Anda di halaman 1dari 25

Nursing Advokasi makalah

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawat adalah orang yang bersama individu selama kebanyakan waktu kritis kehidupan
mereka. Perawat adalah orang yang bersama individu ketika mereka lahir, ketika mereka cedera
atau sakit, ketika mereka meninggal. Individu berbagi banyak hal yang intim dalam kehidupan
mereka dengan perawat; mereka menanggalkan pakaian untuk perawat, dan mempercayai
perawat untuk melakukan prosedur yang menimbulkan nyeri. Perawat berada di samping tempat
tidur individu yang sakit dan menderita selama 24 jam sehari. Mereka ada ketika pasien tidak
dapat tidur karena nyeri atau ketakutan atau kesepian. Mereka ada untuk memberi makan pasien,
memandikannya, dan mendukung mereka. Perawat mempunyai sejarah panjang tentang
perawatan pasien dan berbicara untuk Kebutuhan pasien.
Salah satu fungsi dan peran seorang perawat adalah menjadi advokat bagi pasien. Dalam
hal ini peran sebagai advokat pasien merupakan dasar dan inti dari proses pemberian asuhan
keperawatan. Pelayanan kesehatan saat ini pula menbutuhkan pelayanan yang berkualitas,
konsep dari advokasi sangat dibutuhkan dalam hal ini. Sebagai peran utama dari perawat,
advokasi merupakan bagian dari kode etik pasien. perawat dalam perannya sebagai advokat
pasien menggunakan skill sebagai pendidik, konselor, dan leader guna melindungi dan
mendukung hak pasien.
Pada tahun 1985 The American association colleges of nursing melaksanakan suatu proyek
termasuk didalamnya mengidentifikasi nilai-nilai esensial dalam praktek keperawatan
professional. Nilai-nilai esensial ini sangat berkaitan dengan moral keperawatan dalam
praktiknya. Perawat memiliki komiten yang tinggi untuk memberikan asuhan yang berkualitas
berdasarkan standar perilaku yang etis dalam praktek asuhan professional. Pengetahuan tentang
perilaku etis dimulai dari pendidikan perawat, dan berlanjut pada diskusi formal maupun
informal dengan sejawat atau teman. Praktik keperawatan, termasuk etika keperawatan
mempunyai dasar penting, seperti advokasi, akuntabilitas, loyalitas kepedulian, rasa haru, dan
menghormati martabat manusia (Purba & Pujiastuti, 2009)
Berdasarkan latar belakang diatas, kelompok tertarik untuk membuat makalah tentang
peran perawat sebagai advokat pasien.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Menjelaskan peran dan tanggung jawab perawat
2. Menjelaskan pengertian advokasi
3. Menjelaskan peran perawat sebagai advokat pasien
4. Menjalaskan tanggung jawab perawt advokat
5. Menjalaskan nilai dasar perawat advokat
6. Menjelaskan tujuan dan hasil yang diharapkan dari peran advokat klien

C. Sistematika Penulisan
1. BAB I : PENDAHULUAN Terdiri dari Latar belakang, tujuan penulisan dan metodelogi
penulisan
2. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA terdiri dari
3. BAB III : PENUTUP terdiri dari simpulan dan saran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Peran dan Tanggung Jawab Perawat


Peran perawat kesehatan yang professional adalah:
1. Sebagai pemberi asuhan keperawatan
Dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian
pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan
diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai
dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dievaluasi tingkat perkembangannya.
2. Peran sebagai advokasi klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarga dalam menginterpretasikan
berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi khususnya dalam pengambilan
persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan
mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien.
3. Peran edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan
kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku
dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
4. Peran Koordinator
Peran in dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan
kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai
dengan kebutuhan pasien.
5. Peran kolaborator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari
dokter, fisioterapis, ahli gizi, dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan
keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk
pelayanan selanjutnya.
6. Peran konsultan
Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang
tempat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan pasien terhadap informasi tentang
tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
7. Peran pembaharu
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama,
perbaruan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan
(Azis, 2008)

Tanggung Jawab Profesi keperawatan, adalah


1. Perawat harus menempatkan kebutuhan pasien diatas kepentingan sendiri.
2. Perawat harus melindungi hak pasien untuk memperoleh keamanan dan
pelayanan yang berkualitas
3. Perawat harus selalu meningkatkan pengetahuan, keahlian, serta menjaga
perilaku dalam melaksanakan tugasnya.

B. Pengertian Advokasi
1. Perawat sebagai advokat yaitu sebagai penghubung antara klien-tim kesehatan lain dalam rangka
pemenuhan kebutuhan klien. Membela kepentingan klien dan membantu klien,memahami semua
informasi dan upaya kesehatan yang diberikan tim kesehatan dengan pendeketan tradisional
maupun profesional. (Dewi, 2008)
2. Advokasi adalah mendukung pasien, bicara mewakili individu pasien, dan menengahi bila perlu.
Advokasi ini adalah bagian dari perawatan perawat dan bagian dari kedekatan dan kepercayaan
antara perawat dan pasien yang memberi keperawatan sebuah tempat yang sangat khusus dalam
pelayanan kesehatan (WHO, 2005)
3. Advokasi merupakan dasar filasafat dan ideal keperawatan yang melibatkan bantuan perawat
secara aktif kepada individu secara bebas menentukan nasibnya sendiri (Gondow, 1983)

Creasia dan Parker (2000) menjelaskan bahwa konsep advokasi memiliki


tiga pengertian, yaitu:
a. Model perlindungan terhadap hak
Model ini menekankan pada perawat untuk melindungi hak klien agar tidak ada tindakan tenaga
kesehatan yang akan merugikan pasien selama dirawat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
menginformasikan kepada pasien tentang semua hak yang dimilikinya, memastikan pasien
memahami hak yang dimilikinya, melaporkan pelanggaran terhadap hak pasien dan mencegah
pelanggaran hak pasien.
b. Model pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai yang dianut pasien
Model ini menekankan pada perawat untuk menyerahkan segala keputusan tentang perawatan
yang akan dijalankan oleh pasien kepada pasien itu sendiri, sesuai dengan nilai-nilai yang dianut
pasien. Perawat tidak diperbolehkan memaksakan nilai-nilai pribadinya untuk membuat
keputusan pada pasien, melainkan hanya membantu pasien mengeksplorasi keuntungan dan
kerugian dari semua alternatif pilihan atau keputusan.
c. Model penghargaan terhadap orang lain
Model ini menekankan pada perawat untuk menghargai pasien sebagai manusia yang unik.
Perawat harus menyadari bahwa sebagai manusia yang unik, pasien memiliki kebutuhan yang
berbeda-beda satu sama lain. Perawat harus mempunyai semua yang terbaik bagi pasien sesuai
dengan kebutuhannya saat itu.

Dewasa ini, banyak definisi umum advokat yang menekankan pentingnya hak-hak pasien
dalam mengambil keputusan. Dalam hal ini, perawat advokat menolong pasien sebagai makhluk
yang memiliki otonomi untuk mengambil keputusan sendiri, yang sesuai dengan keinginan
pasien dan bukan karena pengaruh dari perawat atau tenaga kesehatan lainnya. Pendidikan dan
dukungan kepada pasien diberikan sesuai kebutuhan dan pilihannya. Perawat diharapkan mampu
mengidentifikasi dan mengerti keinginan pasien dan memastikan bahwa keinginan tersebut
merupakan keputusan yang terbaik dari pasien. Jadi, dapat disimpulkan bahwa peran advokat
pasien adalah dasar dari semua peran perawat untuk memberikan asuhan keperawatan dan
dukungan terhadap pasien, dengan melindungi hak pasien dan bertindak atas nama pasien.
(Dewi, 2008)

C. Peran Perawat Sebagai Advokat Pasien


Sebagai pelindung, perawat membantu mempertahankan lingkungan yang aman bagi
klien dan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan serta melindungi klien dari
kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari suatu tindakan diagnostic atau pengobatan. Contoh
dari peran perawat sebagai pelindung adalah memastikan bahwa klien tidak memiliki alergi
terhadap obat dan memberikan imunisasi melawat penyakit di komunitas.
Sedangkan peran perawat sebagai advokat, perawat melindungi hak klien sebagai
manusia dan secara hukum, serta membantu klien dalam menyatakan hak-haknya bila
dibutuhkan. Contohnya, perawat memberikan informasi tambahan bagi klien yang sedang
berusaha untuk memutuskan tindakan yang terbaik baginya. Selain itu, perawat juga melindungi
hak-hak klien melalui cara-cara yang umum dengan menolak aturan atau tindakan yang mungkin
membahayakan kesehatan klien atau menentang hak-hak klien. Peran ini juga dilakukan perawat
dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterpetasikan berbagai informasi dari pemberi
pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan
keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan
melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi
tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk
menerima ganti rugi akibat kelalaian. (WHO, 2005)
Sebagai pembela pasien, perawat juga perlu berupaya melindungi hak pasien dari
pelanggaran. Hak untuk mendapat persetujuan (informed consent) merupakan isu yang harus
dihadapi pasien. hak pasien lain yang melibatkan peran perawat sebagai pembela adalah hak
privasi dan hak menolak terapi.
Sebagai bagian dan salah satu peran dari perawat, advokasi menjadi dasar utama dalam
pelayanan keperawatan kepada pasien, peran advokat keperawatan adalah (Armstrong, 2007)
1. Melindungi hak klien sebagai manusia dan secara hukum.
2. Membantu klien dalam menyatakan hak-haknya bila dibutuhkan.
3. Memberi bantuan mengandung dua peran,yaitu peran aksi dan peran non aksi.
4. Bekerja dengan profesi kesehatan yang lainnya dan menjadi penengah antar profesi kesehatan
5. Melihat klien sebagai manusia, mendorong mereka untuk mengidentifikasi kekuatannya untuk
meningkatkan kesehatan dan kemampuan klien berhubungan dengan orang lain

D. Tanggung jawab perawat advokat


Nelson (1988) dalam Creasia & Parker (2001) menjelaskan bahwa tanggung jawab perawat
dalam menjalankan peran advokat pasien adalah :
1. Sebagai pendukung pasien dalam proses pembuatan keputusan, dengan cara : memastikan
informasi yang diberikan pada pasien dipahami dan berguna bagi pasien dalam pengambilan
keputusan, memberikan berbagai alternatif pilihan disertai penjelasan keuntungan dan kerugian
dari setiap keputusan, dan menerima semua keputusan pasien.
2. Sebagai mediator (penghubung) antara pasien dan orang-orang disekeliling pasien, dengan cara :
mengatur pelayanan keperawatan yang dibutuhkan pasien dengan tenaga kesehatan lain,
mengklarifikasi komunikasi antara pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan lain agar setiap
individu memiliki pemahaman yang sama, dan menjelaskan kepada pasien peran tenaga
kesehatan yang merawatnya.
3. Sebagai orang yang bertindak atas nama pasien dengan cara : memberikan lingkungan yang
sesuai dengan kondisi pasien, melindungi pasien dari tindakan yang dapat merugikan pasien, dan
memenuhi semua kebutuhan pasien selama dalam perawatan.

E. Nilai-nilai Dasar yang Harus Dimiliki oleh Perawat Advokat


Menurut Kozier & Erb (2004) untuk menjalankan perannya sebagai advokasi pasien, perawat
harus memiliki nilai-nilai dasar, yaitu :
1. Pasien adalah makhluk holistik dan otonom yang mempunyai hak untuk menentukan pilihan dan
mengambil keputusan.
2. Pasien berhak untuk mempunyai hubungan perawat-pasien yang didasarkan atas dasar saling
menghargai, percaya, bekerja sama dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan
masalah kesehatan dan kebutuhan perawatan kesehatan, dan saling bebas dalam berpikir dan
berperasaan.
3. Perawat bertanggung jawab untuk memastikan bahwa pasien telah mengetahui cara memelihara
kesehatannya.

Selain harus memiliki nilai-nilai dasar di atas, perawat harus memiliki sikap yang baik agar
perannya sebagai advokat pasien lebih efektif. Beberapa sikap yang harus dimiliki perawat,
adalah:
1. Bersikap asertif
Bersikap asertif berarti mampu memandang masalah pasien dari sudut pandang yang positif.
Asertif meliputi komunikasi yang jelas dan langsung berhadapan dengan pasien.
2. Mengakui bahwa hak-hak dan kepentingan pasien dan keluarga lebih utama walaupun ada
konflik dengan tenaga kesehatan yang lain.
3. Sadar bahwa konflik dapat terjadi sehingga membutuhkan konsultasi, konfrontasi atau negosiasi
antara perawat dan bagian administrasi atau antara perawat dan dokter.
4. Dapat bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain
Perawat tidak dapat bekerja sendiri dalam memberikan perawatan yang berkualitas bagi pasien.
Perawat harus mampu berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain yang ikut serta dalam
perawatan pasien.
5. Tahu bahwa peran advokat membutuhkan tindakan yang politis, seperti melaporkan kebutuhan
perawatan kesehatan pasien kepada pemerintah atau pejabat terkait yang memiliki
wewenang/otoritas.

F. Tujuan dan Hasil yang Diharapkan dari Peran Advokat Pasien


Tujuan dari peran advokat berhubungan dengan pemberdayaan kemampuan pasien dan
keluarga dalam mengambil keputusan. Saat berperan sebagai advokat bagi pasien, perawat perlu
meninjau kembali tujuan peran tersebut untuk menentukan hasil yang diharapkan bagi pasien.
Menurut Ellis & Hartley (2000), tujuan peran advokat adalah :
1. Menjamin bahwa pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lain adalah partner dalam perawatan
pasien. Pasien bukanlah objek tetapi partner perawat dalam meningkatkan derajat kesehatannya.
Sebagai partner, pasien diharapkan akan bekerja sama dengan perawat dalam perawatannya.
2. Melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan.
Pasien adalah makhluk yang memiliki otonomi dan berhak untuk menentukan pilihan dalam
pengobatannya. Namun, perawat berkewajiban untuk menjelaskan semua kerugian dan
keuntungan dari pilihan-pilihan pasien.
3. Memiliki saran untuk alternatif pilihan.
Saat pasien tidak memiliki pilihan, perawat perlu untuk memberikan alternatif pilihan pada
pasien dan tetap memberi kesempatan pada pasien untuk memilih sesuai keinginannya.
4. Menerima keputusan pasien walaupun keputusan tersebut bertentangan dengan pengobatannya.
Perawat berkewajiban menghargai semua nilai-nilai dan kepercayaan pasien.
5. Membantu pasien melakukan yang mereka ingin lakukan.
Saat berada di rumah sakit, pasien memiliki banyak keterbatasan dalam melakukan berbagai hal.
Perawat berperan sebagai advokat untuk membantu dan memenuhi kebutuhan pasien selama
dirawat di rumah sakit.
6. Melindungi nilai-nilai dan kepentingan pasien.
Setiap individu memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang berbeda-beda. Sebagai advokat bagi
pasien, perawat diharapkan melindungi nilai-nilai yang dianut pasien dengan cara memberikan
perawatan dan pengobatan yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai tersebut.
7. Membantu pasien beradaptasi dengan sistem pelayanan kesehatan.
Saat pasien memasuki lingkungan rumah sakit, pasien akan merasa asing dengan lingkungan
sekitarnya. Perawat bertanggung jawab untuk mengorientasikan pasien dengan lingkungan
rumah sakit dan menjelaskan semua peraturan-peraturan dan hak-haknya selama di rumah sakit,
sehingga pasien dapat beradaptasi dengan baik.
8. Memberikan perawatan yang berkualitas kepada pasien.
Dalam memberikan asuhan keperawatan harus sesuai dengan protap sehingga pelayanan lebih
maksimal hasilnya.
9. Mendukung pasien dalam perawatan.
Sebagai advokat bagi pasien, perawat menjadi pendamping pasien selama dalam perawatan dan
mengidentifikasi setiap kebutuhan-kebutuhan serta mendukung setiap keputusan pasien.
10. Meningkatkan rasa nyaman pada pasien dengan sakit terminal.
Perawat akan membantu pasien melewati rasa tidak nyaman dengan mendampinginya dan bila
perlu bertindak atas nama pasien menganjurkan dokter untuk memberikan obat penghilang nyeri.
11. Menghargai pasien.
Saat perawat berperan sebagai advokat bagi pasien, perawat akan lebih mengerti dan menghargai
pasien dan hak-haknya sebagai pasien.
12. Mencegah pelanggaran terhadap hak-hak pasien.
Perawat sebagai advokat bagi pasien berperan melindungi hak-hak pasien sehingga pasien
terhindar dari tindakan-tindakan yang merugikan dan membahayakan pasien.
13. Memberi kekuatan pada pasien.
Perawat yang berperan sebagai advokat merupakan sumber kekuatan bagi pasien yang
mendukung dan membantunya dalam mengekspresikan ketakutan, kecemasan dan harapan-
harapannya.

Hasil yang diharapkan dari pasien saat melakukan peran advokat (Ellis & Hartley, 2000),
adalah pasien akan :
1. Mengerti hak-haknya sebagai pasien.
2. Mendapatkan informasi tentang diagnosa, pengobatan, prognosis, dan pilihan-pilihannya.
3. Bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya.
4. Memiliki otonomi, kekuatan, dan kemampuan memutuskan sendiri.
5. Perasaan cemas, frustrasi, dan marah akan berkurang.
6. Mendapatkan pengobatan yang optimal.
7. Memiliki kesempatan yang sama dengan pasien lain.
8. Mendapatkan perawatan yang berkesinambungan.
9. Mendapatkan perawatan yang efektif dan efisien.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Advokasi merupakan salah satu peran perawat dan menjadi dasar yang penting dalam
membrikan asuhan keperawatan kepada pasien. Peran perawat sebagai advokat pasien menuntut
perawat untuk dapat mengidentifikasi dan mengetahui nilai-nilai dan kepercayaan yang
dimilikinya tentang peran advokat, peran dan hak-hak pasien, perilaku profesional, dan
hubungan pasien-keluarga-dokter. Di samping itu, pengalaman dan pendidikan yang cukup
sangat diperlukan untuk memiliki kompetensi klinik yang diperlukan sebagai syarat untuk
menjadi advokat pasien.

B. Saran
1. Bagi perawat
Mengaplikasikan teori ini dalam tatanan pemberian pelayana kesehatan kepada masyarakat, dan
melaksanakan peran perawat sebagai advokat utama klien dan penghubung antar profesi
kesehatan demi kepentingan pasien
2. Bagi mahasiswa
Melakukan peneltian terkait tentang advokasi, karena masih banyak hal yang bias dieksplor dan
dikembangkan.

DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, E. Alan (2007). Nursing Ethics. Macmillan: Palagrave


Creasia, J. L., & Parker. B.. (2001). Conceptuals Foundations : the Bridge to Professional Nursing
Practice. (3rd ed). St. Louis : Mosby.
Dewi. A. I.. (2008). Etika dan Hukum Kesehatan. Yogyakarta : Pustaka book publisher
Ellis, J. R., & Celia L. H. (2000). Managing and Coordinating Nursing Care. (3th ed ) Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins.
Hidayat. A. A.. (2008). Konsep dasar keperawatan. (edisi 2). Jakarta : Penerbit Salemba medika
Kozier, B., et al. (2004). Fundamentals of Nursing : Concepts, Process,
ADVOKASI

TUGAS

ADVOKASI

Disusun sebagai tugas penunjang mata kuliah Renval PKM

Dosen : Budi Com, S.Sos

Disusun oleh :

Yatin Budi Santoso

(A2A006030)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS KASIPAH

SEMARANG

2009

ADVOKASI DALAM KESEHATAN


A. PENGERTIAN ADVOKASI

Advokasi secara harfiah berarti pembelaan, sokongan atau bantuan terhadap


seseorang yang mempunyai permasalahan istilah advokasi dalam bidang hukum tersebut
dijadikan sebagai penasehatnya dan memperoleh keadilan yang sungguh-sungguhnya, maka
advokasi dalam bidang kesehatan diartikan upaya untuk memperoleh pembelaan, bantuan
atau dukungan terhadap program kesehatan.

Menurut Webster Encyclopedia advokasi adalah Act of pleading for supporting or


recomending active espousal atau tindakan pembelaan, dukungan atau rekomendasi.

Dukungan aktif

Menurut ahli retorika (Foss and fose, et al : 1980) advokasi diartikan sebagai upaya
persuasi yang mencakup kegiatan penyadaran, rasionalisasi, argumentasi dan rekomendasi
rindak lanjut mengenai sesuatu hal.

Menurut John Hopkins (1990) Advokasi adalah usaha untuk mempengaruhi


kebijakan melalui bermacam-macam bentuk komunikasi persuasif, dengan menggunakan
informasi yang akurat dan tepat.

Dapat diilustrasikan sebagai berikut :

PROSES DAN ARAH ADVOKASI


Istilah advocacy (advokasi) di bidang kesehatan mulai digunakan dalam program kesehatan
masyarakat pertama kali oleh WHO pada tahun 1984, sebagai salah satu strategi global
Pendidikan atau Promosi Kesehatan.

WHO merumuskan, bahwa dalam mewujudkan visi dan misi Promosi kesehatan secara
efektif menggunakan 3 strategi pokok, yakni :

a. Advokasi

b. Dukungan sosial

c. Pemberdayaan masyarakat.

Strategi global ini dimaksudkan bahwa, dalam pelaksanaan suatu program kesehatan di
dalam masyarakat, maka langkah yang diambil adalah :

a. Melakukan pendekatan atau lobying dengan para pembuat keputusan setempat, agar
mereka ini menerima dan commited, dan akhirnya mereka bersedia mengeluarkan
kebijakan, atau keputusan-keputusan untuk membantu atau mendukung program
tersebut. Kegiatan inilah yang disebut advokasi. Dalam pendidikan kesehatan para
pembuat keputusan baik pusat maupun daerah.

b. Langkah selanjutnya adalah melakukan pendekatan dan pelatihan kepada tokoh


masyarakat setempat, baik tokoh masyarakat formal maupun informal. Tujuan kegiatan
ini adalah agar para tokoh masyarakat setempat ini mempunyai kemampuan seperti yang
diharapkan program, dan selanjutnya dapat membantu dalam menyebarkan informasi
program atau melakukan penyuluhan kepada masyarakat.

c. Petugas kesehatan bersama-sama tokoh masyarakat tersebut melakukan kegiatan


penyuluhan kesehatan, konseling, dan sebagainya, melalui berbagai kesempatan dan
media.
Tujuan kegiatan ini antara lain : meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku
masyarakat untuk hidup sehat. Dengan kata lain, menampilkan atau memperdayakan
masyarakat dalam kesehatan.

Advokasi diartikan sebagai upaya pendekatan (Approaches) terhadap orang lain yang
dianggap mempunyai pengaruh terhadap hasil keberhasilan suatu program atau kegiatan
yang dilaksanakan

B. SASARAN ADVOKASI

Dalam advokasi sasarannya adalah para pemimpin eksekutif atau pengambil


kebijakan (Policy makers) atau pembuat keputusan termasuk Presiden dan Legislatif dan
para pimpinan sektor lain yang terkait dengan kesehatan di semua administrasi pemerintahan
maupun swasta serta organisasi kemasyarakatan diberbagai jenjang administrasi
pemerintahan (Tingkat pusat, propinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Kelurahan).

Dimana sasaran primernya adalah masyarakat umum yang menjadi sasaran utama
dalam setiap program kesehatan. Sedangkan sasaran sekundernya adalah para pembuat
keputusan dalam program kesehatan baik ditingkat pusat maupun daerah.

C. ARUS KOMUNIKASI ADVOKASI KESEHATAN


Dalam advokasi peran komunikasi sangat penting, seba dalam advokasi merupakan aplikasi
dari komunikasi inter personal maupun massa yang ditujukan kepada para penentu kebijakan
(policy markers) atau para pembuat keputusan (decission makers) pada semua tingkat dan
tatanan sosial.

Komunikasi dalam rangka advokasi kesehatan memerlukan kiat khusus agar


komunikasi tersebut efektif. Kiat-kiat agar komunikasi advokasi efektif antara lain sebagai
berikut :

1. Jelas (clear) : Pesan yang akan disampaikan kepada sasaran harus disusun sedemikian
rupa sehingga jelas, baik isinya maupun bahasa yang digunakan.

2. Benar (correct): apa yang disampaikan (pesan) harus didasar-


kan kepada kebenaran. Pesan yang benar adaJah pesan yang ;
disertai dengan fakta atau data empiris, atau berdasarkan ;
teori atau konsep yang sudah terbukti kebenarannya.

3. Konkret (concrete): apabila petugas kesehatan dalam advokasinya mengajukan. usulan


program yang dimintakan dukungan dari para pejabat terkait, maka harus dirumuskan
dalam bentuk yang konkret ("bukan kira-kira), atau dalam bentuk operasional.

4. Lengkap (complete): Timbulnya kesalahpahaman atau mis-


komunikasi adalah karena belum atau tidak lengkapnya
pesan yang disampaikan kepada orang lain. Demikian pula
dalam berkomunikasi dengan para pejabat tidak akan semu-
lus yang diharapkan. sering terjadi mis-komunikasi yang
mengakibatkan salah persepsi. yang akhirnya mengakibatkan
kurangnya dukungan terhadap program yang diusulkan. Oleh
sebab itu, pesan-pesan sebagai materi advokasi harus
disampaikan selengkap-lengkapnya.
5. Ringkas (concise): Pesan komunikasi harus lengkap, tetapi
padat, tidak bertele-tele. Pesan yang panjang penuh dengan
bumbu-bumbu, justru akan mengaburkan pesan itu sendiri.
Pesan komunikasi yang ringkas tetapi lengkap ini disebuti
pesan yang "padat".

6. Meyakinkan (convince): Agar komunikasi advokasi kita


diterima oleh para pejabat, maka harus meyakinkan.
Meyakinkan di sini, dalam arti orang yang melakukan
advokasi maupun pesan atau bahan advokasi yang disampai
kan kepada para pejabat yang bersangkutan.

7. Kontekstual (contextual): Advokasi kesehatan hendaknya


bersifat kontekstual, artinya pesan atau program yang akan
diadvokasikan harus diletakkan atau dikaitkan dengan
masalah pembangunan daerah yang bersangkutan. Pesan-
pesan atau program-program kesehatan apa pun harus
dikaitkan dengan upaya-upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat Pemerintah Daerah setempat.

8. Berani (courage): Seorang petugas kesehatan yang akan


melakukan advokasi kepada para pejabat, harus mempunyai
keberanian berargumentasi dan berdiskusi dengan para pejabat yang bersangkutan.
Agar advolator berani beradu argumentasi (bukan berarti bukan berarti kurang ajar atau
sombong), maka syarat yang harus dipunyai adalah menguasai masalah-masalah yang
terkait dengan bidangnya (dalam hal ini adalah kesehatan).

9. Hati-hati (coutious): Meskipun berani, tetapi harus hati-hati


dan tidak boleh keluar dari etika berkomunikasi dengan para
pejabat, hindari sikap "menggurui" para pejabat yang ber
sangkutan.
10. Sopan (courteous): Disamping hati-hati, advokator harus ber-
sikap sopan, baik sopan dalam tutur kata maupun penam-
pilan fisik, termasuk cara berpakaian.

D. STRATEGI ADVOKASI

Di negara-negara berkembang khususnya, strategi advokasi sangat diperlukan,


karena masalah kesehatan di negara-negara ini belum memperoleh perhatian secara
proporsional dari sektor-sektor lain di luar kesehatan, baik pemerintah maupun swasta.
Padahal masalah kesehatan ditimbulkan dari dampak pem bangunan sektor lain.
Untuk meningkatkan perhatian dan komitmen dari para pembuat keputusan dari
sektor-sektor ini, diperlukan advokasi. Demikian juga strategi empowerment juga sangat
diperlukan di negara-negara berkembang mengingat masyarakat di negara-negara
berkembang pada umumnya masih jauh kemauan dan kemampuannya dalam
mencapai derajat kesehatannya. Pemberdayaan masyarakat dari segala aspek
kehidupan masyarakat pada prinsipnya bertujuan agar masyarakat mau kian mampu untuk
mencapai derajat kesehatan. yang seoptimal mungkin.

E. TUJUAN ADVOKASI

Tujuan utama advokasi adalah untuk mendorong dikeluarkannya kebijakan-kebijakan publik


oleh para pejabat publik sehingga dapat menyokong atau menguntungkan kesehatan.
Misalnya; keluarnya Peraturan Daerah tentang menjaga kebersihan kota, yang memuat
tentang peraturan-peraturan dan sangsi-sangsi apabila warga kota melanggar peraturan
daerah tersebut.

F. PRINSIP ADVOKASI

Advokasi bukan sekedar melakukan lobi-lobi politik, tetapi mencakup kegiatan


persuasif, memberikan semangat dan bahkan sampai memberikan pressure atau tekanan
kepada para pimpinan institusi.
Untuk melakukan kegiatn advokasi yang efektif memerlukan argumen yang kuat,
oleh karena itu prinsip advokasi ini akan membahas tentang tujuan, kegiatan , dan
argumentasi-argumentasi advokasi.

Secara inklusif terkandung tujuan-tujuan advokasi, yakni :

1. Komitmen politik (political commitment)

komitmen para pembuat keputusan atau penentu kebijakan ditingkat dan di sektor mana
pun terhadap permasalahan kesehatan dan upaya pemecahan permasalahan kesehatan
tersebut.

2. Dukungan kebijakan (policy support)

dukungan konkret yang diberikan oleh para pimpinan institusi di semua tingkat dan
semua sektor yang terkait dalam rangka mewujudkan pembangunan di sektor kesehatan.

3. penerimaan sosial (social acceptance)

diterimanya suatu program oleh masyarakat. Suatu program kesehatan apapun hendaknya
memperoleh dukungan dari sasaran utama program tersebut, yakni masyarakat, terutama
tokoh nasyarakat.

4. Dukungan sistem (system support)

adanya sistem atau organisasi kerja yang memasukkan unit pelayanan atau program
kesehatan dalam suatu sektor pembangunan adalah mengidentifikasi adanya dukungan
sistem.

G. METODE DAN TEKNIK ADVOKASI

Adapun metode atau cara dan teknik advokasi untuk mencapai tujuan antara lain :

a. Lobi politik (political lobiying


Lobi adalah berbincang-bincang secara informal denagn para pejabat untuk
menginformasikan dan membahas masalah dan program kesahatan yang akan
dilaksanakan. Tahap pertama lobi adalah : petugas kesehatan menyampaikan masalah
kesehatan yang dihadapidi wilayah kerjanya, dan dampaknya terhadap kehidupan
masyarakat.

b. Seminar dan/atau presentasi

Seminar atau persentasi yang dihadiri oleh para pejabat lintas program dan lintas
sektoral. Petugas kesehatan menyajikan masalah kesehatan di wilayah kerjanya, lengkap
dengan data dan ilustrasi yang menarik, serta rencana program pemecahanya.

c. Media

Melalui media cetak maupun media elektronik masalah kesehatan disajikan baik dalam
bentuk artikel penyampaian pendapat dan sebagainya.

d. Perkumpulan (asosiasi) peminat.

Asosiasi atau perkumpulan orang-orang yang mempunyai minat atau interes


terhadap permasalahan tertentu atau perkumpulan profesi, juga merupakan bentuk
advokasi

H. ARGUMENTASI UNTUK ADVOKASI

Di bawah ini ada beberapa hal yang dapat memperkuat argumen dalam melakukan kegiatan
advokasi antara lain:

1. Creadible

kredibilitas adalah suatu sifat pada seseorang atau institusi yang menyebabkan orang atau
pihak lain mempercayainya atau meyakinkan. Karena advokasi bertujuan agar pihak lain,
dalam hal ini para pembuat keputusan meyakini dan mendukung program kesehatan,
maka orang yang akan melakukan advokasi (petugas kesehatan) harus creadible.
Seseorang itu creadible apabila mempunyai 3 sifat, yakni:

a. capability (kapabilitas) yakni mempunyai kemampuan tentang bidangya.

b. Autority (otoritas) yakni adanya otoritas atau wewenang yang dimiliki seseorang
berdasarkan aturan organisasi yang bersangkutan.

c. Intergrity (integritas) adalah komitmen seseorang terhadap jabatan atau tanggung jawab
yang diberikan kepadanya.

Seseorang dikatakan credible apabila mempunyai ketiga sifat tersebut. Disamping orang
atau subjek yang credible maka program kesehatan yang akan di advokasikan pun
haruscredible. Artinya program yang ditawarkan atau di ajukan itu harus menyakinkan
para penentu kebijakan atau pembuat keputusan.

Hal ini berarti bahwa program yang diajukan tersebut harus didasari dengan
permasalahan yang utama dan faktual, artinya masalah tersebut memang ditemukan di
lapngan dan penting untuk segera ditangani.

2. Layak

program yang diajukan tersebut baik secara teknik, politik, maupun ekonomi
dimungkinkan atau layak. Secara teknik layak (feasible) artinya program tersebut dapat
dilaksanakan. Artinya dari segi petugas yang akan melaksanakan program tersebut
mempunyai kemampuan yang baik atau cukup.

3. Relevan (relevant)

program yang diajukan tersebut paling tidak harus mencakup 2 kriteria yakni: memenuhi
kebutuhan masyarakat dan benar-benar memecahkan masalah yang dirasakan
masyarakat.

4. Penting dan mendesak (urgent)


program yang diajukan harus mempunyai urgensi yang tinggi : harus segera dilaksanakan
dn kalau tidak segera dilaksanakan akan menimbulkan masalah yang lebih besar lagi.

5. Prioritas tinggi (hight priority)

program yang diajukan tersebut harus mempunyai prioritas yang tinggi.agar para
pembuat keputusan atau penentu kebijakan menilai bahwa program tersebut mempunyai
prioritas tinggi, diperlukan analisis yang cermat baik terhadap masalhnya sendiri, maupun
terhadap alternatif pemecahan masalah atau program yang akan diajukan.

I. LANGKAH-LANGKAH ADVOKASI

Dalam advokasi terdapat langkah-langkah sebagai berikut :

1. Tahap persiapan

persiapan advokasi yang paling penting adalah menyusun bahan (materi) atau
instrumen advokasi. Bahan advokasi adalah : data informasi bukti yang dikemas dalam
bentuk tabel, grafik atau diagram yang menjelaskan:

b. basarnya masalah kesehatan atau penyakit.agar masalah kesehatan atau penyakit


tersebut mudah dipahami oleh para pembuat keputusan., maka data tersebut diperoleh
dari suatu penelitian ilmiah.

c. Akibat atau dampak masalah (penyakit) tersebut terhadap kesejahteraan masyarakat


adalah dalam bentuk dampak sosial dan ekonomi.damapk sosial penderita penyakit
adalah terganggunya hubungan sosial penderita penyakit tersebut dengan orang lain
atau masyarakat.sedangkan damapk ekonomi suati penyakit adalah cost atau biaya
yang harus dibayar akibat masalah kesehatan atau penyakit yang bersangkutan.
Dampak ekonomi akibat kesakitan dari penyakit tertentu dapat dihitung dari
hilangnya produktivitas dan biaya pengobatan untuk penyakit yang bersangkutan.

d. Dampak ekonomi masalah kesehatan atau penyakit tersebut, yakni kerugian secara
ekonomi dari masalah (penyakit ) tersebut bila tidak segera ditangani.
e. Program atau kegiatan yang diusulkan untuk menanggulangi masalah atau penyakit
tersebut.

2. Tahap pelaksanaan

pelaksanaan advokasi sangat tergantung dari metode atau cara advokasi. Caraadvokasi
yang paling sering digunakan adalah lobbi dan seminar atau persentasi.

3. Tahap penilaian

hasil advokasi yang diharapkan adalah adanya dukungan dari para pembuat keputusan ,
baik dalam bentuk perangkat lunak (software) maupun perangkat keras (hardware). Oleh
sebab itu untuk menilai atau mengevaluasi keberhasilan advokasi dapat menggunakan
indikator-indikator seperti di bawah inin:

a. software (piranti lunak) : misalnya dikeluarkannya:

o undang-undang

o peraturan pemerintah

o peraturan pemerintah daerah (perda)

o keputusan mentri

o surat keputusan gubernur/bupati

o nota kesepakatan (MOU) dan sebagainya.

b. hardware (piranti keras): misalnya:

o meningkatnya anggaran kesehatan dalam APBN atau APBD

o meningkatnya angaran untuk satu program yang diprioritaskan

o Adanya bantuan peralatan sarana atau prasarana program dan sebagainya.


DAFTAR PUSTAKA

http://syehaceh.wordprss.com/2008/05/13/advoksi-dalam-promkes 26 MEI 2009,

10:00 AM.

Notoatmodjo Soekidjo, 2003. pendidikan dan perilaku kesehatan . Jakarta. PT

RINEKA CIPTA

Secara tradisional, keperawatan telah berjalan dengan komitmen utamanya terhadap


klien, dan akhir-akhir ini advokasi klienpun telah disahkan dalam peranan keperawatan itu
sendiri. Pengertian advokasi, seperti yang sudah dibahas pada Chapter 24 adalah Perlindungan
dan dukungan terhadap hak-hak orang lain. Sebagai kewajiban moral yang jelas bagi
perawat, hal ini (advokasi) telah menemukan justifikasi (pembenaran) kepada pendekatan
keperawatan yang didasarkan pada prinsip maupun asuhan, kedalam etika keperawatan.

Dan bagi perawat yang ingin menerapkan ini dalam praktek keperawatannya diharuskan
:

Memastikan bahwa loyalitas mereka terhadap institusi atau kolega yang mempekerjakan
mereka tidak mempengaruhi komitmen utama mereka terhadap klien.
Memberikan prioritas utama terhadap kebutuhan individual klien dibandingkan
kebutuhan sosial secara umum.
Secara hati-hati mengevaluasi antara otonomi (yang didasarkan pada keinginan klien) dan
kesehatan klien itu sendiri.

Yang dimaksud menghormati otonomi klien, adalah perawat menghormati dan


mendukung hak klien untuk membuat keputusannya sendiri. Seperti dalam Informed Consent,
yang sudah dibahas pada Chapter 7. Lalu, saat meningkatkan kesehatan klien, perawat juga
harus menunjukan sikap mendukung klien. Dan idealnya, kedua hal tersebut (otonomi dan
kesehatan klien) harus ditingkatkan pada masing-masing interaksi perawat-klien. Walaupun,
konflik kadang-kadang meningkat.
Sebagai contoh, ada seorang pria tua dengan penyakit paru-paru kronis yang mengerti
dengan baik tentang bahaya merokok, tetapi tetap meminta perawat untuk membelikannya
sebungkus rokok. Disini perawat harus memutuskan antara menghormati otonomi klien dan
menuruti permintaannya atau menolaknya demi kebaikan dan kesehatan klien.
Perawat yang sensitif dalam menghargai otonomi dan meningkatkan kesehatan klien
kadang akan menemui berbagai konflik dalam sikapnya itu, tapi mereka yang seperti itulah yang
lebih disukai dibanding perawat yang hanya menuruti saja semua keinginan klien tanpa
mempertimbangkannya.

Anda mungkin juga menyukai