Salah satu penatalaksanaan pada kasus fraktur yaitu dengan melakukan operasi ORIF
(Open Reduction Internal Fixition) atau yang lebih dikenal dengan fiksasi terbuka. ORIF
adalah sebuah prosedur bedah medis, yang tindakannya mengacu pada operasi terbuka
untuk mengatur tulang, seperti yang diperlukan untuk beberapa patah tulang, fiksasi
internal mengacu pada fiksasi sekrup dan piring untuk mengaktifkan atau memfasilitasi
penyembuhan (Brunner & Suddart, 2003, dalam RA Maghfiroh, 2016). Permasalahan
paska pembedahan ortopedi berkaitan dengan nyeri, perfusi jaringan, promosi kesehatan,
mobilitas fisik, dan konsep diri (Smeltzer et al, 2010). Permasalahan yang terjadi secara
keseluruhan mengakibatkan perubahan status fungsional. ORIF merupakan metode
penatalaksanaan bedah patah tulang yang paling banyak keunggulannya (Price & Wilson,
2003 dalam Ropyanto, Sitorus & 3 Eryano, 2013). Namun, meski begitu ORIF pun memiliki
dampak yang cukup siginifikan pada pasien yang menjalaninya. Pada pasien pasca ORIF
biasanya akan mengalami gangguan pada musculoskeletal baik secara fungsional maupun
bentuk yang bervariasi tergantung dari jenis fraktur dilihat dari tulang, sendi, dan otot
yang secara keseluruhan menimbulkan penurunan mobilitas. Faktor-faktor yang
mempengaruhi status fungsional paska ORIF pada fraktur ekstremitas bawah meliputi
usia, lama menjalani perawatan paska operasi, jenis fraktur, nyeri, kelelahan, motivasi,
fall-efficacy, serta dukungan keluarga (Ropyanto, Sitorus & Eryano, 2013).
1.2 Tujuan Penulisan
1.3 Manfaat Penulisan
Menurut Gustilo dan Anderson, fraktur terbuka dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu :
Derajat I : Fraktur terbuka dengan laserasi < 1 cm yang relatif bersih
Derajat II : Fraktur terbuka dengan laserasi > 1 cm, tetapi tanpa kerusakan jaringan mayor
atau avulsi
Derajat III : Fraktur terbuka dengan kerusakan yang berat, baik fraktur segmental terbuka,
fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak ekstensif, ataupun amputasi traumatik [2]
II.2.3 Indikasi
Indikasi reduksi terbuka fraktur atau disebut juga open reduction, internal
fixation (ORIF)
a. untuk memperbaiki alignment tulang sehingga memungkinkan penyembuhan
fraktur berupa union tulang dan memastikan fungsi kembali baik.
b. untuk memberi jalan agar fiksasi internal dapat dilakukan, misalnya pada keadaan
tatalaksana dengan reduksi tertutup gagal, terdapat fragmen artikuler besar yang
memerlukan perubahan posisi yang akurat, dan traksi (avulsi) fraktur dimana
fragmen terpisah.
c. Tatalaksana non-operatif gagal.
d. Fraktur tidak stabil yang tidak dapat dipertahankan di posisi reduksi.
e. Fraktur displaced intra-artikuler lebih dari 2 mm.
f. Pasien dengan riwayat fraktur yang penyembuhannya buruk dengan tatalaksana
non-bedah.
g. Fraktur avulsi besar yang mengganggu fungsi otot-tendon atau ligamen di sebuah
sendi
h. Fraktur patologis
i. Trauma multipel .
j. Fraktur terbuka yang tidak stabil, tipe II (fraktur berat dengan kontusi dan
pembengkakan jaringan lunak dalam) atau tipe III (fraktur sangat berat dengan
kerusakan jaringan lunak yang berat dan ancaman sindroma kompartemen)
k. Fraktur pada pasien yang memiliki toleransi rendah terhadap kondisi imobilisasi
pada jangka waktu yang Panjang
l. Fraktur di daerah pertumbuhan pada pasien yang memiliki risiko gangguan
pertumbuhan dan perkembangan tulang
m. Non Union atau malunion yang gagal respon terhadap tatalaksana non operatif (1.
Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi. 2. Fraktur yang tidak
stabil secara bawaan dan cenderung mengalami pergeseran kembali setelah
reduksi, selain itu juga fraktur yang cenderung ditarik terpisah oleh kerja otot.)
II.2.4 Kontra indikasi
a. Adanya infeksi aktif (lokal atau sistemik), atau osteomyelitis.
b. Jaringan lunak tidak memfasilitasi tindakan bedah dengan baik, misalnya karena kualitas
jaringan yang buruk akibat kerusakan saat trauma, atau luka bakar, pembengkakan yang
berlebih, jaringanparut operasi sebelumnya, atau infeksi yang aktif.
c. danya kondisi medis yang merupakan kontraindikasi tindakan operatif atau anestesi,
contohnya baru terkena infark miocar
II.2.5 Kompllikasi
a. Komplikasi Dini
Komplikasi dini yang mengancam nyawa terutama langsung disebabkan
oleh kejadian fraktur. Komplikasi yang mengancam nyawa yang dapat terjadi
termasuk perdarahan yang berat di pelvis atau femur, atau kontusio paru apabila
terjadi fraktur multipel iga.
Komplikasi awal yang dapat terjadi juga mencakup luka pada saraf dan
sindroma kompartemen. Saraf mudah terkena luka karena lokasi nya yang
berdekatan dengan lokasi fraktur. Contohnya, nervus medianus sering diasosiasikan
dengan fraktur radius distal. Oleh karena itu, fungsi sensorik dan motorik sebaiknya
diperiksa saat pemeriksaan awal.
Sindroma kompartemen terjadi saat ada peningkatan tekanan akibat adanya
cairan intrakompartemen. Komplikasi ini sering terjadi pada fraktur tulang panjang
seperti fraktur tibia, radius distal, daerah suprakondiler humerus dan femur. Selain
dari peningkatan tekanan akibat cairan intrakompartemen, penggunaan bidai juga
dapat menyebabkan sindrom kompartemen.
b. Komplikasi Lambat/Jangka Panjang
Komplikasi lambat atau jangka panjang yang dapat terjadi mencakup gangguan
tromboembolisme, infeksi, dan gangguan penyembuhan tulang.
II.2.6 Edukasi
Beberapa hal yang perlu disampaikan pada pasien yang dilakukan ORIF
a. Akan dilakukan insisi untuk mendapatkan akses ke tulang yang fraktur
b. Dilakukan reduksi terbuka yaitu sebuah prosedur dimana bagian-bagian tulang
diselaraskan
c. Sebuah alat fiksasi seperti plate atau screw dipasang untuk menahan tulang-tulang
menjadi satu
d. Ekstremitas kemudian diimobilisasi menggunakan cast atau splint
e. Edukasi pasien juga mencakup informasi mengenai keadaan weight bearing atau
penyangga berat yang perlu diperhatikan.
f. Fungsi dan range of motion (ROM) ekstremitas yang fraktur akan memerlukan
waktu dan latihan agar dapat berfungsi kembali seperti semula. Pasien harus diberi
edukasi bahwa kepulangan dari rumah sakit tidak berarti akhir dari pengobatan.
Pasien memerlukan latihan dan kontrol rutin dengan bagian rehabilitasi untuk
menentukan perawatan yang sesuai.
g. Pasien dapat membantu penyembuhan melalui adjunctive therapy seperti
mempertahankan nutrisi yang baik termasuk mengkonsumsi vitamin D dan
kalsium, serta untuk berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol.
II.2.7 Persiapan Pasien
a. Persiapan pasien lainnya yang perlu dilakukan serupa dengan protokol pre-operatif
standar, yaitu memeriksa adanya komorbiditas seperti pemeriksaan darah lengkap,
faktor pembekuan darah, gula darah, dan rontgen area fraktur thorax. Pasien juga
direkomendasikan untuk puasa cairan 2 jam sebelum operasi, dan puasa makanan
padat sejak 6 jam sebelum operasi.
b. Antibiotic propilaksis
c. Persiapan darah transfuse
d. Side marking
e. Pengaturan posisi pasien sesuai rencana tindakan
f. Pemasangan cateter urine bila diperlukan
g. Pencukuran dan pencucian area operasi
h. Pemasangan alat penunjang yang menempel pada tubuh
II.2.8 Posisi
Posisi tidur pasien saat dilakukan tindakan ORIF tergantung tulang yang
mengalami fraktur, lokasi dan dari arah mana operator melakukan aprouch sesuai
anatomical pasien sehingga memudahkan tindakan, ada beberapa posisi yang
digunakan diantaranya :
a. Posisi B”chair dilakukan pada orif fraktur clavicula,intra medular nailing humerus,
prosedur orif humerus dengan aprouch anterior atau lateral
b. Posisi supine pada prosedur orif extrimitas atas, tulang panggul dan extrimitas
bawah dengan aprouch anterior atau lateral
c. Posisi lateral kiri atau kana pada prosedur orif calcaneus, talus, proksimal femur
dengan aprouch lateral
d. Posisi pron untuk prosedur orif apruch posterior
II.2 persiapan ruangan
a. Standar ruangan operasi kelembaban udara 50 – 60 % , suhu ruangan 20 – 22
°C, bertekanan positif atau negative
b. Semua alat penunjang diseting berlawanan dengan area operasi
II.2. 9 Persiapan Alat
a. Unit meja operasi mobail lengkap dengan asesoris
b. Unit elektro surgical monopolar dan bipolar
c. Unit tourniquet
d. Unit table traction
e. Unit suction
f. Unit zet lapase
g. Unit doek steril
h. Unit bor
i. Unit set wire
j. Unit pemindai rontgent
k. Unit troli atau meja instrument
DAFTAR PUSTAKA
1. . American Academy of Orthopaedic Surgeons. Open Fractures.
https://orthoinfo.aaos.org/en/diseases--conditions/open-fractures
2. Berger R, Taylor B. Open Fractures. https://www.orthobullets .com/trauma/1004/open-
fractures-management
3. Cross WW, Swiontkowski MF. Treatment Principles in The Management of Open
Fractures. Indian J Orthop. 2008; 42(4): 377–386.
4. Morris BJ, Unger RZ, Archer KR, Mathis SL, Perdue AM, Obremskey WT. Risk
Factors of Infection After ORIF of Bicondylar Tibial Plateau Fractures. Journal of
Orthopaedic Trauma, 2013. 27(9): e196–e200. doi:10.1097/bot.0b013e318284704e
5.