“Evidence Based Nursing Terkait Intervensi dan Implikasi Keperawatan serta Skrining
atau Deteksi Dini pada Diabetes Mellitus Type 2”
Fasilitator:
Ika Nur Pratiwi, S.Kep., Ns., M.Kep.
Disusun Oleh:
Kelompok 4 Kelas A2 2015
Dinda Salmahella 131511133039
Rizka Maudy Julianti 131511133051
Umi Nafiatul Hasanah 131511133053
Nensi Nur Asipah 131511133055
Ika Septiana Arum P. D. 131511133065
Rahmadanti Nur Fadilla 131511133074
Rifki Fauzi Maulida 131511133126
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas yang berjudul “Evidence Based Nursing
Terkait Intervensi dan Implikasi Keperawatan serta Skrining atau Deteksi Dini pada Diabetes
Mellitus Type 2”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam
mata kuliah Keperawatan Endokrin II di Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga,
Surabaya.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini banyak mengalami
kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak dan berkah dari
Allah SWT sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Selanjutnya
ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada:
1. Ika Nur Pratiwi, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku fasilitator mata kuliah Keperawatan
Endokrin II Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga;
2. Serta semua pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini.
Dalam penulisan makalah, penulis merasa masih ada kekurangan baik pada penulisan
maupun isi materi makalah ini. Untuk itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari
semua pihak untuk penyempurnaan makalah ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui konsep dasar secara keseluruhan dari Diabetes Mellitus Type
2.
1.3.2 Untuk mengetahui intervensi, implikasi keperawatan dan skrining atau deteksi
dini yang dapat dilakukan perawat untuk penatalaksanaan pasien DM Type 2
berdasarkan Evidence Based Nursing yang didapatkan dari jurnal-jurnal terkini.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Praktis
1. Makalah ini diharapkan mampu memberikan gambaran secara mendalam
tentang konsep dasar Diabetes Mellitus Type 2.
2. Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan informasi bagi
para pembaca khususnya mengenai intervensi, implikasi keperawatan dan
deteksi dini yang tepat dilakukan oleh perawat dalam menangani klien dengan
Diabetes Mellitus Type 2.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh
kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta. Diabetes mellitus tipe
2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensitivitas sel terhadap insulin. Kadar
insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal. Insulin tetap
dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe 2 disebut sebagai Non
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM).
Diabetes mellitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun
karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merepon insulin secara normal,
keadaan ini lazim disebut sebagai resistensi insulin. Resistensi insulin banyak terjadi
akibat dari obesitas dan kurangnya aktivitas fisik serta penuaan. Pada penderita DM tipe 2
dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak terjadi
pengrusakan sel-sel B langerhans secara autoimun seperti DM tipe 2. Defisiensi fungsi
insulin pada penderita DM tipe 2 hanya bersifat relatif dan tidak absolut.
2.2 Etiologi
Diabetes mellitus tipe 2 disebabkan oleh adanya kekurangan insulin secara relatif maupun
absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu :
a. Rusaknya sel-sel B pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia)
b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas
c. Desensitasi atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer.
2.4 Patofisiologi
Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan, yaitu resistensi
insulin dan disfungsi sel B pankreas. Resistensi insulin menyebabkan turunnya
kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan
untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi
resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin.
Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa,
maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsan sekresi insulin lain, yang
artinya sel beta pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.
2.6 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksaan pada diabetes mellitus tipe 2 adalah untuk menurunkan morbiditas
dan mortalitas DM. untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa
darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
1. Diet
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masingmasing individu. Pada penyandang diabetes perlu
ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah
makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau
insulin. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% danprotein 10-15%.
2. Exercise (latihan fisik atau olahraga)
Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit,
yang sifatnya sesuai dengan Continous, Rhythmical, Interval, Progresive, Endurance
(CRIPE). Training sesuai dengan kemampuan pasien. Sebagai contoh adalah olah
raga ringan jalan kaki biasa selama 30 menit. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang
gerak atau bermalasmalasan.
3. Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan. Pendidikan kesehatan
pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok masyarakat resiko tinggi.
Pendidikan kesehatan sekunder diberikan kepada kelompok pasien DM. Sedangkan
pendidikan kesehatan untuk pencegahan tersier diberikan kepada pasien yang sudah
mengidap DM dengan penyulit menahun.
4. Obat-obatan Diabetes Mellitus
a. Antidiabetik Oral
Obat ini diberikan bila setelah 4-8 minggu upaya diet dan olahraga dilakukan,
kadar gula darah tetap diatas 200 mg% dan HbA1c diatas 8%. Pemilihan terapi
menggunakan antidiabetik oral dapat dilakukan dengan satu jenis obat atau
kombinasi. Pemilihan dan penentuan regimen antidiabetik oral yang digunakan
harus mempertimbangkan tingkat keparahan penyakit DM serta kondisi kesehatan
pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada.
Dalam hal ini obat hipoglikemik oral adalah termasuk golongan sulfonilurea,
biguanid, inhibitor alfa glukosidase dan insulin sensitizing.
b. Insulin
Diberikan untuk pasien yang tidak terkontrol dengan diet atau pemberian
hipoglikemik oral, kombinasi insulin dan obat-obat lain bisa sangat efektif. Insulin
kadangkala dijadikan pilihan sementara, misalnya selama kehamilan. Namun pada
pasien DM tipe 2 yang memburuk, penggantian insulin total menjadi kebutuhan.
Insulin merupakan hormon yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat maupun
metabolisme protein dan lemak. Fungsi insulin antara lain menaikkan
pengambilan glukosa ke dalam sel–sel sebagian besar jaringan, menaikkan
penguraian glukosa secara oksidatif, menaikkan pembentukan glikogen dalam hati
dan otot serta mencegah penguraian glikogen, menstimulasi pembentukan protein
dan lemak dari glukosa.
2.7 Komplikasi
a. Komplikasi akut : hipoglikemia, hiperglikemia
b. Komplikasi kronis : makrovaskuler (pembekuan darah pada sebagian otak, PJK,
gagal jantung kongestif dan stroke), mikrovaskuler (nefropatim diabetik retinopati
(kebutaan), neuropati dan amputasi).
BAB III
HASIL REVIEW JURNAL
3.1 Jurnal 1
Peningkatkan Perilaku Pasien dalam Tatalaksana Diabetes Melitus
Menggunakan Model Behavioral System (Changing the Patient’s
Judul Jurnal
Behavior in Diabetes Mellitus Management by Application Behavioral
System Model)
Penulis Nur Aini, Widati Fatmaningrum, dan Ah. Yusuf
Tahun 2011
Terbit
Penerbit Jurnal Ners (Vol. 6 No. 1 April 2011: 1–10)
Link Jurnal https://e-journal.unair.ac.id/index.php/JNERS/article/view/3960/2673
Untuk mengetahui perbedaan pengetahuan, sikap, praktik serta gula darah
Tujuan puasa dan 2 jam PP pasien diabetes sebelum dan sesudah pemberian
motivasi dan edukasi.
Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit yang
prevalensinya semakin meningkat dari tahun ke tahun. World Health
Organization (WHO) memprediksi kenaikan jumlah pasien diabetes di
Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada
tahun 2030, bahkan Indonesia menempati urutan keempat di dunia sebagai
jumlah penderita diabetes mellitus terbanyak setelah India, China, dan
Amerika (Pratiwi, 2007).
Pengobatan diabetes memerlukan waktu yang lama (karena diabetes
Isi Jurnal merupakan penyakit menahun yang akan diderita seumur hidup) dan
sangat kompleks (tidak hanya membutuhkan pengobatan tetapi juga
perubahan gaya hidup) sehingga seringkali pasien tidak patuh dan
cenderung menjadi putus asa dengan program terapi yang lama, kompleks
dan tidak menghasilkan kesembuhan. Menurut Asti (2006) umumnya
penderita diabetes patuh berobat kepada dokter selama ia masih menderita
gejala yang subjektif dan mengganggu hidup rutinnya sehari-hari, begitu ia
bebas dari keluhan-keluhan tersebut maka kepatuhannya untuk berobat
berkurang (Pratiwi, 2007).
Tujuan utama pengobatan segala bentuk diabetes adalah untuk
mencapai serta mempertahankan glukosa darah dalam keadaan normal
(normoglikemi) dengan harapan dapat mencegah komplikasinya. Menurut
konsensus Perkeni (2006), pilar penatalaksanan diabetes di antaranya
meliputi terapi gizi medis/pengaturan makan, latihan jasmani, intervensi
farmakologis dan edukasi. Namun itu belum cukup untuk menjamin
keberhasilan suatu terapi jika tidak diikuti dengan kepatuhan pasien.
Perawat merupakan faktor yang mempunyai peran penting dalam
merubah perilaku pasien sehingga terjadi kondisi keseimbangan
(equilibrium) dalam diri pasien. Salah satu metode yang dapat digunakan
adalah dengan model asuhan keperawatan Behavioral System Model dari
Dorothy E. Johnson. Teori Behavioral System Model memandang individu
sebagai sistem perilaku yang selalu ingin mencapai keseimbangan dan
stabilitas, baik di lingkungan internal atau eksternal, juga memiliki
keinginan dalam mengatur dan menyesuaikan dari pengaruh yang
ditimbulkannya (Tommey dan Alligood, 2006).
Intervensi yang digunakan untuk merubah perilaku pasien dalam
Implikasi Behavioral System Model yaitu regulasi eksternal, misalnya dengan cara
dalam membatasi perilaku dan menghambat respons perilaku yang tidak efektif,
Keperawatan merubah elemen structure dengan tujuan untuk memotivasi pasien dengan
cara memberikan pendidikan kesehatan dan konseling dan memenuhi
kebutuhan subsistem dengan cara nurture, protect dan stimulate (Tommey
dan Alligood, 2006).
Pemberian motivasi dapat memperbaiki perilaku pasien terhadap
pengobatan karena dalam hal ini kita menanamkan kesadaran individu
untuk mentaati pengobatan didasari adanya keinginan yang timbul dari
dirinya sendiri.Pemberian motivasi dan edukasi dapat memperbaiki
perilaku pasien dalam tatalaksana diabetes mellitus melalui peningkatan
pengetahuan, sikap dan praktik. Selanjutnya apabila perilaku pasien sudah
baik maka gula darah akan stabil.
Skrining / Skrining / deteksi dini yang dapat dilakukan pada penelitian tersebut
deteksi Dini adalah dengan pemeriksaan kadar gula darah puasa dan 2 jam PP.
yang Dapat Pemeriksaan glukosa darah puasa adalah pemeriksaan glukosa yang
Dilakukan dilakukan setelah pasien berpuasa selama 8-10 jam, sedangkan
pemeriksaan glukosa 2 jam setelah makan adalah pemeriksaan yang
dilakukan 2 jam dihitung setelah pasien menyelesaikan makan.
3.2 Jurnal 2
Judul Jurnal Self Management Education (DSME) Sebagai Metode Alternatif dalam
Perawatan Mandiri Pasien Diabetes Melitus di Dalam Keluarga
3.3 Jurnal 3
Pengaruh Pemberian Ekstrak Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus
sabdariffa) terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pada Penderita
Judul Jurnal
Diabetes Mellitus Tipe II di Puskesmas Palangka Raya, Kalimantan
Tengah
Penulis Dewi Apriliyanti, Maria Astrid, Wilhelmus Hary Susilo
Tahun Terbit 2013
Penerbit Jurnal Stikes Sint Carolus Jakarta (Agustus 2013)
http://ejournal.stik-
Link Jurnal
sintcarolus.ac.id/file.php?file=mahasiswa&id=508&cd=0b2173ff6ad6a6fb
09c95f6d50001df6&name=Publikasi Dewi Apriliyanti.pdf
Untuk mengetahui pengaruh efek pemberian ekstrak kelopak bunga
Tujuan rosella, dan pengaruh faktor perancu (usia, jenis kelamin, riwayat DM,
gaya hidup, berat badan) terhadap penurunan KGD pasien DM tipe 2.
Ekstrak kelopak bunga rosella (Hibiscus Sabdariffa) adalah sejenis
tumbuhan yang memiliki kandungan kalsium, niasin, dan flavonoid
berfungsi sebagai penurunan Kadar Glukosa Darah (KGD).
Desain penelitian menggunakan Quasy Experimental Design dengan
rancangan Time Series Design. Pengambilan sampel melalui teknik simple
random sampling, diambil berdasarkan sampel frame dengan perhitungan
rumus rules of thumbs sebanyak 98 responden di 3 Puskesmas kota
Palangka Raya, Kalimantan Tengah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara pre test
dan post test pada pemberian ekstrak kelopak bunga rosella (Hibiscus
Sabdariffa) terhadap penurunan nilai KGD pada Pasien DM tipe 2, yang
telah diberikan ekstrak kelopak bunga rosella selama 28 hari dengan
frekuensi pemberian 1 kali sehari yang disajikan sebanyak 250 ml dengan
bunga rosella sebanyak 25 mg (2-3 kuntum) yang direndam di air panas
Isi Jurnal selama 3-5 menit sebelum di minum.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, terlihat bahwa pemberian ekstrak
kelopak bunga rosella (Hibiscus Sabdariffa) mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap penurunan kadar glukosa darah pada pasien DM tipe 2.
Peneliti meyakini bahwa tumbuhan Hibiscus Sabdariffa memberikan
pengaruh yang signifikan dalam menurunkan kadar gula darah karena di
dalam rosella itu sendiri terdapat kandungan kimia antara lain; kandungan
kalsium, niasin, riboflavin dan besi yang cukup tinggi.
Di sini kalsium berperan dalam proses sekresi insulin. Metabolisme
glukosa yang diinduksi oleh glukokinase yang menyebabkan perubahan
rasio ATP/ADP. Hal ini menyebabkan menutupnya kanal ion kalium dan
terjadi depolarisasi sel β pankreas. Sebagai kompensasi, terjadi aktivasi
kanal ion kalsium dan ion ini akan masuk ke sel β. Selanjutnya kalsium
intrasel ini merangsang sekresi insulin dari granulanya.
Kandungan niasin juga berfungsi sebagai komponen koenzim nikotinamida
adenine dinukleotida (NAD) dan nikotinamida adenin dinukleotida fosfat
(NADP) yang berada pada semua sel dan diperlukan dalam reaksi oksidasi
reduksi pada glikolisis, metabolisme protein, asam lemak, pernapasan sel
dan detoksifikasi, di mana peranannya adalah melepas dan menerima atom
hidrogen. Nikotinamida adenine dinukleotida (NAD) juga berfungsi dalam
proses glycogenesis.
Dari penelitian ini diperoleh bahwa ekstrak kelopak bunga rosella dapat
menurunkan KGD pada pasien DM tipe 2.
Pemberian ekstrak kelopak bunga Rosella (Hibiscus Sabdariffa)
merupakan bagian dari pengobatan komplementer–alternatif. Dalam
Undang-Undang Kesehatan dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia mengenai penyelenggaraan pengobatan tradisional. Pemberian
ekstrak kelopak bunga rosella (Hibiscus Sabdariffa) merupakan salah satu
bentuk terapi yang berdasarkan biologi yaitu dengan menggunakan
subtansi-subtansi yang ditemukan di alam seperti produk herbal dalam
terapi komplementer untuk pasien DM tipe 2 (Tarwoto, 2012 : 204).
Diharapkan tindakan pemberian ekstrak kelopak bunga rosella yang
dilakukan pada penelitian ini dapat menambah pengetahuan dalam ilmu
Implikasi
kesehatan dan dipergunakan sebagai intervensi keperawatan tradisional,
dalam
sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan komplementer
Keperawatan
atau alternatif di masyarakat sebagai salah satu intervensi keperawatan
mandiri dalam penatalaksanaan pasien DM tipe 2
Skrining / deteksi dini yang dapat dilakukan pada penelitian tersebut
Skrining /
adalah dengan pemeriksaan kadar gula darah. Cek membandingakan pre
deteksi Dini
dan post konsumsi kelopak bunga Rosella dan pengaruh faktor
yang Dapat
perancu(usia,jenis kelamin,gaya hidup)
Dilakukan
3.4 Jurnal 4
PENGARUH PROGRAM EDUKASI DENGAN METODE
Judul Jurnal KELOMPOK TERHADAP PERILAKU
PERAWATAN DIRI PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2
Penulis Shinta Apriani, Ardini S Raksanagara, Citra Windani Mambang Sari
Tahun Terbit 2013
Penerbit Universitas Padjajaran
Link Jurnal http://ejournal.stikesborromeus.ac.id/file/jurnal%203.pdf
Untuk mengetahui pengaruh program edukasi dengan metode kelompok
Tujuan
terhadap perilaku perawatan diri pasien DM tipe 2
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai
dengan peningkatan kadar gula darah (hyperglykemia) yang disebabkan
oleh berkurangnya sekresi insulin, kerja insulin yang tidak adekuat, atau
keduanya yang dapat menimbulkan komplikasi pada mata, ginjal, saraf,
atau pembuluh darah. Komplikasi yang ditimbulkan akibat penyakit DM
tersebut dapat di kurangi jika penderita DM lebih peduli untuk melakukan
perawatan diri (self care) sehingga kadar gula darah dapat terkendali.
Teori Orem yaitu self care deficit nursing theory (SCDNT) digunakan
sebagai panduan untuk pendidikan diabetes dalam meningkatkan perilaku
perawatan
diri diabetes. Menurut Orem’s dalam SCDNT pasien DM harus
memperhatikan kebutuhan perawatan diri diantaranya pengaturan makan,
olahraga, penggunaan obat diabetes, pemantauan kadar gula darah,
Isi Jurnal perawatan kaki dan pemeriksaan rutin ke tempat pelayanan kesehatan.
Keberhasilan perawatan diri untuk terkendalinya kadar gula darah erat
kaitannya dengan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan yang
dilakukan dengan metode kelompok dan diskusi dinilai lebih efektif dalam
meningkatkan pengetahuan juga mengontrol gula darah pasien dan dapat
meningkatkan derajat kesehatan mereka.
3.5 Jurnal 5
The effect of progressive muscle relaxation on glycated hemoglobin
Judul and health-related quality of life in patients with type 2 diabetes
mellitus
Tahun 2017
Tahereh Najafi Ghezeljeh, Maryam Kohandany, Fateme Hagdoost
Penulis
Oskouei, Mojtaba Malek
Jurnal Applied Nursing Research Vol 33
Fluktuasi utama dalam glukosa darah, diet dan pembatasan olahraga, cacat
fisik dan perkembangan gangguan vaskular dikenal sebagai faktor yang
mempengaruhi diabetes, yang mengindikasikan bahwa penyakit ini
berkaitan erat dengan stress. Manajemen harian DM dapat menyebabkan
tingkat stres yang tinggi, dan stres terus menerus dapat menyebabkan
kecemasan dan depresi pada pasien. Beberapa penelitian telah melaporkan
penurunan kualitas kesehatan pada pasien DM tipe 2 dibandingkan dengan
orang sehat. Salah satu faktor utama yang mempengaruhi kualitas
Isi Jurnal kesehatan pada pasien DM tipe 2 adalah tekanan psikologis karena
manajemen diri yang berlangsung konstan. Oleh karena itu, mengurangi
stres terkait diabetes merupakan faktor prediksi penting untuk
meningkatkan kualitas hidup pada pasien DM tipe 2.
Salah satu tugas perawat adalah memperbaiki respons stres pada pasien ini
melalui intervensi yang tepat dan efektif. Pemberian terapi komplementer
dan penerapan teknik relaksasi merupakan bagian dari asuhan
keperawatan yang komprehensif, dimana semua perawat harus dilatih dan
dididik. Ada berbagai teknik relaksasi untuk mengurangi ketegangan otot
dalam tubuh. Teknik relaksasi untuk diabetes didasarkan pada fakta
bahwa stres merangsang sel hati untuk melepaskan glukosa yang
menyebabkan peningkatan resistensi insulin, sehingga metode ini dapat
mengurangi stres dan menciptakan keadaan relaksasi pada diabetes.
Salah satu tekniknya adalah PMR atau Progressive Muscle Relaxation.
PMR adalah teknik pengetatan dan relaksasi dari 16 kelompok otot tubuh
bersamaan dengan pernapasan dalam saat otot rileks. Teknik ini secara
bergantian mengencangkan dan melemaskan kelompok otot berikut: (1,2)
otot lengan bawah, (3,4) otot lengan, (6,5) otot kaki bagian bawah, (7,8)
otot kaki bagian atas, (9) otot perut, (10) otot dada, (11) otot pundak, (12)
otot leher, (13) otot pada bagian mulut, rahang dan tenggorokan, (14) otot
mata, (15) otot dahi bagian bawah dan (16) otot dahi bagian atas
Dari penelitian dapat diketahui bahwa, pasien tidak hanya mengalami
permasalahan fisik namun juga mengalami permasalahan pada
psikologisnya berupa stress. Stress yang dialami dapat berakibat pada
kondisi penyakitnya sehingga perlu adanya manajemen relaksasi untuk
Implikasi
menunjang kondisi pasien. Memberikan relaksasi otot bagi pasien dapat
bagi perawat
mengurangi stress yang dirasakan. Perawat sebagai caregiver perlu
memberikan inovasi-inovasi lain dalam memberikan perawatan agar
pasien tidak merasa down dengan kondisi yang dialami serta
meningkatkan output dalam kondisinya.
3.6 Jurnal 6
Pengembangan Model Peningkatan Pemberdayaan Diri dan Kualitas
Judul jurnal
Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2
Penulis Nian Afriani Nuari
Tahun Terbit 2 September 2016
Penerbit -
Link jurnal -
Kemampuan individu untuk mempunyai kontrol atas hidup mereka sendiri
Tujuan
dan menentukan pilihan mengenai kesehatan
Diabetes mellitus adalah penyakit yang terjadi karena gula darah tidak
terkontrol dan dapat menimbulkan kematian. Jumlah penderita DM tipe 2
dari tahun ketahun cenderung mengalami peningkatan. Bahan dan metode
jenis penelitian ini adalah penelitian quasy experiment dengan design
penelitian non randomized control group pretest posttest design. Subyek
terdiri 2 kelompok yaitu kelompok kontrol dan perlakuan yang dilakukan
pengukuran pre test dan post test tentang self empowerment dan quality of
Isi Jurnal
life setelah diberikan Self Instructional Training.
Self empowerment diukur menggunakan kuesioner Diabetes Empowerment
Scale (DES) sedangkan kualitas hidup diukur dengan kuesioner Diabetes
Quality of Life (DQoL) yang dimodifikasi sesuai dengan karakteristik
subyek penelitian.
Smeltzer & Bare (2004) menyatakan DM tipe 2 merupakan jenis DM
yang paling banyak jumlahnya yaitu sekitar 90-95% dari seluruh penderita
DM dan banyak dialami oleh usia dewasa diatas 40
tahun. Hal ini disebabkan resistensi insulin pada DM tipe 2 cenderung
meningkat pada usia lansia (40-65 tahun), disamping adanya riwayat
obesitas dan adanya factor keturunan. Umur mempengaruhi risiko dan
kejadian DM tipe 2. Umur sangat erat kaitannya dengan kenaikan kadar
gula darah, sehingga semakin meningkat umur maka prevalensi DM tipe 2
semakin tinggi
penelitian Mier et al., (2008) dalam cross sectional
study pada pasien DM tipe 2 menemukan sebagian respondennya
memiliki pendidikan rendah. Begitu juga pada penelitian Goz et al.,
(2006), pada penelitian di poliklinik Diabetes Rumah sakit Turki, dimana
sebagian besar respondennya berpendidikan rendah. Hasil penelitian ini
dapat diasumsikan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi perilaku
seseorang dalam mencari perawatan dan pengobatan penyakit yang
dideritanya, serta memilih dan memutuskan tindakan atau terapi yang akan
dijalani untuk mengatasi masalah kesehatannya
Self Instructional Training adalah suatu pelatihan yang dilakukan untuk
mengubah kognitif seseorang dengan memberikan edukasi sehingga
seseorang mampu mengontrol atau memberi instruksi pada dirinya sendiri
untuk melakukan perubahan perilaku yang terdiri atas Tahap Cognitive
Modelling dan tahap Cognitive Behavioral Rehearseal Of Self Instruction
(Burns, Costance Irene, 1984).
Peran perawat sendiri dalam Self Instructional Training memberikan
edukasi pada pasien lansia dengan umur diatas 40 tahun, agar dapat
mengontrol penyakit yang diderita.
Pendidikan merupakan faktor penting dalam memahami penyakit,
perawatan diri, pengelolaan DM serta pengontrolan gula darah. Pasien
dengan pendidikan tinggi akan dapat mengembangkan mekanisme koping
yang konstruktif dalam menghadapi stresor karena pemahaman yang baik
terhadap suatu informasi. Penderita DM yang telah mendapatkan Self
Implikasi Instructional Training membuat individu bersikap positif serta akan
dalam mengambil tindakan yang tepat dan bermanfaat bagi dirinya sehingga
keperawatan kualitas hidup meningkat.
Sebagai perawat setelah dilakukannya Self Instructional Training pada
penderita DM dapat membuat individu bersikap positif serta akan
mengambil tindakan yang tepat dan bermanfaat bagi dirinya sehingga
kualitas hidup meningkat
3.7 Jurnal 7
Konsumsi Tahu Kedelai Hitam untuk Memperbaiki Nilai SGOT/ SGPT
Judul jurnal
dan Aktivitas Anti Oksidan Plasma Penderita Diabetes Tipe2
Fransiska Rungkat Zakariaa, Delina Puspa Rosana Firdausb, dan Nancy
Penulis
Dewi Yuliana
Tahun Terbit 28 Juli 2016
Penerbit -
Link jurnal -
Tujuan
Diabetes melitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit metabolik dengan gejala
berupa tingginya kadar glukosa darah akibat tubuh tidak dapat melepaskan
atau menggunakan hormone insulin sebagaimana mestinya
(Tjokroprawiro, dkk., 2007). Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor
termasuk rusaknya sel beta pankreas sebagai penghasil insulin, penurunan
sensitivitas terhadap insulin atau terjadi penurunan jumlah produksi insulin
(Ali, 2011).
DM tipe 2 dapat diatasi dengan salah satunya, diet yang tepat mencakup
kebutuhan zat gizi yang lengkap. Penyandang diabetes melitus
Isi Jurnal dianjurkan mengonsumsi protein 10-20 persen dari total energi, yang
berasal dari ikan, daging tanpa lemak, susu rendah lemak,
kacangkacangan, tahu, dan tempe (PERKENI, 2011).
Kedelai merupakan sumber protein yang penting bagi masyarakat
Indonesia. Pemanfaatan kedelai hitam kurang mendapat perhatian dan
tidak sepopuler kedelai kuning. Xu dan Chang (2007) menyatakan bahwa
lebih banyak, dan aktivitas antioksidannya 15 kali lebih tinggi dibanding
kedelai kuning. Selain itu, total antosianin kedelai hitam juga lebih tinggi,
sebesar 365,8 µg/g, sementara tidak terdeteksi adanya antosianin pada
kedelai kuning
Peran perawat yaitu kita dapat salah satunya menganjurkan pasien DM
untuk mengkonsumsi kedelai hitam dapat berupa olahan tempe atau tahu.
Implikasi
Kandungan yang dimiliki kedelai hitam dapat meningkatkan kadar anti
dalam
oksigen dalam tubuh penderita DM. selain itu kedelai hitam juga dapat
keperawatan
digunakan untuk diet penderita dari DM guna mencegah penyakit
komplikasi pada organ lain
Skrining / Kadar serum glutamic-oxaloacetic transaminase (SGOT) dan
deteksi Dini serum glutamic-piruvic transaminase (SGPT)
yang Dapat
Dilakukan
3.8 Jurnal 8
Pengaruh Relaksasi Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pada
Judul Jurnal Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Sebuah Rumah Sakit Di
Tasikmalaya
Penulis A Kuswandi, R Sitorus, D Gayatri
Tahun Terbit 2008
Penerbit Jurnal Keperawatan Indonesia
Link Jurnal http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/viewFile/208/461
Untuk mengetahui perbedaan kadar gula darah pasien diabetes mellitus
Tujuan
sebelum dann sesudah relaksasi
Indonesia menempati urutan keempat kasus Diabetes Mellitus (DM)
dengan jumlah pasien terbesar di dunia menurut survei WHO,2005.
Angka prevalensi DM di Indonesia sekitr 8,6% dari total penduduk dan
diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta pasien DM yang akan
terus meningkat menjadi 12,4 juta pasien pada tahun 2025. Teknik
relaksasi merupakan salah satu tindakan keperawatan yang dapat
mengurangi kecemasan dan secara otomatis dapat menurunkan kadar
gula darah. Relaksasi dapat mempengaruhi hipotalamus untuk mengatur
dan menurunkan aktivitas system saraf simpatis. Stress tidak hanya
dapat meningkatakan kadar gula darah secara fisiologis. Pasien dalam
keadaan stress juga dapat mengubah pola kebiasaan dengan baik,
terutama dalam hal makan, latihan dan pengobatan (Smeltzer, Bare,
Hinkle, & Cheever, 2008)
Terapi dengan Teknik relaksasi selama ini belum pernah diberikan pada
Isi Jurnal pasien DM tipe 2. Penanganan pasien dengan DM tipe 2 di pelayanan
kesehatan umumnya hanya terapi konvensional. Perawat belum
meberikan terapi relaksasi, adahal relaksasi dapat setara maknanya
dengan obat penurun gula darah baik oral maupun insulin injeksi.
Teknik penanganan stress bila disertai dengan perawatan standar dapat
membantu menurunkan kadar glukosa darah. Penurunan yang dicapai
juga hamper sebesar hasil yang diharapkan dari obat-obatan pengendali
diabetes. Surwit Bersama timnya meneliti 108 pasien DM tipe 2 dan
penderita DM akut pada orang dewasa. Semua responden menjalani
sesi edukasi DM selama 30menit dan separuh responden juga diminta
mengikuti panduan mengatasi stress. Setelah setahun, sebanyak 32%
pasien yang mendapat pengetahuan penanganan stress tercatat
mengalami penurunan kadar gula darah. Sementara hanya 12%
responden yang mengalami penurunan kadar gula darah yang tidak
memiliki pengetahuan mengatasi stress. Surwit menyatakan bahwa
stress dapat mempengaruhi DM secara langsung (Surwit et al, 2002)
Perawat mempunya peran penting dalam pemberian perawatan secara
langsung dan mengajarkan individu dalam penanganan secara mandiri.
Implikasi dalam Dalam penelitian ini perawat dapat mengajarkan teknik relaksasi
terhadap individu untuk mengurangi stress pada penderita Diabetes
Keperawatan
Mellitus tipe 2. Teknik relaksasi ini dapat diajarkan kepada pasien agar
pasien dapat melakukan penangannan secara mandiri untuk mengontrol
stress pasien.
Skrining/deteksi dini yang dapat dilakuakn pada penelitian tersebut
Skrining/Deteksi yaitu dengan pemeriksaan glukosa darah. Dengan pemeriksaan glukosa
darah tersebut pasien dapat mengetahui kadar glukosa darahnya dan
Dini yang Dapat ketika glukosa dara klien meningkat, maka stress klien juga akan
Dilakukan meningkat. Ketika stress klien meningkat dapat dilakukan teknik
relaksasi untuk mengurangi stress pada klien sehingga tidak
memperparah keadaan Diabete Mellitus yang dideritanya.
3.9 Jurnal 9
Judul Jurnal The Early Treatment of Type 2 Diabetes
Penulis Richard E. Pratley MD
Tahun Terbit 2013
Penerbit The American Journal of Medicine
Link Jurnal http://www.amjmed.com/article/S0002-9343(13)00485-3/fulltext
Untuk membahas manfaat intervensi dini, dengan penekanan pada uji
coba pencegahan yang menunjukkan bahwa perkembangan diabetes tipe
Tujuan 2 dapat ditunda dengan menangani prediabetes, serta pedoman berbasis
bukti yang ada yang telah ditarik untuk mengoptimalkan standar
perawatan di pradiabetes dan tahap diabetes tipe 2 secara terbuka.
Prevalensi diabetes global meningkat menjadi proporsi epidemi karena
pertumbuhan populasi, penuaan, urbanisasi, dan meningkatnya
prevalensi obesitas dan gaya hidup yang buruk. Diabetes tipe 2 adalah
penyakit kompleks dan progresif yang ditandai oleh kerusakan
metabolik dan mempengaruhi banyak organ. Kerusakan utama yang
berkontribusi terhadap diabetes tipe 2 adalah gangguan sekresi insulin
dan resistensi insulin pada jaringan perifer, seperti adiposa dan otot, dan
hati. Penurunan sekresi insulin ini karena penurunan bertahap fungsi sel
beta pankreas dan juga terkait dengan berkurangnya massa sel beta.
Hiperglikemia sangat kuat dan independen terkait dengan komplikasi
diabetes tipe 2, termasuk kematian terkait diabetes dan penyebabnya,
dan dari hasil dari uji coba random secara tegas menunjukkan bahwa
risiko komplikasi mikrovaskuler berkurang dengan kontrol glikemik
intensif. Prediabetes memberikan peningkatan risiko penyakit diabetes
tipe 2 sampai 7 kali lipat dibandingkan dengan individu dengan nilai
glukosa normal.
Isi Jurnal Beberapa penelitian pencegahan telah menunjukkan bahwa intervensi
dini dengan modifikasi gaya hidup atau farmakoterapi dapat
memperlambat perkembangan diabetes dengan menunda patofisiologi
penyakit yang mendasarinya. Pernyataan posisi terbaru yang
dikeluarkan oleh ADA mengenai standar perawatan medis di diabetes
dan sebuah pernyataan konsensus oleh American College of
Endocrinology (ACE) dan American Association of Clinical
Endocrinologists (AACE) merekomendasikan intervensi gaya hidup
sebagai pilihan pengobatan pradiabetes yang disukai, seperti yang telah
terbukti aman dan sangat efektif mengurangi perkembangan diabetes
tipe 2 hingga lebih dari 40%. Misalnya, dalam Program Pencegahan
Diabetes (DPP), yang mendaftarkan 3234 individu nondiabetes dengan
glukosa puasa atau IGT yang terganggu, modifikasi gaya hidup intensif,
yang bertujuan mencapai setidaknya 7% penurunan berat badan dan 150
menit aktivitas fisik per minggu, mengurangi kejadian tersebut. diabetes
tipe 2 sebesar 58% dibandingkan dengan plasebo setelah 2,8 tahun masa
tindak lanjut.
Implikasi dalam Perawat mempunya peran penting dalam pemberian perawatan secara
Keperawatan langsung dan edukasi untuk melakuakan pengobatan diabetes melitus
tipe 2 sedini mungkin. Dalam penelitian ini perawat dapat mengedukasi
pasien dengan perubahan gaya hidup. Perubahan gaya hidup ini dapat
dilakukan dengan mengatur pola makan yang sehat, rajin berolahraga,
dan menghindari makan yang mengandung banyak gula. Perawat juga
dapat berkolaborasi dengan dokter untuk memberika terapi farmako
dengan memberika metformin sebagai kombinasi dalam melakukan
perubahan gaya hidup.
Skrining/deteksi dini yang dapat dilakuakn pada penelitian ini yaitu
dengan pengujian / tes diabetes tipe 2 pada orang dewasa dengan
Skrining/Deteksi kelebihan berat badan (BMI> 25 kg / m2) dengan satu atau lebih faktor
Dini yang Dapat risiko tambahan dan anak-anak dengan berat badan lebih tinggi
Dilakukan (persentil ke-85 BMI untuk usia dan jenis kelamin, berat badan untuk
tinggi> persentil ke 85, atau berat> 120% ideal untuk tinggi badan)
dengan 2 atau lebih faktor risiko tambahan.
3.10 Jurnal 10
Manfaat Lidah Buaya (Aloe Vera) sebagai Penurun Kadar
Judul Jurnal Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Mellitus
Juni, 2015
Tahun
www.google.scholar.com
Link Jurnal
3.11 Jurnal 11
Efektifitas Perawatan Luka Diabetik Metode Modern Dressing
Judul Jurnal Menggunakan Madu Terhadap Proses Penyembuhan Luka
Edy Siswantoro
Penulis
2017
Tahun
Isi Jurnal sumbatan pembuluh darah sedang atau besar di tungkai. Luka gangren
merupakan salah satu kornplikasi kronik DM yang paling ditakuti
setiap penderita DM. Dalam hal ini, kadar gula darah yang tinggi
menjadi tempat strategis untuk pertumbuhan kuman, sehingga kuman
mudah masuk dan berkembang dalam luka dan memperparah infeksi.
Penanganan luka yang tidak tepat mengakibatkan proses penyembuhan
luka akan semakin lama, sehingga sepsis akan menyebar ke bagian lain
bahkan berujung pada tindakan amputasi.
Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM Tipe 2) adalah penyakit gangguan metabolik yang di
tandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan
atau ganguan fungsi insulin yang terjadi melalui 3 cara yaitu rusaknya sel-sel B pankreas
karena pengaruh dari luar (virus,zat kimia,dll), penurunan reseptor glukosa pada kelenjar
pankreas, atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer. Penderita diabetes melitus
biasanya mengeluhkan gejala khas seperti poliphagia, polidipsia, poliuria, nafsu makan
bertambah namun berat badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu) mudah
lelah, dan kesemutan.
Kejadian DM Tipe 2 lebih banyak terjadi pada wanita sebab wanita memiliki peluang
peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
pada tahun 2008 prevalensi DM di Indonesia membesar hingga 57%. Peningkatan Kejadian
Diabetes Melitus tipe 2 di timbulkan oleh faktor faktor seperti riwayat diabetes melitus dalam
keluarga, umur, Obesitas, tekanan darah tinggi, dyslipidemia, toleransi glukosa terganggu,
kurang aktivitas, riwayat DM pada kehamilan.
Untuk menegakkan diagnosis Diabetes Melitus Tipe 2 yaitu ditemukan keluhan dan
gejala yang khas dengan hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200 mg/dl, glukosa darah
puasa >126 mg/dl. Penatalaksanaan Diabetes Melitus dapat dilakukan dengan pemilihan obat
oral hiperglikemik dan insulin serta modifikasi gaya hidup seperti diet , dan olahraga teratur
untuk menghindari komplikasi seperti ketoasidosis diabetik, koma Hiperosmoler Non Ketotik
(KHNK) dan kemolaktoasidosis, penyakit jantung koroner,gagal jantung kongetif, stroke,
nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati, dan ulkus diabetikum.
Daftar Pustaka