Anda di halaman 1dari 11

JOURNAL READING

ROLE OF USAGE OF ANTIBIOTICS IN PHARYNGITIS: A


PROSPECTIVE STUDY
M. Deepthi, K. Narsimloo

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Pendidikan Profesi Dokter


Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Diterjemahkan Oleh :
Rizal Arkan P, S.Ked J510185069
Rifda El Mahroos, S.Ked J510185041
Nurfarida Riza Umami, S.Ked J510185009

Pembimbing
dr. Donny Hartanto, Sp. THT-KL, M. Kes
dr. Nurmala Shofiati, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG


TENGGOROK-KEPALA LEHER
RSUD Ir. SOEKARNO SUKOHARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

JOURNAL READING
ROLE OF USAGE OF ANTIBIOTICS IN PHARYNGITIS: A
PROSPECTIVE STUDY
M. Deepthi, K. Narsimloo

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Pendidikan Profesi Dokter


Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Disusun Oleh:
Rizal Arkan P, S.Ked J510185069
Rifda El Mahroos, S.Ked J510185041
Nurfarida Riza Umami, S.Ked J510185009

Telah dipresentasikan, disetujui dan di sahkan oleh bagian Program Pendidikan


Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pada hari .............., ........................2019

Pembimbing :
dr. Donny Hartanto, Sp. THT-KL, M. Kes (........................................)

dr. Nurmala Shofiati, Sp. THT-KL (........................................)

2
PERAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA FARINGITIS: SEBUAH
PENELITIAN PROSPEKTIF

ABSTRAK

Latar belakang: Resistensi antibiotik muncul sebagai masalah kesehatan


masyarakat global dan semakin hari semakin meningkat baik di negara maju dan
berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk penelitian ilmiah tentang perlunya
penggunaan antibiotik dalam kasus faringitis.
Metode: Sebuah penelitian prospektif terhadap 2000 pasien yang mengeluh sakit
tenggorokan, dipilih secara acak dari pasien departemen rawat jalan selama
periode 1 tahun dari Agustus 2015 - 2016. Mereka dipelajari secara klinis dan
diselidiki etiologi infeksinya dan peran penggunaan antibiotik dianalisis.
Hasil: Di antara 2.000 pasien, 1.840 pasien diterapi dari sakit tenggorokan hanya
dengan pengobatan simtomatik. Antibiotik hanya diberikan pada 160 pasien (8%)
karena usap tenggorokan menunjukkan pertumbuhan bakteri. Organisme paling
umum adalah Streptokokus beta hemoliticus Grup A dan E coli Grup A. Faringitis
alergi dan penyakit refluks faring laring merupakan penyebab penting sakit
tenggorokan di antara kelompok usia menengah (20-40 tahun) dan kelompok usia
lanjut (50-60 tahun)
Kesimpulan: Antibiotik tidak boleh diberikan kepada pasien kecuali ada bukti
dokumenter infeksi bakteri. Sebagian besar pasien (92%) tidak memerlukan resep
antibiotik, penyakitnya sembuh sendiri pada kasus akut dan pasien yang
menunjukkan etiologi alergi dan refluks laring-faring memerlukan pengobatan
simtomatik. Penggunaan antibiotik yant tidak hati-hati akan menyebabkan
penyebaran resistensi di masyarakat; ini akan membatasi penggunaan antibiotik
yang lebih tinggi untuk kasus rumit dan pasien ICU. Hal ini merupakan
kesempatan penting untuk meningkatkan kesadaran dokter untuk mengurangi
penggunaan antibiotik secara tidak sengaja di antara pasien faringitis dewasa dan
mengoptimalkan penggunaan terapi antibiotik.

PENDAHULUAN
Radang tenggorokan adalah manifestasi yang umum secara klinis. Ini
merupakan 1,1% dari kunjungan perawatan primer. Penyebab paling umum dari
radang tenggorokan pada individu imunokompeten adalah karena faringitis akut,
faringitis granular kronik, faringitis simplex kronis, faringitis alergik, penyakit
refluks laring-faring. Sebagian besar faringitis akut disebabkan oleh Virus dan
hanya 5-15% kasus dewasa disebabkan oleh Streptococcus beta hemoliyicus Grup

3
A (GABHS). Penyakit ini bersifat self limitting pada orang dewasa yang
immunocompetent. Hal ini sangat penting untuk diidentifikasi
Infeksi GABHS adalah satu-satunya jenis faringitis akut di mana
penggunaan antibiotik dianjurkan untuk mencegah keparahan penyakit dan
mencegah komplikasi supuratif. Sulit untuk membedakan faringitis Streptococcus
secara klinis dari faringitis non- Streptococcus. Kultur usap tenggorok pada plate
agar darah domba adalah baku emas untuk mendiagnosis faringitis GABHS akut.
Rapid Streptococcal test (RST) membantu mengidentifikasi infeksi Streptococcal
di klinik dan membantu memutuskan apakah akan meresepkan antibiotik untuk
pasien dengan faringitis. Dengan membantu mengidentifikasi infeksi bakteri, RST
dapat membantu membatasi penggunaan antibiotik pada penyakit virus, dimana
hal tersebut tidak bermanfaat. Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai turut
menyumbang perkembangan strain bakteri yang resisten obat.
Centers for disease control and prevention (CDC) dan the American
college of physicians-american society of internal medicine (ACP-ASIM)
memberikan skala penilaian klinis terhadap empat point untuk mendiagnosis
GABHS dan menyarankan penatalaksanaannya pada orang dewasa. Keempat
kriteria adalah demam lebih dari 38˚C, tidak ada batuk, limfadenopati servikal
anterior yang nyeri dan adanya pembengkakan atau eksudat tonsil.

Pedoman American college of physicians/centers for disease control and


prevention untuk manajemen faringitis
Skor Centor didasarkan pada empat kriteria dengan mempertimbangkan
tanda dan gejala. Satu poin diberikan untuk masing-masing berikut jika ada.
1. Demam - +1,
2. Tidak adanya batuk - +1,
3. Nodus servikal anterior yang membengkak dan nyeri - +1,
4. Adanya pembengkakan tonsil atau eksudat - +1

4
Tabel 1. Skor Streptococcus Centor
Skor Pedoman American college of physicians/centers for disease
Centor control and prevention
0 Tidak ada usap tenggorok atau kultur & Tidak diberikan Antibiotik
1 Tidak ada usap tenggorok atau kultur & Tidak Antibiotik
2 Rapid test/usap tenggorok dan kultur dilakukan, antibiotik jika
positif
3 Rapid test/usap tenggorok dan kultur dilakukan, antibiotik
diberikan secara empiris
4 Kultur semua dan Antibiotik diberikan secara empiris

Berdasarkan tanda dan gejala ini, skor centor dihitung dengan


menjumlahkan keempat kriteria. Skor (0-4) diberikan pada Tabel 1.
Skor mcIsaac adalah modifikasi skor centor, dirancang untuk
mendiagnosis GABHS. Skor ini berasal dari 521 pasien dari praktik keluarga yang
berafiliasi dengan Universitas di Toronto dan divalidasi pada 621 pasien dari 49
komunitas Ontario. Karena GABHS lebih umum pada pasien yang lebih muda
daripada pasien yang lebih tua, skor mcIsaac dihitung dengan menambahkan satu
poin ke skor centor untuk pasien usia 3-14 tahun, dan mengurangi satu poin untuk
mereka yang berusia 45 tahun ke atas seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. Skor
total dihitung dengan menambahkan semua poin dan manajemen disarankan
sesuai dengan poin skor.

5
Tabel 2. Mclsaac dimodifikasi dari Skor Streptococcus Centor
S. No Tanda / Gejala Poin
1 Suhu > 38°C (100.4 °F) 1
2 Tidak ada batuk 1
3 Adenopati servikal anterior yang nyeri 1
4 Pembengkakan tonsil atau eksudat 1
5 Umur kurang dari 15 tahun 1
6 Umur diantara 15-45 tahun 0
7 Umur lebih dari 45 tahun -1
* Skor: Dihitung dengan total poin di atas; 0-1 poin: Radang tenggorokan dikesampingkan (hanya
risiko 2%); 1-3 poin: Pesan tes strep cepat, obati sesuai; 4-5 poin: Diagnosis kemungkinan radang
tenggorokan (52%) risiko, pertimbangkan terapi antibiotik empiris.

Tujuan penelitian
Untuk mengidentifikasi distribusi etiologi sakit tenggorokan, peran
penggunaan antibiotik, untuk memfokuskan kebutuhan untuk membatasi
penggunaan antibiotik yang tidak hati-hati.

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kohort prospektif dari 2000 pasien
yang mengeluh sakit tenggorokan, dipilih secara acak dari departemen rawat jalan
THT selama periode satu tahun (yaitu dari Agustus 2015-2016). Semua individu
yang imunokompeten yang mengeluh sakit tenggorokan antara kelompok usia
dari 10- 65 tahun dimasukkan dalam penelitian ini. Kasus yang diketahui dari
patologi infektif seperti tonsilitis, adenoiditis, deiviasi septum hidung, sinusitis,
OMSK dan penyakit granulomatosa, infeksi yang didapat di rumah sakit, individu
yang terganggu kekebalan tubuh dan pasien yang tidak bersedia untuk
ditindaklanjuti dikeluarkan dari penelitian.
Semua pasien sakit tenggorokan yang terpilih dievaluasi secara klinis.
Usap tenggorokan diambil dan dikirim untuk tes mikrobiologis (pewarnaan, kultur
dan sensitivitas). Semua pemeriksaan darah yang diperlukan seperti CBP, ESR,

6
jumlah eosinofil absolut, kadar serum IgE dilakukan. Pada pasien penyakit refluks
laring – faringeal dilakukan endoskopi gastrointestinal bagian atas.
Pengobatan simtomatik seperti obat antiinflamasi, anti alergi, dekongestan
lokal dan sistemik serta obat antireflux diberikan. Antibiotik diberikan hanya jika
usap tenggorokan positif untuk pertumbuhan bakteri. Antibiotik yang tepat dipilih
dari laporan kultur dan sensitivitas dan hasilnya dianalisis.

HASIL
Distribusi usia di antara kelompok penelitian menunjukkan jumlah
maksimum pasien (640) pada kelompok usia 10-20 tahun diikuti oleh kelompok
usia 20-30 tahun (lebih muda) dan jumlah minimum pasien (80) terlihat pada usia
60-70 tahun (lebih tua), kelompok umur seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1: Distribusi usia di antara pasien.


* Faringitis umum terjadi pada kelompok usia yang lebih muda.
Faringitis akut terjadi pada 680 pasien (34%) dan paling umum di antara
kelompok usia yang lebih muda antara 10-20 tahun. Jenis sakit tenggorokan
kronis yang tidak spesifik diidentifikasi pada 200 pasien (10%) dan umum di
antara kelompok usia menengah (20-40 tahun). Penyakit refluks laringofaring
diidentifikasi pada 640 pasien (32%) adalah umum di antara kelompok usia
menengah dan lanjut usia (50-60 tahun). Faringitis alergi hadir pada 320 pasien
(24%) yang umum pada kelompok usia muda dan menengah dan di antara
perempuan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.

7
Gambar 2: Distribusi etiologis di antara populasi penelitian.
* Grafik ini menunjukkan faringitis akut sebagai etiologi yang paling umum diikuti oleh faringitis
alergi.
Dari 2000 pasien, usap tenggorokan positif untuk pertumbuhan bakteri
hanya 160 pasien (8%) seperti yang ditunjukkan pada gambar 3. Di antara
mereka, organisme isolat yang paling umum adalah kelompok Streptokokus beta-
hemolitik (99 pasien), E coli (18) , non-kelompok Streptococci (32), lainnya (11).

Gambar 3: Usap tenggorokan untuk pertumbuhan bakteri.


* Usap tenggorokan positif untuk pertumbuhan bakteri hanya pada 8% pasien.
Tidak ada pertumbuhan bakteri yang diidentifikasi dalam usap
tenggorokan yang diambil dari 1.840 pasien dan mereka merespon dengan baik
dengan pengobatan simtomatik saja. Di antara mereka 38 pasien (2%), tetap non-
responden untuk 2 minggu pengobatan simtomatik. Usap tenggorokan diulangi
setelah 2 minggu, melaporkan pertumbuhan bakteri. Antibiotik yang sesuai
diberikan sesuai dengan laporan kultur dan sensitivitas. Organisme yang paling
umum diisolasi di antara non-responden adalah bukan kelompok dari
Streptokokus. Bakteri ini merupakan penyebab infeksi bakteri sekunder.

8
DISKUSI
Antibiotik ketika digunakan dengan tidak hati-hati, dapat menimbulkan
terjadinya resistensi, dimana ketika kemampuan antibiotik untuk membunuh
bakteri pada tingkat terapeutik hilang. Center for disease control and prevention
(CDC) menciptakan pedoman penggunaan antibiotik yang tepat pada upper
respiratory tract infections (URTI) orang dewasa. Pedoman ini diterbitkan pada
tahun 2001 dan didukung oleh American academy of family physicians, the
American college of physicians-american society of internal medicine, dan the
infectious diseases society of America. Tetapi ada bukti bahwa banyak profesional
kesehatan tidak mengikuti pedoman ini.
Sebuah penelitian dari data national ambulatory care medical survey
(NAMCS) menemukan bahwa 63% orang dewasa dengan URTI yang terlihat
selama 1997-1999 menerima antibiotik dengan tidak hati-hati. Di antara mereka
46% adalah URTI yang tidak spesifik dan lebih dari 60% adalah bronkitis akut
yang sebenarnya tidak memerlukan terapi antibiotik sesuai pedoman CDC.
Penelitian kohort retrospektif lain antara 1 Januari 1998 dan 31 Maret 2003 di
jaringan nasional praktik rawat jalan yang disebut sebagai medical quality
improvement consortium (MQIC) dilakukan oleh James M.Gill et al. Di antara
sekitar 815.000 pasien aktif dalam database MQIC, yang didistribusikan di antara
praktik di 17 lembaga termasuk lembaga multi-praktik, mereka mengidentifikasi
52.135 episode URTI. 65% dari mereka menerima antibiotik yang merupakan
persentase yang sangat tinggi. Diantaranya antibiotik diresepkan untuk 78%
episode bronkitis akut, 65% untuk episode faringitis akut, 81% untuk episode
sinusitis akut, dan 33% untuk episode URTI nonspesifik. Tidak ada yang sesuai
dengan kriteria yang diberikan oleh CDC untuk penggunaan antibiotik. Proporsi
antibiotik spektrum luas yang diberikan untuk semua URTI adalah 56%, untuk
bronkitis akut adalah 68%, untuk sinusitis akut dan URTI non-spesifik masing-
masing adalah 55% dan untuk faringitis akut adalah 40%.
Penggunaan antibiotic spektrum luas dan untuk durasi yang lebih lama telah
menyebabkan munculnya resistensi dari organisme. Saat ini, pengobatan pilihan untuk
GABHS akut adalah penisilin selama 10 hari. Banyak penelitian membuktikan ke

9
efektifan yang sama pada sefalosporin generasi kedua dan ketiga dan azitromisin dalam
pemberantasan bakteri dengan waktu singkat 3-5 hari. Studi klinis dan model in-vitro
menunjukkan lebih lama jalannya antibiotik diberikan, lebih tinggi adalah tingkat
resistensi yang ditimbulkan. Kesalahan klasifikasi infeksi virus sebagai skala “sesuai
antibiotik” memberikan pesan yang salah pada perspektif kesehatan masyarakat yang
lebih luas.
Ketika antibiotik tertentu diresepkan, bakteri yang rentan memiliki keuntungan
bertahan hidup lebih sedikit daripada bakteri resisten. Ini menciptakan tekanan selektif
dan selama periode waktu hanya bakteri resisten yang bertahan dan berlipat ganda
membuat antibiotik tidak efektif untuk digunakan lebih lanjut.
Meskipun ada penyebab lain, penyalahgunaan antibiotik diyakini menjadi
penyebab utama dari resistensi. Ada dua cara penting di mana bakteri dapat
mengembangkan resistensi, satu melalui mutasi dan yang lainnya adalah dengan
memperolehnya dari bakteri lain.
Mutasi mengakibatkan perubahan mendadak pada genetik. Mutasi ini dapat
mempengaruhi cara bekerja antibiotik pada bakteri. Bakteri dapat terus menghasilkan
toxic baru yang menonaktifkan antibiotik, beberapa mutasi memblokir titik masuk untuk
antibiotik sementara beberapa lainnya dapat menyebabkan pemompaan keluar antibiotik.
Bakteri menjadi resisten dengan memperoleh gen dari bakteri lain hanya dengan proses
konjugasi atau oleh perantara virus. Bakteri juga memiliki kemampuan untuk
mendapatkan DNA dari lingkungan sekitar.
Resistensi antibiotik menyebar dari satu generasi ke generasi yang lain dan juga
dari satu jenis bakteri ke yang lainnya. Bakteri resisten dapat menyebar melalui udara, air
dan angin dari satu tempat ke tempat lain dengan batuk, kontak dengan fomites.
“The get smart: know when antibiotics work” program adalah sebuah program
pemerintah menekankan penyedia layanan kesehatan dalam penggunaan antibiotic yang
benar dan yang sesuai di departemen rawat jalan. CDC memperkirakan bahwa setiap
tahun sedikitnya dua juta penyakit dan 23.000 kematian disebabkan oleh bakteri yang
resistan terhadap obat di Amerika Serikat. Untuk mengurangi dampak resistensi
antimikroba pada konsekuensi kesehatan masyarakat, majelis kesehatan dunia
merumuskan "Global Action Plan" untuk melawan resistensi antimikroba dengan 5
strategi yaitu:
 Untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang resistensi antimikroba
melalui komunikasi efektif, pendidikan dan pelatihan.

10
 Untuk memperkuat basis pengetahuan dan bukti melalui pengawasan dan
penelitian.
 Untuk mengurangi kejadian infeksi melalui sanitasi yang efektif, kebersihan dan
pencegahan infeksi pada tindakan.
 Untuk mengoptimalkan penggunaan obat antimikroba pada kesehatan manusia dan
hewan.
 meningkatkan investasi baru dalam obat-obatan baru, alat diagnostik, vaksin dan
intervensi lainnya
Tujuan-tujuan ini dipenuhi dengan implementasi yang tepat dan sistematis oleh
negara-negara anggota, sekretariat, mitra internasional dan nasional di berbagai sektor.
Dengan melakukan ini, tujuan utama dalam pencegahan dan pengobatan penyakit
menular dicapai dengan obat-obatan berkualitas terjamin, aman dan efektif. Tindakan
segera dalam skala global dapat menjamin bahwa resistensi terhadap antibiotic dapat
teratasi.

KESIMPULAN
Antibiotik tidak boleh diberikan kepada pasien kecuali ada bukti nyata dari
infeksi bakteri. Skrining secara klinis semua pasien dengan kriteria centor Streptococcal
Throat. Skor Centor 2, 3, 4 harus diskrining dengan Tes antigen streptokokus cepat dan
usap tenggorokan untuk kultur dan kepekaan. Antibiotik yang sesuai harus diberikan
kepada pasien dengan usap tenggorokan positif untuk GABHS. Antibiotik pilihan adalah
penisilin atau eritromisin pada pasien alergi penisilin. penggunaan antibiotik dengan tidak
hati hati akan menyebabkan penyebaran resistensi di masyarakat; ini akan membatasi
penggunaan antibiotik yang lebih tinggi untuk kasus rumit dan pasien ICU.

11

Anda mungkin juga menyukai