Anda di halaman 1dari 23

Imunoserologi II Penyakit Sifilis |1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema
pallidum , yang merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik . selama
perjalanan penyalit ini dapat menyerang seluruh organ tubuh. Angka sifilis
di Amerika Serikat pada tahun 1999 merupakan rekor angka terendah yaitu
2, 3 kasus per 100. 000 orang dan centers for disease control and
prevention (COC) telah menciptakan national paln for syphilis elimination.
Factor resiko yang berkaitan dengan sifilis antara lain adalah
penyalahgunaan zat , terutama crack cocaine:pelacuran , tidak adanya
perawatan antenatal prenatal , usia muda status social ekonomi lemah dan
banyak pasangan seksual.
B.
1.
2.
3.
4.

Tujuan
Agar mahasiswa mengetahui seberapa besar bahaya dari penyakit sifilis
Agar mahasiswa mengetahui ciri ciri penyakit sifilis
Agar mahasiswa mengetahui cara mendiagnosa penyakit sifilis
Agar mahasiswa mengetahui bagaimana cara penularan dan pencegahan
penyakit sifilis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Sifilis
Sifilis atau yang disebut dengan Raja Singa, adalah penyakit
menular seksual yang disebabkan oleh sejenis bakteri yang berbentuk

Imunoserologi II Penyakit Sifilis |2

spiral atau spirochete yang dikenal dengan Treponema pallidum, yang


merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik. Selama perjalanan
penyalit ini dapat menyerang seluruh organ tubuh. Penyakit yang telah
lama dikenal akibat berhubungan seks bebas dan berganti-ganti pasangan.
Bakteri ini berbentuk spiral, merupakan bakteri yang motil atau bakteri
yang dapat bergerak, yang umumnya menginfeksi melalui kontak seksual
langsung, bakteri ini masuk ke dalam tubuh inang melalui celah di antara
sel epitel. Bakteri yang berasal dari famili Spirochaetaceae ini, memiliki
ukuran sangat kecil dan dapat hidup hampir di seluruh bagian tubuh.
Spirochaeta penyebab sifilis ini dapat ditularkan dari satu orang ke orang
lain melalui hubungan genito genital (kelamin kelamin) maupun oro
genital (seks oral). Infeksi ini juga dapat ditularkan oleh seorang ibu
kepada bayinya selama masa kehamilan.
Spirochaeta memperoleh akses melalui kontak langsung dari lesi
bawah terinfeksi dengan setiap kerusakan walaupun mikroskopik, di kulit,
atau mukosa pejamu. Sifilis dapat disembuhkan pada tahap tahap infeksi,
tetapi bila dibiarkan, penyakit ini dapat menjadi sistemik dan kronik.
Pada tahun 1905, penyebab sifilis ditemukan oleh Schauddin dan
Hoffman yaitu Treponema pallidum, yang berordo Spirochaetales, familia
Sprirochaetaceae, dan genus Treponema. Bakteri ini merupakan basil gram
negatif yang panjang, tipis, bergulung secara heliks, berbentuk spiral, atau
seperti pembuka tutup botol, panjangnya antara 6 15 m, lebar 0,15 m,
terdiri atas delapan sampai dua puluh empat lekukan. Membiak secara
pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi selama tiga puluh jam.

Imunoserologi II Penyakit Sifilis |3

Pembentukkan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar tubuh.


Di luar tubuh, kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk
tranfusi dapat hidup selama tujuh puluh dua jam.
B. Penularan dan Perjalanan Penyakit
Penyebab sifilis adalah treponema pallidium, yang ditularkan
ketika hubungan seksual dengan cara kontak langsung dari luka yang
mengandung treponema. Treponema dapat melewati selaput lendir yang
normal atau luka pada kulit. 10-90 hari sesudah treponema memasuki
tubuh, terjadilah luka pada kulit primer (chancre atau ulkus durum).
Chancre ini kelihatan selama 1-5 minggu dan kemudian sembuh secara
spontan.
Tes serologik untuk sifilis biasanya nonreaktif pada waktu mulai
timbulnya chancre, tetapi kemudian menjadi reaktif sesudah 1-4 minggu.
2-6 minggu sesudah tampak luka primer, maka dengan penyebaran
treponema pallidium diseluruh badan melalui jalan darah, timbulah erupsi
kulit sebagai gejala sifilis sekunder.
Erupsi pada kulit dapat terjadi spontandalam waktu 2-6 minggu.
Pada daerah anogenital ditemukan kondilomata lata. Tes serologik hampir
seluruh positif selama fase sekunder ini, sesudah fase sekunder, dapat
terjadi sifilis laten yang dapat berlangsung seumur hidup, atau dapat
menjadi sifilis tersier. Pada sepertiga kasus yang tidak diobati, tampak
manifestasi yang nyata dari sifilis tersier.

Imunoserologi II Penyakit Sifilis |4

C. Gejala Penyakit Sifilis


Sifilis bisa ditularkan dari orang yang mengidap penyakit ini.
Penderita sifilis bisa dideteksi dari luka yang diakibatkan pada alat
kelamin eksternal, vagina, anus, atau di dalam rektum. Luka ini juga bisa
muncul pada bibir dan mulut. Makanya sangat beresiko berhubungan seks
dengan orang yang mengidap penyakit ini. Tidak hanya dengan seks
vaginal, anal, tapi juga dengan oral.
Seseorang yang terinfeksi dengan sifilis tak terlihat ada gejala
dalam beberapa tahun. Tetapi luka yang disebabkan oleh penyakit ini bisa
sembuh dengan pengobatan. Karena alasan ini, orang yang terinfeksi
penyakit ini harus segera disembuhkan agar tidak sengaja menyebarkan ke
orang lain.

D. Tahap-Tahap Terkena Penyakit Sifilis


1. Tahap Pertama
Tahap sifilis paling sering dimulai dengan munculnya sakit disebut
chancre (kadang-kadang ada beberapa luka). Luka akan menjadi kecil,
keras, melingkar, dan tanpa rasa sakit. Namun ketika mencapai tingkat
parah maka akan terasa sakit saat kencing. Tanpa pengobatan selama 3
sampai 6 minggu dan tidak ditangani dengan baik, maka infeksi bergerak
ke tahap kedua.
2. Tahap Kedua
Tahap ini dimulai dengan sederhana ruam pada telapak tangan dan
telapak kaki. Biasanya, bintil-bintil coklat kemerahan ini tidak ada gatal
dan hanya terlihat kasar. Ruam lainnya juga dapat muncul di bagian tubuh

Imunoserologi II Penyakit Sifilis |5

lainnya. Ini biasanya terjadi dan tanpa disadari bahwa gejala tersebut
adalah sifilis. Setelah tahap kedua, maka gejala lain akhirnya muncul
dalam tahap ini yang terkadang juga diasumsikan gejalan penyakit lain,
seperti flu atau akibat stres. Gejala ini bisa berupa, kelelahan, nyeri otot,
demam, sakit tenggorokan, sakit kepala, pembengkakakn kelenjar getah
bening, dan rambut rontok.
3. Tahap Ketiga
Tahap ini dimulai ketika gejala tahap satu dan dua sudah
menghilang. Infeksi yang tersimpan dalam tubuh tidak menunjukkan
gejala penyakit. Tahap ini dapat berlangsung selama bertahun-tahun.
Sekitar 15 persen dari mereka yang tidak diobati akan mengembangkan
tahap akhir dari sifilis. Kerusakan pada otak, jantung, mata, hati, tulang,
dan sendi dapat terjadi. Kerusakan ini mungkin cukup serius untuk
menyebabkan kematian.
4. Gejala Tahap Akhir Sifilis
Meliputi kesulitan menggerakkan otot, mati rasa, lumpuh, atau
kebutaan. Karenanya, langkah yang tepat untuk dilakukan adalah
memeriksakan diri ke dokter. Apalagi jika Anda curgia dengan
munculnyanya ruam di daerah genital.
E. Stadium Sifilis
Penyakit sifilis memiliki beberapa stadium yaitu primer, sekunder,
laten dan tersier. Tiap stadium perkembangan memiliki gejala penyakit
yang berbeda beda dan menyerang organ tubuh.
1. Sifilis Primer

Imunoserologi II Penyakit Sifilis |6

Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat masuknya


Treponema pallidum. Terjadi afek primer berupa penonjolan penonjolan
kecil yang erosif, berukuran 1-2 cm, berbentuk bulat, dasarnya bersih,
merah, kulit disekitarnya tampak meradang, dan bila diraba ada
pengerasan.Luka tersebut pada alat genital biasanya terdapat vulva dan
terutama pada labia, tetapi bisa juga pada serviks. Luka primer kadangkadang terjadi pada selaput lendir atau kulit ditempat lain (hidung, dada,
perineum, dan lain-lain), dan pemeriksaan medan gelap (dark-field) perlu
dilakukan usaha untuk menemukan treponema pallidium disemua luka
yang dicurigai. Tes serologik harus dibuat setiap minggu selama enam
minggu.
2. Sifilis Sekunder
Pada umumnya bila gejala sifilis stadium II muncul stadium I
sudah sembuh. Waktu antara sifilis I dan II umumnya antara 6-8 minggu.
Kadang kadang terjadi masa transisi, yakni sifilis I masih ada saat timbul
gejala stadium II.
Sifat yang khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal. Gejala
konstitusi seperti nyeri kepala, demam, demam, anoreksia, nyeri pada
tulang, dan leher biasanya mendahului, kadang kadang bersamaan
dengan kelainan pada kulit. Kelainan kulit yang timbul berupa bercak
bercak atau tonjolan tonjolan kecil. Sifilis stadium II seringkali disebut
sebagai The Greatest Immitator of All Skin Diseases karena bentuk
klinisnya menyerupai banyak sekali kelainan kulit lain. Selain pada kulit,
stadium ini juga dapat mengenai selaput lendir dan kelenjar getah bening
di seluruh tubuh. Gejala yang penting untuk membedakannya dengan

Imunoserologi II Penyakit Sifilis |7

penyakit kulit yang lain ialah kelainan kulit pada S II umumnya tidak
gatal, sering disertai limfadenitis generalisata, pada S II dini kelainan kulit
juga terjadi pada telapak tangan dan kaki.
Antara S II dini dan S II lanjut terdapat perbedaan. Pada S II dini
kelainan kulit generalisata, simetrik, dan lebih cepat hilang (beberapa hari
hingga minggu). Pada S II lanjut tidak generalisata lagi, melainkan
setempat-setempat, tidak simetrik, dan lebih bertahan (beberapa minggu
hingga beberapa bulan).

Gambar : Gambaran papula, krusta yang tidak gatal pada telapak tangan
pada S. II
3. Sifilis laten
Tidak mempunyai tanda-tanda atau gejala klinis. Tanda positif
hanya serum yang reaktif, dan kadang-kadang cairan spinal juga reaktif.
Jika fase laten berlangsung sampai 4 tahun, maka penyakit ini tidak
menular lagi, kecuali pada janin yang dikandung wanita yang berpenyakit
sifilis. Sifilis laten yaitu apabila pasien dengan riwayat sifilis dan
pemeriksaan serologis reaktif yang belum mendapat terapi sifilis dan tanpa
gejala atau tanda klinis. Sifilis laten terbagi menjadi dini dan lanjut,
dengan batasan waktu kisaran satu tahun. Dalam perjalanan penyakit sifilis

Imunoserologi II Penyakit Sifilis |8

akan melalui tingkat laten, selama bertahun-tahun atau seumur hidup.


Tetapi bukan bearti penyakit akan berhenti pada tingkat ini, sebab dapat
berjalan menjadi sifilis tersier.
4. Sifilis tersier
Sifilis tersier terdiri dari tiga grup sindrom yang utama yaitu
neurosifilis, sifilis kardiovaskular, dan sifilis benigna lanjut. Pada
perjalanan penyakit neurosifilis dapat asimptomatik dan sangat jarang
terjadi dalam bentuk murni. Pada semua jenis neurosifilis, terjadi
perubahan berupa endarteritis obliterans pada ujung pembuluh darah
disertai degenerasi parenkimatosa yang mungkin sudah atau belum
menunjukkan gejala saat pemeriksaan. Sifilis kardiovaskular disebabkan
terutama karena nekrosis aorta yang berlanjut ke katup. Tanda-tanda sifilis
kardiovaskuler adalah insufisiensi aorta atau aneurisma, berbentuk
kantong pada aorta torakal. Bila komplikasi ini telah lanjut, akan sangat
mudah dikenal. Sifilis benigna lanjut atau gumma merupakan proses
inflamasi proliferasi granulomatosa yang dapat menyebabkan destruksi
pada jaringan yang terkena. Disebut benigna sebab jarang menyebabkan
kematian kecuali bila menyerang jaringan otak. Gumma mungkin terjadi
akibat reaksi hipersensitivitas infeksi Treponema palidum. Lesi sebagian
besar terjadi di kulit dan tulang. Lesi pada kulit biasanya soliter atau
multipel, membentuk lingkaran atau setengah lingkaran, destruktif dan
bersifat kronis, penyembuhan di bagian sentral dan meluas ke perifer. Lesi
pada tulang biasanya berupa periostitis disertai pembentukan tulang atau

Imunoserologi II Penyakit Sifilis |9

osteitis gummatosa disertai kerusakan tulang. Gejala khas ialah


pembengkakan dan sakit. Lokasi terutama pada tulang kepala, tibia, dan
klavikula. Pemeriksaan serologis biasanya reaktif dengan titer tinggi.
Umumnya timbul 10 20 tahun setelah infeksi primer.
5. Sifilis dan kehamilan
Paling sedikit dua sepertiga dari wanita hamil dengan sifilis
berumur 20-30 tahun. Efek sifilis pada kehamilan dan janin terutama
tergantung pada lamanya infeksi terjadi, dan pada pengobatannya. Jika
penderita diobati dengan baik, ia akan melahirkan bayi yang sehat. Jika ia
tidak diobati, ia akan mengalami abortus, atau aborataus prematurus
dengan meninggal atau dengan tanda-tanda kongenital.
Apabila infeksi dengan sifilis terjadi pada hamil tua, maka plasenta
memberikan perlindungan terhadap janin dan bayi dapat dilahirkan sehat.
Apabila infeksi terjadi sebelum plasenta terbentuk dan dilakukan
pengobatan segera, infeksi pada janin mungkin dapat dicegah. Pada tiap
pemeriksaan antenatal perlu dilakukan tes serologik terhadap sifilis.
F. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Sifilis
Untuk menegakkan diagnosis sifilis, diagnosis klinis harus
dikonfirmasikan dengan pemeriksaan laboratorium berupa :
a. Uji treponemal
Uji treponemal merupakan uji yang spesifik terhadap sifilis,
karena mendeteksi langsung Antibodi terhadap Antigen Treponema
pallidum. Pada uji treponemal, sebagai antigen digunakan bakteri
treponemal

atau

ekstraknya,

misalnya

Treponema

Pallidum

Hemagglutination Assay (TPHA),Treponema Pallidum Particle Assay


(TPPA), dan Treponema Pallidum Immunobilization (TPI). Walaupun
pengobatan secara dini diberikan, namun uji treponemal dapat
memberi hasil positif seumur hidup.
b. Uji non-treponemal

I m u n o s e r o l o g i I I P e n y a k i t S i f i l i s | 10

Uji non-treponemal adalah uji yang mendeteksi antibodi IgG


dan IgM terhadap materi-materi lipid yang dilepaskan dari sel-sel
rusak dan terhadap antigen-mirip-lipid (lipoidal like antigen)
Treponema pallidum. Karena uji ini tidak langsung mendeteksi
terhadap keberadaan Treponema pallidum itu sendiri, maka uji ini
bersifat non-spesifik. Uji non-treponemal meliputi VDRL (Venereal
disease research laboratory), USR (unheated serum reagin), RPR
(rapid plasma reagin), dan TRUST (toluidine red unheated serum test).
1. Pemeriksaan lapangan gelap dengan bahan pemeriksaan dari bagian
dalam lesi, untuk melihat adanya T. Pallidum
a. Pemeriksaan lapangan gelap (dark field)
Ruam sifilis primer, dibersihkan dengan larutan Nacl fisiologis,
serum diperoleh dari bagian dasar lesi dengan cara menekan lesi dan
serum akan keluar. Diperiksa dengan mikroskop lapangan gelap
menggunakan minyak imersi T. Pallidum berbentuk ramping, gerakan
lambat dan angulasi
b. Mikroskop fluoresensi
Bahan apusan dari lesi dioleskan pada gelas objek, difiksasi dengan
aseton. Sediaan diberi antibiotic spesifik yang dilabel fluoresensi,
kemudian diperiksa dengan mikroskop fluoresensi. Peneliti lain
melaporkan bahwa pemeriksaan ini dapat member hasil non spesifik
dan kurang dapat dipercaya dibandingkan pemeriksaan lapangan
gelap.
2. Penentuan antibody didalam serum
Pada waktu terjadi infeksi treponema, baik yang menyebabkan
sifilis, frambusio atau pinta akan dihasilkan berbagai variasi antibody.
Beberapa tes yang dikenal sehari-hari yang mendeteksi antibody non

I m u n o s e r o l o g i I I P e n y a k i t S i f i l i s | 11

spesifik, akan tetapi dapat menunjukkan reaksi dengan IgM dan IgG
adalah :
a. Tes yang menentukan antibody nonspesifik
Tes wasserman
Tes khan
Tes VDRL (Veneral Diseases Research Laboratory)
Tes RPR (Rapid Plasma Reagin)
Tes automated regain
b. Antibody terhadap kelompok antigen yaitu
Tes RPCF (reiter protein complement fixation)
c. Yang menentukan antibody spesifik yaitu
Tes TPI (Treponema Pallidum Immobilization)
Tes FTA ABS (Fluorescent Treponema Absorbed)
Tes TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay)
Tes ELisa (Enzyme Linked immune sorbent assay)

I m u n o s e r o l o g i I I P e n y a k i t S i f i l i s | 12

A. Pemeriksaan TPHA (Treponema pallidum Hemagglutination Assay)


Treponema pallidum Hemagglutination Assay (TPHA) merupakan
suatu pemeriksaan serologi untuk sifilis. Untuk skirining penyakit sipilis
biasanya menggunakan pemeriksaan VDRL atau RPR apabila hasil reaktif
kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan TPHA sebagai konfirmasi.
Selain itu TPHA merupakan tes yang sangat spesifik untuk melihat
apakah adanya antibodi terhadap treponema. Jika di dalam tubuh terdapat
bakteri ini, maka hasil tes positif. Tes ini akan menjadi negatif setelah 6 24 bulan setelah pengobatan. Bakteri-bakteri yang lain selain keluarga
treponema tidak dapat membuat hasil tes ini menjadi positif.
Manfaat Pemeriksaan TPHA ini adalah sebagai pemeriksaan
konfirmasi untuk penyakit sipilis dan mendeteksi respon serologis spesifik
untuk Treponema pallidum pada tahap lanjut/akhir sipilis.

Kelemahan pemeriksaan TPHA :


1. Kurang sensitif bila digunakan sebagai skrining (tahap
awal/primer) sipilis.
2. Pada saat pengerjaan diperlukan ketrampilan dan ketelitian yang
tinggi.
3. Tidak dapat dipakai untuk menilai hasil terapi, karena tetap

reaktif dalam waktu yang lama.


Kelebihan pemeriksaan TPHA :
1. Teknis dan pembacaan hasilnya mudah
2. Memiliki spesifisitas tinggi untuk mendeteksi adanya antibodi
treponemal dan sensitivitas yang tinggi dimana kadar minimum
antibodi treponemal yang dapat dideteksi adalah 0,05 IU/ml.
3. Hasil reaktif/positif dapat diperoleh lebih dini.
Hal-hal yang perlu diperhatikan

I m u n o s e r o l o g i I I P e n y a k i t S i f i l i s | 13

1. Semua komponen harus disuhu ruangkan terlebih dahulu


sebelum digunakan.
2. Selalu perhatikan e.d reagen.
3. Suhu penyimpanan reagen adalah 2-80C dan tidak boleh
dibekukan.
4. Sampel yang digunakan adalah sampel serum/plasma yang
bebas dari sel darah, kontaminasi mikroba, tidak hemolisis dan
tidak lipemik/ikterik.
5. Selalu menyertakan control positif dan control negative.
6. Proses penghomogenan harus dilakukan dengan tepat.
7. Ketepatan volume pemipetan
sampel dan reagen perlu
diperhatikan untuk memperoleh pengenceran yang sesuai.
8. Control cell harus selalu menunjukkan hasil negative pada
proses pemeriksaan baik kualitatif maupun semi kuantitatif.
9. Waktu inkubasi tidak boleh lebih dari 60 menit dan bebas dari
getaran.

I.

II.

ALAT DAN BAHAN


A. ALAT
1. Mikroplate 96 sumur (Format sumur U)
2. Mikropipet 10 L , 25 L , 75 L , 90 L , 100 L
3. White tip dan yellow tip
B. BAHAN
1. Sampel serum/plasma pasien
2. Plasmatec TPHA Test Kit ( suhu penyimpanan : 2-80 C), terdiri dari :
Reagen Diluent
Reagen Test Cell
Reagen Control Cell
Positif Control
Negatif Control
CARA KERJA
Metode Kualitatif
A. Pengenceran Sampel (1:20)

I m u n o s e r o l o g i I I P e n y a k i t S i f i l i s | 14

1. Semua komponen pemeriksaan disiapkan dan dikondisikan pada


suhu ruang
2. Mikroplate diletakkan pada meja yang datar dan kering
3. Reagen Diluent dimasukkan sebanyak 190 L dengan mikropipet
ke dalam satu sumur mikroplate.
4. Sampel serum/plasma ditambahkan sebanyak 10 L dengan
mikropipet ke dalam sumur tersebut.
5. Campuran dihomogenkan
NB : Kontrol positif dan negatif telah disediakan untuk siap
digunakan tanpa memerlukan pengenceran
B. Test
1. Mikroplate (6 buah sumur uji) disiapkan
2. Pada sumur 1 dan 2 masing-masing ditambahkan 25 L sampel
yang telah diencerkan (1:20)
3. Pada sumur 3 dan 4 ditambahkan 25 L control positif dan pada
sumur 5 dan 6 ditambahkan 25 L control negative.
4. Pada sumur 1,3 dan 5 ditambahkan 75 L reagen Test Cell dan
pada sumur 2,4 dan 6 ditambahkan 75 L reagen Control Cell serta
dihomogenkan. Campuran ini disebut pengenceran 1:80.
5. Kemudian diinkubasi pada suhu 15-300 C selama 45-60 menit
tanpa adanya getaran.
6. Hasil/reaksi yang terjadi diamati dan diinterpretasikan
7. Apabila hasil yang diperoleh positif maka dilanjutkan pada metode
semi kuantitatif.
C. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Kualitatif
Reaksi positif ditunjukkan dengan hemaglutinasi sel
Reaksi negatif ditunjukkan dengan adanya pengendapan sel pada
dasar sumur seperti titik.

+
- Kuantitatif
Metode Semi
D. Pengenceran Sampel (1:20)
1. Semua komponen pemeriksaan disiapkan dan dikondisikan pada
suhu ruang.

I m u n o s e r o l o g i I I P e n y a k i t S i f i l i s | 15

2. Mikroplate diletakkan pada meja yang datar dan kering


3. Reagen Diluent dimasukkan sebanyak 190 L dengan mikropipet
ke dalam satu sumur mikroplate
4. Sampel serum/plasma ditambahkan sebanyak 10 L dengan
mikropipet ke dalam sumur tersebut
5. Campuran dihomogenkan
NB : Kontrol positif dan negatif telah disediakan untuk siap digunakan
tanpa memerlukan pengenceran
E. Titrasi
1. Mikroplate (8 buah sumur uji) disiapkan
2. Sumur 1 dan 2 dibiarkan kosong.
3. Dari sumur 3 sampai sumur 8 dimasukkan sebanyak masingmasing 25 L reagen Diluent
4. Sebanyak 25 L sampel yang telah diencerkan (1:20) ditambahkan
ke dalam sumur 1, 2 dan 3 kemudian dihomogenkan
5. Dari sumur 3 dipipet sebanyak 25 L dan dipindahkan ke sumur 4
kemudian dihomogenkan dan diulangi sampai sumur ke-8. Dari
sumur 8 dipipet 25 L dan dibuang
F. Test
1. Control cell dimasukkan sebanyak 75 L kedalam sumur uji 1.
2. Reagen Test Cell Sebanyak 75 L dimasukkan ke dalam masingmasing sumur yaitu dari sumur 2-8 (Campuran ini memiliki range
pengenceran dari 1/80 1/5120).
3. Kemudian dihomogenkan
4. Mikroplate diinkubasi pada suhu 15-300 C selama 45 - 60 menit
pada permukaan yang bebas dari getaran
5. Hasil / reaksi yang terjadi diamati dan dicatat titernya sebagai
pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan hemaglutinasi
G. Interpretasi Hasil Semi Kuantitatif
Reaksi positif ditunjukkan dengan hemaglutinasi sel
Reaksi negatif ditunjukkan dengan adanya pengendapan sel pada
dasar sumur seperti titik.

I m u n o s e r o l o g i I I P e n y a k i t S i f i l i s | 16

Gambar hasil yang masih menunjukkan hasil positif :

Gambar hasil yang menunjukan hasil +/-

Berikut ini ilustrasi dari hasil semi kuantitatif:

+/-

Titer : pengenceran
1:
1 hemaglutinasi.
:
1:
1 : menunjukkan
1 : terakhir
1 : yang masih

CC

80

160

320

640

1280

2560

1:
5120

B. METODE VDRL ( Veneral Disease Research of Laboratories)


Venereal Disease Research Laboratory (VDRL) / Serum atau
Cerebrospinal

Fluid

(RPR)

merupakan

satu-satunya

pemeriksaan

laboratorium untuk neunurosipilis yang disetujui oleh Centers for Disease


Control. Pemeriksaan VDRL serum bisa memberikan hasil negatif palsu
pada tahap late sipilis dan kurang sensitif dari RPR. Penyakit Pemeriksaan
VDRL merupakan pemeriksaan penyaring atau Skrining Test, dimana
apabila VDRL positif maka akan dilanjutkan dengan pemeriksaan TPHA
(Trophonema Phalidum Heamaglutinasi). Hasil uji serologi tergantung
pada stadium penyakit misalnya pada infeksi primer hasil pemeriksaan
serologi biasanya menunnjukkan hasil non reaktif. Troponema palidum
dapan ditemukan pada chancre. Hasil serologi akan menunjukan positif 14 minggu setelah timbulnya chancre. Dan pada infeksi sekunder hasil
serelogi akan selalu pisitif dengan titer yang terus meningkat. Pasien yang
terinfeksi bakteri treponema akan membentuk antibody yang terjadi

I m u n o s e r o l o g i I I P e n y a k i t S i f i l i s | 17

sebagai reaksi bahan-bahan yang dilepaskan karena kerusakan sel-sel.


Andibody tersebut disebut regain.
Tujuan Pemeriksaan : Untuk mendeteksi adanya antibody nontreponema
atau Reagin.
Metode Pemeriksaan : Slide
Prinsif Pemeriksaan : Adanya antibody pada serum pasien akan bereaksi
dengan antigen yang menempel pada eritrosit ayam kalkun atau domba

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

1.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
2.
a.
b.

membentuk flokulasi ( gumpalan) atau aglutinasi.


Spesimen Pemeriksaan : Serum atau cairan otak
Alat Dan Bahan Pemeriksaan :
Slide pemeriksaan berlatar belakan putih
Mikroskop
Mikropipet
Tip kuning
Rotator
Timer
Batang pengaduk
Cara Kerja :
Kualitatif
Siapkan alat dan bahan yad dibutuhkan
Ke dalam lingkaran slide dipipet 50 ul serum
Tambahkan 50 ul atau 1 tetes antigen (reagen VDRL )
Homogenkan dengan batang pengaduk
Putar pada rotator kecepatan 100 rpm selama 4-8 menit
Amati ada tidaknya flokulasi
Kuantitatif
Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
Lakukan pengenceran berseri pada slide dengan cara 50 ul serum + 50 ul
saline dihomogenkan kemudian hari campuran tersebut dipipet 50 ul dan
diletakkan pada lingkaran ke dua pada slide yang sama kemudian
tambahkan 50 ul salin dan homogenkan kembali lalu lakukan hal yang sam
seperti pada lingkaran pertama sampai lingkaran terakhir dima pada
pengenceran terakhir hasil pengenceran dibuang sebanyak 50 ul. Maka
hasil pengenceran adalah 1/2 , 1/4 , 1/8, 1/16, 1/32, 1/64, 1/128.

I m u n o s e r o l o g i I I P e n y a k i t S i f i l i s | 18

c. Kepada masing-masing pengenceran tambahkan 1 tetes ( 50 ul ) antigen


VDRL ( reagen)
d. Kemudian dihomogenkan dan diputar dengan rotator kecepatan 100 rpm
selam 5-8 menit
e. Amati ada tidaknya

flokulasi

setiap pengenceran dan tentukan titer

pemeriksaannya ( yaitu pengenceran trerakhir yang masih menunjukkan


flokulasi )
Interpretasi Hasil :
1. Kualitatif
Laporan hasil cukup dengan menyebutkan non-reaktif, reaktif lemah atau
reaktif

a.
b.
c.
2.

REAKTIF : Bila tampak gumpalan sedang atau besar


REAKTIF LEMAH : Bila tampak gumpalan kecil-kecil
NON REAKTIF : Bila tidak tampak flokulasi/gumpalan
Kuantitatif
Tentukan titernya ( amati pngenceran trakhir yang masih menunjukkan

flokulasi ) misalnya 1/64


Hal-hal yang perlu diperhatikan
a. Apabila specimen yang diterima adalah cairan otak maka specimen
tersebut harus disentrifuge pada kecepatan 3000 rpm salam 5-10 menit
b. Apabila serumnya lipemik baiknya disentrifuge pada kecepatan tinggi
yaitu 10000 rpm selama 10 menit
c. Serum yang lipemik dan lisis tidak boleh diperiksa.
Beberapa pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan pada pasien sifilis :

I m u n o s e r o l o g i I I P e n y a k i t S i f i l i s | 19

1) Test Immobilisasi : T.P.I (Treponema Pallidum Immobilisation)


Sebuah tes untuk sifilis di mana terdapat antibodi selain antibodi
Wassermann dalam serum pasien sifilis, dengan adanya komplemen,
serum pasien menyebabkan imobilisasi Treponema pallidum yang
diperoleh dari testis kelinci terinfeksi sifilis. Juga disebut TPI tes.
2) Test Immuno Fluoresence
F.T.A. (Fluoresence Treponemal Antibody
F.T.A. Abs (Fluoresence Treponemal Antibody Absorption test)
Sebuah tes skrining serum darah untuk sifilis untuk menunjukkan ada
atau tidak adanya antibodi spesifik ditujukan terhadap organisme
(Treponema pallidum) yang merupakan penyebab sifilis. Hasil tes
FTA-ABS negatif pada orang yang tidak memiliki sifilis. juga bisa
seseorang memiliki hasil FTA-ABS negatif pada fase awal penyakit
(primer) dan akhir penyakit (tersier). Pada tahap pertengahan penyakit
(sekunder), tes FTA-ABS yang paling dapat diandalkan dan
dilaporkan positif dalam 100% kasus.
Uji FTA-ABS sering digunakan sebagai tes konfirmasi setelah
skrining pertama pasien dengan VDRL (Venereal Disease Research
Laboratory) atau RPR (rapid plasma reagin) , karena tes FTA-ABS
lebih mahal dan lama daripada " non-treponemal "tes sifilis seperti
VDRL dan RPR.
G. Dampak dari Penyakit Sifilis
a) Terhadap kehamilan
1) Infeksi pada janin terjadi setelah minggu ke-16 kehamilan, dimana
Treponema telah dapat menembus barier plasenta.
2) Akibatnya: kelahiran mati dan partus Prematurus.
3) Bayi lahir dengan lues kongenital: Pemfigus sifilitus, dekskuamanasi
telapak tangan-kaki serta kelainan mulut dan gigi.
4) Bila ibu menderita baru 2 bulan terakhir tidak akan terjadi lues kongenital.

I m u n o s e r o l o g i I I P e n y a k i t S i f i l i s | 20

b) Terhadap janin dan neonatus


Dahulu, sifilis merupakan penyebab dari 1/3 kasus lahir mati. Sifilis
sekarang memiliki peran yang kecil tetapi presisten dalam kematian janin.
Spiroketa mudah menembus placenta dan dapat menyebabkan infeksi
congenital karna adanya imuno- inkompetensi relative sebelum 18
minggu, janin biasanya tidak memperlihatklan gejala kllinis jika terinfeksi
sebelum kurun ini. frekunsi sifilis congenital bervariasi sesuai stadim
damn durasi infeksi pada ibu.. insidensi tertinggi adalah pada neonatus
yang lahir dari ibu dengan sifilis dini ( primer, sekunder, atau laten dini
insidensi terendak pada penyakit laten lanjut ) penting di ketahui bahwa
stadim sifilis pada ibu dapat menyebabkan infeksi pada janin. Infeksi
sifilis congenital di bagi menjadi stadium dini yang bermanisvestasi pada
masa neonatus, dan penyakit stadim lanjut yang bermanivestasi pada
remaja.
H. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Sifilis
Cara Pencegahan
:
Tidak ada vaksin untuk mencegah terjangkitnya sifilis. Pencegahan dapat
dilakukandengan:
a. Tidak berhubungan seksual dengan orang yang memiliki penyakit sifilis
b. Tidakberganti-gantipasangan
c. Penyuluhan mengenai bahaya penyakit menular seksual (PMS) pada
masyarakat
d. Pemeriksaan darah pada ibu hamil melalui STS (Serological Test for
Syphilis). untuk menghindari terjadinya congenital sifilis ,Sifilis tidak
menular melalui pelukan, makan menggunakan peralatan makan yang
sama, jabat tangan dan dudukan toilet.

I m u n o s e r o l o g i I I P e n y a k i t S i f i l i s | 21

Pengobatan
1) Wanita hamil dengan sifilis harus diobati sedini mungkin, sebaliknya
sebelum hamil atau pada trimester I untuk mencegah penularan terhadap
janin.
2) Suami harus diperiksa dengan menggunakan tes ix Wasserman dan
VDRL, bila perlu diobati.
3) Terapi:
a. Suntikan Penisilin 6 secara intramuskular sebanyak 1 juta satuan perhari
selama 8-10 hari.
b. Obat-obatan per oral Penisilin dan etromisin.
c. Lues kongenital padaneonatus : Penisilin 6.100.000 satuan per kg berat
badan sekaligus.
Pemeriksaan penderita setelah pengobatan
a. Pemeriksa penderita sifilis harus dilakukan,bila terjadi infeksi ulang
setelah pengobatan,setelah pemberian penisilin 6,maka setiap pasien harus
diperiksa 3 bulan kemudian untuk penentuan hasil pengobatan.
b. Semua penderita sifilis kardivaskuler dan neorosirilis harus diamati
bertahun-tahun,trmasuk klinisserologis,dan pemeriksaan CSTG dan bila
perlu radiologis.
c. Pada semua tingkat sifilis,pengobatan ulang ulang diberikan bila:
1) tanda-tanda dan gejala klinis menunjukkan sifilis aktif yang perdsisten
atau berulang
2) terjadi kenaikan titer tes nontreponemal lebih dari dua kalipengenceran
ganda
3) pada mulanya tes neotreponemal dengan titer tinggi (>1/8) persisten
bertahan
4) Harus dilakukan pemeriksaan CSTG setelah diberi pengobatan,kecuali ada
infeksi ulang atau didonosis sifilis dini dapat ditegakkan.
5) Penderita harus diberi pengobatan ulang terhadap sifilis yang lebih dari 2
tahun.Pada hanya sekali pengobatan ulang dilakukan sebab pengobatan
yang cukup pada penderita akan stabil dengan titel rendah.

I m u n o s e r o l o g i I I P e n y a k i t S i f i l i s | 22

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sifilis disebabkan oleh spirokaeta Treponema pallidum setelah
suatu periode inkubasi beberapa minggu. Insiden sifilis di Amerika Serikat
meningkat dan menimbulkan akibat yang serius selama masa hamil.Pada
penyakit sifilis,tidak menimbulkan gejala awal yang serius. Penyakit sifilis
tidak hanya menular melalui hubungan seks,tetapi dapat menular melalui
pelukan,oral dan sebagainya.
Karena pada penyakit sifilis ini tidak ada vaksinnya,maka dari itu anda
dapat melakukan pencegahan,seperti :
a. Tidak berhubungan seksual dengan orang yang memiliki penyakit sifilis
b. Tidak berganti-gantipasangan
c. Penyuluhan mengenai bahaya penyakit menular seksual (PMS) pada
masyarakat- Pemeriksaan darah pada ibu hamil melalui STS (Serological
Test for Syphilis)
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak memiliki kekurangan dan
diharapkan Bapak/Ibu Dosen serta yang membaca dapat memberikan masukan.

DAFTAR PUSTAKA

I m u n o s e r o l o g i I I P e n y a k i t S i f i l i s | 23

1. Aprianinanim.2012.UjiTPHA.http://nillaaprianinaim.wordpress.com/2011/
09/28/uji-tpha-uji-treponemal/.
2.
3.
4.
5.
6.

Anonim. tt. Gejala Sifilis. http://gejalasifilis.com/.


Aji,dkk. 2011. Laporan Resmi Praktikum Imunoserologi II.
http://id.scribd.com/doc/46539199/Laporan-Resmi-Imun-II .
http://www.mass.gov/Eeohhs2/docs/dph/cdc/factshets/ syphilis.pdf.
http://www.obatsipilisampuh.net/2014/02/ciri-ciri-terkena-sipilis-padapria-dan-wanita.html

7. http://www.tipscaraterbaik.com/akibat-dan-cara-penularan-penyakitsifilis.html
8. Medical Disability Advisor, 2004. http://www.mdguidelines.com/syphilis.
Swierzewski, Stanley J. 2007. Syphilis, Overview, Symptoms,
Stages, Diagnosis, Treatment.
http://www.urologychannel.com/std/syphilis.html
9. Prodia.Tt. TPHA. http://prodia.co.id/imuno-serologi/tpha.

Anda mungkin juga menyukai