Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DEMAM THYPOID

A. Konsep Penyakit Thypoid


1. Anatomi dan fisiologi

Gambar 1. Anatomi sistim pencernaan (Sherwood, 2001)

Menurut Watson (2002), secara sistematis saluran pencernaan

terdiri dari 2 bagian, yaitu:

a. Saluran pencernaan atas terdiri dari

1) Mulut

Mulut adalah permulaan dari saluran pencernaan yang terdiri atas 2

bagian yaitu bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang

antara gusi, gigi, bibir dan pipi. Sedangkan bagian dalam yaitu
rongga mulut yang dibatasi sisi-sisinya oleh tulang maksilaris dan

semua gigi, dan di sebelah belakang bersambungan dengan awal.

Didalam mulut terdapat saliva dan ludah yang dihasilkan oleh 3

kelenjar yaitu kelenjar parotis, kelenjar submandibularis dan

kelenjar seblingualis. Saliva adalah cairan yang bersifat alkali yang

mengandung misin, enzim pencernaan zat tepung yaitu ptialin dan

sedikit zat padat. Fungsi saliva yaitu ;

a) Kerja fisis membasahi mulut, membersihkan lidah dan

mempermudah saat berbicara.

b) Kerja kimiawi disebabkan oleh amilase ludah, setelah makanan

dicerna dimulut maka makanan tersebut ditelan dengan membentuk

makanan menjadi lobus dan dengan bantuan lidah lidah dan pipi

sera belakang mulut makanan masuk ke dalam faring.

2) Faring

Faring merupakan organ yang berhubungan dengan rongga mulut dan

kerongkongan (esofagus). Didalam lingkungan faring terdapat tonsil

yaitu kumpulan limfa yang mengandung limfosit yang merupakan

pertahanan terhadap infeksi.

3) Esofagus

Esofagus adalah tabung berotot yang panjangnya 20-25 cm, dimulai

dari faring sampai pintu masuk kardiak lambung. Makanan bejalan

dalam esofagus karena gerakan peristaltik. Lingkaran serabut otot di


depan makanan mengendor dan yang di belakang berkontraksi maka

gelombang peristaltik mengantar makanan ke lambung.

4) Gaster (Lambung)

Lambung menerima makanan dari esofagus melalui orifisium kardiak

dan bekerja sebagai penimbun sementara. Kontraksi otot lambung

mencapur makanan dengan getah lambung. Getah ini mengandung 0,4

% HCl yang mengasamkan semua makanan, bekerja sebagai

antiseptikdan desinfektan. Beberapa enzim pencernaan yang terdapat

dalam getah lambung yaitu:

a) Pepsin berfungsi mengubah protein menjadi pepton

b) Renin adalah ragi yang membekukan susu dan membentuk kasein

dari karsinogen yang dapat larut

c) Lipase berfungsi memecahkan lemak.

b. Saluran pencernaan bagian bawah

1) Usus Halus

Usus halus adalah bagian dari saluran pencernaan makanan yang

berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum yang terdiri dari :

a) Duodenum atau usus 12 jari

Panjangnya kira-kira 25 cm, berbentuk sepatu kuda. Saluran

empedu dan saluran pankreas masuk kedalam duodenum pada

suatu lubang yang disebut ampula hepatopangkreas. Di duodenum

juga terdapat getah pangkreas yang terdiri dari 3 jenis enzim yaitu

enzim amilase, lipase dan tripsin.


b) Yeyenum dan Ileum

Yeyenum menempati 2/5 sebelah atas usus halus, sedangkan ileum

menempati 3/5 akhir.di usus terdapat getah usus (sukus enterikus)

yang terdiri dari beberapa enzim yang menyempurnakan

pencernaan semua makanan yaitu enterokinase, eripsin, intertase

dan laktase. Setelah makanan dicerna seluruhnya kemudian

diabsorbsi dalam usus halus melalui dua saluran yaitu pembuluh

kapiler darah dan saluran limfe di vili.

2) Usus Besar

Usus besar merupakan sambungan dari usus halus yang dimulai dari

katub ikosekal. Fungsi ikosekal adalah untuk mengontrol pasase isi

usus kedalam usus besar dan mencegah refluks bakteri ke dalam usus

halus. Lapisan usus besar terdiri dari dalam keluar, yaitu selaput

lendir, lapisan otot melingkar, Lapisan otot memanjang, jaringan ikat.

Adapun fungsi dari usus besar yaitu :

a) Absorbsi air, garam dan glukosa

b) Sebagai populasi bakteri

c) Sekresi musin

d) Defekasi

Bagian-bagian dari usus besar yaitu :

a) Sekum

Terletak dibawah iliaka kanan dan menempel di otot iliopsoas.


b) Apendiks verivornis

Bagian usus besar yang muncul seperti corong dari akhir sekum,

mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih memungkinkan

dapat dilewati oleh beberapa isi usus.

c) Kolon Asendens

Terletak disebelah kanan membujur ke atas dari ileum ke daerah

hati.

d) Kolon Tranversum

Terletak dibawah hati berbelok pada flexura hepatica, lalu berjalan

melalui tepi daerah epigastri dan umbilika.

e) Kolon Desendens

Terletak di bawah limp, membelok sebagai flexura sinistra dan

kemudian berjalan melalui daerah kanan lumbal.

f) Kolon sigmoid

Merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak miring dalam

rongga pelvis sebelah kiri.

3) Rektum

Merupakan struktur lanjutan dari kolon sigmoid. Panjang rektum

adalah sekitar 12 cm dan berjalan melalui diafragma pelvis menjadi

kanal anus.

4) Anus

Jalan keluar dari sisa makan yang diatur oleh jaringan otot lurik yang

membentuk baik sfinger internal dan eksternal.


2. Definisi/deskripsi penyakit Thypoid
Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang
disebabkan oleh Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di
berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan
subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi,
kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang
buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih
rendah (Simanjuntak, C. H, 2009. Demam Tifoid, Epidemiologi dan
Perkembangan Penelitian. Cermin Dunia Kedokteran No. 83).

Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi


salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman
yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi
kuman salmonella (Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah
II. Jakarta: EGC). Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang
disebabkan oleh kuman salmonella Thypi (Mansjoer, Arif. 2009. Kapita
Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius.).

3. Etiologi
Etiologi demam thypoid adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 % dan
salmonella parathypi (S. Parathypi Adan B serta C). Bakteri ini berbentuk
batang, gram negatif, mempunyai flagela, dapat hidup dalam air, sampah
dan debu. Namun bakteri ini dapat mati dengan pemanasan suhu 600
selama 15-20 menit. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, pasien membuat
antibodi atau aglutinin yaitu :
- Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen
O (berasal dari tubuh kuman).
- Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigen H
(berasal dari flagel kuman).
- Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena
rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar pasien
menderita tifoid. (Aru W. Sudoyo. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 2009.
Ed V.Jilid III. Jakarta: interna publishing)

4. Tanda gejala
Tanda dan gejala klinik demam thypoid :
Keluhan:
Nyeri kepala (frontal) 100%
Kurang enak di perut 50%
Nyeri tulang, persendian, dan otot 50%
Berak-berak 50%
Muntah 50%
Gejala:
Demam 100%
Nyeri tekan perut 75%
Bronkitis 75%
Toksik 60%
Letargik 60%
Lidah tifus (“kotor”) 40%
(Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998.)

a. Pada kondisi demam, dapat berlangsung lebih dari 7 hari, febris


reminten, suhu tubuh berangsur meningkat
b. Ada gangguan saluran pencernaan, bau nafas tidak sedap,bibir kering
pecah-pecah (ragaden), lidah ditutpi selaput putih kotor (coated
tongue, lidah limfoid) ujung dan tepinya kemerahan, biasanya disertai
konstipasi, kadang diare, mual muntah, dan jarang kembung.
c. Gangguan kesadaran, kesadaran pasien cenderung turun, tidak
seberapa dalam, apatis sampai somnolen, jarang sopor, koma atau
gelisah
d. Relaps (kambung) berulangnya gejala tifus tapi berlangsung ringan
dan lebih singkat.

5. Patofisiologi
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke
dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana
asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti
aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin
H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan
mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus
halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian
menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan
jejunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch,
merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel
limfe usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan
ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati
dan limpa. Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit
mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan
limfe (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi &
Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI).

Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya


ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu
maka Salmonella typhiakan keluar dari habitatnya dan melalui duktus
torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme
dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oeh
Salmonella typhi adalah hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung
empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal. Invasi kandung empedu
dapat terjadi baik secara langsung dari darah atau penyebaran retrograd
dari empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat menginvasi ulang
dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin dalam
patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak
terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan
limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag
di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe
mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari
makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular
yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada
darah dan juga menstimulasi sistem imunologik (Soedarmo, Sumarmo S
Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI).
6. Pathway
Makanan, Minuman, Air Tercemae

Mengandung Salmonella Thypi

Masuk ke dalam tubuh melalui saluran cerna

Thypus Abdominalis

Masuk ke lambung Toksemia Usus halus

Salmonella dimusnakan Ductus Thoracicus Salmonella bersarang


oleh asam lambung di jaringan limfoid
Masuk kehati plaque payeri

Produksi asam lambung Salmonella Thypii Mukosa membran


meningkat berkembang biak payeri cedera/luka
Berkembag biak
Mual dan muntah dihati/limfa Hipertrofi Tukak pada mukosa
payeri
Anorexia Pembesaran Penekanan pada saraf
limfa di hati Perdarahan perforasi
MK: Nutrisi Kurang intestinal
Dari Kebutuhan Tubuh Nyeri ulu hati
MK: Resiko Kekurangan ProsesInfeksi

VolmeCairan Splenomegali MK: Gangguan Rasa


Nyaman Nyeri MK: Hypertermi
Penurunan /peningkatan
Mobilitas usus

Penurunan /peningkatan
Peristaltik usus

MK: Konstipasi/Diare

7. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia
tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid,
jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas
normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah
leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT Dan SGPT
SGOT Dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi
bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi
demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari
beberapa faktor :
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium
yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media
biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik
adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia
berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada
minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya.
Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat
menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan
hasil biakan mungkin negatif.
e. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi
terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada
orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada
uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka
menderita tifoid.

8. Penatalaksanaan
a. Pencegahan
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci
tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau
mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang belum
dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih
dan hindari makanan pedas
b. Istirahat dan Perawatan
Bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat
penyembuhan. Tirah baring dengan perawatan dilakukan sepenuhnya
di tempat seperti makan, minum, mandi, dan BAB/BAK. Posisi pasien
diawasi untuk mencegah dukubitus dan pnemonia orthostatik serta
higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.
c. Diet dan terapi Penunjang
1. Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat.
2. Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa
gejala meteorismus ( kembung perut), dan diet bubur saring pada
penderita dengan meteorismus. Hal ini dilakukan untuk
menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna dan perforasi
usus. Gizi penderita juga diperhatikan agar meningkatkan keadaan
umum dan mempercepat proses penyembuhan. Cairan yang
adequat untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare.
3. Primperan (metoclopramide) diberikan untuk mengurangi gejala
mual muntah dengan dosis 3 x 5 ml setiap sebelum makan dan
dapat dihentikan kapan saja penderita sudah tidak mengalami mual
lagi.
4. Pemberian Antimikroba
Obat – obat antimikroba yang sering digunakan dalam melakukan
tatalaksana tifoid adalah:
1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg
perhari, dapat diberikan secara oral atau intravena, sampai 7
hari bebas panas.
2. Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
3. Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400
mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim).
4. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB,
selama 2 minggu.
5. Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa
100 cc, diberikan selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama
3-5 hari.
6. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan
tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok
septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam
organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi.
(Widiastuti S, 2001).
7. Vit B komplek dan Vit C sangat diperlukan untuk menjaga
kesegaran dan kekuatan badan serta berperan dalam kestabilan
pembuluh kafiler
B. Rencana asuhan keperawatan klien dengan demam thypoid
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
Riwayat Kesehatan Sekarang
- Keluhan Utama : demam
- Riwayat Keluhan Utama : demam yang tidak terlalu tinggi dan
berlangsung selama 3 minggu
- Keluhan yang menyertai : anoreksia, nyeri perut, nyeri kepala,
jual, muntah, batuk, diare.
Riwayat Kesehatan Dahulu
 Riwayat Kehamilan / Persalinan
Prenatal
 Kondisi ibu saat hamil
 Ada kelainan / tidak, pecahnya ketuban dini
 Nutrisi yang dikonsumsi / obat-obatan yang dipakai
 Berapa kali priksa kehamilan di RS / puskesmas
 Dapat diimunisasi / tidak
Natal
 Lahir premature / aterm atau posaterm
 Lahir spontan / dengan alat atau spontan
 Letak bokong atau sungsang atau normal
 Ditolong oleh siapa
 Ada cacat bawaan
Neonatal
 Kondisi bayi waktu lahir
 BB / PB apgar score
 Warna kulit waktu lahir
 Ada masalah / tidak setelah lahir / aspirasi
Post Natal
 Lamanya ibu dirawat di RS setelah persalinan
 Bagaimana produksi ASI setelah persalinan
 Apa bayi bisa menetek dengan baik
 Riwayat Tumbuh Kembang
Bagaimana riwayat tumbuh kembang bayi
 Riwayat Imunisasi
Pola Kebiasaan
1. Pola pernafasan : frekuensi nafas cepat dan dangkal
2. Makan dan minum : tidak ada nafsu makan
3. Eliminasi : BAK : tidak terganggu
4. BAB : > 5 x /hari, konsistensi encer,
berbau busuk
5. Pergerakan yang berhubungan dengan sikap : aktivitas
terbatas karena kelemahan
6. Istirahat dan tidur : mengalami gangguan karena sering
defekasi
7. Memilih, mengenakan dan melepaskan pakaian : karena
adanya kelemahan tubuh maka pasien memerlukan bantuan
dalam mengenakan dan melepaskan pakaian
8. Suhu tubuh : terjadi peningkatan
9. Kebersihan dan kesegaran tubuh : perlu bantuan orang lain
dalam membersihkan tubuh
10. Mencegah dan menghindari bahaya : pasien rentang terhadap
bahaya karena kelemahan fisik
11. Beribadah sesuai keyakinan : umumnya pasien lebih
mendekatkan diri kepada Tuhan
12. Komunikasi dengan orang lain : komunikasi terbatas karena
adanya kelemahan, adanya keterbatasan dalam mengerjakan
dan melaksanakan sesuai dengan kemampuan pasien
13. Berpartisipasi dalam bentuk rekreasi : pasien kurang
berminat dalam melakukan rekreasi
14. Belajar memuaskan keingintahuan yang mengarah pada
perkembangan kesehatan : pasien banyak bertanya-tanya
tentang penyakitnya
b. Pemeriksaan fisik : data focus
 KU : lemah
 Kesadaran : kompos mentis
 TTV : - Tekanan darah : meningkat
 Nadi : cepat
 Respirasi : cepat dan dangkal
 Suhu : meningkat
 Kepala : nyeri tekan, simetris
 Mata : simetris
 Hidung : simetris
 Mulut : bibir kering dan lidah beslag
 Ekstremitas : pergerakan terbatas
 Thoraks : normal
 Kulit : pucat
 Abdomen : nyeri tekan, kembung
 Berat badan : terjadi penurunan berat badan
 Anus : kemerahan karena seringnya defekasi
 Neurology : ada gerak reflek
c. Pemeriksaan penunjang :
 uji serologis
 darah
 isolasi kreman

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Hypertermi berhubungan dengan infeksi kuman salmonella thypi
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien,

status hipermetabolik, secara medik masukan dibatasi.

Nyeri berhubungan dengan Hiperperistaltik,diare lama, iritasi

kulit/jaringan, ekskoriasi fisura perirektal.

3. Perencanaan
Diagnosa 1 : hipertermia berhubungan dengan infeksi salmonella thypoid

a. Tujuan dan kriteria hasil

 Suhu tubuh dalam keadaan normal

 Nadi dan respirasi dalam rentang nirmal

 Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

b. Intervensi

 Monitor suhu sesering mungkin

 Monitor warna dan suhu kulit

 Monitor TTV dan berikan pengobatan untuk mengatasi demam

 Selimuti pasien, lakukan tapid sponge, dan kolaborasi pemberian

cairan intravena, dan kompres pasien pada lipat paha dan aksila.

 Monitor tanda tanda hipertermi dan hipotermi serta tingkatkan

intake cairan dan nutrisi

Diagnosa 2 : ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh


a. Tujuan dan kriteria hasil
 Adanya peningkatan BB dengan TB sesuai dengan tujuan dan
berat badan ideal
 Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
 Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
b. Intervensi keperawatan dan rasional
 Manajemen gangguan makan
 Manajemen elektrolit
 Pemantauan elektrolit
 Pemantauan cairan
 Manajemen cairan/elektrolit
 Manajemen nutrisi
 Terapi nutrisi
 Pemantauan nutrisi

Diagnosa 3: Nyeri akut


a. Tujuan dan kriteria hasil
 Mampu mengontrol nyeri
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
b. Intervensi keperawatan dan rasional:
 Tentukan karakteristik nyeri, misal kejang, konstan ditusuk, untuk
menentukan intervensi yang tepat untuk klien.
 Pantau tanda vital, memastikan ttv berada dalam batas normal
 Berikan tindakan nyaman pijatan punggung, perubahan posisi,
musik tenang / berbincangan
 Kolaborasi: Berikan analgesik dan antitusik sesuai indikasi
Daftar Pustaka
Aru W. Sudoyo.(2009) Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed V.Jilid III. Jakarta:
Interna Publishing

Departemen Kesehatan RI. (2009). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008.


Depkes RI, Jakarta

Nugroho, Susilo, (2011). Pengobatan Demam Tifoid. Yogyakarta: Nuha


Medika

Simanjuntak, C. H, (2009). Demam Tifoid, Epidemiologi dan Perkembangan


Penelitian. Cermin Dunia Kedokteran No. 83.)

Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. (2012). Buku Ajar Infeksi & Pediatri
Tropis. Jakarta: IDAI)

Widodo, D. (2007). Buku Ajar Keperawatan Dalam. Jakarta: FKUI

Anda mungkin juga menyukai