Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL RESIDENSI

IMPLEMENTASI PEMANFAATAN
TULUNGAGUNG EMERGENCY MEDICAL SERVICE (TEMS)
DI PUSKESMAS PAKEL KABUPATEN TULUNGANGUNG

OLEH :

TUSY NOVITA DWI WARDANI- 101914453003


HANIFIYA SAMHA WARDHANI - 101914453013
NADIA RIFQI CAHYANI - 101914453033

PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI DAN


KEBIJAKANKESEHATAN MINAT STUDI MANAJEMEN PELAYANAN
KESEHATAN
FAKUTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugerah-
Nya kami dapat menyelesaikan Proposal Residensi tentang implementasi
pemanfaatan Tulungagung Emergency Medical Service (TEMS) di Puskesmas
Pakel Kabupaten Tulungagung. Proposal ini disusun sebagai dasar dan acuan
dalam pelaksanaan residensi yang akan dilaksanakan di Puskesmas Pakel
Kabupaten Tulungagung oleh mahasiswa Program Studi Magister
Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Minat Studi Manajemen Pelayanan
Kesehatan Universitas Airlangga Surabaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan dukungan baik moril maupun material sehingga makalah ini
dapat terselesaikan tepat waktu. Semoga dengan telah tersusunnya proposal
residensi ini dapat digunakan sebagai pedoman dalam menetapkan prioritas
penanganan masalah, penyusunan perencanaan kegiatan dan sebagai acuan
untuk lebih meningkatkan mutu pada pemanfaatan Tulungagung Emergency
Medical Service (TEMS) di Puskesmas Pakel Kabupaten Tulungagung.
Akhir kata, proposal ini telah disusun dengan sebaik mungkin, namun
kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan proposal residensi ini.

Surabaya,
September 2020

Tim Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak tahun 2000 Kementerian Kesehatan RI telah mengembangkan konsep


Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) memadukan penanganan
gawat darurat mulai dari tingkat pra rumah sakit sampai tingkat rumah
sakit dan rujukan antara rumah sakit dengan pendekatan lintas program dan
multisektoral. Penanggulangan gawat darurat menekankan respon cepat dan tepat
dengan prinsip Time Saving is Life and Limb Saving. Public Safety Care (PSC)
sebagai ujung tombak safe community adalah sarana publik/masyarakat yang
merupakan perpaduan dari unsur pelayanan ambulans gawat darurat, unsur
pengamanan (kepolisian) dan unsur penyelamatan. PSC merupakan penanganan
pertama kegawatdaruratan yang membantu memperbaiki pelayanan pra RS untuk
menjamin respons cepat dan tepat untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah
kecacatan, sebelum dirujuk ke Rumah Sakit yang dituju (Depkes, 2012)

Pemerintah dan segenap masyarakat bertanggung jawab dalam memelihara


dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Sampai saat ini pelayanan
kesehatan dan kegawat daruratan (dalam kedaan emergency) belum menjadi bagian
utama dari agenda pembangunan kesehatan di lain pihak sebenaranya pelayanan
kesehatan emergency sudah dilaksanakan secara sporadik dan tidak terstruktur dalam
sistem pelayanan kesehatan. Penanganan penderita gawat darurat dapat terlaksana
dengan baik bila sistem penaggulangan penderita gawat darurat terpadu (SPGDT)
yang meliputi pelayanan gawat darurat Pra RS, samapi rumah sakir (IGD), HCU,
(kamar jenazah dan antar rumah sakit telah terbentuk.

Tulungagung Emergency Medical Service (TEMS) merupakan layanan


kegawatan yang merupakan bagian dari pelayanan Instalasi Gawat Darurat, yaitu
disediakan untuk kebutuhan pasien dimana pasien berada dalam kondisi gawat
darurat dan harus segera dibawa ke rumah sakit dan mendapatkan penanganan
darurat yang cepat dan tepat.Berdasarkan laporan suvei kepuasan pasien RSUD dr
Iskak Tulungagung 2016, angkanya terus meningkat dari tahun 2011 sampai 2016.
Sebelum adanya inovasi TEMS ini, pada tahun 2011 angka kepuasaan mencapai
74,51 poin dan menurun pada 2012 menjadi 73,68. Berdasarkan latar belakang
tersebut tujuan dari residensi ini adalah untuk Mempelajari sistem koordinasi
berbasis online dalam pelaksanaan program inovasi TEMS di Puskesmas Pakel
Kabupaten Tulungagung.
1.2 Tujuan Kegiatan Residensi

1.2.1 Tujuan Umum

Mempelajari sistem koordinasi dan kolaborasi berbasis online dalam


pelaksanaan program inovasi TEMS di Puskesmas Pakel Kabupaten
Tulungagung.
1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui Profil Puskesmas Pakel Kabupaten Tulungagung.

2. Mempelajari sejarah terbentuknya TEMS (STAND FOR…).

3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan dan masalah pelayanan kesehatan


terkait program inovasi TEMS berdasarkan analisis situasi nyata di
Puskesmas Pakel Tulungagung.

4. Mampu melakukan analisis situasi (masalah kesehatan, sumberdaya fisik,


sumber daya manusia, fasilitas , jejaring, masalah prioritas) terkait
program TEMS di Puskesmas Pakel Tulungagung.

5. Mampu menerapkan prioritas kebutuhan dan masalah program inovasi


TEMS di Puskesmas Pakel Tulungagung.

6. Mampu menyelesaikan permasalah dalam program TEMS di Puskesmas


Pakel Tulungagung.

1.3 Manfaat

1.3.1 Manfaat bagi Mahasiswa

Mahasiswa peserta residensi diharapkan dapat mempelajari system


koordinasi dan kolaborasi online program TEMS di Kabupaten
Tulungagung.
1.3.2 Manfaat bagi Puskesmas Pakel Kabupaten tulungagung.

Diharapkan mahasiswa peserta residensi dapat memberikan masukan dan


rekomendasi untuk optimalisasi penggunaan aplikasi online program
TEMS di Kabupaten Tulungagung.
BAB II

TINJAUN PUSTAKA

2.1 Emergency Medical Service (EMC)

Menurut Permenkes RI Nomor 19 tahun 2016 Pelayanan Gawat Darurat


adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh Korban/Pasien Gawat Darurat dalam
waktu segera untuk menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan. 3. Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu yang selanjutnya disingkat SPGDT adalah
suatu mekanisme pelayanan Korban/Pasien Gawat Darurat yang terintegrasi dan
berbasis call center dengan menggunakan kode akses telekomunikasi dengan
melibatkan masyarakat. Korban atau pasien yang dimaksud adalah orang yang
berada dalam ancaman kematian dan kecacatan yang memerlukan Tindakan medis
segera (Kemenkes, 2016).

Emergency Medical Service (EMS) merupakan bagianterpenting dari


keseluruhan sistem perawatan kesehatan karena mampu meningkatkan status
kesehatan dengan menyediakan pelayanan gawat darurat secara optimal, EMS
dikembangkan pada berbagai keadaan darurat medis seperti serangan jantung,
kelumpuhan, persalinan, kecelakaan, gigitan serangga dan lainnya. Saat ini beberapa
organisasi dan pemerintah berupaya merealisasikan pentingnya membangun sistem
emergency yang lebih baik untuk mempertahankan kehidupan pasien saat terjadi
injury akibat kecelakaan (Fahmi dan Afriani, 2017).

Fokus EMS adalah perawatan medis darurat, transportasi ke rumah sakit,


dokumentasi kondisi pasien dan penanganan yang telah dilakukan tim medis ataupun
paramedis. EMS merupakan sistem respon dan perawatan medis yang terorganisasi
yang melibatkan banyak orang, sistem ini komprehensif yang selalu siap setiap hari
dari segala jenis keadaan gawat darurat. Tujuan EMS adalah agar setiap pasien dapat
dilakukan stabilisasi, pengobatan dan transportasi yang tepat waktu ke Rumah Sakit
yang menyediakan layanan perawatan medis yang dibutuhkan. EMS merupakan
sistem yang rumit, setiap komponen dari sistem ini memiliki peranan penting sebagai
bagian dari sistem perawatan gawat darurat yang terkoordinasi, komponen EMS
meliputi: organisasi atau badan publik EMS, jaringan komunikasi dan trasportasi,
dokter dan perawat yang terlatih, masyarakat yang memiliki pemahaman tentang
gawat darurat (Blackwell, 2002).

Aplikasi EMS berbasis internet dapat digunakan siapa saja yang berada
dilokasi kejadian untuk mendapatkan pelayanan gawat darurat. Sistem aplikasi ini
memiliki tiga fungsi utama yaitu, alarm gawat darurat, mencari rumah sakit yang
akan memberikan bantuan gawat darurat dan pelayanan kesehatan. Alarm akan
mengirimkan pesan emergency kepada keluarga, pengguna aplikasi dan rumah sakit
terdekat, pesan emergency mencakup informasi lokasi, dan permintaan bantuan
medis (Fahmi dan Afriani, 2017).

2.2 Tulungagung Emergency Medical Service (TEMS)

2.2.1 Pengertian Tulungagung Emergency Medical Service (TEMS)

Tulungagung Emergency Medical Service (TEMS) merupakan salah satu


bentuk inovasi dari RSUD dr.Iskak Tulungagung. Inovasi ini bertujuan untuk
menyelenggarakan layanan kesehatan dengan mempermudah masyarakat dalam
mengakses pelayanan kesehatan di RSUD dr.Iskak tulungagung. TEMS ini
merupakan layanan kegawatan yang merupakan bagian dari pelayanan Instalasi
Gawat Darurat, yaitu disediakan untuk kebutuhan pasien dimana pasien berada
dalam kondisi gawat darurat dan harus segera dibawa ke rumah sakit dan
mendapatkan penanganan darurat yang cepat dan tepat (Hariyanto & Tifani, 2019).

TEMS merupakan salah satu cikal bakal keluarnya Public Safety Centre
(PSC) yang dijalankan sejak tahun 2015 dan diresmikan tahun 2016. Produk layanan
ini mempunyai struktur pelayanan yang lebih padu karena selain tim medis dari
Instalasi Gawat Darurat yang professional juga dilengkapi oleh tim Call Center yang
harus bersiaga 24 jam di Command Center. Para tenaga ini disiapkan untuk
menerima laporan ataupun permintaan pelayanan kedaruratan yang berkaitan dengan
masalah kesehatan, kecelakaan, kebencanaan, kebakaran ataupun kasus-kasus
emergency lainnya yang membutuhkan pelayanan cepat, tepat dan efektif.

Dalam memberikan pelayanan, TEMS telah terintegrasi dengan system kerja


kepolisian Polres Tulungagung, TNI, pemadam kebakaran, BPBD serta jaringan jasa
layanan medis di tingkat kecamatan/desa dan Lembaga layanan kesehatan swasta.
TEMS memungkinkan mendatangkan tim medis dari fasilitas kesehatan terdekat,
fasilitas kesehatan yang siap melayani atau fasilitas kesehatan lainnya yang
disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Bahkan TEMS ini mampu memberikan
panduan kepada penelepon terkait dengan tindakan yang perlu dilakukan demi
keselamatan pasien saat tim medis belum sampai ke lokasi pasien (Sugiyono, 2016).

2.2.2 Proses Layanan TEMS

Dalam memberi pelayanan, TEMS mengadaptasi program layanan 911 di


Amerika Serikat dengan nomor hotline (0355) 320119 (Menanam Inovasi Menuai
Prestasi, n.d.). Selain menggunakan nomor hotline, TEMS bisa diakses melalui
aplikasi android (Birokrasi, 2017).Dalam program ini Call center akan mendeteksi
lokasi keberadaan pasien dengan menggunakan global positioning system (GPS).
Dengan adaanya GPS ini akan memudahkan tim TEMS untuk menentukan lokasi
pasien serta menentukan ambulan dengan posisi terdekat dengan pasien ataupun jenis
ambulan yang dibutuhkan oleh pasien. Ambulan yang disediakan yaitu ambulan
transport dan ambulan dengan peralatan yang lengkap jika menghadapi kasus
kegawatan jantung.

Ambulan yang terlibat dengan program TEMS ini merupakan ambulan dari
Puskesmas di 19 kecamatan di Kabupaten Tulungagung serta ambulan dari klinik
swasta. Dimana di setiap ambulan harus tersedia tenaga medis.

Layanan TEMS Bersama dengan jaringan ambulan saling terkoneksi siap


memberikan pelayanan masyarakat selama 24 jam. Saat menunggu kedatangan
ambulan beserta tenaga medis, seorang pasien atau calon pasien akan dipandu secara
langsung oleh operator untuk melakukan langkah-langkah penanganan pertama. Hal
ini diharapkan akan mampu menghasilkan output kesehatan yang baik bagi pasien
sehingga mampu mengurangi kecacatan dan kematian yang disebabkan ketidak
tepatan penanganan di pre hospital.

2.2.3 Permasalahan TEMS


Program TEMS merupakan inovasi dari pelayanan public dari pemerintahan
Kabupaten Tulungagung dengan tujuan tercapainya derajat kesehatan masyarakat
yang memuaskan harapan melalui pelayanan yang prima oleh pemberi layanan.
Dalam melakukan inovasi ini diperlukaan strategi dan koordinasi dengan lintas
sector (Hariyanto & Tifani, 2019).

Menurut Hariadi (2005), perumusan strategi merupakan proses penyusunan


langkah-langkah ke depan yang dimaksudkan untuk membangun visi dan misi
organisasi, menetapkan tujuan strategis dan keuangan perusahaan, serta merancang
strategi untuk mencapai tujuan tersebut dalam rangka menyediakan customer value
terbaik. Beberapa langkah yang perlu dilakukan perusahaan dalam merumuskan
strategi, yaitu:

1) Mengidentifikasi lingkungan yang akan dimasuki oleh perusahaan di masa depan


dan menentukan misi perusahaan, untuk mencapai visi yang dicitacitakan dalam
lingkungan tersebut.

2) Melakukan analisis lingkungan internal dan eksternal untuk mengukur kekuatan


dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang akan dihadapi oleh perusahaan
dalam menjalankan misinya.

3) Merumuskan faktor-faktor ukuran keberhasilan (key success faktors) dari


strategistrategi yang dirancang berdasarkan analisis sebelumnya.

4) Menentukan tujuan dan target terukur, mengevaluasi berbagai alternatif strategi


dengan mempertimbangkan sumberdaya yang dimiliki dan kondisi eksternal yang
dihadapi.

5) Memilih strategi yang paling sesuai untuk mencapai tujuan jangka pendek dan
jangka Panjang.

Berdasarkan hasil wawancara singkat dengan dr. Tito SpEM yang merupakan
dokter jaga di program TEMS RS dr.Iskak Tulungagung diketahui bahwa dalam
pelaksanaan program TEMS yang berkaitan dengan system koordinasi disebutkan
adanya permasalahan dengan :

1. Penggunaan aplikasi TEMS yang dirasa masih kurang optimal. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian dari Prastya et al., 2016 yang menyebutkan bahwa
rendahnya angka panggilan darurat untuk pasien henti jantung.
2. Kurangnya SDM pada kondisi pra hospital. Menurut dr. Tito SpEM selama
ini koordinasi antar tenaga kesehatan dan ketersediaan tenaga kesehatan di
fasilitas layanan promer sudah baik tetapi belum diimbangi dengan
ketersediaan tenaga driver. Hal ini merupakan salah satu penghambat
keberhasilan program TEMS.
3. Adanya informasi palsu yang diberikan saat menghubungi Call Center (Juli,
2019).
4. Ketidak jelasan data yang diberikan oleh penelepon karena kondisi panik dari
masyarakat saat memberikan laporan melalui Call center (Juli, 2019).

2.3 Koordinasi

2.3.1 Pengertian

Dalam sebuah organisasi setiap pimpinan perlu untuk mengkoordinasikan


kegiatan kepada anggota organisasi yang diberikan dalam menyelesaikan tugas.
Dengan adanya penyampaian informasi yang jelas, pengkomunikasian yang tepat,
dan pembagian pekerjaan kepada para bawahan oleh manajer maka setiap individu
bawahan akan mengerjakan pekerjaannya sesuai dengan wewenang yang diterima.
Tanpa adanya koordinasi setiap pekerjaan dari individu karyawan maka tujuan
perusahaan tidak akan tercapai.

Menurut Henri Fayol pengertian dari koordinasi adalah to coodinate means


banding together, unifying and harmonizing all activity and effort. Mengkordinasi
berarti mengikat bersama, menyatukan dan menyelaraskan semua kegiatan dan
usaha. Menurut G.R. Terry dalam bukunya Principle of Management yang dikutip
Handayaningrat (2002:55), koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur
untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat dan mengarahkan pelaksanaan
untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang
telah ditentukan. Hasibuan (2006:85) berpendapat bahwa Koordinasi adalah kegiatan
mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen
dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi.
Sedangkan menurut E. F. L. Brech dalam bukunya, The Principle and Practice of
Management yang dikutip Handayaningrat (2002:54) Koordinasi adalah
mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan
yang cocok kepada masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan
dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu sendiri.

Berdasarkan pengertian di atas jelaslah bahwa koordinasi adalah tindakan


seorang pimpinan untuk mengusahakan terjadinya keselarasan, antara tugas dan
pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang atau bagian yang satu dengan bagian yang
lain. Koordinasi itu membantu memperbesar hasil kerja suatu kelompok dengan jalan
mendapatkan keseimbangan dan menyatupadukan kegiatan bagian-bagian yang
penting, menunjukkan partisipasi kelompok dalam tahap awal perencanaan dan
mendapatkan penerimaan tujuan kelompok dari setiap anggotaDengan koordinasi ini
diartikan sebagai suatu usaha ke arah keselarasan kerja antara anggota organisasi
sehingga tidak terjadi kesimpang siuran, tumpang tindih. Hal ini berarti pekerjaan
akan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.

2.3.2 Manfaat Koordinasi

Apabila dalam organisasi dilakukan koordinasi maka ada beberapa manfaat


yang dapat dipetik daripadanya, yaitu dengan adanya koordinasi dapat dihindarkan
perasaan lepas satu sama lain antara satuan-satuan organisasi atau antara para pejabat
yang ada dalam organisasi(Sutarto, 2000 :146-147). Manfaat koordinasi diantaranya
yaitu:

a. Dengan koordinasi dapat dihindarkan perasaan atau suatu pendapat bahwa


satuan organisasinya atau jabatannya merupakan yang paling penting.
b. Dengan koordinasi dapat dihindarkan kemungkinan timbulnya pertentangan
antarsatuan organisasi atau antarpejabat.
c. Dengan koordinasi dapat dihindarkan timbulnya rebutan fasilitas
d. Dengan koordinasi dapat dihindarkan terjadinya peristiwa waktu menunggu
yang memakan waktu lama
e. Dengan koordinasi dapat dihindarkan kemungkinan terjadi kekembaran
pengerjaan terhadap sesuatu aktivitas oleh satuan-satuan organisasi atau
kekembaran pengerjaan terhadap tugas oleh para pejabat.
f. Dengan koordinasi dapat dihindarkan kemungkinan terjadinya kekosongan
pengerjaan terhadap sesuatu aktivitas oleh satuan-satuan organisasi atau
kekosongan pengerjaan terhadap tugas oleh para pejabat.
g. Dengan koordinasi dapat ditumbuhkan kesadaran di antara para pejabat untuk
saling bantu satu sama lain terutama di antara pejabat yang ada dalam satuan
organisasi yang sama
Pentingnya koordinasi (Handayaningrat, 2006 : 93) yaitu Koordinasi yang baik
akan mempunyai efek adanya efisiensi terhadap organisasi itu. Karena itu maka
koordinasi memberikan sumbangan (kontribusi) guna tercapainya efesiensi terhadap
usaha-usaha yang lebih khusus, sebab kegiatan-kegiatan organisasi itu adalah
dilakukan secara spesialisasi (khusus). Bila tidak akan terjadi pemborosan yaitu:
pemborosan uang, tenaga dan alat-alat (waste of money, waste of man power, waste
of materials).

2.3.3 Tipe-tipe Koordinasi

Umumnya organisasi memiliki tipe koordinasi yang dipilih dan disesuaikan dengan
kebutuhan atau kondisi-kondisi tertentu yang diperlukan untuk melaksanakan tugas
agar pencapaian tujuan tercapai dengan baik. Hasibuan (2006:86) berpendapat
bahwa tipe koordinasi di bagi menjadi dua bagian besar yaitu koordinasi vertikal
dan koordinasi horizontal. Kedua tipe ini biasanya ada dalam sebuah organisasi.
Makna kedua tipe koordinasi ini dapat dilihat pada penjelasan di bawah ini:

a. Koordinasi vertikal (Vertical Coordination) adalah kegiatan-kegiatan penyatuan,


pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unitunit, kesatuan-
kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya. Tegasnya,
atasan mengkoordinasi semua aparat yang ada di bawah tanggung jawabnya
secara langsung. Koordinasi vertikal ini secara relatif mudah dilakukan, karena
atasan dapat memberikan sanksi kepada aparat yang sulit diatur.
b. Koordinasi horizontal (Horizontal Coordinatiori) adalah mengkoordinasikan
tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan
terhadap kegiatan-kegiatan dalam tingkat organisasi (aparat) yang setingkat.
Koordinasi horizontal ini dibagi atas interdisciplinary dan interrelated.
Interdisciplinary adalah suatu koordinasi dalam rangka mengarahkan,
menyatukan tindakan-tindakan, mewujudkan, dan menciptakan disiplin antara
unit yang satu dengan unit yang lain secara intern maupun ekstern pada unit-unit
yang sama tugasnya. Sedangkan Interrelated adalah koordinasi antar badan
(instansi) beserta unit-unit yang fungsinya berbeda, tetapi instansi yang satu
dengan yang lain saling bergantung atau mempunyai kaitan secara intern atau
ekstern yang levelnya setaraf. Koordinasi horizontal ini relatif sulit dilakukan,
karena coordinator tidak dapat memberikan sanksi kepada pejabat yang sulit
diatur sebab kedudukannya setingkat.
c. Koordinasi diagonal, yaitu koordinasi fungsional, di mana yang
mengkoordinasikan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi tingkat eselonnya
dibandingkan yang dikoordinasikannya, tetapi satu dengan yang lainnya tidak
berada pada satu garis komando (line of command). Misalnya koordinasi yang
dilakukan oleh Kepala Biro Kepegawaian pada Sekretariat Jendral Departemen
terhadap para Kepala Bagian Kepegawaian Sekretariat Direktorat Jendaral suatu
Departemen
Koordinasi dibutuhkan dalam setiap hubungan kerja dalam suatu organisasi,
sebab tanpa koordinasi setiap anggota dalam suatu organisasi tidak mempunyai
pegangan dalam menentukan tujuan mereka, sehingga akan merugikan organisasi itu
sendiri. Dengan koordinasi diharapkan keharmonisan atau keserasian seluruh
kegiatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan, sehingga tiap departemen atau
perusahaan atau bagian menjadi seimbang dan selaras. Koordinasi merupakan usaha
untuk menciptakan keadaan yang serasi, selaras dan seimbang. Kebutuhan
koordinasi tergantung pada sifat dan kebutuhan komunikasi dalam pelaksanaan
tugas dan derajat ketergantungan dari tiap satuan pelaksanaan

2.3.4 Prinsip-prinsip Koordinasi

Menurut George R Terry dan Stephene G. franklin mengatakan bahwa prinsip


dapat dirumuskan sebagai suatu pernyataan atau kebenaran yang pokok yang
memberikan suatu petunjuk untuk berpikir atau bertindak. Pernyataan yang pokok
memberitahukan hasil-hasil apakah yang dikemukakan bila prinsip itu diterapkan.
Berikut adalah beberapa prinsip yang dikemukakan oleh beberapa ahli, yaitu :

a. George R. Terry, mengatakan bahwa koordinasi itu membantu memperbesar hasil


kerja suatu kelompok dengan jalan mendapatkan keseimbangan dan
menyatupadukan kegiatan bagian-bagian yang penting, menunjukkan partisipasi
kelompok dalam tahap awal perencanaan dan mendapatkan penerimaan tujuan
kelompok dari setiap anggota.
b. Menurut Dann Sugandha, mengatakan bahwa beberapa prinsip yang perlu
diterapkan dalam menciptakan koordinasi antara lain adalah:
1) Ada kesepakatan dan kesatuan pengertian mengenai sasaran yang harus dicapai
sebagai arah kegiatan bersama.
2) Adanya kesempatan mengenai kegiatan atau tindakan yang harus dilakukan
oleh masing-masing pihak, termasuk target dan jadwalnya.
3) Adanya kegiatan atau loyalitas dari setiap pihak terhadap bagian tugas masing-
masing serta jadwal yang telah ditetapkan
2.3.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Koordinasi

Hasibuan (2006:88), berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi


koordinasi sebagai berikut:

a. Kesatuan Tindakan Pada hakekatnya koordinasi memerlukan kesadaran setiap


anggota organisasi atau satuan organisasi untuk saling menyesuaikan diri atau
tugasnya dengan anggota atau satuan organisasi lainnya agar anggota atau satuan
organisasi tersebut tidak berjalan sendiri-sendiri. Oleh sebab itu konsep kesatuan
tindakan adalah inti dari pada koordinasi. Kesatuan dari pada usaha, berarti
bahwa pemimpin harus mengatur sedemikian rupa usaha-usaha dari pada tiap
kegiatan individu sehingga terdapat adanya keserasian di dalam mencapai hasil.
b. Komunikasi
Komunikasi tidak dapat dipisahkan dari koordinasi, karena komunikasi,
sejumlah unit dalam organisasi akan dapat dikoordinasikan berdasarkan rentang
dimana sebagian besar ditentukan oleh adanya komunikasi. Komunikasi
merupakan salah satu dari sekian banyak kebutuhan manusia dalam menjalani
hidup dan kehidupannya. Dalam organisasi komunikasi sangat penting karena
dengan komunikasi partisipasi anggota akan semakin tinggi dan pimpinan
memberitahukan tugas kepada karyawan harus dengan komunikasi. Dengan
demikian komunikasi merupakan hubungan antara komunikator dengan
komunikan dimana keduanya mempunyai peranan dalam menciptakan
komunikasi. Sehingga dari uraian tersebut terlihat fungsi komunikasi yaitu untuk
mengumpulkan dan menyebarkan informasi mengenai kejadian dalam suatu
lingkungan, menginterpretasikan terhadap informasi mengenai lingkungan dan
sebagai kegiatan mengkomunikasikan informasi, nilai dan norma sosial dari
generasi yang satu ke generasi yang lain.
c. Pembagian Kerja
Secara teoritis tujuan dalam suatu organisasi adalah untuk mencapai tujuan
bersama dimana individu tidak dapat mencapainya sendiri. Kelompok dua atau
lebih orang yang berkeja bersama secara kooperatif dan dikoordinasikan dapat
mencapai hasil lebih daripada dilakukan perseorangan. Dalam suatu organisasi,
tiang dasarnya adalah prinsip pembagian kerja (Division of labor). Prinsip
pembagian kerja ini adalah maksudnya jika suatu organisasi diharapkan untuk
dapat berhasil dengan baik dalam usaha mencapai tujuanya, maka hendaknya
lakukan pembagian kerja.
Dengan pembagian kerja ini diharapkan dapat berfungsi dalam usaha
mewujudkan tujuan suatu organisasi. Pembagian kerja adalah perincian tugas
dan pekerjaan agar setiap individu dalam organisasi bertanggung jawab untuk
melaksanakan sekumpulan kegiatan yang terbatas. Jadi pembagian kerja
pekerjaan menyebabkan kenaikan efektifitas secara dramatis, karena tidak
seorangpun secara fisik mampu melaksanakan keseluruhan aktifitas dalam
tugas–tugas yang paling rumit dan tidak seorangpun juga memiliki semua
keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan berbagai tugas.

d. Disiplin
Pada setiap organisasi yang kompleks, setiap bagian harus bekerja secara
terkoordinasi, agar masing-masing dapat menghasilkan hasil yang diharapkan.
Koordinasi hádala usa penyesuaian bagian-bagian yang berbeda-beda agar
kegiatan dari pada bagian-bagian itu selesai pada waktunya, sehingga
masingmasing dapat memberikan sumbangan usahanya secara maksimal agar
diperoleh hasil secara keseluruhan, untuk itu diperlukan disiplin. Rivai
(2005:444) menyatakan pengertian disiplin kerja adalah suatu alat yang
digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka
bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk
meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan
organisasi dan normanorma sosial yang berlaku”. Jadi jelasnya bahwa disiplin
menyangkut pada suatu sikap dan tingkah laku, apakah itu perorangan atau
kelompok yang untuk tunduk dan patuh terhadap peraturan suatu organisasi.

2.4 Kollaborasi

2.4.1 Pengertian

Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk


menggambarkan suatu pola hubungan kerja sama yang dilakukan oleh lebih dari satu
pihak. Secara umum kolaborasi adalah hubungan antar organisasi yang saling
berpartisipasi dan saling menyetujui untuk bersama mencapai tujuan, berbagi
informasi, berbagi sumberdaya, berbagi manfaat, dan bertanggungjawab dalam
pengambilan keputusan bersama untuk menyelesaikan berbagai masalah.

Menurut Emily R.Lai “Collaboration is the mutual engagement of


participants in a coordinated effort to solve a problem together. Collaborative
interactions are characterized by shared goals, symmetry of structure, and a high
degree of negotiation, interactivy, and interdependence.”.

Scott London mendefinisikan kolaborasi sebagai berikut, As its Latin roots


com and laborate suggest, collaboration reduced to its simplest definitions means
“to work together. Collaborations holds widespread appeal to people from every
position on the political spectrum, not because it offers everything to everyone (as
some of the literature advocating collaboration seems to suggest), but because it
deals with a process, as distinct from a program, agenda, or outcome. Collaboration
prompts us to look at the very process by which we arrive at political choice,
whatever those choice happen to be”. Kolaborasi tidak dibatasi oleh waktu atau
periode tertentu. Kolaborasi melibatkan beberapa pihak mulai dari tingkat individu,
kelompok kerja, dan organisasi.

Dari berbagai definisi yang dikemukakan para ahli tersebut diatas, dapat
dimpulkan bahwa kolaborasi adalah suatu proses interaksi yang kompleks dan
beragam, yang melibatkan beberapa orang atau beberapa lembaga untuk saling
bekerja sama dengan menggabungkan berbagai pemikiran secara berkesinambungan
dalam menyikapi suatu hal dimana setiap pihak yang terlibat memiliki saling
ketergantungan. Terdapat 3 variabel utama dalam melihat kolaborasi, yaitu; pertama,
variabel pembagian kerja antar lembaga, kedua variebel truktur kelembagaan, dan
ketiga variabel koordinasi (operational interaction).

Selanjutnya keberhasilan kolaborasi tersebut ditentukan oleh 3 faktor utama


yaitu faktor lead agency, faktor service delivery, dan faktor infrastructur (sumber
daya).

2.4.2 Tujuan Kolaborasi

Pada hakekatnya tujuan kolaborasi adalah untuk mencapai tujuan bersama


dengan saling membantu antara satu dengan yang lainya. Hal ini sebagaimana yang
dikemukakan oleh Abdulsyani, kolaborasi adalah suatu bentuk proses sosial, dimana
didalamnya terdapat aktivitas tertentu yang ditujukan untuk mencapai tujuan bersama
dengan saling membantu dan saling memahami aktivitas masing-masing. Demikian
juga halnya menurut Roucek dan Warren yang mengatakan bahwa “kolaborasi
berarti bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama. Ia adalah suatu proses
sosial yang paling dasar. Biasanya, kolaborasi melibatkan pembagian tugas, dimana
setiap orang mengerjakan setiap pekerjaan yang merupakan tanggung jawabnya demi
tercapainya tujuan bersama”

Tujuan dari kolaborasi adalah untuk mempercepat pencapaian tujuan secara


bersama-sama. Bahkan dalam proses pencapaian tujuan tersebut tidak dianjurkan
melakukan pengkotakan tugas-tugas yang diembannya. Hal ini sebagaimana yang
dikatakan oleh Nawawi bahwa kolaborasi adalah usaha untuk mencapai tujuan
bersama yang telah ditetapkan melalui pembagian tugas/pekerjaan, tidak sebagai
pengkotakan kerja akan tetapi sebagai satu kesatuan kerja, yang semuanya terarah
pada pencapaian tujuan. Kolaborasi tidak mengenal bentuk dan tempat. Kolaborasi
merupakan suatu pertukaran tentang pandangan atau ide yang memberikan perspektif
kepada seluruh kolaborator atau pihak yang terlibat. Efektifitas hubungan antar
kolaborator yang professional membutuhkan mutual respek baik setuju atau
ketidaksetujuan yang dicapai dalam interaksi tersebut.

2.4.3 Karakteristik dan Prinsip Dasar Kolaborasi

Menurut Carpenter, kolaborasi mempunyai 8 (delapan) karakteristik, yaitu:

1). Partisipasi tidak dibatasi dan tidak hirarkis.

2). Partisipan bertanggung jawab dalam memastikan pencapaian kesuksesan.

3). Adanya tujuan yang masuk akal.

4). Ada pendefinisianm masalah.

5). Partisipan saling mendidik atau mengajar satu sama lain.

6). Adanya identifikasi dan pengujian terhadap berbagi pilihan.

7). Implementasi solusi dibagi kepada beberapa partisipan yang terlibat,

8). Partisipan selalu mengetahui perkembangan situasi

Guna mendapatkan hasil yang maksimal dalam kolaborasi, maka


kolaborator (pihak yang terlibat dalam kolaborasi) harus memperhatikan beberapa
komponen diantaranya budaya, kepemimpinan, strategi yang akan digunakan, tim
yang terlibat serta struktur kelembagaan. Hal ini sebagaimana yang diutarakan oleh
Noorsyamsa Djumara bahwa ada lima (5) komponen utama dalam kolaborasi;

1. Collaborative Culture. Seperangkat nilai-nilai dasar yang membentuk tingkah laku


dan sikap bisnis. Di sini yang dimaksudkan adalah budaya dari orang-orang yang
akan berkolaborasi.

2. Collaborative Leadership. Suatu kebersamaan yang merupakan fungsi situasional


dan bukan sekedar hirarki dari setiap posis yang melibatkan setiap orang dalam
organisasi.
3. Strategic Vision. Prinsip-prinsip pemandu dan tujuan keseluruhan dari organisasi
yang bertumpu pada pelajaran yang berdasarkan kerjasama intern dan terfokus
secara strategis pada kekhasan dan peran nilai tambah di pasar.

4. Collaborative Team Process. Sekumpulan proses kerja non birokrasi yang dikelola
oleh tim-tim kolaborasi dari kerjasama profesional yang bertanggung jawab penuh
bagi keberhasilannya dan mempelajari keterampilan-keterampilan yang
memungkinkan mereka menjadi mandiri.

5. Collaborative Structure. Pembenahan diri dari sistem-sistem pendukung bisnis


(terutama sistem informasi dan sumberdaya manusia) guna memastikan
keberhasilan tempat kerja yang kolaboratif. Para anggotanya merupakan kelompok
intern yang melihat organisasi sebagai pelanggan dan terfokus pada kualitas di
segala aspek kerjanya.

2.4.4 Nilai Dasar Kolaborasi

Ada sejumlah nilai yang menjadi dasar dalam melakukanckolaborasi. Nilai


(value) tersebut harus menjadi pegangan bagickolaborator sehingga apa yang
menjadi tujuan bersama dapat tercapai. Menurut Djumara, terdapat tujuh nilai dasar
(The seven core values) yang digunakan untuk mengembangkan hubungan kerja
dengan konsep kolaborasi, yaitu;

1. Menghormati orang lain (Respect for people). Landasan utama dari setiap
organisasi adalah kepuasan masing-masing individu.Setiap orang yang akan
berkolaborasi menginginkan posisi yang kuat dan adanya kesamaan. Mereka
menginginkan kepuasan pribadi yang tinggi dan atau lingkungan kerja yang
mendukung dan mendorong kepuasan terhadap dirinya.

2. Penghargaan dan integritas rnemberikan pengakuan, etos kerja (Honor and


integrity). Dalam banyak budaya, kehormatan dan integritas membentuk perilaku
individu.
3. Rasa memiliki dan bersekutu (Ownership and alignment). Ketika semua pegawai
merasa memiliki tempat kerjanya, pekerjaan dan perusahaannya maka mereka akan
memeliharanya dengan baik.

4. Konsensus (Consensus). Ini adalah kesepakatan umum bahwa kegunaan yang


amat besar adalah hubungan kerja yang dilandasi oleh keinginan untuk menang-
menang (win-win amounts to). Dalam tempat kerja yang kolaboratif keputusan
100% harus fullyagreed untuk mencapai win-win. Ini artinya mereka harus
melewati ketidaksetujuannya sebagai usaha kuat dalam mencapai tujuan.

5. Penuh rasa tanggung jawab dan tanggung-gugat (Full responsibility and


Accountability). Dalam paradigma hirarki biasanya orang menjadi tertutup satu
dengan yang lainnya, karena uraian pekerjaannya, karena tugas-tugasnya dan
karena unit organisasinya. Faktanya setiap orang hanya akan bertanggung jawab
pada daftar tugas pekerjaannya saja.

6. Hubungan saling mempercayai (Trust-based Relationship). Semua orang


menginginkan adanya kepercayaan dan keterbukaan dalam bekerja. Pada
prinsipnya mereka juga ingin dipercaya. Akan tetapi kepercayaan tidak datang
dengan mudahnya. Pada kenyataannya, banyak di antara mereka antara satu dengan
yang lainya kurang saling mempercayai. Inilah yang menyulitkan dalam suatu
organisasi.

7. Pengakuan dan pertumbuhan (Recognition and Growth). Hal yang tidak kalah
penting dalam tempat kerjayang kolaboratif adalah adanya upaya mendorong orang
untuk mau bekerja, dan segera memberi pengakuan terhadap hasil kerja seseorang
bagi semua anggota tim atau kelompok

2.4.5 Bentuk Kolaborasi

Berdasarkan beberapa referensi, terdapat tiga jenis bentuk kolaborasi yang


didasarkan perbedaan antara organisasi grup atau di dalam sikap grup, yaitu:

1) Kolaborasi Primer.

Ciri utama dari kolaborasi primer adalah bahwa grup dan individu sungguh-
sungguh dilebur menjadi satu grup. Menurut Ahmadi (2004), grup ini berisi
seluruh kehidupan dari pada individu, dan masing-masing saling mengejar untuk
masing-masing pekerjaan, demi kepentingan seluruh anggota dalam grup itu.
Contohnya adalah kehidupan rutin sehari-hari dalam bicara, kehidupan keluarga
pada masyarakat primitif dan lain-lainnya.

Kolaborasi dalam tipe ini terbentuk secara wajar di dalam kelompok-kelompok


yang disebut kelompok primer. Di dalam kelompok-kelompok terdapat individu-
individu cenderung membaurkan diri dengan sesamanya di dalam kelompok, dan
masing-masing berusaha menjadi bagian dari kelompoknya.

2) Kolaborasi sekunder.

Apabila kolaborasi primer karakteristik dan masyarakat primitif, maka kolaborasi


sekunder bercirikan sebaliknya. Kolaborasi sekunder adalah khas pada
masyarakat modern.Menurut Ahmadi, Kolaborasi sekunder ini sangat diformalisir
dan spesialisir, dan masing-masing individu hanya membangkitkan sebagian dari
pada hidupnya kepada grup yang dipersatukan dengan itu. Sikap orang-orang di
sisni lebih individualistis dan mengadakan perhitungan-perhitungan. Contohnya
adalah kolaborasi dalam kantor-kantor dagang, pabrik-pabrik, pemerintahan dan
sebagainya.

3) Kolaborasi Tertier.

Berbeda halnya dengan tipe kolaborasi Primer dan Sekunder, Kolaborasi Tertier
didasari oleh adanya konflik yang laten. Menurut Ahmadi Kolaborasi Tertier
dilandasi oleh adanya sikap-sikap dari pihak-pihak yang melakukan kolaborasi
adalah murni oportunis. Organisasi mereka sangat longgar dan gampang pecah.
Bila alat bersama itu tidak lagi membantu masing-masing pihak dalam mencapai
tujuannya. Contohnya dalah hubungan buruh dengan pimpinan perusahaan,
hubungan dua partai dalam usaha melawan partai ketiga

2.4.6 Prinsip Kolaborasi

Agar dapat berhasil dalam melaksanakan kerjasama, maka dibutuhkan


prinsip-prinsip dasar yang diterima secara umum. Hal ini sebagaimana yang
dijelaskan oleh Edralin dan Whitaker (Keban) yang mengatakan bahwa prinsip dasar
yang berlaku umum tersebut sebagaimana prinsip dasar dalam konsep good
governance yaitu antara lain:

1).Transparansi,

2).Akuntabilitas,

3).Partisipatif,

4).Efisiensi,

5).Efektivitas,

6).Konsensus,

7). Saling menguntungkan dan memajukan

2.4.7 Tahapan kolaborasi

Untuk melaksanakan kolaborasi diperlukan beberapa tahapan. Ada tiga tahap penting
dalam kolaborasi

1. Tahap I Problem Setting. Problem setting adalah upaya menentukan permasalahan,


mengidentifikasikan sumber-sumber, dan membuat kesepakatan untuk melakukan
kolaborasi dengan pihak lain.

2. Tahap II Direction Setting. Yaitu menentukan aturan dasar, menyusun agenda dan
mengorganisasikan sub-sub kelompok. Menyatukan informasi yang ada, meneliti
pilihan, dan memperbanyak persetujuan yang diinginkan.

3. Tahap III Implementation. Aturan dasar yang telah disepakati tersebut merupakan
ketentuan yang telah disepakati sehingga dalam pelaksanaannya harus selalu
dimonitor
BAB III. METODE KEGIATAN RESIDENSI

3.1. Rancang Bangun Kegiatan


Residensi merupakan kegiatan kurikulum wajib dengan beban studi 2
SKS yang dilaksanakan dalam waktu 4 (empat) minggu, dengan rincian waktu
sebagai berikut:
1. Pembuatan rencana protokol residensi dan konsultasi selama 1 minggu
(sebelum pelaksanaan).
2. Pelaksanaan residensi efektif selama 2 minggu, mengumpulkan data dan
informasi yang dibutuhkan (saat pelaksanaan).
3. Penyusunan laporan residensi, pembahasan hasil, rekomendasi dan konsultasi
selama 1 minggu (sesudah pelaksanaan).

3.2. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan


3.2.1. Lokasi Pelaksanaan
Lokasi residensi bertempat di Jl. Empu Sendok no. 54 Tulungagung.
Residensi dilakukan secara online dengan menggunakan aplikasi zoom.

3.2.2 Waktu Pelaksanaan

Kegiatan residensi efektif dilaksanakan mulai 28 September – 19


Oktober 2020 setiap hari Senin sampai dengan Sabtu, mengikuti jadwal kerja
Puskesmas Pakel Kabupaten Tulungagung.
Tabel 3.1 Rundown Kegiatan

No Tanggal Kegiatan
Pelaksanaan
Kegiatan
1 21 September 2020 Pembuatan konsultasi rencana residensi

2 22 September 2020 Pembuatan proposal residensi


3 24 September 2020 Konsultasi Revisi proposal residensi
4 28 September 2020 Perkenalan ke Dinas Kesehatan Kabupaten
Tulungagung melalui online zoom
Menjelaskan Kegiatan Residensi selama 2
Minggu melalui online zoom
Perkenalan dengan Puskesmas Pakel Kabupaten
No Tanggal Kegiatan
Pelaksanaan
Kegiatan
Tulungagung melalui online zoom
6 29 September 2020 Pemaparan program terkait TEMS dan Stunting dari
s/d 12 Oktober pihak Puskesmas Pakel Tulungagung melalui online
2020 zoom
7 13 Oktober 2020 s/d Pembuatan laporan residensi (hasil implemntasi dan
17 Oktober 2020 evaluasi serta rekomendasi) dan konsultasi
8 19 Oktober 2020 Pemaparan dan evaluasi hasil residensi melalui online
zoom
DAFTAR PUSTAKA

Blackwell TH, Kaufman JS., 2002, Response Time Effectiveness:Comparison of


Response Time and Survival in an Urban Emergency Medical Services System.
Acad Emerg Med [Internet]. 2002 Apr 1 [cited 2017 Oct 27];9(4):288–95. Available
from: http://doi.wiley.com/10.1197/aemj.9.4. 288

Carpenter, Mason. A. & Sanders, Wm, Gerard, Stategic Management: ADynamic


Prespective, 2nd Edition, (New Jersey: Pearson Printice Hall, 2009)

Emily R. Lai, Collaborations: A Literature Review, (Pearson, 2011), hlm. 2.

Fahmi Ismail, Afriani Tuti, 2017, Emergency Medical Service (Ems) Pada Out-Of
Hospital Cardiac Arrest (Ohca) Berbasis Aplikasi Internet, Jurnal Bahanan
Kesehatan Masyarakat Vol 1 No. 2 Edisi November, ISSN 2580-0590

Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1984), h. 7.

Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah, (Jakarta: PT


Bumi Aksara, 2014), h.

Noorsyamsa Djumara, Negosiasi, Kolaborasi dan Jejaring Kerja. (Jakarta: Lembaga


Administrasi Negara-RI, 2008), hh. 34-35.

Scott London, Collaboration and Community, di unduh dari


http://www.scottlondon.com/reports/collaboration.pdfpada tanggal 28 September
2020, h. 2.

Anda mungkin juga menyukai