Anda di halaman 1dari 12

MEMAHAMI PERAN PERAWAT DALAM KESELAMATAN PASIEN DAN

KESEHATAN DAN KESELAMATAN PERAWAT DIRUMAH SAKIT

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 11

DIAN ANGRAINI LALIMBAT


MOHAMAD PUTRA DARMAWAN
MOH. AKBAR HADJU

PROFESI NERS LANJUTAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MANADO

T.A 2022 – 2023


PERAN PERAWAT DALAM KESELAMATAN PASIEN DAN KESEHATAN DAN
KESELAMATAN PERAWAT DIRUMAH SAKIT

A. PENGERTIAN
Peran perawat adalah segenap kewenangan yang dimiliki oleh perawat untuk
menjalankan tugas dan fungsinya sesuai kompetensi yang dimilikinya (Gledis, 2016).
Peran perawat menurut para ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri dari peran sebagai
pemberi asuhan keperawatan, advokad pasien, pendidik, koordinator, konsultan, dan
peneliti yang dapat digambarkan sebagai berikut (Hidayat, 2008) :
Peran Perawat Pelaksana
a. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan. Peran ini dapat dilakukan perawat
dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan
melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses
keperawatan. Dalam memberikan asuhan dan layanan keperawatan perawat harus
berusaha semaksimal mungkin tanpa membedakan-bedakan.
Pelayanan yang diberikan harus merata secata adil. Dalam menjalankan
perannya perawat tidak boleh memandang pasien dari sosial, budaya, suku, ras
dan agama. Perawat diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan kepada
paien dengan kepercayaan penuh berdasarkan budaya dan keyakinan pasien.
Dalam hal tersebutlah perawat memiliki tuntutan agar tetap peka dan mampu
mendukung dan mampu mensejahterakan pasien. Tidak boleh anggapan
membeda-bedakan dan setiap layanan yang diberikan harus sesuai dengan
kebutuhan dan keadilan. Tingkat kesempurnaan dalam memberikan asuhan
keperawatan sangat bergantung dengan kemauan, kemampuan, pengetahuan dan
keterampilan yang baik dari perawat. Selain itu juga harus didukung dengan
ketersediaan fasilitas secara memadai, kondisi kuantitas yang sesuai penempatan
yang tepat serta persiapan sumber daya manusia (perawat) yang baik pula.
Selanjutnya hal lain yang perlu diperhatikan ketika hendak memberikan
asuhan keperawatan adalah ketersediaan peralatan kesehatan yang memadai.
Segala tindakan yang dilakukan perawat harus teliti dan tidak boleh lalai, agar
tidak terjadi hal-hal yang merugikan.
Dengan kerugian atas kelalaian pelayanan yang diberikan perawat dalam
menjalankan tugas dan wewenang, maka pasien selaku penerima tindakan berhak
mendapatkan perlindungan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang perlindungan konsumen. Dengan memberikan asuhan yang baik maka
pasien akan lebih senang sehingga berkurangnya kekhawatiran yang dialami, dan
bisa mempercepat proses penyembuhannya (Maryam, 2019).
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ialah peran yang paling utama
bagi seorang perawat. Pada peran ini perawat diharapkan mampu memberikan
pelayanan keperawatan kepada individu sesuai diagnosis masalah yang terjadi.
Perawat menggunakan proses keperawatan untuk mengidentifikasi diagnosis
keperawatan mulai dari masalah fisik sampai pada masalah psikologis (Afandi,
2009).
Seorang perawat profesional dapat menciptakan citra perawat ideal yang
lebih baik lagi di mata masyarakat yakni diperlukan kompetensi yang memadai,
kemauan yang besar, dan keseriusan dari dalam diri perawat sendiri untuk
membangun citra keperawatan menjadi lebih baik. Perawat yang terampil,
cerdas, baik, komunikatif dan dapat menjalankan peran dan fungsinya dengan
baik sesuai dengan kode etik, tampaknya memang merupakan sosok perawat
ideal di mata masyarakat (Sujana, 2009).
Jika peran tersebut tidak terlaksana dengan baik, maka akan berdampak pada
kepuasan pasien. Kepuasan pasien tergantung pada kualitas pelayanan. Pelayanan
adalah semua upaya yang dilakukan karyawan untuk memenuhi keinginan
pelanggannya dengan jasa yang akan diberikan. Suatu pelayanan dikatakan baik
oleh pasien, ditentukan oleh kenyataan apakah jasa yang diberikan bisa
memenuhi kebutuhan pasien, dengan menggunakan persepsi pasien tentang
pelayanan yang diterima Kepuasan dimulai dari penerimaan terhadap pasien dari
pertama kali datang, sampai pasien meninggalkan rumah sakit. Pelayanan
dibentuk berdasarkan 5 prinsip Service Quality yaitu kecepatan, ketepatan,
keramahan dan kenyamanan layanan (Siswari & Julaikah, 2014).
b. Peran sebagai advokat pasien.
Advokasi merupakan peran profesional perawat untuk melakukan pembelaan
dan perlindungan kepada pasien. Dalam pelaksanaannya terdapat faktor yang
penghambat dan pendukung peran advokat perawat. Peran advokasi perawat
yaitu tindakan perawat untuk memberikan informasi dan bertindak atas nama
pasien. Pelaksanaan tindakan peran advokasi meliputi memberi informasi,
menjadi mediator dan melindungi pasien. Faktor yang mempengaruhi
pelaksanaannya terdiri dari faktor penghambat dan faktor pendukung.
Faktor yang menjadi penghambat antara lain: kepemimpinan dokter,
lemahnya dukungan organisasi, kurangnya perhatian terhadap advokasi,
kurangnya 2 jumlah tenaga perawat, kondisi emosional keluarga, terbatasnya
fasilitas kesehatan dan lemahnya kode etik. Sementara itu faktor yang
mendukung meliputi: kondisi pasien, pengetahuan tentang kondisi pasien,
pendidikan keperawatan yang semakin tinggi, kewajiban perawat dan dukungan
instansi rumah sakit.
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarganya dalam
menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi
lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang
diberikan kepada pasien. Juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi
hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas
informasi tentang penyakitnya dan hak atas privasi. Kejadian yang terjadi seperti
disampaikan oleh seorang pasien di salah satu rumah sakit di Jawa Tengah yang
dilakukan kuretase dan mengalami perdarahan hebat, tubuh menggigil, lemas dan
mata berkunang-kunang.
Perawat tidak melakukan tindakan apapun untuk mengatasi kondisi pasien.
Begitu juga yang dialami oleh seorang pasien di RS Negeri di Kabupaten
Semarang yang memilih tidak melanjutkan perawatan karena ketidaktahuan
tentang pemanfaatan fasilitas jaminan kesehatan (Afidah, 2013). Perawat
hendaknya mengoptimalkan perannya sebagai advokat yaitu dengan memberikan
informasi sebanyak banyaknya tentang kondisi pasien dan proses
kesembuhannya, menjadi penghubung antara pasien dan tim kesehatan lain,
membela hak-hak pasien dan melindungi pasien dari tindakan yang
merugikannya. Rumah sakit diharapkan dapat lebih meningkatkan pengetahuan
perawat tentang advokasi, meminimalkan kendala-kendala dalam pelaksanaan
peran advokasi dan mempertimbangkan untuk dibentuknya prosedur tetap.
Peristiwa tersebut menunjukkan bahwa peran perawat sebagai advokat sangat
dibutuhkan oleh pasien.
Perawat seharusnya dapat memberikan informasi terkait kondisi pasien saat
ini. Perawat juga dapat mengarahkan pasien untuk menggunakan fasilitas
jaminan kesehatan yang ada di rumah sakit sehingga pasien dapat terbantu dalam
biaya pengobatannya. Perawat adalah satu-satunya profesi yang selalu berada di
samping pasien yang mempunyai kesempatan besar untuk melakukan advokasi
kepada pasien Pasien membutuhkan perawat untuk bertindak sebagai advokat
pasien meningkat. Pasien membutuhkan perlindungan dari perawat ketika
seseorang sakit, kekuatan fisik dan mentalnya menurun. Pasien yang dalam
kondisi lemah, kritis dan mengalami gangguan membutuhkan seorang advokat
yang dapat melindungi kesejahteraannya (Nicoll, 2012).
c. Peran educator.
Tugas perawat sebagai pendidik klien, perawat membantu klien
meningkatkan kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan
keperawatan dan tindakan medik yang diterima sehingga klien/keluarga dapat
menerima tanggung jawab terhadap hal-hal yang diketahuinya. Sebagai pendidik,
perawat juga dapat memberikan pendidik kesehatan kepada kelompok keluarga
yang beresiko tinggi, kader kesehatan, dan lain sebagainya (Hilman, 2013).
Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan tingkat
pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan,
sehingga terjadi perubahan perilaku dari pasien setelah dilakukan pendidikan
kesehatan. Perawat menajalankan perannya sebagai pendidik dalam upaya untuk
meningkatkan kesehatan melalui perilaku yang menunjang untuk kesehatannya
(Asmadi,2008).
Perawat sebagai pendidik harus mempunyai kemampuan untuk mengkaji
kekuatan dan akibat yang ditimbulkan dari pemberian informasi dan perilaku
yang diinginkan oleh individu (Nursalam,2008).
Kemampuan yang harus dimiliki Perawat Sebagai Edukator perawat sebagai
pendidik arus memiliki kemampuan sebagai syarat utama antara lain
(Asmadi,2008) :
a) Ilmu pengetahuan yang luas.
b) Komunikasi.
c) Pemahaman psikologis.
d)Menjadi model/contoh. Upaya yang dapat dilakukan perawat untuk
meningkatkan profesionalisme perawat dilakukan melalui pembuktian secara
langsung yaitu perawat dapat memberikan contoh atau model dalam
pangajaran .
d. Peran coordinator.
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian
pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan pasien.
Tujuan perawat sebagai coordinator yaitu untuk memenuhi asuhan kesehatan
secara efektif, efisien dan menguntungkan klien, pengaturan waktu dan aktifitas
atau 4 penanganan pada klien, dan menggunakan keterampilan perawat untuk
merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan dan mengontrol.
e. Peran kolaborator.
Peran perawat di sini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim
kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lainlain dengan
berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk
diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
f. Peran konsultan
Peran sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan
yang tepat bagi pasien. Dimana peran ini berfungsi memecahkan atau mendapat
solusi dari berbagai masalah yang dialami oleh klien (dalam hal ini pasien),
masalah yang dimaksud disini bukan hanya berupa penyakit yang diderita klien,
tetapi juga semua hal yang dapat mengancam kesehatannya.
Peran konsultasi ini juga berlaku terhadap keluarga pasien/perawat dan
perawat lain. (Elfiani,2012). Di sini perawat berperan sebagai tempat konsultasi
terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran
ini dilakukan atas permintaan pasien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan
keperawatan yang diberikan.
g. Peran pembaharu.
Peran ini dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama,
perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian
pelayanan keperawatan.
Peran perawat sebagai pembaharu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya:
1) Kemajuan teknologi
2) Perubahan lisensi dan regulasi
3) Meningkatnya peluang pendidikan lanjutan
4) Meningkatnya berbagai tipe petugas kesehatan.
Bahaya di rumah sakit akan berdampak pada kesehatan, keselamatan perawat,
dan selanjutnya pada kualitas pelayanan di rumah sakit. Hal ini perlu mendapat perhatian
baik dari perawat maupun rumah sakit. Jika keselamatan dan kesehatan perawat tidak
diperhatikan akan terjadi peningkatan absensi, ketidakpuasan bekerja, produktifitas
menurun, hilangnya kepercayaan diri, kreatifitas dan konsentrasi perawat dalam bekerja.

Mcnamara (2010) menjelaskan konsekuensi negatif dari keadaan kesehatan dan


keselamatan perawat yang buruk adalah penurunan pendapatan rumah sakit, absensi,
produktivitas berkurang dan kesalahan medis (Palumbo, Mclaughlin, Mcintosh, &
Rambur, 2011).

Menjaga keselamatan dan kesehatan pekerja tidak terlepas dari peran organisasi.
Organisasi dapat membentuk perilaku nilai-nilai yang dianut oleh pekerjanya. Nilai inti
organisasi akan dipegang teguh dan dianut secara meluas dalam suatu budaya yang kuat.
Budaya kuat dapat memengaruhi individu, kinerja dan lingkungan kerja.
Organisasi merupakan pengendali dan penentu arah dalam membentuk sikap dan
perilaku manusia. Perilaku individu dalam organisasi akan diwarnai oleh budaya
organisasi yang dianut (Pramudjono, 2015).
Komunikasi dan hubungan tim juga merupakan salah satu hal penting dalam
meningkatkan keselamatan perawat. Komunikasi dan hubungan tim merupakan sebuah
proses yang dapat dilaksanakan melalui rapat, pengumpulan informasi, pendapat dalam
melaksanakan program kerja, evaluasi program kerja, penyelesaian masalah bersama,
bimbingan serta arahan, serta penjelasan yang bermanfaat untuk mengurangi kesenjangan
komunikasi antar pimpinan dan sesama staf.
Pelatihan bagi perawat merupakan salah satu kebutuhan yang penting untuk
meningkatkan perilaku perawat dalam menjaga keselamatan diri. Pelatihan keselamatan
diri secara berkala perlu dilakukan agar pengetahuan perawat berkembang terus-menerus
sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi.
Selain itu, dijelaskan oleh Sutrisno (2009) bahwa pelatihan bagi staf diperlukan
untuk melengkapi keterampilan yang memadai sehingga staf dapat mengerjakan sesuatu
dengan benar dan tepat serta dapat memperkecil kesalahan
B. TUJUAN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT
Tujuan penerapan sistem keselamatan pasien di rumah sakit antara lain:
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien dirumah sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
3. Menurunnya Kejadian Tak Diharapkan KTD
4. Terlaksananya program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD
Dalam upaya pencapaian tujuan keselamatan pasien ini, setiap rumah sakit wajib
melaksanakan sistem keselamatan pasien melalui upaya- upaya sebagai berikut:
a. Akselerasi program infeksion control prevention ICP.
b. Penerapan standar keselamatan pasien dan pelaksanaan 7 langkah menuju
keselamatan pasien rumah sakit. Dan di evaluasi melalui akreditasi rumah
sakit.
c. Peningkatan keselamatan penggunaan darah blood safety.
d. Dievaluasi melalui akreditasi rumah sakit.
e. Peningkatan keselamatan pasien di kamar operasi cegah terjadinya wrong
person, wrong site, wrong prosedure Draft SPM RS:100 tidak terjadi
kesalahan orang, tempat, dan prosedur di kamar operasi.
f. Peningkatan keselamatan pasien dari kesalahan obat.
g. Pelaksanaan pelaporan insiden di rumah sakit dan ke komite keselamatan
rumah sakit.

C. LANGKAH – LANGKAH KESELAMATAN PASIEN


Dalam menerapkan Standar Keselamatan Pasien maka rumah sakit harus
melaksanakan Tujuh Langkah Keselamatan Pasien. Mengacu kepada standar
keselamatan pasien, maka rumah sakit harus mendesain (merancang) proses baru atau
memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui
pengumpulan data, menganalisis setiap insiden, dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah
sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik
bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai
dengan “Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
Berkaitan hal tersebut diatas maka perlu ada kejelasan perihal tujuh langkah
keselamatan pasien rumah sakit tersebut.
Uraian Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah sebagai
berikut:
1. MEMBANGUN KESADARAN AKAN NILAI KESELAMATAN PASIEN
Menciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil. Langkah
penerapan:
a. Bagi Rumah Sakit : Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang
menjabarkan apa yang harus dilakukan staf segera setelah terjadi insiden,
bagaimana langkah-langkah pengumpulan fakta harus dilakukan dan
dukungan apa yang harus diberikan kepada staf, pasien dan keluarga. Pastikan
rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan peran dan akuntabilitas
individual bilamana ada insiden Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar
dari insiden yang terjadi di rumah sakit. Lakukan asesmen dengan
menggunakan survei penilaian keselamatan pasien.
b. Bagi Unit/Tim : Pastikan rekan sekerja anda merasa mamp u untuk berbicara
mengenai kepedulian mereka dan berani melaporkan bilamana ada insiden
Demonstrasikan kepada tim anda ukuran-ukuran yang dipakai di rumah sakit
anda untuk memastikan semua laporan dibuat secara terbuka dan terjadi
proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat.
2. PIMPIN DAN DUKUNG STAF ANDA
Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang penerapan
program Keselamatan Pasien di rumah sakit anda. Langkah penerapan:
a. Untuk Rumah Sakit : Pastikan ada anggota Direksi atau Pimpinan yang
bertanggung jawab atas Keselamatan Pasien Identifikasi di tiap bagian rumah
sakit, orang-orang yang dapat diandalkan untuk menjadi “penggerak” dalam
menerapkan program Keselamatan Pasien Prioritaskan Keselamatan Pasien
dalam agenda rapat Direksi/Pimpinan maupun rapat-rapat manajemen rumah
sakit Masukkan Keselamatan Pasien dalam semua program latihan staf rumah
sakit anda dan pastikan pelatihan ini diikuti dan diukur efektivitasnya.
b. Untuk Unit/Tim : Nominasikan “penggerak” dalam tim anda sendiri untuk
memimpin Gerakan Keselamatan Pasien Jelaskan kepada tim anda relevansi
dan pentingnya serta manfaat bagi mereka dengan menjalankan gerakan
Keselamatan Pasien Tumbuhkan sikap kesatria yang menghargai pelaporan
insiden.
3. INTEGRASIKAN AKTIVITAS PENGELOLAAN RISIKO
Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi
dan asesmen hal yang potensial bermasalah. Langkah penerapan:
a. Untuk Rumah Sakit : Telaah kembali struktur dan proses yang ada dalam
manajemen risiko klinis dan non klinis, serta pastikan hal tersebut mencakup
dan terintegrasi dengan Keselamatan Pasien dan Staf Kembangkan indikator-
indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko yang dapat dimonitor oleh
Direksi/ Pimpinan rumah sakit Gunakan informasi yang benar dan jelas yang
diperoleh dari sistem pelaporan insiden dan asesmen risiko untuk dapat secara
proaktif meningkatkan kepedulian terhadap pasien.
b. Untuk Unit/Tim : Bentuk forum-forum dalam rumah sakit untuk
mendiskusikan isu-isu Keselamatan Pasien guna memberikan umpan balik
kepada manajemen yang terkait Pastikan ada penilaian risiko pada individu
pasien dalam proses asesmen risiko rumah sakit Lakukan proses asesmen
risiko secara teratur, untuk menentukan akseptabilitas setiap risiko, dan
ambillah langkahlangkah yang tepat untuk memperkecil risiko tersebut
Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke proses
asesmen dan pencatatan risiko rumah sakit.
4. KEMBANGKAN SISTEM PELAPORAN
Pastikan staf Anda agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/insiden,
serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah
Sakit (KKPRS). 23 Langkah penerapan :
a. Untuk Rumah Sakit : Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan
insiden ke dalam maupun ke luar, yang harus dilaporkan ke KPPRS.
b. Untuk Unit/Tim : Berikan semangat kepada rekan sekerja anda untuk secara
aktif melaporkan setiap insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah
tetapi tetap terjadi juga, karena mengandung bahan pelajaran yang penting.
5. LIBATKAN DAN BERKOMUNIKASI DENGAN PASIEN
Kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien. Langkah
penerapan :
a. Untuk Rumah Sakit : Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang secara
jelas menjabarkan caracara komunikasi terbuka selama proses asuhan tentang
insiden dengan para pasien dan keluarganya. Pastikan pasien dan keluarga
mereka mendapat informasi yang benar dan jelas bilamana terjadi insiden
Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar selalu
terbuka kepada pasien dan keluarganya.
b. Untuk Unit/Tim : Pastikan tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan
pasien dan keluarganya bila telah terjadi insiden Prioritaskan pemberitahuan
kepada pasien dan keluarga bilamana terjadi insiden, dan segera berikan
kepada mereka informasi yang jelas dan benar secara tepat Pastikan, segera
setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada pasien dan keluarganya.
6. BELAJAR DAN BERBAGI PENGALAMAN TENTANG KESELAMATAN
PASIEN
Dorong staf anda untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar
bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul. 24 Langkah penerapan:
a. Untuk Rumah Sakit : Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan
kajian insiden secara tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
penyebab Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas kriteria
pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) yang
mencakup insiden yang terjadi dan minimum satu kali per tahun melakukan
Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) untuk proses risiko tinggi.
b. Untuk Unit/Tim : Diskusikan dalam tim anda pengalaman dari hasil analisis
insiden Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di
masa depan dan bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas.
7. CEGAH CEDERA MELALUI IMPLEMENTASI SISTEM KESELAMATAN
PASIEN
Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan
perubahan pada sistem pelayanan. Langkah penerapan:
a. Untuk Rumah Sakit : Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh
dari sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis,
untuk menentukan solusi setempat Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran
ulang sistem (struktur dan proses), penyesuaian pelatihan staf dan/atau
kegiatan klinis, termasuk penggunaan instrumen yang menjamin keselamatan
pasien. Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan 25
Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit Kemenkes RI. Beri umpan balik kepada staf tentang setiap
tindakan yang diambil atas insiden yang dilaporkan .
b. Untuk Unit/Tim : Libatkan tim anda dalam mengembangkan berbagai cara
untuk membuat asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman. Telaah
kembali perubahan-perubahan yang dibuat tim anda dan pastikan
pelaksanaannya. Pastikan tim anda menerima umpan balik atas setiap tindak
lanjut tentang insiden yang dilaporkan. Tujuh langkah keselamatan pasien
rumah sakit merupakan panduan yang komprehensif dalam menerapkan
keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut secara menyeluruh harus
dilaksanakan oleh setiap rumah sakit. Dalam pelaksanaan, tujuh langkah
tersebut tidak harus berurutan dan tidak harus serentak. Pilih langkah-langkah
yang paling strategis dan paling mudah dilaksanakan di rumah sakit. Bila
langkah-langkah ini berhasil maka kembangkan langkah-langkah yang belum
dilaksanakan. Bila tujuh langkah ini telah dilaksanakan dengan baik rumah
sakit dapat menambah penggunaan metoda-metoda lainnya

Anda mungkin juga menyukai