pemeriksaaan penunjang : pemeriksaan laboratorium penting artinya
dalam menegakkan diagnosa yang tepat, sehingga dapat memberikan
terapi yang tepat pula, pemeriksaan yang perlu dilakukan pada orang
yang mengalami flu burung, yaitu pemeriksaan laboratorium dilakukan
dengan pemeriksaaan darah.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental akibat influenza.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(obstruksi jalan napas oleh sekresi).
c. Ketidakseimbanngan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
dispnea dan anorexia.

3. Intervensi Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental akibat influenza.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam,
diharapkan jalan napas kembali efektif.

11
Kriteria hasil :
1) Mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan bunyi nafas kembali
normal.
2) Mengeluarkan atau membersihkan secret secara mandiri dengan batuk
efektif.

No Intervensi Rasional

1. Auskultasi bunyi napas. Catat Beberapa derajat spasme bronkus terjadi


adanya bunyi napas, misal dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tak
crackles/rales, ronkhi, wheezing. dimanifestasikan adanya bunyi napas
adventisius, misal penyebaran, krekels basah
(bronkitis); bunyi napas redup dengan
ekspirasi mengi (emfisema); atau tak adanya
bunyi napas (asma berat).
2. Kaji/pantau frekuensi Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat
pernapasan. Catat rasio dan dapat ditemukan pada penerimaan atau
inspirasi/ekspirasi. selama stres/adanya proses infeksi akut.
Pernapasan dapat melambat dan frekuensi
ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
3. Catat adanya/derajat dispnea, Disfungsi pernapasan adalah variabel yang
mis., keluhan “lapar udara,” tergantung pada tahap proses kronis selain
gelisah, ansietas, distres proses akut yang menimbulkan perawatan di
pernapasan, penggunaan otot rumah sakit, mis., infeksi, reaksi alergi.
bantu.
4. Kaji pasien untuk posisi yang Posisi yang nyaman mempermudah fungsi
nyaman. pernafasan. Namun, pasien dengan distres
berat akan mencari posisi yang paling mudah
untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki
dengan meja, bantal, dan lain-lain membantu
menurunkan kelemahan otot dan dapat
sebagai alat ekspansi dada.

12
5. Pertahankan polusi lingkungan Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan.
minimum, mis., debu, asap, dan
bulu bantal yang berhubungan
dengan kondisi individu.
6. Dorong/bantu melatihan napas Memberikan pasien beberapa cara untuk
dalam. mengatasi dan mengontrol dispnea.

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen (obstruksi


jalan napas oleh sekresi).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam,
diharapkan pertukaran gas kembali normal.
Kriteria hasil :
1) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan AGD
dalam rentang normal (PCO2 : 35-45 mmHG, PO2 : 80-100 mmHG)
dan tak ada gejala distres pernapasan.
2) Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi.

No Intervensi Rasional

1. S Kaji frekuensi, kedalaman Berguna dalam evaluasi derajat distres


pernapasan. Catat penggunaan pernapasan dan/atau kronisnya proses
otot bantu. penyakit.
2. Tinggikan kepala tempat tidur, Pengiriman oksigen dapat diperbaiki
bantu pasien untuk memilih dengan posisi duduk tinggi dan latihan
posisi yang mudah untuk napas untuk menurunkan kolaps jalan
bernapas. Dorong napas dalam napas, dispnea, dan kerja napas.
perlahan atau napas bibir sesuai
kebutuhan/toleransi individu.
3. Kaji/awasi secara rutin kulit dan Sianosis perifer (terlihat pada kuku) atau
warna membran mukosa. sentral (terlihat sekitar bibir/atau daun

13
telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral
mengindikasikan beratnya hipoksemia.

4. Dorong mengeluarkan sputum; Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah


penghisapan bila diindikasikan. sumber utama gangguan pertukaran gas
pada jalan napas kecil. Penghisapan
dibutuhkan bila batuk tidak efektif.
5. Awasi tingkat kesadaran/status Gelisah dan ansietas adalah manifestasi
mental. Selidiki adanya umum pada hipoksia. AGD memburuk
perubahan. disertai bingung/somnolen menunjukkan
disfungsi serebral yang berhubungan
dengan hipoksemia.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea


dan anorexia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan perubahan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil :
1) Menunjukkan peningkatan napsu makan.
2) Mempertahankan/meningkatkan berat badan pasien.

No Intervensi Rasional

1. S Kaji kebiasaan diet, masukan Pasien distres pernapasan akut sering


makanan saat ini. Catat derajat anoreksia karena dispnea, produksi sputum,
kesulitan makan. Evaluasi berat dan obat.
badan dan ukuran tubuh.
2. Mengauskultasi bising usus. Penurunan/hipoaktif bising usus
menunjukkan penurunan motilitas gaster
dan konstipasi (komplikasi umum) yang
berhubungan dengan pembatasan
pemasukan cairan, pilihan makanan buruk,
penurunan aktivitas, dan hipoksemia.

14
3. Berikan perawatan oral sering, Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah
buang sekret, berikan wadah pencetus utama terhadap nafsu makan dan
khusus untuk sekali pakai dan dapat membuat mual dan muntah dengan
tisu. peningkatan kesulitan napas.

4. Dorong periode istirahat Membantu menurunkan kelemahan selama


semalam 1 jam sebelum dan waktu makan dan memberikan kesempatan
sesudah makan. Berikan makan untuk meningkatkan masukan kalori total.
porsi kecil tapi sering.
5. Hindari makanan penghasil gas Dapat menghasilkan distensi abdomen yang
dan minuman karbonat. mengganggu napas abdomen dan gerakan
diafragma, dan dapat meningkatkan
dispnea.
6. Hindari makanan yang sangat Suhu ekstrim dapat mencetuskan/
pedas atau sangat dingin. meningkatkan spasme batuk.
7. Timbang berat badan sesuai Berguna untuk menentukan kebutuhan
indikasi. kalori, menyusun tujuan berat badan, dan
evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
Catatan: Penurunan berat badan dapat
berlanjut, meskipun masukan adekuat
sesuai teratasinya edema.

2.2.1 Implementasi Keprawatan


Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kreteria hasil yang
diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997). Beberapa pedoman dalam
pelaksanaan implementasi sebagai berikut :
a. Berdasarkan respon klien;
b. Berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan, standar
pelayanan operasional, hukum dan kode etik keperawatan;
c. Berdasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia;

15
d. Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi keperawatan;
e. Mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam perencanaan
keperawatan;
f. Harus dapat menciptakan adaptasi dengan klien sebagai individu dalam upaya
meningkatkan peran serta untuk merawat diri sendiri (Self care);
g. Menekankan pada aspek pencegahan dan upaya peningkatan status kesehatan;
h. Dapat menjaga rasa aman, harga diri dan melindungi klien;
i. Memberikan pendidikan, dukungan dan bantuan;
j. Bersifat holistik;
k. Kerjasama dengan profesi lain;
l. Melakukan dokumentasi.

2.2.2 Evaluasi Keperawatan


Menurut Craven Hirnle (2000). Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan
dari efektivitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang
telah ditetapkan dengan respon perilaku klien yang tampil. Adapun ukuran
pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi :
a. Masalah teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan
kreteria hasil yang telah ditetapkan;
b. Masalah sebagian teratasi; jika klien menunjukkan perubahan dan kemajuan
sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kreteria hasil yang telah ditetapkan
dan atau bahkan timbul masalah ataau diagnosa keperawatan baru.

16
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, M.E .2008. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perwatan pasien.Jakarta: EGC

Nanda. 2018. Diagnosa Keperawatan:Definisi dan Klasifikasi 2018-2020.Jakarta:EGC

Padila.2012. Keperawatan Medikal Bedah.Yogyakarta: Nuha Medika

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika

Dr. Marianti. http://www.alodokter.com/flu-burung. Di akses 18 januari 2020.

17

Anda mungkin juga menyukai