Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN SIFILIS

A. PENGERTIAN

Sifilis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Treponema

pallidum yang bersifat kronis dan sistemik ditandai dengan lesi primer diikuti

dengan erupsi sekunder pada kulit dan selaput lendir kemudian masuk

kedalam periode laten tanpa manifestasi lesi di tubuh diikuti dengan lesi

pada kulit, lesi pada tulang, saluran pencernaan, sistem syaraf pusat dan

sistem kardiovaskuler. Infeksi ini dapat ditularkan kepada bayi di dalam

kandungan (sifilis kongenital) (Hutapea, 2010).

Sifilis adalah infeksi kronis menular yang disebabkan oleh bakteri

berbentuk spiral (spirochaeta) yaitu Treponema Pallidum.

Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan

seksual. Penyakit ini sangat kronik, bersifat sistemik dan menyerang hampir

semua alat tubuh.

(Fadlun & Achmad Feryanto, Asuhan Kebidanan Patofisiologi, 2011).

Jadi penyakit sipilis merupakan suatu penyakit disebabkan oleh

infeksi Treponema pallidum yang menyerang secara komprehensif dan

sistemik dan biasanya terjadi pada genital baik itu laki-laki maupun

perempuan diakibatkan berhubungan seks dengan berganti-ganti pasangan.

1
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Fisiologi Kulit

Kulit mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai berikut :

1. Pelindung atau proteksi

Epidermis terutama lapisan tanduk berguna untuk menutupi jaringan-

jaringan tubuh di sebelah dalam dan melindungi tubuh dari pengaruh-

pengaruh luar seperti luka dan serangan kuman. Lapisan paling luar dari

kulit ari diselubungi dengan lapisan tipis lemak, yang menjadikan kulit

tahan air. Kulit dapat menahan suhu tubuh, menahan luka-luka kecil,

mencegah zat kimia dan bakteri masuk ke dalam tubuh serta menghalau

rangsang-rangsang fisik seperti sinar ultraviolet dari matahari.

2. Penerima rangsang

Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsang sensorik yang

berhubungan

dengan sakit, suhu panas atau dingin, tekanan, rabaan, dan getaran. Kulit

sebagai alat perasa dirasakan melalui ujung-ujung saraf sensasi.

2
3. Pengatur panas atau thermoregulasi

Kulit mengatur suhu tubuh melalui dilatasi dan konstruksi pembuluh

kapiler serta melalui respirasi yang keduanya dipengaruhi saraf otonom.

Tubuh yang sehat memiliki suhu tetap kira-kira 98,6 derajat Farenheit

atau sekitar 36,50C. Ketika terjadi perubahan pada suhu luar, darah dan

kelenjar keringat kulit mengadakan penyesuaian seperlunya dalam

fungsinya masing-masing. Pengatur panas adalah salah satu fungsi kulit

sebagai organ antara tubuh dan lingkungan. Panas akan hilang dengan

penguapan keringat.

4. Pengeluaran (ekskresi)

Kulit mengeluarkan zat-zat tertentu yaitu keringat dari kelenjar-kelenjar

keringat yang dikeluarkan melalui pori-pori keringat dengan membawa

garam, yodium dan zat kimia lainnya. Air yang dikeluarkan melalui kulit

tidak saja disalurkan melalui keringat tetapi juga melalui penguapan air

transepidermis sebagai pembentukan keringat yang tidak disadari.

5. Penyimpanan.

C. ETIOLOGI

Sifilis disebabkan oleh Treponema pallidum, spiroket yang menginfeksi

membran mukosa. Lama masa inkubasi, dari waktu pajanan sampai

timbulnya syanker primer, bergantung pada jumlah organisme yang

menetap saat infeksi dan berapa lama organisme ini berleplikasi. Spiroket

membutuhkan 33 jam untuk berleplikasi, dibandingkan bakteri yang hanya

memerlukan beberapa menit untuk berreplikasi.

 Inkubasi pada tahap primer adalah 10-90 hari setelah kontak, rata-

rata 21 hari. Tanda dan gejala sembuh dengan spontan dalam 3

minggu tanpa terapi.

3
 Inkubasi pada tahap sekunder adalah 17 hari sampai 6 bulan setelah

kontak, rata-rata 2,5 bulan. Bila sifilis tidak diobati, tanda dan gejala

sembuh secara spontan dalam 2-8 minggu dengan rata-rata 4

minggu.

 Tahap laten dimulai setelah lesi sekunder hilang.

Individu dinyatakan infeksius bila muncul salah satu lesi primer atau

sekunder. Respons antibodi awal adalah IgM, dan dalam 2 minggu IgM

berubah menjadi IgG.

(Gery Morgan & Carole Hamilton, Obstetri dan Genekologi, 2009)

D. TANDA DAN GEJALA

 Rasa sakit atau nyeri pada saat kencing atau berhubungan seksual.

 Rasa nyeri pada perut bagian bawah.

 Pengeluaran lendir pada vagina/alat kelamin.

 Keputihan berwarna putih susu, bergumpal dan disertai rasa gatal dan

kemerahan pada alat kelamin atau sekitarnya.

 Keputihan yang berbusa, kehijauan, berbau busuk, dan gatal.

 Timbul bercak-bercak darah setelah berhubungan seks.

 Bintil – bintil berisi cairan, lecet atau borok pada alat kelamin.

 Demam.

 Ruam kulit, yang sering muncul sebagai luka, merah atau coklat

kemerahan, ukuran kecil, di manapun pada tubuh termasuk telapak

tangan, telapak kaki, dan punggung.

 Kelelahan dan perasaan tidak nyaman yang samar.

 Kelenjar getah bening yang bengkak.

 Sakit tenggorokan.

4
 Adanya kutil seperti luka di mulut atau daerah genital.

Tanda dan gejala menurut stadiumnya sipilis dibagi menjadi 4 yaitu:

1. Stadium I (Sifilis Primer)

Timbul suatu ulkus yang disebut ulkus durum yang mempunyai sifat

khusus, antara lain tidak nyeri (indolen), sekitar ulkus teraba keras

(indurasi), dasar ulkus bersih dan bewarna merah seperti plak, dan soliter

(biasanya hanya 1-2 ulkus). Lokasi ulkus ini pada laki-laki biasanya

terdapat pada preputium, ulkus koronarius, batang penis dan skrotum.

Pada wanita di labium mayora dan minora, klitoris dan serviks. Ulkus bisa

terdapat ekstra genital misalnya pada anus, rektum, bibir, mulut, lidah,

tonsil, jari, dan payudara (Barakbah, 2008).

2. Stadium II (Sifilis Sekunder)

Manifestasi klinis sifilis sekunder dapat berupa berbagai ruam pada kulit,

selaput lendir, dan organ tubuh. Dapat disertai demam, malaise. Juga

adanya kelainan kulit dan selaput lendir dapat diduga sifilis sekunder, bila

ternyata pemeriksaan serologis reaktif. Lesi kulit biasanya simetris, dapat

berupa makula, papul, folikulitis, papulaskuomosa, dan pustul. Jarang

dijumpai keluhan gatal. Lesi vesikobulosa dapat ditemukan pada sifilis

kongenital. Pada sifilis sekunder yang mengalami relaps, lesi sering

unilateral dan berbentuk arsiner. Pada kulit kepala dijumpai alopesia yang

disebut moth-eaten alopecia yang dimulai pada daerah oksipital (Daili,

2003).

3. Sifilis Laten

Sifilis laten merupakan stadium sifilis tanpa gejala klinis, akan tetapi

pemeriksaan serologis positif (Barakbah, 2008).

5
4. Stadium III (Sifilis Lanjut)

Kecuali gumma, lesi sifilis lanjut berupa endarteritis obliterans pada

bagian ujung arteriol dan pembuluh darah kecil yang menyebabkan

peradangan dan nekrosis (Daili, 2003). Pross gumma juga terjadi pada

laring, paru, gastrointestinal, hepar, dan testis. Pada kardiovaskuler, sifilis

III menyebabkan miokarditis, gangguan katup jantung dan aneurisma

aorta (Barakbah, 2008).

E. KOMPLIKASI

Tanpa pengobatan, sifilis dapat membawa kerusakan pada seluruh tubuh.

Sifilis juga meningkatkan resiko infeksi HIV, dan bagi wanita, dapat

menyebabkan gangguan selama hamil. Pengobatan dapat membantu

mencegah kerusakan di masa mendatang tapi tidak dapat memperbaiki

kerusakan yang telah terjadi.

 Benjolan kecil atau tumor

Disebut gummas, benjolan-benjolan ini dapat berkembang dari kulit,

tulang, hepar, atau organ lainnya pada sifilis tahap laten. Jika pada

tahap ini dilakukan pengobatan, gummas biasanya akan hilang.

 Masalah Neurologi

Pada stadium laten, sifilis dapat menyebabkan beberapa masalah

pada nervous sistem, seperti:

 Stroke

 Infeksi dan inflamasi membran dan cairan di sekitar otak dan spinal

cord (meningitis)

 Koordinasi otot yang buruk

 Numbness (mati rasa)

 Paralysis

6
 Deafness or visual problems

 Personality changes

 Dementia

 Masalah kardiovaskular

Ini semua dapat meliputi bulging (aneurysm) dan  inflamasi aorta, arteri

mayor, dan pembuluh darah lainnya. Sifilis juga dapat menyebabkan

valvular heart desease, seperti aortic valve stenonis.   

 Infeksi HIV

Orang dewasa dengan penyakit menular seksual sifilis atau borok

genital lainnya mempunyai perkiraan dua sampai lima kali lipat

peningkatan resiko mengidap HIV. Lesi sifilis dapat dengan mudah

perdarahan, ini menyediakan jalan yang sangat mudah untuk

masuknya HIV ke aliran darah selama aktivitas seksual.

 Komplikasi kehamilan dan bayi baru lahir

Sekitar 40% bayi yang mengidap sifilis dari ibunya akan mati, salah

satunya melalui keguguran, atau dapat hidup namun dengan umur

beberapa hari saja. Resiko untuk lahir premature juga menjadi lebih

tinggi.

Pada stadium primer komplikasi  diatas belum terjadi. Manifestasi di

atas dapat muncul pada sifilis dengan stadium tersier dan kongenital

karena infeksi Treponema mencapai sistem saraf pusat (SSP),

sehingga apabila sudah mengenai SSP maka akan mengganggu

semua sistem tubuh  sehingga akan terjadi penurunan daya imun yang

memudahkan masuknya infeksi lainnya, pada organ ginjal akan

menyebabkan gangguan sistem perkemihan dan akan mengganggu

sistem organ lainnya.

7
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1) Rapid plasma reagin (RPR)

 Uji RPR bukan merupakan uji titer, RPR tidak menunjukkan

kadar antibodi.

 Sekali positif, RPR tetap positif seumur hidup.

 Uji ini lebih sensitif dari pada VDRL dalam mendeteksi infeksi

aktif selama fase awal.

 Positif-palsu bisa terjadi akibat virus, vaksinasi, imunisasi, dan

beberapa penyakit, seperti malaria dan frambusia.

 Uji positif harus dipertimbangkan sebagai dugaan adanya

sifilis, sampai uji kedua, uji yang berbeda dilakukan

2) VDRL

 Sekali positif, VDRL tetap positif seumur hidup.

 Positif-palsu dapat terjadi akibat virus, vaksinasi, imunisasi,

dan beberapa penyakit, seperti malaria dan frambusia.

 Uji positif harus dipertimbangkan sebagai dugaan adanya

sifilis, sampai uji kedua, lakukan uji yang berbeda.

 Hasil positif-palsu biasanya kurang dari 1:8

 Uji VDRL dinyatakan sebagai titer, tidak seperti uji RPR.

 Kadar VDRL rendah menunjukkan infeksi efektif, kadar VDRL

tinggi menunjukkan infeksi aktif.

 Sekali klien pernah mengidap sifilis, seluruh uji darah akan

positif. VDRL merupakan uji yang sangat bermanfaat untuk

tindak lanjut atau diagnosis ulang.

8
3) Antibodi treponema fluoresens (fluorescent treponema antibody,

FTA)

 Uji FTA langsung pada eksudat lesi atau jaringan memberikan

bukti spesifik untuk mendiagnosis sifilis, karena uji ini

mengidentifikasi organisme Treponema.

 Sekali positif, hasil uji akan tetap positif dalam waktu yang

lama, mungkin seumur hidup.

4) Pemeriksaan mikroskopis lapang gelap (dark-field):

Pemeriksaan serum pada lesi dengan menggunakan mikroskop

lapang-gelap merupakan metode defenitif untuk mendiagnosis

sifilis tahap awal, dan juga mengidentifikasi organisme

Treponema.

5) Serologi Tes sifilis (STS)

STS penting untuk diagnosis dan pengamatan hasil pengobatan.

Prinsip pemeriksaan STS - mendeteksi bermacam antibodi yang

berlainan akibat infeksi T. pallidum.

(Gery Morgan & Carole Hamilton, Obstetri dan Genekologi, 2009)

G. PENATALAKSANAAN

1. MEDIKAMENTOSA

a) Programkan VDRL atau RPR untuk semua klien saat

kunjungan awal pranatal.

1) Bila uji RPR positif, klien mungkin mengidap atau mungkin

tidak mengidap sifilis.

9
a. Programkan uji FTA bila tidak terdapat riwayat sifilis

sebelumnya.

 Bila uji FTA negatif dan tidak ada tanda atau gejal

klinis, klien dianggap bebas sifilis.

 Bila FTA positif, lakukan uji VDRL. Klien mungkin

memerlukan rangkaian VDRL untuk melacak titer.

Juga dapatkan kultur spesifik untuk gonore dan

klamidia.

b. Tanyakan pada klien mengenai kemungkinan pajanan,

riwayat, atau adanya tanda dan gejala.

 Yakinkan klien bahwa RPR positif belum tentu

menunjukkan sifilis. Untuk menyingkirkan hasil RPR

positif-palsu, tunggu hasil FTA atau VDRL.

 Bila faktor tersebut muncul, anjurkan klien datang

untuk pemeriksaan fisik dan untuk melihat adanya

tanda lesi primer dan sekunder.

b) Tegakkan diagnosis sifilis yang akurat

1) Indikator bahwa klien mungkin mengidap sifilis

a. Tanda dan gejala sifilis

b. Diagnosis gonore, klamida, atau keduanya.

c. Klien menunjukkan kekhawatiran bahwa klien mungkin

mengidap infeksi menular seksual (IMS)

c) Obati klien sesuai langkah-langkah berikut :

1) Berikan penicilin yang merupakan satu-satunya terapi untuk

sifilis selama kehamilan karena obat ini melewati sawar

plasenta.

10
a. Untuk klien yang mengalami sifilis awal-primer, sekunder,

atau laten, lamanya kurang dari satu tahun, obati klien

sebagai berikut :

 Pastikan klien pernah tercatat nonreaktif RPR atau

VDRL dalam tahun-tahun terakhir. Bila tidak, obati

klien seperti pengidap sifilis, selama lebih dari 1 tahun

 Berikan 2,4 MU penisilin G benzatin per IM dalam

dosis tunggal sesuai pengobatan standar.

b. Untuk sifilis yang berlangsung lebih dari 1 tahun, berikan

2,4 MU penisilin G benzatin, IM, dalam tiga dosis, berikan

dengan interval 1 minggu.

2) Obati klien yang memiliki riwayat alergi penisilin sebagai

berikut :

a. Hamil ; rujuk klien untuk uji kulit (skin test) terhadap alergi

penisilin dan konsultasikan dengan spesialis saat

hospitalisasi, desensitisasi, dan pengobatan dengan

regimen penisilin yang tepat untuk tahap sifilis yang

dialami klien.

b. Tidak hamil

 Pada sifilis awal, berikan 100 mg doksisiklin per oral 2

kali/hari selama 2 minggu atau 500 mg tetrasiklin per

oral 4 kali/hari selama 2 minggu.

 Pada sifilis akhir atau sifilis yang lamanya tidak

diketahui, berikan 100 mg doksisiklin per oral,

2kali/hari selama 4 minggu atau 500 mg tetrasiklin per

oral, 4 kali/hari selam 4 minggu.

11
3) Ulangi tindak lanjut VDRL tiap bulan saat hamil dan sedikitnya

3-12 bulan setelah pengobatan. Klien yang mengidap sifilis

lebih dari 1 tahun harus menjalani uji VDRL ulang yang

dilakukan saat 24 bulan setelah pengobatan.

4) Jangan mengobati ulang klien yang tercatat mendapatkan

terapi yang adekuat yang memiliki VDRL positif, kecuali titer

meningkat empat kali dari 1:4 menjadi 1:6 atau dari 1:8

menjadi 1:32.

5) Jelaskan kepada klien mengenai diagnosis klien, bagaimana

penyakit tersebut didapat, dan perlunya menyelesaikan terapi

serta tindak lanjut.

6) Informasikan departemen kesehatan untuk tindak lanjut

epidemiologi; departemen kesehatan akan melakukan segala

upaya untuk menghubungi pasangan seksual klien dan

mengonfirmasi terapi pasangan seksual klien.

d) Pertimbangkan rekomendasi CDC untuk penatalaksanaan

pasangan seksual.

1) Individu yang pernah kontak seksual dengan klien sifilis pada

tiap fase harus diperiksa secara klinis dan secara serologi.

2) Bila kontak terjadi dalam 90 hari terakhir, pasangan mungkin

terinfeksi, meskipun hasil uji seronegatif; obati pasangan

berdasarkan bukti yang jelas.

3) Beritahukan praktisi perawat neonatus atau dokter spesialis

anak, juga ruang bersalin, mengenai masalah saat pelahiran.

2. NON MEDIKAMENTOSA

12
Memberikan pendidikan kepada klien dengan menjelaskan hal-hal

sebagai berikut :

1) Bahaya PKTS dan Komplikasinya

2) Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan.

3) Cara penularan PKTS dan perlunya pengobatan untuk

pasangan seks tetapnya.

4) Hindari hubungan seksual sebelum sembuh, dan memakai

kondom jika tak dapat menghindarkan lagi.

5) Cara-cara menghindari infeksi PKTS di masa datang.

(Gery Morgan & Carole Hamilton, Obstetri dan Genekologi,

2009)

H. ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Anamnesa

1) Identitas : Sifilis bisa menyerang pada semua usia dan jenis

kelamin.

2) Keluhan Utama : Biasanya klien mengeluh demam, anoreksia,

dan terdapat lesi pada kulit.

3) Riwayat Penyakit Sekarang : Demam, anoreksia, nyeri dan

terdapat lesi pada kulit.

4) Riwayat Penyakit Dahulu : Adanya riwayat penyakit menular

sexsual (PMS) yang merupakan jalan masuk virus Treponema

Pallidum.

13
5) Riwayat Penyakit keluarga : Adanya riwayat penyakit sifilis pada

anggota keluarga lainnya sangat menentukan.

6) ADL :

 Nutrisi

 Gejala : Anoreksia, nausea

 Tanda : Vomiting

 Aktivitas/istirahat

 Gejala : Kelelahan terus-menerus, kaku kuduk, malaise.

 Tanda : Kelemahan, perubahan tanda- tanda vital.

 Eliminasi

 Gejala : Penurunan berkemih, nyeri pada saat kencing,

kencing keluar Nanah.

 Tanda : Kencing bercampur nanah,nyeri pada saat kencing.

 Hygine

 Gejala : Kurang kebersihan genital

1) Kepala dan Leher

Kepala : Biasanya terdapat nyeri kepala

Mata : Pada sifilis kongenital terdapat kelainan pada mata

(keratitis inter stisial).

Hidung: Pada stadium III dapat merusak tulang rawan pada

hidung dan palatum.

Telinga : Pada sifilis kengenital dapat menyebabkan ketulian.

Mulut : Pada sifilis kongenital, gigi hutchinson (incisivus I atas

kanan dan kiri bentuknya seperti obeng).

Leher : Pada stadium II biasanya terdapat nyeri leher.

b. Pemeriksaan Penunjang

14
Untuk menentukan diagnosis sifilis maka dilakukan pemeriksaan

klinik, serologi atau pemeriksaan dengan mengunakan mikroskop

lapangan gelap (darkfield microscope). Pada kasus tidak bergejala

diagnosis didasarkan pada uji serologis treponema dan non

protonema. TSS dibagi dua, yakini nontreponemal (nonspesifik) dan

treponemal (spesifik). Uji non protonema seperti Venereal Disease

Research Laboratory ( VDRL ). Untuk mengetahui antibodi dalam

tubuh terhadap masuknya Treponema pallidum. Hasil uji kuantitatif uji

VDRL cenderung berkorelasi dengan aktifitas penyakit sehingga

amat membantu dalam skrining, titer naik bila penyakit aktif (gagal

pengobatan atau terinfeksi) dan turun bila pengobatan cukup.

Kelainan sifilis primer yaitu chancre harus dibedakan dari berbagai

penyakit yang ditularkan melalui hubungan kelamin yaitu chancroid,

granuloma inguinale, limfogranuloma  venerium, verrucae acuminata,

skabies, dan keganasan ( kanker ).

(Kapita Selekta Kedokteran, Arif Mansjoer,dkk, 2000)

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a) Gangguan rasa nyaman nyeri b.d ulkus genitalia

DS : Klien mengeluh nyeri pada daerah genital, mukosa mulut,

leher dan mamae.

DO : Ekspresi tidak berseri, tanda-tanda vital meningkat di atas

normal, laboratorium: VDRL positif, ada ulkus pada : genital,

bibir, mukosa mulut, leher, mamae.

b) Kerusakan integritas kulit b.d substansi kimia (T. pallidum)

DS : Klien mengeluh adanya lesi pada tubuh

15
DO : Adanya luka/lesi pada kulit klien, turgor kulit jelek, kerusakan

jaringan kulit.

c) Resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d

ulkus mukosa oral

DS : Klien mengatakan kesulitan makan atau tidak dapat makan

dengan baik

DO : Adanya ulkus pada mukosa oral

d) Hipertermi b.d proses infeksi

DS : Klien mengeluh seluruh tubuh terasa panas

DO : Klien menggigil, suhu tubuh 40˚C, malaise

e) Perubahan pola seksual b.d ulkus genitalia

DS : Mengeluh tidak dapat melakukan hubungan seksual dengan

pasangan karena adanya nyeri pada genital.

DO : Adanya ulkus pada genitalia

f) Gangguan eliminasi urine b.d nyeri inflamasi

DS : Klien mengeluh nyeri saat berkemih

DO Disuria, kencing bercampur nanah

g) Gangguan gambaran/citra diri b.d penampakan kulit yang tidak baik.

DS : Mengatakan malu pada kondisi kulit tubuhnya.

DO : Ada lesi dan ulkus pada : kulit tubuh, kepala, bibir, mukosa

mulut, leher dan mamae.

h) Ansietas b.d proses penyakit

DS : Klien mengeluh kwatir dengan kondisi kesehatannya

DO : Klien tampak cemas, gelisah

i) Resiko perarahan b.d ulkus kronis

DS :-

DO :-

16
j) Resiko penurunan curah jantung b.d insufisiensi aorta

DS :-

DO :-

k) Intoleransi aktivitas b.d kerusakan jaringan otot dan tulang

DS : Klien mengeluh nyeri punggung saat beraktivitas

DO : Parathesia, pemeriksaan sumsum tulang beakang

menunjukkan kenaikan sel, protein total, dan tes serologi

reaktif.

3. PERENCANAAN KEPERAWATAN

a) Gangguan rasa nyaman nyeri b.d ulkus genitalia

Goal : Klien menunjukkan nyeri berkurang selama dalam

perawatan

Objective : Klien terbebas dari adanya lesi pada jaringan selama

dalam perawatan

Outcomes : Dalam jangka waktu 1 x 24 jam ;

 Nyeri klien berkurang

 Ekspresi wajah klien tidak kesakitan

 Keluhan klien berkurang

 Skala nyeri 0-1

 Tanda-tanda vital dalam batas normal (RR 12-20

x/menit, nadi 60-90 x/menit, tekanan darah : sistolik

100-120 mmHg, diastolic 60-90 mmHg), laboratorium:

VDRL negatif.

Intervensi :

17
 Ajarkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi, distraksi atau

terapi dalam mengurangi nyeri

R/ untuk mengurangi nyeri, menimbulkan kemandirian dan

membantu klien mengalihkan pada nyeri.

 Kaji jenis dan tingkat nyeri klien

R/ membantu dan memenuhi kebutuhan klien dalam mengurangi

nyeri

 Minta klien untuk menggunakan sebuah skala 1 sampai 10 untuk

menjelaskan tingkat nyerinya

R/ untuk memfasilitasi pengkajian yang akurat tentang tingkat

nyeri klien.

 Berikan analgesic (seperti asam mefenamat 3x500 mg) dan

antibiotic (seperti eritromisin 4x500 mg) sesuai indikasi.

R/ Asam mefenamat untuk mengontrol nyeri, eritromisin untuk

membunuh kuman.

 Observasi tanda-tanda vital klien

R/ peningkatan nadi, tekanan darah, pernapasan merupakan

indicator nyeri.

b) Hipertermi b.d proses infeksi

Goal : Klien menunjukkan suhu tubuh normal selama dalam

perawatan

Objective : Klien terbebas dari proses infeksi selama dalam

perawatan

Outcomes : Dalam jangka waktu 1 x 24 jam klien ;

 Suhu 36–37 °C

 Tidak menggigil

18
 Dapat istirahat dengan tenang

 Tidak lemas

Intervensi :

 Turunkan panas yang berlebihan dengan melepas selimut dan

pasang kain sebatas pinggang, kompres dingin pada aksila,

lipatan paha.

R/ meningkatkan kenyamanan dan menurunkan temperature.

 Berikan antipiretik, sesuai anjuran

R/ untuk menurunkan demam

 Ukur suhu tubuh klien selama 4 jam

R/ untuk meyakinkan perbandingan data yang akurat

c) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d ulkus

mukosa oral

Goal : klien tidak akan mengalami ketidakseimbangan nutrisi :

kurang dari kebutuhan tubuh selama dalam perawatan

Objective : klien akan terbebas dari ulkus mukosa oral selama dalam

perawatan

Intervensi :

 Beri makanan lunak/cair sesuai kondisi klien.

R/ Meningkatkan status nutrisi yang adekuat.

 Berikan makanan tambahan diantara jam makan.

R/ Meningkatkan status nutrisi yang adekuat.

 Timbang BB dua kali sehari.

R/ Indikator status nutrisi.

 Ciptakan lingkungan yang menyenangkan menjelang jam makan.

R/ Menambah selera/nafsu makan.

19
 Kolaborasi pemberian roborantia.

R/ Menambah selera/nafsu makan.

d) Gangguan eliminasi urine b.d nyeri inflamasi

Goal : Klien tidak akan mengalami gangguan eliminasi urine

selama dalam perawatan

Objective : Klien tidak akan mengalami nyeri inflamasi selama dalam

perawatan

Outcomes : Dalam jangka waktu 2 x 24 jam, klien;

 Nyeri saat berkemih berkurang

 Kencing tidak bercampur nanah

Intervensi :

 Ajarkan kepada klien dan anggota keluarga atau pasangan

tentang teknik berkemih di rumah.

R/ untuk meningkatkan kemampuan klien dan anggota keluarga

untuk mempertahankan tingkat kesehatan dan kenyamanan.

 Bantu klien dalam melakukan prosedur eliminasi kandung kemih

yang diprogramkan seperti bladder training dan pemasangan

kateter.

R/ untuk membantu mengeluarkan urine dan mengurangi nyeri

saat berkemih.

 Berikan obat nyeri sesuai yang diprogramkan

R/ untuk meredakan nyeri dan menurunkan ketegangan akibat

ansietas

 Pantau pola berkemih klien; asupan dan haluaran

20
R/ pengukuran asupan dan haluaran yang akurat sangat penting

untuk pemberian terapi penggantian cairan yang benar.

e) Kerusakan integritas kulit b.d. substansi kimia (T. pallidum)

Goal : Klien memiliki integritas kulit yang baik selama dalam

perawatan

Objective : Klien terbebas dari substansi kimia (T. Pallidum) selama

dalam perawatan

Outcomes :

 Integritas kulit yang baik bias dipertahankan (sensasi,

elastic, temperature, hidrasi, pigmentasi).

 Tidak ada luka/lesi pada kulit

 Perfusi jaringan baik

 Menunjukkan adanya perbaikan kulit dan mencegah

terjadinya cidera berulang.

 Mampu melindungi kulit dan mempertahankan

kelembaban kulit dan perawatan alami.

Intervensi :

 Anjurkan klien menggunakan baju katun dan hindari baju ketat.

R/ Menurunkan iritasi

 Inspeksi kulit klien, dokumentasikan kondisi kulit dan laporkan

perubahannya

R/ untuk menunjukkan keefektifan program perawatan kulit.

 Laksanakan program regimen penanganan untuk kulit yang rusak

dan pantau kemajuannya.

R/ untuk mempertahankan atau memodifikasiterapi saat ini.

21
 Bantu klien dalam melakukan tindakan higine dan kenyamanan

R/ untuk meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan

 Gunakan bantalan penyangga

R/ untuk melindungi lesi klien dari seprei

 Berikan pengobatan nyeri sesuai program dan pantau

keefektifannya

R/ untuk mengurangi nyeri dan mempertahankan kesehatannya.

 Pantau klien dan anggota keluarga dalam penatalaksaaan

perawatan kulit

R/ untuk mendorong kepatuhan

f) Ansietas b.d proses penyakit

Goal : Klien tidak akan mengalami ansietas selama dalam

perawatan

Objective : Klien akan memahami proses penyakit yang dialaminya

Outcomes : Dalam jangka waktu 1 x 24 jam klien ;

 Kecemasan, gelisah berkurang atau hilang

 Memiliki pengetahuan yang luas mengenai proses

penyakit SIFILIS

Intervensi :

 Berikan penjelasan yang benar tentang penyakit dan semua

tindakannya

R/ untuk menghindari terlalu banyaknya informasi

 Ajarkan kepada klien teknik relaksasi untuk dilakukan setiap 4 jam

R/ untuk memperbaiki keseimbangan fisik dan psikologis

22
 Dorong klien untuk mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam

aktivitas yang ia rasa menyenangkan

R/ untuk membagun rasa control.

 Bila memungkinkan, libatkan klien dan keluarga dalam mengambil

keputusan tentang perawatan

R/ untuk membagun kepercayaan diri klien dan menumbuhkan

rasa percaya diri.

 Observasi tingkat kecemasan klien

R/ membantu mengetahui keadaan klien dan berguna untuk

intervensi selanjutnya.

g) Ketidakefektifan pola seksualitas b.d ulkus genitalia

Goal : Klien akan meningkatkan pola seksual yang adekuat

selama dalam perawatan.

Objective : Klien akan terbebas dari ulkus genitalia selama dalam

perawatan

Outcomes : Dalam jangka waktu 1x24 jam , klien;

 Mampu menciptakan metode alternative pemenuhan

kebutuhan seksual

 Memahami hubungan kondisi fisik terhadap masalah

seksual

 Ulkus genitalia berkurang atau hilang.

Intervensi :

 Jelaskan anatomi dan fisiologi fungsi seksual klien dan orang

terdekat dalam hubungannya dengan situasi.

23
R/ Membantu memahami mekanisme gangguan dan menggali

metode kepuasaan pilihan.

 Sediakan waktu khusus untuk berbicaradengan klien tanpa

terganggu

R/ untuk menunjukkan kenyamanan terhadap isu-isu seksual dan

meyakinkan klien keluhannya dapat diterima untuk didiskusikan

 Lakukan pendekatan kepada klien dengan cara menerima klien

tanpa menghakimi

R/ untuk mendorong klien mendiskusikan perasaan tentang

perubahan identitas dan perilaku seksual yang dirasakan.

 Berikan waktu untuk privacy

R/ untuk menunjukkan respect dan member kesempatan klien

untuk mengontrolwaktu berinteraksi dengan orang lain.

 Dorong interaksi social dan komunikasi antara klien dan suami/istri

atau pasangan

R/ untuk berbagi keluhan dan memperkuat hubungan.

h) Gangguan gambaran/citra diri b.d penampakan kulit yang tidak baik.

Goal : Klien tidak akan mengalami gangguan citra diri selama

dalam perawatan

Objective : Klien terbebas dari kulit tubuh yang tidak baik selama

dalam perawatan.

Outcomes: Dalam jangka waktu 1x24 jam, klien;

 Akan berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri

 Mengatakan tidak malu dengan lesi/ulkus yang ada

pada tubuh.

Intervensi :

24
 Bina hubungan saling percaya.

R/ Klien mengungkapkan perasaanya hanya kepada orang yang

dipercaya.

 Berikan kesempatan klien mengungkapkan perasaannya dan

dengarkan dengan penuh perhatian serta tidak menghakimi.

R/ Klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.

 Jelaskan penyebab dan proses penampakan kulit yang tidak baik

secara singkat, jelas dan jujur.

R/ Pengetahuan yang bertambah akan meningkatkan penerimaan

diri.

 Anjurkan klien untuk tidak menggaruk kulit.

R/ Mencegah terjadinya injuri.

 Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri.

R/ Pendekatan dan sasaran yang positif tentang teknik-teknik

kosmetik seringkali membantu dalam meningkatkan penerimaan

diri dan sosialisasi.

 Pantau warna kulit, kelenturan dan kelembaban kulit.

R/ Sebagai data dasar untuk mendeteksi perubahan.

 Pantau adanya gangguan citra diri klien.

R/ Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit atau

keadaan yang tampak nyata bagi klien, kesan seseorang terhadap

dirinya akan berpengaruh pada konsep diri.

i) Intoleransi aktivitas b.d kerusakan jaringan otot dan tulang

Goal : klien tidak akan mengalami intoleransi aktivitas selama

dalam perawatan

25
Objective : klien akan terhindar dari kerusakan jaringan otot dan

tulang selama dalam perawatan

Outcomes :

 Klien tidak malaise

 Nyeri punggung hilang atau berkurang

 Klien dapat beraktivitas sendiri tanpa bantuan

 Tes serologi cairan tulang belakang Negative (-)

Intervensi :

 Ajarkan kepada klien, keluarga dan pasangannya metode

memaksimalkan partisipasi klien dalam perawatan diri

R/ pemberi asuhan yang diberi informasi dapat mendororng klien

untuk menjadi lebih mandiri.

 Jelaskan alasan mempertahankan atau meningkatkan aktivitas.

Diskusikan factor-faktor yang dapat meningkatkan resiko terhadap

intoleransi aktivitas.

R/ pendidikan dapat membantu klien dalam menghindari

intoleransi aktivitas.

 Bantu klien dalam melakukan aktivitas perawatan diri. Tingkatkan

partisipasi klien dalam perawatan diri sesuai toleransi.

R/ untuk menumbuhkan kemandirian dan meningkatkan mobilitas

 Pantau TTV

R/ untuk mengetahui keadaan umum klien.

j) Resiko perdarahan b.d ulkus kronis

Goal : Klien tidak akan mengalami resiko perdarahn selama

dalam perawatan

26
Objective : Klien akan terbebas dari ulkus kronis selama dalam

perawatan

k) Resiko penurunan curah jantung b.d insufisiensi aorta

Goal : klien tidak akan mengalami resiko penurunan curah

jantung selama dalam perawatan

Objective : klien tidak akan mengalami insufisiensi aorta selama

dalam perawatan

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Tindakan keperawatan dilakukan dengan mengacu pada rencana

tindakan yang telah ditetapkan/dibuat.

5. EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah

keperawatan telah teratasi, tidak teratasi, atau teratasi sebagian dengan

mengacu pada criteria hasil.

27

Anda mungkin juga menyukai