Kelompok 2
Excessive
urin
producti Stool
Infeksi Psik on impactio
Deliriu Atrophic Pharmac Restriksi
dan olo (produks n
m vaginitis ology mobilitas
Inflamasi gi i urin (impaksi
yang feses).
berlebih
an)
Inkontinensia urin kronik (Persisten) : Inkontinensia urin ini tidak berkaitan dengan
kondisi akut dan berlangsung lama (lebih dari 6 bulan).
Penyebab : Menurunnya kapasitas kandung kemih akibat hiperaktif dan karena
kegagalan pengosongan kandung kemih akibat lemahnya kontraksi otot detrusor.
Inkontinensia urin kronik ini dikelompokkan menjadi beberapa tipe, antara lain:
Terapi Farmakologis
• Estrogen, untuk mengurangi atropik vanigitis uretra dan memulihkan uretra
yang supel
• Antikolinergik, untuk mengurangi spastisitas kandung kemih, relaksasi otot.
• Kolinergik, untuk memperbaiki kandung kemih yang flaksid dengan
menstimulasi kontraksi kandung kemih.
• Penyekat alfa-adrenergik, untuk mengurangi spastisitas leher kandung kemih
• Simpatomimetik, untuk meningkatkan tonus leher kandung kemih dan uretra
• Penyekat saluran kalsium, untuk mengurangi kontraksi otot detrusor.
PENATALAKSAAN
Terapi Pembedahan
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi,
bila terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe
overflow umumnya memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan
retensi urin. Terapi ini dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia
prostat, dan prolaps pelvic (pada wanita).
Modalitas Lain
• Pampers
Dapat digunakan pada kondisi akut maupun pada kondisi dimana
pengobatan sudah tidak berhasil mengatasi inkontinensia urin. Namun
pemasangan pampers juga dapat menimbulkan masalah seperti luka lecet bila
jumlah air seni melebihi daya tampung pampers sehingga air seni keluar dan
akibatnya kulit menjadi lembab, selain itu dapat menyebabkan kemerahan
pada kulit, gatal, dan alergi.
• Kateter
Kateter menetap tidak dianjurkan untuk digunakan secara rutin karena
dapat menyebabkan infeksi saluran kemih, dan juga terjadi pembentukan
batu. Selain kateter menetap, terdapat kateter sementara yang merupakan
alat yang secara rutin digunakan untuk mengosongkan kandung kemih.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tes diagnostik pada inkontinensia urin
Tes diagnostik pada inkontinensia perlu dilakukan untuk mengidentifikasi
faktor yang potensial mengakibatkan inkontinensia, mengidentifikasi
kebutuhan klien dan menentukan tipe inkontinensia. Mengukur sisa urin
setelah berkemih, dilakukan dengan cara : Setelah buang air kecil, pasang
kateter, urin yang keluar melalui kateter diukur atau menggunakan
pemeriksaan ultrasonik pelvis, bila sisa urin > 100 cc berarti pengosongan
kandung kemih tidak adekuat.
Uji Urodinamik
Uji urodinamik sederhana dapat dilakukan tanpa menggunakan alat-alat
mahal. Sisa-sisa urin pasca berkemih perlu diperkirakan pada pemeriksaan
fisis. Pengukuran yang spesifik dapat dilakukan dengan ultrasound atau
kateterisasi urin. Merembesnya urin pada saat dilakukan penekanan dapat
juga dilakukan.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Laboratorium
Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk
menentukan fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan poliuria.
Tes yang biasanya dilakukan adalah urinealisa (tes urine untuk
menetukan apakah gejalanya disebabkan oleh inkontinensia urine, atau
masalah lain, seperti infeksi saluran kemih atau batu kandung kemih). Bila
urinealisa normal, seorang pemberi pelayanan primer dapat menentukan
untuk mengobati pasien atau merujuknya untuk pemeriksaan gejala lebih
lanjut.
KOMPLIKASI