Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN


TETRALOGI OF FALLOT

Disusun Oleh :

Kelompok 3

Angelina Nevada Putri P 201943007


Hendrikus Reyaan 201943021
Maria Vianney Arum Agvensi A 201943030
Noferiana Widiyawati 201943033
Paskalian Skolastika Doq 201943034
Theresia Tri Winarti 201943040

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI RAPIH
YOGYAKARTA
2020

i
A. Konsep Penyakit Tetralogi of Fallot
1. Pengertian

Gambar 1. Bentuk Jantung Pada Tetralogy of fallot

Tetralogi Fallot merupakan penyakit jantung bawaan (PJB) sianotik


yang terdiri dari 4 komponen yaitu defek septum ventrikel, dekstroposisi
aorta, stenosis pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan. Dari keempat
komponen yang paling menentukan derajat penyakit adalah stenosis
pulmonal yang ditemukan pada saat baru lahir dari derajat yang paling
ringan hingga derajat yang paling berat. Stenosis Pulmonal bisa dijumpai
dalam derajat yang berat sejak lahir tetapi juga dapat bersifat progresif
seiring dengan peningkatan usia anak serta aktivitasnya. Defek septum
biasanya besar, terletak tepat dibawah katup aorta dan lebih anterior
dibanding dengan defek septum ventrikel biasa sehingga terjadi
dekstroposisi aorta. Over rinding aorta biasanya tidak melebihi 50%.
Hipertrofi ventrikel kanan yang terjadi merupakan akibat sekunder yang
terjadi karena meningkatnya derajat stenosis pulmonal (Soegijanto, 2016).
Menurut (Raafat, Hannallah & Susan yang di citasi Pratomo, Artika,
& Wiratnolo (2017) mengatakan Tetralogy of fallot merupakan penyakit
jantung sianotik yang paling sering terjadi. TOF dikarakteristikan dengan
adanya VSD besar, overriding aorta, obstruksi outflow ventrikel kanan dan

1
hipertropi ventrikel kanan. VSD besar, hal ini perlu diperhatikan setelah
koreksi VSD pada TOF akan kehilangan jaringan tersebut yang nantinya
akan berlanjut pada adanya blok jantung baik sementara ataupun permanen.
Overring aorta akan menyebabkan terganggunya outflow dari arteri
pulmonal. Obtruksi outflow ventrikel kanan dapat bersifat fixed maupun
dinamis. Bersifat fixed karena adanya gangguan pada katup pulmonal dan
biasanya berupa kekakuan, hipoplasti dan bikuspid, sedangkan yang bersifat
dinamis adalah adanya spasme infundibulum. Spasme infundibulum tersebut
dapat terjadi karena adanya peningkatan tonus simpatis yang mengakibatkan
meningkatnya kontraksi miokard dan spasme dari infundibulum. Hipertropi
ventrikel kanan terjadi karena adanya respon terhadap afterload yang tinggi
yang mengakibatkan kompensasi terhadap kekakuan dari dinding ventrikel.
Adanya obstruksi dari outflow ventrikel kanan tersebut akan menyebabkan
peningkatan tekanan pada ventrikel kanan yang akan menyebabkan
perubahan gradient prresure antara ventrikel kanan dan kiri yang nantinya
akan menyebabkan shunt dari kanan ke kiri.

2. Penyebab
Menurut Harahap & Wahyudi, (2019), penyebab penyakit jantung
bawaan tidak diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor risiko atau
predisposisi yang diduga mempunyai pengaruh terhadap peningkatan angka
kejadian PJB yaitu:
a. Faktor Prenatal
1) Ibu menderita penyakit infeksi : rubella
2) Ibu alkhoholisme
3) Umur ibu lebih dari 40 tahun
4) Ibu menderita DM yang memerlukan insulin
5) Ibu meminum obat-obat penenang atau jamu
b. Faktor Genetik
1) Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB

2
2) Ayah/Ibu menderita PJB
3) Lahir dengan kelainan bawaan yang lain
4) Kelainan kromosom misalnya Down Syndrome
Anomali kromosom (trisomi 21, 18, 13), mikrodelesi
kromosom 22q11.2 [ CITATION Fri20 \l 1033 ].

3. Tanda dan Gejala


Menurut Soegijanto, (2016), bila bayi tumbuh, stenosis pulmonal akan
bertambah sehingga akan timbul sianosis, yang di tandai dengan :
a. Jari biasanya sudah mulai tampak pada usia setelah 6 bulan.
b. Terjadinya serangan sianosis seperti sesak napas mendadak, napas
cepat dan dalam, sianosis bertambah, lemas, bahkan dapat disertai
kejang atau sinkope (biasanya timbul pada usia 4-6 bulan).
c. Serangan yang hebat dapat berakhir dengan koma bahkan kematian.
d. Serangan sianosis tidak terbatas pada pasien yang sangat biru, tidak
jarang serangan terjadi pada pasien tetralogy fallot yang tidak
sianotik terutama bayi dengan anemia akibat defisiensi besi.
e. Squatting (jongkok) sering terjadi setelah anak dapat berjalan.
Setelah berjalan beberapa lama, anak akan jongkok, setelah sianosis
dan sesak berkurang anak akan berjalan kembali.
f. Pada bayi bentuk dada normal, namun anak yang lebih besar dapat
tampak menonjl akibat pelebaran ventrikel kanan.
g. Getaran bising teraba di ICS II, III, IV garis parasternal kiri.
h. Suara jantung I normal, sedang suara jantung II biasanya tunggal.
i. Terdengar bising ejeksi sistolik di daerah pulmonal yang disebabkan
oleh stenosis infundibular.
j. Aliran darah melalui fefek septum ventrikel tidak memberikan bunyi
bising sebab tekanan kedua ventrikel adalah sama.

3
4. Patofisiologi
Faktor Prenatal Faktor Genetik
1. Ibu menderita penyakit infeksi : rubella 1. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
2. Ibu alkhoholisme 2. Ayah/Ibu menderita PJB
3. Umur ibu lebih dari 40 tahun 3. Kelainan kromosom misalnya Down Syndrome
4. Ibu menderita DM yang memerlukan insulin
5. Ibu meminum obat-obat penenang atau jamu 4. Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.

Kelainan pembentukan organ jantung janin pada minggu ke 5 – ke 8

Hipertrophy muskulus Kelainan pertumbuhan defek/lubang dari Overriding aorta


subpulmonal bagian infedibulum septum intraventrikuler

Stenosis Infundibular Terbentuk lubang abnormal pada bagian


infundibulum septum intraventrikuler (VSD)

Tekanan pada ventrikel dextra


lebih tinggi daripada ventrikel Darah dari ventrikel dextra mengalir ke
sinistra dalam ventrikel sinistra

Terjadi Afterload ventrikel dextra Jumlah aliran yang Darah masuk ke


masuk ke arteri ventrikel sinistra
pulmonalis menurun
Kontraksi otot jantung meningkat
Terjadi percampuran darah yag
Jumlah aliran darah mengandung O2 dan CO2
Hipertrophy ventrikel dextra yang menuju paru-paru
menurun Volume darah pada ventrikel
Jumlah Volume darah dan sinistra meningkat
kemampuan memompa darah Jumlah darah yang
menurun mengalami Darah dipompakan melalui katup
oksigenasi menurun aorta
MK: Penurunan curah jantung
Jumlah aliran darah dari Tekanan pada pembuluh darah aorta
paru-paru yang meningkat, darah dialirkan ke seluruh tubuh
mengandung oksigen yang
masuk ke atrium sinistra
menurun
Jumlah darah yang mengandung O2 menurun,
Jumlah darah yang mengandung CO2
Jumlah aliran darah yang meningkat
masuk ke ventrikel sinistra
yang mengandung O2
menurun Sirkulasi darah kejaringan terganggu

MK: Perfusi perifer tidak efektif


O2 kejaringan menurun Hipoksemia

Sel tidak
memperoleh nutrisi 02 & Nutrisi ke sel Sianosis Dispnea Kelemahan tubuh
untuk berkembang menurun

O2 dalam otak Hipoksia dan MK: Intoleransi  Nafsu makan


MK: Gangguan Kejang aktifitas
menurun laktat meningkat menurun
tumbuh kembang

Penurunan Asidosis
4 Metabolik MK: Defisit nutrisi
MK: Penurunan kesadaran
MK: Risiko
Koping
Cedera Keluarga
MK: Risiko perfusi serebral MK: Gangguan pertukaran gas
tidak efektif 
5. Komplikasi
Menurut Wong yang di citasi oleh Putri (2016) komplikasi yang
mungkin muncul pada anak dengan TOF adalah sebagai berikut :
a. Trombosis Serebri
Umumnya terjadi dalam vene serebrum atau sinus duralis, dan
terkadang dalam arteri serebrum, lebih sering ditemukan pada
polisitemia hebat. juga dapat dibangkitkan oleh dehidrasi. trombosis
lebih sering ditemukan pada usia di bawah 2 tahun. pada penderita
ini paling sering mengalami anemia defisiensi besi dengan kadar
hemoglobin dan hematokrit dalam batas-batas normal.
b. Abses Otak
Pada penderita penyakit ini telah mencapai usia di atas 2 tahun.
Umumnya penyakit sering berlangsung tersembunyi disertai demam
berderajat rendah. mungkin ditemukan nyeri tekan setempat pada
kranium, dan laju endap darah merah serta hitung jenis leukosit dapat
meningkat. dapat terjadi serangan - serangan seperti epilepsi, tanda -
tanda neurologis yang terlokalisasi tergantung dari tempat dan
ukuran abses tersebut.
c. Endokarditis
Bakterialis Terjadi pada penderita yang tidak mengalami
pembedahan, tetapi lebih sering ditemukan pada anak dengan
prosedur pembuatan pintasan selama masa bayi.
d. Gagal Jantung Kongestif
Dapat terjadi pada bayi dengan atresia paru dan aliran darah kolateral
yang besar. keadaan ini, hampir tanpa pengecualian, akan mengalami
penurunan selama bulan pertama kehidupan dan penderita menjadi
sianotis akibat sirkulasi paru yang menurun.
e. Hipoksia
Keadaan kekurangan oksigen dalam jaringan akibat dari stenosis
pulmonal sehingga menyebabkan aliran darah dalam paru menurun.

5
Menurut Frias & Guillaume (2020) komplikasi yang mungkin terjadi
pada ToF antara lain :
a. Komplikasi Jangka Pendek
Komplikasi umum segera setelah operasi adalah defek
septum ventrikel sisa, serta persistensi dari obstruksi aliran keluar
ventrikel kanan. Aritmia dapat terjadi setelah perbaikan tetralogi,
dengan risiko takikardia ventrikel, fibrilasi / flutter atrium, dan
takikardia masuk kembali intra-atrium. EKG biasanya akan muncul
dengan blok cabang berkas kanan atau pola blok cabang berkas kiri
yang terkait dengan takikardia kompleks yang luas. Kematian
jantung mendadak dapat muncul pada pasien pasca perbaikan. Faktor
risiko takiaritmia dan kematian jantung mendadak termasuk usia
yang lebih tua saat perbaikan, jenis kelamin laki-laki, blok jantung
total sementara setelah hari ketiga pasca operasi, dan durasi QRS
lebih dari 180 milidetik.
b. Komplikasi Jangka Panjang
Pasien dewasa dengan penyakit jantung bawaan meningkat
dengan perkiraan sekitar 5% per tahun, melebihi populasi anak.
Konsekuensi jangka panjang yang terlihat pada pasien ini termasuk
kelebihan volume ventrikel kanan akibat insufisiensi paru, aneurisma
ventrikel kanan dari patch aliran keluar atau dari ventrikulotomi,
obstruksi arteri pulmonalis distal, hipertrofi ventrikel, pembesaran
ruang, disfungsi biventrikel, dan dilatasi dan insufisiensi akar aorta.
Tiga penyebab utama kematian pada pasien dengan tetralogi Fallot
yang diperbaiki adalah aritmia, gagal jantung, dan komplikasi dari
operasi ulang. Risiko kematian mendadak meningkat setelah 30
tahun prosedur menjadi 6% hingga 9%; Beberapa faktor yang terkait
dengan risiko ini adalah durasi QRS lebih dari 180 milidetik, usia
lebih tua saat perbaikan (lebih dari 3 tahun), katup paru signifikan
atau regurgitasi katup trikuspid, riwayat sinkop, kontraksi ventrikel

6
prematur multifokal, dan takikardia ventrikel. Indikasi yang paling
umum untuk operasi ulang adalah insufisiensi paru, dan kriteria
penggantian katup paru didasarkan pada tingkat keparahan yang
diukur dengan fraksi regurgitasi pada resonansi magnetik atau CT
scan. Parameter yang terlihat dengan studi ini adalah indeks volume
akhir sistolik dan diastolik akhir ventrikel kanan dan kiri, fraksi
ejeksi, dan adanya aneurisma yang menyebabkan aliran keluar
obstruktif. Pasien dapat mengalami intoleransi olahraga, tanda dan
gejala gagal jantung, sinkop, dan takikardia ventrikel berkelanjutan.
Penggantian katup pulmonal juga dapat diperoleh dengan pendekatan
transkateter katup pulmonal.

6. Penatalaksanaan
Menurut Frias & Guillaume (2020) perawatan / manajemen yang
dapat dilakukan pada ToF antara lain :
a. Neonatus dengan obstruksi aliran ventrikel kanan berat yang
mengalami hipoksemia berat dan sianosis mungkin memerlukan
terapi prostaglandin untuk mempertahankan patensi duktus dan
aliran paru sebelum perbaikan bedah. Mantra Tet memerlukan
pendekatan yang cepat dan agresif termasuk posisi (dada-lutut) untuk
meningkatkan resistensi vaskular sistemik, terapi oksigen untuk
vasodilatasi paru dan vasokonstriksi sistemik, bolus cairan intravena
untuk meningkatkan pengisian ventrikel kanan dan aliran paru;
morfin, penghambat beta intravena untuk membantu memperbaiki
obstruksi aliran keluar ventrikel kanan dengan mengendurkan otot,
dan fenilefrin intravena untuk meningkatkan afterload sistemik. Jika
gagal jantung berkembang, digoksin dan loop diuretik adalah pilihan
terapi farmakologis yang baik.

7
b. Mengikuti rekomendasi pedoman American Heart Association,
Semua pasien dengan penyakit jantung bawaan sianotik yang belum
sembuh harus menerima profilaksis endokarditis bakterial subakut
untuk prosedur gigi, prosedur pernapasan, atau prosedur kulit yang
terinfeksi. Alasan lain untuk profilaksis adalah katup jantung
prostetik, riwayat endokarditis sebelumnya, dan penyakit jantung
bawaan yang telah diperbaiki sepenuhnya dengan bahan atau alat
prostetik selama 6 bulan setelah prosedur.
c. Kateterisasi
Stenosis arteri paru cabang atau obstruksi saluran adalah indikasi
umum untuk intervensi berbasis kateterpada anak dengan TOF yang
diperbaiki. Pelebaran balon dan atau penempatan stent sering kali
mengurangi atau menghilangkan area obstruksi.
d. Bedah
Di era saat ini, sebagian besar anak-anak dengan TOF diperbaiki
pada masa bayi, dan operasi ulang jarang terjadi pada kelompok usia
ini. Anak - anak dengan diagnosis terlambat TOF harus
dipertimbangkan untuk perbaikan bedah segera setelah diagnosis
ditegakkan. Perbaikan yang terlambat telah dikaitkan dengan
kelangsungan hidup jangka panjang yang lebih buruk

8
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Tetralogi of Fallot
Pengkajian merupakan langkah awal dari tahapan proses keperawatan. Dalam
melakukan pengkajian, harus memperhatikan data dasar pasien. Menurut Wong di
citasi oleh Putri (2016) pengkajian yang perlu dilakukan pada klien anak dengan
Tetralogi of fallot diantaranya adalah :
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Pada sebagian besar kasus, diagnosis kelainan ini ditegakkan setelah
melewati masa neonatus, ditemukan pada anak yang berusia diatas 5
tahun dan prevalensi menurun setelah berumur 10 tahun.
b. Keluhan utama
1) Dispnea terjadi bila penderita melakukan aktivitas fisik.
2) Berat badan bayi tidak bertambah
c. Riwayat penyakit dahulu
1) apakah anak sering batuk pilek, infeksi saluran nafas,
kesulitan menyusui (sering berhenti saat menghisap susu
botol / ASI), cepat lelah berkeringat banyak, berat badan
tidak sesuai dengan usia anak, pertumbuhan dan
perkembangan terlambat.
2) Adakah tanda-tanda biru disekitar mukosa mulut, jari-jari
tangan biru, bertambah saat anak menangis dan beraktifitas
seperti mandi pagi, pernah kejang atau lemas / pingsan,
apakah anak jongkok atau pada bayi posisi lutut kedada
3) Adakah tanda-tanda pembengkakan pada tungkai ekstremitas
d. Riwayat penyakit sekarang
1) Sesak saat beraktivitas
2) Berat badan bayi tidak bertambah
3) Pertumbuhan berlangsung lambat
4) Jari tangan clubbing (seperti tabuh genderang)
5) Kebiruan

9
10
e. Riwayat kesehatan keluarga
Tetralogi of falot biasanya juga bisa dikarenakan kelainan genetik,
seperti sindrom down, adanya penyakit tertentu dalam keluarga
seperti hipertensi,diabetes mellitus, penyakit jantung atau kelainan
bawaan.
f. Riwayat kehamilan dan persalinan
Hal – hal yang perlu ditanyakan sesuai dengan yang terdapat pada
etiologi (faktor endogen dan eksogen yang mempengaruhi) seperti :
1) Faktor endogen
a) Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom
b) Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit
jantung bawaan
c) Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti
diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung atau
kelainan bawaan
2) Faktor eksogen
a) Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program
KB oral atau suntik,minum obat-obatan tanpa resep
dokter, (thalidmide, dextroamphetamine, aminopterin,
amethopterin, jamu)
b) Ibu menderita penyakit infeksi : rubella
c) Pajanan terhadap sinar –X
g. Pengkajian Khusus
1) Pola aktivitas dan latihan
Pasien tetralogi of fallot mengalami intoleransi aktivitas
sehingga pola aktivitas dan latihan mengalami penurunan
sehingga dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang dari
pasien itu sendiri.
2) Pola istirahat dan tidur

11
Anak yang menderita tetralogi of fallot membutuhkan pola
istirahat yang cukup, teratur, dan lebih banyak daripada anak
normal untuk menghindari kelelahan yang terjadi serta
meminimalkan terjadinya intoleransi aktivitas sehingga dapat
mengoptimalkan proses tumbuh kembang anak sendiri.
3) Pola nutrisi dan metabolik
Pasien tetralogi of fallot dapat mengalami penurunan nafsu
makan yang dapat berakibat status nutrisi pada pasien
tetralogi of fallot berada pada rentang gizi sedang dan gizi
buruk
4) Pola eliminasi
Pola eliminasi pasien tetralogi of fallot normal.
5) Pola kognitif perceptual
Pasien tetralogi of fallot mengalami gangguan tumbuh
kembang karena fatiq selama makan.
6) Konsep diri
Pasien tetralogi of fallot dapat mengalami gangguan citra diri
karena kelemahan dan adanya keadaan patologi dalam
tubuhnya.
7) Riwayat psikososial / perkembangan
a) Kemungkinan mengalami masalah perkembangan
b) Mekanisme koping anak / Keluarga
c) Pengalaman hospitalisasi sebelumya
8) Pengetahuan tentang anak dan keluarga
a) Pemahaman tentang diagnosis
b) Pengetahuan / Penerimaan terhadap prognosis
c) Regimen pengobatan
d) Rencana perawatan ke depan
e) Kesiapan dan kemauan untuk belajar
f) Perawatan di rumah

12
13
9) Pemerikaan Fisik
a) Keadaan umum
(1) Kesadaran
Kesadaran pasien ventrikel septum defek dapat
mengalami penurunan karena ketidakadekuatan
suplai O2 dan nutrisi ke jaringan dan otak.
(2) Sirkulasi
Pada auskultasi terdengar bising sistolik yang keras
di daerah pulmonal yang semakin melemah dengan
bertambahnya derajat obstruksi.
(3) Respirasi
Sering sianotik mendadak ditandai dengan dyspnea,
napas cepat dan dalam, lemas, kejang, sinkop
bahkan sampai koma dan kematian.
(4) Eliminasi
Sistem eliminasi pada pasien tetralogi of fallot
dalam batas normal.
(5) Neurosensori
Sistem neurosensori pasien tetralogi of fallot dalam
batas normal.
(6) Gastrointestinal
Ginggiva hipertrofi, gigi sianotik
(7) Muskuloskeletal
Bentuk dada bayi masih normal, namun pada anak
yang lebih besar tampak menonjol akibat pelebaran
ventrikel kanan
(8) Integumen
Pada awal bayi baru lahir biasanya belum
ditemukan sianotik, bayi tampak biru setelah

14
tumbuh. Clubbing finger tampak setelah usia 6
bulan
b) Inspeksi
(1) Status nutrisi
Gagal tumbuh atau penambahan berat badan yang
buruk berhubungan dengan penyakit jantung.
(2) Warna
Sianosis merupakan gambaran umum dari
penyakit jantung congenital.
(3) Deformitas dada
Bentuk dada menonjol akibat pelebaran ventrikel
kanan
(4) Pulsasi tidak umum
Terkadang terjadi pulsasi yang dapat dilihat.
(5) Ekskursi pernafasan
Pernafasan dispnea, nafas cepat dan dalam.
(6) Jari tabuh
Berhubungan dengan beberapa tipe penyakit
jantung congenital, clubbing finger
(7) Perilaku
Anak akan sering squatting (jongkok) setelah anak
dapat berjalan, setelah berjalan beberapa lama
anak akan berjongkok dalam beberapa waktu
sebelum ia berjalan kembali.
c) Palpasi dan perkusi
(1) Dada
Membantu melihat perbedaan antara ukuran
jantung dan karakteristik lain (seperti thrill,
vibrasi yang dirasakan pemeriksa saat

15
mempalpasi) yang berhubungan dengan
penyakit jantung.

16
(2) Nadi perifer
Frekuensi, keteraturan, dan amplitudo
(kekuatan) dapat menunjukkan ketidaksesuaian.
d) Auskultasi
(1) Jantung
Mendeteksi adanya murmur jantung.
(2) Frekuensi dan irama jantung
Observasi adanya ketidaksesuaian antara nadi
apikal dan perifer.
(3) Karakteristik bunyi jantung
Bunyi jantung I normal, sedang bunyi jantung II
tunggal dan keras
(4) Paru-paru
Menunjukkkan adanya sesak nafas.
h. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit
(Ht) akibat saturasi oksigen yang rendah. Nilai AGD
menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida
(PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan
penurunan pH. Pasien dengan Hb dan Ht normal atau rendah
mungkin menderita defisiensi besi. Nilai juga faktor
pembekuan darah (trombosit, protombin time)
2) Radiologis
Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah
pulmonal, tidak ada pembesaran jantung. Tampak
pembesaaran aorta asendens. Gambaran khas jantung tampak
apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu.

17
3) Elektrokardiogram
Pada neonatus EKG tidak berbeda dengan anak normal. Pada
anak mungkin gelombang T positif di V1, EKG sumbu QRS
hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi
ventrikel kanan. Gelombang P di hantaran II tinggi (P
pulmonal)
4) Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan
dilatasi ventrikel kanan,penurunan ukuran arteri pulmonalis
& penurunan aliran darah ke paru-paru.
5) Kateterisasi
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui
defek septum ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri
koronari dan mendeteksi stenosis pulmonal perifer. Melihat
ukuran a.pulmonalis. Mendeteksi adanya penurunan saturasi
oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan, dengan
tekanan pulmonalis normal atau rendah.

18
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ini disusun berdasarkkan Standar Diagnosa
Keperawatan Indonesia (SDKI), pada anak dengan Tetralogi of fallot
diagnosa yang mungkin muncul adalah :
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi – perfusi
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas jantung
c. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran
darah vena atau arteri
d. Defist nutrisi berhubungan dengan adanya kurangnya asupan
makanan
e. Gangguan  tumbuh kembang berhubungan dengan adanya tidak
adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan
f. Intoleransi  aktifitas berhubungan dengan adanya ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen
g. Penurunan koping keluarga berhubungan dengan situasi penyerta
yang mempengaruhi orang terdekat
h. Risiko perfusi serebral tidak efektif dengan faktor risiko stenosis
karotis
i. Risiko cedera dengan faktor risiko hipoksia jarigan

19
3. Rencana Keperawatan
Perencanaan keperawatan ini disusun berdasarkan diagnosa keperawatan pada anak dengan Tetralogi of
fallot, penyusunan tujuan / kriteria hasil menggunakan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) dan
intervensi menggunakan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), sebagai berikut :

Tabel 1.1 Rencana Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pertukaran Setelah di lakukan tindakan keperawatan Pemantauan Respirasi
gas berhubungan selama …..x 24 jam, diharapkan anak Observasi :
dengan mampu mempertahankan keefektifan 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
ketidakseimbangan pertukaran gas dan kepatenan jalan nafas nafas
ventilasi – perfusi kriteria hasil : 2. Monitor pola nafas (seperti bradipnea, takipnea,
1. Anak mengatakan sesak nafas hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stoke, biot)
menurun dispnea menurun 3. Monitor kemampuan batuk efektif
2. Anak tampak sianosis membaik 4. Monitor adanya produksi sputum
3. Anak tampak tenang, tidak terdapat 5. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
nafas cuping hidung 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
4. Pola nafas kembali normal 7. Auskultasi bunyi nafas
5. Warna kulit memerah 8. Monitor saturasi oksigen
6. Auskultasi tidak terdengar bunyi nafas 9. Monitor nilai AGD
tambahan 10. Monitor X - ray toraks

20
7. PCO2 mengalami perbaikan Therapeutik
8. PO2 mengalami perbaikan 1. Pertahankan kepatenan jalan nafas
9. Hemodinamik mengalami perbaikan 2. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
a. Nadi dalam batas normal (Nadi : oksigen >94 %
100-160x/mnt) 3. Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika
b. Spo2: > 94% perlu
10. Hasil AGD mengalami perbaikan 4. Pasang jalur IV
5. Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
6. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan kepada
keluarga pasien
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur
2. Penurunan curah Setelah di lakukan tindakan keperawatan Perawatan Jantung
jantung berhubungan selama …..x 24 jam, diharapkan curah Observasi
dengan kontraktilitas jantung anak meningkat dengan kriteria 1. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan

21
jantung hasil : curah jantung( dispnea, kelelahan, ortopnea)
1. Dysnea berkurang 2. Monitor tekanan darah
2. Pasien / anak sianotik mengalami 3. Monitor intake dan output cairan
perbaikan 4. Monitor saturasi oksigen
3. Pasien / anak tampaklebig 5. Monitor EKG 12 sadapan
bergairah, tidak kejang, tidak lemas, 6. Monitor aritmia
dan tidak singkop Therapeutik
4. Warna kulit tampak kemerahan 1. Posisikan pasien/anak semi-Fowler atau beri
5. Hemodinamik mengalami perbaikan posisi tidur yang nyaman
a. Nadi dalam batas normal: 100- 2. Pertahankan jalan nafas paten
160X/menit 3. Berikan oksigen untuk mempertahankan
b. SPO2 >94% oksigen >94 %
4. Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika
perlu
5. Pasang jalur IV
6. Pasang kateter urin untuk menilai produksi urin
7. Pasang selang nasogastrik untuk dekompresi
lambung, jika perlu
8. Berikan dukungan emosional dan spiritual bagi
orangtua pasien/ anak atau pasien anak itu
sendiri

22
Edukasi
1. Anjurkan mobilisasi secara bertahap
2. Ajarkan keluarga mengukur intake output
cairan harian
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian inotropik
2. Kolaborasi pemberian vasopressor, jika disertai
syok
3. Kolaborasi pemberian antiaritmia
4. Kolaborasi untuk program echocardiografi
5. Rujuk ke program operative atau rehabilitasi
jantung
3. Perfusi perifer tidak Setelah di lakukan tindakan keperawatan Perawatan Sirkulasi
efektif berhubungan selama …..x 24 jam, dhiharapkan perfusi Observasi
dengan penurunan perifer anak membaik, dengan kriteria hasil 1. Periksa sirkulasi perifer (nadi perifer, edema,
aliran darah vena atau : pengisian kapiler, warna, suhu)
arteri 1. Pengisian kapiler dalam batas 2. Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi perifer,
normal <3 detik pengisian kapiler, warna kulit)
2. Nadi perifer teraba jelas dan kuat 3. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi.
3. Akral teraba hangat 4. Monitor nadi (frekuensi, kekuatan, irama)
4. Warna kulit kemerahan 5. Monitor pernafasan (frekuensi, kedalaman)

23
5. Turgor kulit baik 6. Monitor oksimetri nadi
7. Identifikasi perubahan tanda vital
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
2. Pertahankan jalan nafas paten
3. Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%
4. Jika perlu siapkan intubasi dan ventilasi
mekanis, jika perlu
5. Pasang IV line
6. Pasang kateter urin untuk memantau produksi
urin
Edukasi
1. Informasikan kepada keluarga atau orang tua
pasien saat akan dilakukan perubahan posisi
2. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
3. Informasikan hasil pemantauan kepada
keluarga pasien
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas

24
dan/atau tidur
4. Defist nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nutrisi
berhubungan dengan selama …x 24 jam, diharapkan status Observasi
adanya kurangnya nutrisi anak terpenuhi dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi ststus nutrisi
asupan makanan 1. Membran mukosa tampak 2. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
kemerahan tidak pucat 3. Identifikasi perlunya penggunaan selang
2. Pasien tampak mulai mau makan nasogastrik
3. Anak tampak lebih bersemangat 4. Monitor asupan oral
5. Monitor warna konjungtiva
6. Monitor berat badan
Therapeutik
1. Timbang berat badan
2. Ukur antropometrik komposisi tubuh
3. Hitung perubahan berat badan
4. Fasilitasi menentukan pedoman diet
5. Berikan suplemen makanan, jika perlu
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum

25
makan (mis. antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu.
5. Gangguan tumbuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Perkembangan
kembang berhubungan selama .…x 24 jam, diharapkan status
Observasi
dengan adanya tidak perkembangan anak mampu tumbuh
1. Identifikasi isyarat perilaku dan fisiologis yang
adekuatnya suplai dengan perkembangannya secara optimal,
ditunjukkan bayi/ anak ( mis. Lapar, tidak
oksigen dan zat nutrisi dengan kriteria hasil :
nyaman )
ke jaringan
1. Nafsu makan mulai ada Therapeutik
2. Anak tampak bersemangat 1. Berikan sentuhan yang bersigfat gentle dan
tidak ragu-ragu
2. Minimalkan nyeri
3. Minimalkan kebisingan ruangan
4. Pertahankan lingkungan yang mendukung
perkembangan optimal
5. Dukung anak mengepresikan diri melalui
penghargaan positif atau umpan balik atas
usahanya
Edukasi
1. Jelaskan orang tua dan/atau pengasuh tentang

26
milestone perkembangan anak dan perilaku
anak
2. Anjurkan orang tua untuk menyentuh dan
menggendong bayi / anak
Kolaborasi
1. Rujuk untuk konseling
6. Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Energi
berhubungan dengan selama…x 24 jam, diharapkan tolerasi Observasi
adanya aktivitas anak meningkat dengan kriteria 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
ketidakseimbangan hasil : mengakibatkan kelelahan
suplai dan kebutuhan 1. Anak tampak lebih bersemangat 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
oksigen 2. Dyspnea berkurang 3. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
3. Frekuensi jantung dalam batas melakukan aktifitas
normal Therapeutik
4. Gambaran EKG menunjukkan 1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
perbaikan stimulus( mis. Cahaya, suara, kunjungan)
5. Sianosis berkurang 2. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan atau
aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring

27
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan keluarga atau orangtua untuk
menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan jika tidak berkuarang
4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
7. Penurunan koping Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan koping keluarga :
keluarga berhubungan selama…x 24 jam, diharapkan status Observasi :
dengan situasi penyerta koping keluarga meningkat dengan kriteria 1. Identifikasi respon emosional kondisi saat itu
yang mempengaruhi hasil : 2. Identifikasi antara harapan pasien, keluarga dan
orang terdekat 1. Kekhawatiran pada anggota tenaga kesehatan
keluarga menurun 3. Identifikasi pemahaman tentang keputusan
2. Kemampuan memnuhi kebutuhan perawatan setelah operasi
anggota keluarga meningkat Terapeutik
3. Keterpaparan informasi meningkat 1. Dengarkan masalah, perasaan, dari pertanyakan
4. Komitmen pada perawatan keluarga
pengobatan meningkat 2. Diskusikan rencana medis perawatan
3. Fasilitasi pengungkapan perasaan antara pasien

28
dan keluarga atau antar anggota keluarga
4. Fasilitasi anggota keluaga dalam
mengidentifikasi dan menyelesaikan konflik
nilai
5. Fasilitasi memperoleh pengetahuan,
keterampilan, dan peralatan yang diperlukan
untuk dapat memberikan perawatan
6. Hargai dan dukung mekanisme koping adaptif
yang di gunakan
7. Fasilitasi pengambilan keputusan dalam
merencanakan perawatan jangka panjang, jika
di perluhkan
Edukasi
1. Informasikan kemajuan pasien secara berkala
2. Informasikan fasilitas perawatan kesehatan
yang tersedia
Kolaborasi
1. Rujuk untuk terapi keluarga, jika perlu
8. Risiko perfusi serebral setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan TIK
tidak efektif dengan selama…x 24 jam, diharapkan perfusi Observasi
faktor risiko stenosis cerebral anak kembali efektif dengan 1. Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan

29
karotis kriteria hasil : kekuatan nadi, frekuensi pernafasan)
1. Tekanan intrakranial menurun 2. Monitor status oksigenasi
2. Gelisah menurun 3. Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
3. Kesadaran membaik Therapeutik
4. Refleks saraf membaik 1. Berikan oksigen untuk mempertahankan
5. Tidak mengalami kecemasan saturasi oksigen >94%
2. Berikan posisi head up
3. Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika
perlu
4. Pasang IV line, jika perlu
5. Pasang kateter urin untuk menilai produksi
urin, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan orang tua untuk melaporkan jika ada
perubahan kondisi kesadaran pasien/anak
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian oksigenasi
2. Kolaborasi untuk pemeriksaan CT scan kepala
9 Risiko cedera dengan setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Cedera
faktor risiko hipoksia selama…x 24 jam, diharapkan tingkat Observasi
jarigan cedera pada anak menurun dengan kriteria 1. Identifikasi area lingkungan yang berpotensi

30
hasil : menyebabkan cedera
1. Toleransi aktivitas meningkat Terapeutik
2. Kejadian cidera menuru 1. Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan
3. Pola istirahat / tidur membaik lingkungan ruang rawat
2. Pastikan bel pemanggil mudah di jangkau
3. Pertahankan posisi tempat tidur rendah
4. Pastikan roda tempat tidur keadaan terkunci
5. Diskusikan bersama anggota keluarga untuk
mendampingi pasien
Edukasi
1. Jelaskan intervensi pencegahan jatuh kepada
pasien dan keluarga

31
DAFTAR PUSTAKA

Dausawati, A. F., & Fuadi, I. (2013). Penatalaksanaan Anestesi Pasien Tetralogy of


Fallot pada Operasi Mouth Preparation. Jurnal Anestesi Perioperatif, 1(2), 119-
122.
Frias , J. D., & Guillaume, M. (2020). Tetralogy of Fallot. StatPearls Publishing;.
Retrieved from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513288/
Harahap, M. W., & Wahyudi. (n.d.). Penatalaksanaan Anestesi pada Pasien
Labiognatopalatoschiziz dengan Tetralogy of Fallot. Green Medica Journal:
Jurnal Kedokteran, 1(1).
Pratomo, B. Y., Artika, I. G., & Wiratnolo, R. B. (2017). Perioperative Anestesi Pada
Operasi Drainage Abses Serebri Pasien Pediatri Dengan Tetralogy Of Fallot.
Jurnal Komplikasi Anestesi , 4(2), 45-59.
Putri, D. A. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Anak S Yang Mengalami Tetralogy Of
Fallot Di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda. Karya Tulis Ilmiah. Retrieved from https://dspace.umkt.ac.id/
Soegijanto, S. (2016). Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia
Jilid 2. Surabaya: Airlangga UniversityPress.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Penerbit : Dewan Pengurus Pusat Perawat
Nasional Indonesia.Jakarta
Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi
dan Tindakan Keperawatan. Penerbit : Dewan Pengurus Pusat Perawat
Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Penerbit: Dewan Pengurus Pusat Perawat
Nasional Indonesia. Jakarta.

32
33

Anda mungkin juga menyukai