Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Sifilis adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Sifilis
biasanya menular melalui hubungan seksual atau dari ibu kepada bayi, akan tetapi sifilis
juga dapat menular tanpa hubungan seksual pada daerah yang mempunyai kebersihan
lingkungan yang buruk. Treponema pallidum juga dapat menular melalui transfusi darah.1
Meskipun insidens sifilis kian menurun, penyakit ini tidak dapat diabaikan, karena
merupakan penyakit berat. Hampir semua organ tubuh dapat diserang, termasuk sistem
kardiovaskular dan saraf. Selain itu wanita hamil yang menderita sifilis dapat menularkan
penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan sifilis kongenital yang dapat menyebabkan
kelainan bawaan dan kematian. Istilah untuk penyakit ini yaitu raja singa sangat tepat
karena keganasannya.2

1.2 Epidemiologi

Asal penyakit ini tak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa. Ada yang
menganggap penyakit ini berasal dari penduduk Indian yang dibawa oleh anak bush
Columbus waktu mereka kembali ke Spanyol pada tahun 1492. Pada tahun 1494
terjadi epidemi di Napoli. Pada abad ke-18 baru diketahui bahwa penularan sifilis dan
gonore disebabkan oleh sanggama dan keduanya dianggap disebabkan oleh infeksi yang
sama.2

Insidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun 1996 berkisar antara
0,04 -0,52%. Insidens yang terendah di Cina, sedangkan yang tertinggi di Amerika
Selatan. Di Indonesia insidensnya 0,61%. Di bagian kami penderita yang terbanyak ialah
stadium laten, disusul sifilis stadium I yang jarang, dan yang langka ialah sifilis stadium
II.2

WHO memperkirakan bahwa terdapat 12 juta kasus baru pada tahun 1999, dimana
lebih dari 90% terdapat di negara berkembang.1

1.3 Etiologi
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum, merupakan
penyakit kronis dan bersifat sistemik, selama perjalanan penyakit dapat menyerang
seluruh organ tubuh, ada masa laten tanpa manifestasi lesi di tubuh, dan dapat ditularkan
kepada bayi di dalam kandungan.1,2
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman ialah
Treponema pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales, familia Spirochaetaceae, dan
genus Treponema. Bentuknya sebagai spiral teratur, panjangnya antara 6-15 um, lebar
0,15 um, terdiri atas delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi
sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan
melintang, pada stadium aktif terjadi setiap tiga puluh jam.2
Klasifikasi sangat sulit dilakukan, karena spesies Treponema tidak dapat dibiakkan in
vitro. Sebagai dasar diferensiasi terdapat 4 spesies yaitu Treponema pallidum sub species
pallidum yang menyebabkan sifilis, Treponema pallidum sub species pertenue yang
menyebaban frambusia, Treponema pallidum sub species endemicum yang menyebabkan
bejel, Treponema carateum menyebabkan pinta.3
Bakteri ini masuk kedalam tubuh manusia melalui selaput lendir (misalnya di vagina
atau mulut) atau melalui kulit. Dalam beberapa jam, bakteri akan sampai ke kelenjar
getah bening terdekat, kemudian menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Sifilis
juga bisa menginfeksi janin selama dalam kandungan dan menyebabkan cacat bawaan.4
1.4 Patogenesis
1. Stadium dini
T. pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput lender, biasanya
melalui sanggama. Kuman tersebut membiak, jaringan bereaksi dengan membentuk
infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel- sel plasma, terutama di perivaskular,
pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi di kelilingi oleh T. pallidum dan sel-sel
radang. Treponema tersebut terletak di antara endotelium kapiler dan jaringan
perivaskular di sekitarnya. Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan
hipertrofik endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis obliterans).
Kehilangan pendarahan akan menyebabkan erosi, pada pemeriksaan klinis tampak
sebagai S1.2
Sebelum S1 terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening regional secara
limfogen dan membiak. Pada saat itu terjadi pula penjalaran hematogen dan menyebar
ke semua jaringan di badan, tetapi manifestasinya akan tampak kemudian.
Multiplikasi ini diikuti oleh reaksi jaringan sebagai SII, yang terjadi enam sampai
delapan minggu sesudah S1. S1 akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat
tersebut jumlahnya berkurang, kemudian terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya
sembuh berupa sikatriks. SII jugs mengalami regresi perlahan-lahan dan lalu
menghilang.2
Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejala, meskipun infeksi yang aktif
masih terdapat. Sebagai contoh pada stadium ini seorang ibu dapat melahirkan bayi
dengan sifilis kongenital.2

2. Stadium lanjut
Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun, rupanya treponema dalam
keadaan dorman. Meskipun demikian antibodi tetap ada dalam serum penderita.
Keseimbangan antara treponema dan jaringan dapat sekonyong-konyong berubah,
sebabnya belum jelas, mungkin trauma merupakan salah satu faktor presipitasi. Pada
saat itu muncullah S III berbentuk guma. Meskipun pada guma tersebut tidak dapat
ditemukan T. pallidum, reaksinya hebat karena bersifat destruktif dan berlangsung
bertahun-tahun. Setelah mengalami mass laten yang bervariasi guma tersebut timbul
di tempat-tempat lain.2
1.5 Gambaran klinis
1. Sifilis primer (SI)
Sifilis primer biasanya ditandai oleh tukak tunggal (disebut chancre), tetapi bisa
juga terdapat tukak lebih dari satu.3,5 Tukak dapat terjadi dimana saja di daerah
genitalia eksterna, 3 minggu setelah kontak. Lesi awal biasanya berupa papul yang
mengalami erosi, teraba keras karena terdapat indurasi. Permukaan dapat tertutup
krusta dan terjadi ulserasi. Ukurannya bervariasi dari beberapa mm sampai dengan 1-
2 cm. Bagian yang mengelilingi lesi meninggi dan keras. Bila tidak disertai infeksi
bakteri lain, maka akan berbentuk khas dan hampir tidak ada rasa nyeri. Kelainan
tersebut dinamakan afek primer. Pada pria tempat yang sering dikenai ialah sulkus
koronarius, sedangkan pada wanita di labia minor dan mayor. Selain itu juga dapat di
ekstragenital, misalnya di lidah, tonsil, dan anus.2 Pada pria selalu disertai
pembesaran kelenjar limfe inguinal medial unilateral/bilateral.3
Seminggu setelah afek primer, biasanya terdapat pembesaran kelenjar getah
bening regional di inguinalis medialis. Keseluruhannya disebut kompleks primer.
Kelenjar tersebut solitar, indolen, tidak lunak, besamya biasanya lentikular, tidak
supuratif, dan tidak terdapat periadenitis. Kulit di atasnya tidak menunjukkan tanda-
tanda radang akut.2 Afek primer tersebut sembuh sendiri antara tiga sampai sepuluh
minggu. Istilah syphilis d'emblee dipakai, jika tidak terdapat afek primer. Kuman
masuk ke jaringan yang lebih dalam, misalnya pada transfuse darah atau suntikan.2
2. Sifilis sekunder (SII)
Biasanya S II timbul setelah enam sampai delapan minggu sejak S I dan sejumlah
sepertiga kasus masih disertai S I. Lama S II dapat sampai sembilan bulan. Berbeda
dengan S I yang tanpa disertai gejala konstitusi, pada S II dapat disertai gejala
tersebut yang terjadi sebelum atau selama S II. Gejalanya umumnya tidak berat,
berupa anoreksia, turunnya berat badan, malese, nyeri kepala, demam yang tidak
tinggi, dan artralgia.2
Manifestasi klinis sifilis sekunder dapat berupa berbagai ruam pada kulit, selaput
lendir, dan organ tubuh. Dapat disertai demam, malaise. Juga adanya kelainan kulit
dan selaput lendir dapat diduga sifilis sekunder, bila ternyata pemeriksaan serologis
reaktif. Lesi kulit biasanya simetris, dapat berupa makula, papul, folikulitis,
papulaskuomosa, dan pustul. Jarang dijumpai keluhan gatal. Lesi vesikobulosa dapat
ditemukan pada sifilis kongenital.3
Kelainan kulit dapat menyerupai berbagai penyakit kulit sehingga disebut the
great imitator. Selain memberi kelainan pada kulit, SII dapat juga memberi kelainan
.

pada mukosa, kelenjar getah bening, mata, hepar, tulang, dan saraf.2 Gejala lainnya
adalah merasa tidak enak badan (malaise), kehilangan nafsu makan, mual, lelah,
demam dan anemia.4

Gambar 2. Sifilis sekunder di daerah genital


Pada S II yang masih dini sering terjadi kerontokan rambut, umumnya bersifat
difus dan tidak khas, disebut alopecia difusa. Pada S II yang lanjut dapat terjadi
kerontokan setempatsetempat, tampak sebagai bercak yang ditumbuhi oleh rambut
yang tipis, jadi tidak botak seluruhnya, seolah-olah seperti digigit ngengat dan di-
sebut alopesia areolaris.2
Gejala dan tanda sifilis sekunder dapat hilang tanpa pengobatan, tetapi bila tidak
diobati, infeksi akan berkembang menjadi sifilis laten atau sifilis stadium lanjut.2

3. Sifilis laten
Sifilis laten merupakan stadium sifilis tanpa gejala klinis, akan tetapi
pemeriksaan serologis reaktif. Dalam perjalanan penyakit sifilis selalu melalui tingkat
laten, selama bertahun-tahun atau seumur hidup. Akan tetapi bukan berarti penyakit
akan berhenti pada tingkat ini, sebab dapat berjalan menjadi sifilis lanjut, berbentuk
3
gumma, kelainan susunan syaraf pusat dan kardiovaskuler. Tes serologik darah
positif, sedangkan tes likuor serebrospinalis negatif. Tes yang dianjurkan ialah VDRL
dan TPHA. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-puluh tahun atau
bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang luka yang infeksius
kembali muncul .4
4. Sifilis tersier (S III)

Lesi pertama umumnya terlihat antara tiga sampai sepuluh tahun setelah S I.
Kelainan yang khas ialah guma, yakni infiltrat sirkumskrip, kronis, biasanya melunak,
dan destruktif.2 Besar guma bervariasi dari lentikular sampai sebesar telur ayam. Kulit
di atasnya mula-mula tidak menunjukkan tanda-tanda radang akut dan dapat
digerakkan. setelah beberapa bulan mulai melunak, biasanya mulai dari tengah, tanda-
tanda radang mulai tampak, kulit menjadi eritematosa dan livid serta melekat
terhadap guma tersebut. Kemudian terjadi perforasi dan keluarlah cairan seropurulen,
kadang-kadang sanguinolen; pada beberapa kasus disertai jaringan nekrotik.2

Tempat perforasi akan meluas menjadi ulkus, bentuknya lonjong/bulat,


dindingnya curam, seolah-olah kulit tersebut terdorong ke luar. Beberapa ulkus
berkonfluensi sehingga membentuk pinggiryang polisiklik. Jikatelah menjadi ulkus,
maka infiltrat yang terdapat di bawahnya yang semula sebagai benjolan menjadi
datar. Tanpa pengobatan guma tersebut akan bertahan beberapa bulan hingga
beberapa tahun. Biasanya guma solitar, tetapi dapat pula multipel, umumnya
asimetrik. Gejala umum biasanya tidak terdapat, tetapi jika guma multipel dan
perlunakannya cepat, dapat disertai demam.2

Selain guma, kelainan yang lain pada S III ialah nodus. Mula- mula di kutan
kemudian ke epidermis, pertumbuhannya lambat yakni beberapa minggu/bulan dan
umumnya meninggalkan sikatriks yang hipotrofi. Nodus tersebut dalam
perkembangannya mirip guma, mengalami nekrosis di tengah dan membentuk ulkus.
Dapat pula tanpa nekrosis dan menjadi sklerotik. Perbedaannya dengan guma, nodus
lebih superfisial dan lebih kecil (miliar hingga lentikular), lebih banyak, mempunyai
kecenderungan untuk bergerombol atau berkonfluensi; selain itu tersebar (disemi-
nata). Warnanya merah kecoklatan.2

Nodus-nodus yang berkonfluensi dapat tumbuh terns secara serpiginosa. Bagian


yang belum sembuh dapat tertutup skuama seperti lilin dan disebut psoriasiformis.
Kelenjar getah bening regional tidak membesar. Kelainan yang jarang ialah yang
disebut nodositas juxta articularis berupa nodus-nodus subkutan yang fibrotik, tidak
melunak, indolen, biasanya pada sendi besar.2

1.6 Pemeriksaan penunjang


1. Pemeriksaan lapangan gelap (dark field)
Ream sifilis primer, dibersihkan dengan larutan NaCl fisiologis. Serum diperoleh
dari bagian dasar/dalam lesi dengan cara menekan lesi sehingga serum akan keluar.
Diperiksa dengan mikroskop lapangan gelap menggunakan minyak imersi. T. pall
berbentuk ramping, gerakan lambat, dan angulasi. Hares hati-hati membedakannya
dengan Treponema lain yang ada di daerah genitalia. Karena di dalam mulut banyak
dijumpai Treponema komensal, maka bahan pemeriksaan dari rongga mulut tidak
dapat digunakan.3
2. Penentuan antibodi di dalam serum.
Pada waktu terjadi infeksi Treponema, baik yang menyebabkan sifilis, frambusia,
atau pinta, akan dihasilkan berbagai variasi antibodi. Beberapa tes yang dikenal
sehari-hari yang mendeteksi antibodi nonspesifik, akan tetapi dapat menunjukkan
reaksi dengan IgM dan juga IgG
a. Tes antibodi nonspesifik
Tes Wasserman
Tes Kahn
Tes VDRL (Venereal Diseases Research Laboratory)
Tes RPR (Rapid Plasma Reagin)
b. Tes antibodi spesifik
Tes TPI (Treponema Pallidum Immobilization)
Tes FTA-ABS (Fluorescent Treponema Absorbed).
Tes TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay)

1.7 Diagnosis banding


1. Sifilis Primer
a. Herpes simpleks
Penyakit ini residif dapat disertai rasa gataV nyeri, lesi berupa vesikel di alas kulit
yang eritematosa, berkelompok. Jika telah pecah tampak kelompok erosi, sering
berkonfluensi dan polisiklik, tidak terdapat indurasi.2
b. Ulkus piogenik
Akibat trauma misalnya garukan dapat terjadi infeksi piogenik. Ulkus tampak
kotor karena mengandung pus, nyeri, tanpa indurasi. Jika terdapat limfadenitis
regional disertai tanda-tanda radang akut dapat terjadi supurasi yang serentak, dan
terdapat leukositosis pada pemeriksaan darah tepi.2
c. Skabies
Pada skabies lesi berbentuk beberapa papul atau vesikel di genitalia eksterna,
terasa gatal pada malam hari. Kelainan yang sama terdapat pula pada tempat
predileksi, misalnya lipat jari Langan, perianal. Orang-orang yang serumah juga
akan menderita penyakit yang sama.2
d. Balanitis
Pada balanitis, kelainan berupa erosi superficial pada glans penis disertai eritema,
tanpa indurasi. Faktor predisposisi: diabetes melitus dan yang tidak disirkumsisi.2
e. Ulkus mole
Penyakit ini kini langka. Ulkus lebih dari sate, disertai tanda-tanda radang akut,
terdapat pus, dindingnya bergaung. Haemophilus Ducreyi positif. Jika terjadi
limfadenitis regional juga disertai tanda-tanda radang akut, terjadi supurasi
serentak.2
2. Sifilis Sekunder
a. Erupsi obat alergik
Pada anamnesis dapat diketahui timbulnya alergi karena obat yang dapat disertai
demam. Kelainan kulit bermacam-macam, di antaranya berbentuk eritema
sehingga mirip roseala pada S II. Keluhannya gatal, sedangkan pada sifilis
biasanya tidak gatal.2
b. Morbili
Kelainan kulit berupa eritema seperti pada S II. Perbedannya: pada morbili
disertai gejala konstitusi (tampak sakit, demam), kelenjar getah bening tidak
membesar.2
c. Pitiriasis rosea
Terdiri atas banyak bercak eritematosa terutama di pinggir dengan skuama halus,
berbentuk lonjong, lentikular, susunannya sejajar dengan lipatan kulit. Penyakit
ini tidak disertai limfadenitis generalisata seperti pada S II.2
d. Psoriasis
Persamaannya dengan S II : terdapat eritema dan skuama. Pada psoriasis tidak
didapati limfadenitis generalisata; skuama berlapis-lapis serta terdapat tanda
tetesan lilin dan Auspitz.2
e. Dermatitis seboroika
Persamaannya dengan S II ialah terdapatnya eritema dan skuama. Perbedaannya
pada dermatitis seboroik; tempat predileksinya pada tempat seboroik, skuama
berminyak dan kekuning-kuningan, tidak disertai limfadenitis generalisata.2
f. Alopesia areata
Kebotakan setempat; penyakit ini mirip alopesia areolaris pada S II.
Perbedaannya: pada alopesia areata lebih besar (numular) dan hanya beberapa,
sedangkan alopesia areolaris lebih kecil (lentikular) dan banyak serta seperti
digigit ngengat.2
3. Diagnosis banding S III
Kelainan kulit yang utama pada S III ialah guma. Guma juga terdapat pada
penyakit lain: tuberkulosis, frambusia, dan mikosis profunda. Tes serologik pada S
III dapat negatif atau positif lemah, karena itu yang penting ialah anamnesis, apakah
penderita tersangka menderita S I atau S II dan pemeriksaan histopatologik.
Tuberkulosis kutis gumosa mirip guma S III.2

1.8 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti ditegakkan
berdasarkan hasil pemerikasan laboratorium dan pemeriksaan fisik. Pada fase primer atau
sekunder, diagnosis sifilis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopis
terhadap cairan dari luka di kulit atau mulut. Bisa juga digunakan pemeriksaan antibodi
pada darah.4
1.9 Penatalaksanaan
Pada pengobatan jangan dilupakan agar mitra seksualnya juga diobati, dan selama
belum sembuh penderita dilarang bersanggama. Obat yang merupakan pilihan ialah
penisilin. Penisilin G benzatin dengan dosis 2,4 juta unit intramuscular. Jika terdapat
alergi terhadap penisilin diberikan tetrasiklin 4 x 500 mg/hari, atau eritromisin 4 x 500
mg/hri, atau doksisiklin 2 x 100 mg/hari. Lama pengobatan 15 hari bagi S I dan S II dan
30 hari bagi stadium laten. Obat yang lain ialah golongan sefalosporin, misalnya
sefaleksin 4 x 500 mg sehari selama 15 hari. Juga seftriakson setiap hari 2 gr, dosis
tunggal i.m. atau i.v. selama 15 hari.2

Anda mungkin juga menyukai