ANTEBRACHI SINESTRA
DISUSUN OLEH :
2304026
UNIVERSITAS AN NUUR
2023/2024
LAPORAN PENDAHULUAN
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang, yang biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak,
kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka
organ – organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya
jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Smeltzer, 2015)
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu
sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah
fraktur yang terjadi lengkap atau tidak lengkap (Barbara, 2010)
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau
tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan (Sjamsuhidajat, 2012)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya (Doenges, 2011).
Fraktur antebrachii merupakan suatu perpatahan pada lengan
bawah yaitu pada tulang radius dan ulna dimana kedua tulang tersebut
mengalami perpatahan. Dibagi atas tiga bagian perpatahan yaitu bagian
proksimal, medial, serta distal dari kedua corpus tulang tersebut. Fraktur
antebrachii adalah suatu jenis patah tulang yang terjadi pada lengan
bagian bawah yang meliputi tulang radius dan ulna. Kejadian faktur
antebrachii lebih sering disebabkan karena aktivitas fisik yang berat
bisanya pada anak-anak dan usia deawasa akibat adanya trauma seperti
kecelakaan lalu lintas (Stattin dkk., 2018).
Fraktur antebrachii adalah
terputusnya kontinuitas
tulang radius
ulna. Yang dimaksud
dengan antebrachii adalah
batang (shaft) tulang
radius dan ulna (andi,
2012).
Fraktur antebrachii adalah
terputusnya kontinuitas
tulang radius
ulna. Yang dimaksud
dengan antebrachii adalah
batang (shaft) tulang
radius dan ulna (andi,
2012).
Fraktur antebrachii adalah
terputusnya kontinuitas
tulang radius
ulna. Yang dimaksud
dengan antebrachii adalah
batang (shaft) tulang
radius dan ulna (andi,
2012).
2. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang yang biasanya diakibatkan secara langsung dan
tidak angsung dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau
luka yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Penyebab patah tulang
paling sering disebabkan oleh trauma terutama pada anak – anak, apabila
tulang melemah atautekanan ringan ( Doenges, 2011)
Menurut Barbara, (2010) adapun penyebabnya dari Fraktur antara
lain :
a. Kekerasan Langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patah melintang atau miring.
b. Kekerasan Tidak Langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vector kekerasan.
c. Kekerasan akibat Tarikan Otot
Patah tulang akibat tarikan otot sanagt jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya dan penarikan.
3. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau
trauma. Baik itu karena trauma langsung misalnya seseorang tulang kaki
terbentur bemper mobil atau tidak langsung misalnya seseorang yang
jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat
tarikan otot misalnya patah tulang patella dan olekranon, karena otot
trisep dan bisep mendadak berkontraksi.
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup.
Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar. Terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar oleh karena perlukaan di kulit.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat
patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak
juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Sel – sel darah putih dan sel mast berakumulasi
menyebabkan penigkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagoositosis
dan pembersihan sisa – sisa sel mati dimulai. Ditempat patah terbentuk
fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala - jala untuk
melekatkan sel – sel baru. Aktifitas osteoblast terangsang dan terbentuk
tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel
tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan
asupan darah ke ekstermitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer.
Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringan yang
mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi
ini di namakan sindrom kompartemen (Price & Wilson, 2010)
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari fraktur menurut Mansjoer, (2013) adalah
sebagai berikut :
a. Nyeri terus – menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema.
b. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
c. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
d. Krepitasi akibat geseran antara fragmen satu dengan lainnya
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Nurarif, & Kusuma, 2015) pemeriksaan penunjang yang
dilakukan pada pasien dengan fraktur adalah :
a. Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
CT Scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
b. Laboratorium :
Pada fraktur tes laboratorium yang perlu diketahui adalah Hb,
Hematokrit sering rendah akibat pendarahan, LED (Laju Endap
Darah) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas.
6. Penatalaksanaan
Menurut Price & Wilson, (2010) penatalaksanaan fraktur adalah
sebagai berikut :
a. Farmakologi
1) Pemberian obat anti inflamasi
2) Obat – obatan narkose mungkin diperlukan setelah fese akut
3) Obat – obat relaksan untuk mengatasi spasme otot
4) Fisioterapi
5) Pembedahan dapat mempermudah perawatan dan fisioterapi
agar mobilisasi dapat berlangsung lebih cepat. Pembedahan
yang sering dilakukan seperti disektomi dengan peleburan yang
digunakan untuk menyatukan prosessus spinosus vertebra,
tujuan pelebaran spinal adalah untuk menjembatani discus
detektif, menstabilkan tulang belakang dan mengurangi angka
kekambuhan.
b. Non Farmakologi
1) Balut bidai
2) Bedrest
3) Perawatan luka jika fraktur terbuka
4) Manajement nyeri
B. PATHWAY
Trauma Langsung/Tidak Langsung
Resiko
Infeksi
Reseptor nyeri terangsang
Gangguan Rasa
Nyaman
Nyeri Akut
C. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengkajian Identitas
1) Identitas peran berupa nama, tanggal, umur, jenis kelamin, status,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor RM, diagnose medis.
2) Identitas penanggung jawab berupa nama, tanggal lahir, jenis
kelamin, status, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan
dengan pasien.
b. Pengkajian Primer
1) Respon
a) Alert/ sadar
b) Verbal
c) Pain
d) Unrespon
2) Airway (Jalan nafas) + Control servikal
a) Jalan nafas
b) Bunyi pernafasan
c) Control servikal
d) Biomekanik trauma
3) Breathing (pernafasan) + Control ventilasi
a) Pilse Oxymetry
b) Inspeksi
c) Auskultasi
d) Perkusi
e) Palpasi
4) Circulation + Control perdarahan
a) Perdarahan
b) Nadi
c) Capilarry refill
d) Akral
e) Cyanosis
5) Disability
a) GCS
b) Lateralisasi pupil
c) Motoric
6) Exposure (cek semua bagian tubuh)
7) Folley catheter
8) Gastric tube
9) Heart monitor
10) AGD
11) Vital sign
12) Pemeriksaan penunjang
2. Secondery Survey
a. Anamnesa KOMPAK
b. Head to toe examination (BTLS)
c. Pemeriksaan Diagnostiq Spesifik (X-ray, Ct scan, Angiografi,
Bronscoskopi,dll)
3. Reevaluasi (ABCD)
4. Persiapan rujuk: ke rumah sakit atau ruangan lain
5. Analisa Data
Data yang sudah dikumpulkan kemudian dikelompokkan berdasarkan
masalahnya kemudian dianalisa dengan menggunakan tabel yang terdiri
dari nomer, data yang terdiri dari data subjektif dan objektif, etiologi dan
masalah, sehingga menghasilkan suatu kesimpulan berupa masalah
keperawatan yang nantinya akan menjadi diagnosa keperawatan.
6. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisik (D. 0077)
b. Gangguan rasa nyaman b.d Gejala Penyakit (D. 0074)
c. Gangguan mobilitas fisik b.d Kerusakan Integritas Struktur Tulang
(D. 0054)
d. Resiko Infeksi b.d Ketidakadekuatan Pertahanan Tubuh Primer
(D. 0142)
7. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan menurut Standart Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI) dan Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).
8. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan komponen keempat dari
proses keperawatan setelah merumuskan rencana asuhan keperawatan.
Impelemntasi keperawatan merupakan bagian dari proses keperawatan
dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dalam asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan
(Potter&Perry, 2010). Intervensi keperawatan yang sudah direncanakan
berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)
dilaksanakan pada tahap implementasi keperawatan.
9. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Tahap
yang sangat penting untuk mengetahui dan melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan,
rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai (Macini, et al.
2011).
a. Evaluasi formatif, merefleksikan observasi perawat dan asalisi klien
terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan
b. Evaluasi sumatif, merefleksikan rekapitulasi dan sinopsi observasi dan
analisis mengenai status kesehatan klien terhadap waktu.
Evaluasi terhadap gangguan kebutuhan cairan dan elektroliy secara
umum dapat dinilai dari adanya kemampuan dalam mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit yang ditunjukkan dengan adanya
keseimbangan antara jumlah asupan dan pengeluaran, nilai elektrolit
dalam batas normal, berat badan sesuai dengan tinggi badan atau tidak
ada penurunan, turgor kulit baik, tidak terjadi edema dan lain
sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 3, edisi 8. EGC.
Jakarta
Barbara. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, wolume 1. EGC.
Jakarta
Sjamsuhidajat. 2012. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi Revisi, EGC. Jakarta
Doenges. 2011. Rencana Asuhan Keperawatan Podoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta
Price & Wilson. 2010. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit,
Volime 2. EGC. Jakarta
Mansjoer. 2013. Kapitas Selekta Kedokteran, edisi 3. Media Acsculapius. Jakarta
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI):Definisi dan
Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.).Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI):Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.).Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI):Definisi
dan Indikator Diagnostik ((cetakan II) 1 ed.).Jakarta: DPP PPNI.
Stattin, K., U, Hallmarker, J. Amlov, S. James, K. Michaelsson, dan L. Byberg.
2018. Decreased hip, Lower leg, and humeral fractures but increased
forerarm fractures in highly active individuals. Journal of Bone and
Mineral Research. 33(10):1842-1850.