Anda di halaman 1dari 23

Inkontinensia Urin

Kelompok 2

Khulasotun Nuriyah 131511133042


Niswatus Sa’ngadah 131511133060
Oktianan Duwi Firani 131511133061
Yenny Paramitha 131511133071
Windi Khoiriyah 131511133072
Siti Lusiyanti 131511133073
Nanda Elanti Putri 131511133128
Nadia Nur Mar’atush Sholihah 131511133127
DEFINISI

Inkontinensia urin merupakan eliminasi


urin dari kandung kemih yang tidak terkendali
atau terjadi diluar keinginan. Jika Inkontinensia
urin terjadi akibat kelainan inflamasi (sistitis),
mungkin sifatnya hanya sementara. Namun, jika
kejadian ini timbul karena kelainan neurologi
yang serius (paraplegia), kemungkinan besar
sifatnya akan permanen.
KLASIFIKASI
Inkontinensia urin akut ( Transient incontinence ) : Inkontinensia urin ini
terjadi secara mendadak, terjadi kurang dari 6 bulan, dan biasanya berkaitan
dengan kondisi sakit akut atau problem iatrogenic , dimana akan menghilang
jika kondisi akut teratasi. Penyebabnya sering di singkat DIAPPERS, antara lain:

Excessive
urin
producti Stool
Infeksi Psik on impactio
Deliriu Atrophic Pharmac Restriksi
dan olo (produks n
m vaginitis ology mobilitas
Inflamasi gi i urin (impaksi
yang feses).
berlebih
an)
Inkontinensia urin kronik (Persisten) : Inkontinensia urin ini tidak berkaitan dengan
kondisi akut dan berlangsung lama (lebih dari 6 bulan).
Penyebab : Menurunnya kapasitas kandung kemih akibat hiperaktif dan karena
kegagalan pengosongan kandung kemih akibat lemahnya kontraksi otot detrusor.
Inkontinensia urin kronik ini dikelompokkan menjadi beberapa tipe, antara lain:

Tipe Tipe Urge Tipe


Tipe Campuran
Stress Timbul pada keadaan
otot detrusor
Overflow
Timbul apabila Kombinasi dari setiap
kandung kemih yang Pada keadaan ini urin jenis inkontinensia
urin secara tidak
tidak stabil, yang mengalir keluar urin sebelumnya.
terkontrol keluar
mana otot ini akibat isinya yang Kombinasi yang
akibat peningkatan
bereaksi secara sudah terlalu banyak paling umum adalah
tekanan di dalam
berlebihan. Selain itu di dalam kandung tipe campuran
perut,
ditandai dengan kemih, umumnya inkontinensia tipe
melemahnya otot
ketidak mampuan akibat otot detrusor stress dan tipe
dasar panggul,
menunda berkemih kandung kemih yang urgensi atau tipe
operasi, dan
setelah sensasi lemah. stress dan tipe
penurunan
berkemih muncul. fungsional.
estrogen.
ETIOLOGI

Melemahnya otot dasar panggul, adanya


kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding
kandung kemih, gangguan di saluran kemih
bagian bawah, efek oba-tobatan, produksi urin
meningkat atau adanya gangguan
kemampuan/keinginan ke toilet, produksi urin
berlebih.
PATOFISIOLOGI
Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari
penyakit infeksi saluran kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya
perubahan tekanan abdomen secara tiba-tiba. Inkontinensia bisa bersifat
permanen atau bersifat temporer.

Pada dasarnya, proses berkemih diatur oleh reflek yang berpusat di


pusat berkemih di sacrum. Jalur aferen membawa informasi mengenai
volume kandung kemih di medula spinalis. Pengisian kandung kemih
dilakukan dengan cara relaksasi kandung kemih melalui penghambatan kerja
saraf parasimpatis dan kontraksi leher kandung kemih yang dipersarafi oleh
saraf simpatis serta saraf somatik yang mempersarafi otot dasar panggul.
Pengosongan kandung kemih melalui persarafan kolinergik parasimpatis
menyebabkan kontraksi kandung kemih dan efek simpatis kandung kemih
akan berkurang. Jika kortek serebri menekan pusat penghambatan, maka
akan merangsang timbulnya rasa ingin berkemih. Apabila kortek serebri
mengalami gangguan, maka menyebabkan berkurang atau hilangnya
penghambatan pusat kortikal sehingga keinginan untuk berkemih tidak dapat
dikontrol dengan baik. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa faktor, salah
satunya yaitu usia sehingga lansia sering mengalami inkontinensia urin.
WOC
MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala inkonstinensia urin berdasarkan tipe antara
lain:
a. Inkontinensia urgensi
Ketidakmampuan menahan keluarnya urin dengan gambaran
seringnya terburu-buru untuk berkemih.
b. Inkontinensia stres
Keluarnya urin selama batuk, mengejan, dan sebagainya. Urin
keluar tanpa kontraksi detrusor.
c. Inkontinensia campuran
Merupakan kombinasi poin a dengan poin b.
d. Inkontinensia overflow
Urin menetes saat kandung kemih penuh.
PENATALAKSAAN

Terapi Non Farmakologis


Adapun cara-cara mengkontraksikan otot dasar panggul tersebut adalah
sebagai berikut:
• Berdiri di lantai dengan kedua kaki diletakkan dalam keadaan terbuka,
kemudian pinggul digoyangkan ke kanan dan ke kiri ± 10 kali, ke depan ke
belakang ± 10 kali, dan berputar searah dan berlawanan dengan jarum jam ±
10 kali.
• Gerakan seolah-olah memotong feses pada saat kita buang air besar dilakukan
± 10 kali.

Terapi Farmakologis
• Estrogen, untuk mengurangi atropik vanigitis uretra dan memulihkan uretra
yang supel
• Antikolinergik, untuk mengurangi spastisitas kandung kemih, relaksasi otot.
• Kolinergik, untuk memperbaiki kandung kemih yang flaksid dengan
menstimulasi kontraksi kandung kemih.
• Penyekat alfa-adrenergik, untuk mengurangi spastisitas leher kandung kemih
• Simpatomimetik, untuk meningkatkan tonus leher kandung kemih dan uretra
• Penyekat saluran kalsium, untuk mengurangi kontraksi otot detrusor.
PENATALAKSAAN

Terapi Pembedahan
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi,
bila terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe
overflow umumnya memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan
retensi urin. Terapi ini dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia
prostat, dan prolaps pelvic (pada wanita).

Modalitas Lain
• Pampers
Dapat digunakan pada kondisi akut maupun pada kondisi dimana
pengobatan sudah tidak berhasil mengatasi inkontinensia urin. Namun
pemasangan pampers juga dapat menimbulkan masalah seperti luka lecet bila
jumlah air seni melebihi daya tampung pampers sehingga air seni keluar dan
akibatnya kulit menjadi lembab, selain itu dapat menyebabkan kemerahan
pada kulit, gatal, dan alergi.
• Kateter
Kateter menetap tidak dianjurkan untuk digunakan secara rutin karena
dapat menyebabkan infeksi saluran kemih, dan juga terjadi pembentukan
batu. Selain kateter menetap, terdapat kateter sementara yang merupakan
alat yang secara rutin digunakan untuk mengosongkan kandung kemih.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tes diagnostik pada inkontinensia urin
Tes diagnostik pada inkontinensia perlu dilakukan untuk mengidentifikasi
faktor yang potensial mengakibatkan inkontinensia, mengidentifikasi
kebutuhan klien dan menentukan tipe inkontinensia. Mengukur sisa urin
setelah berkemih, dilakukan dengan cara : Setelah buang air kecil, pasang
kateter, urin yang keluar melalui kateter diukur atau menggunakan
pemeriksaan ultrasonik pelvis, bila sisa urin > 100 cc berarti pengosongan
kandung kemih tidak adekuat.

Uji Urodinamik
Uji urodinamik sederhana dapat dilakukan tanpa menggunakan alat-alat
mahal. Sisa-sisa urin pasca berkemih perlu diperkirakan pada pemeriksaan
fisis. Pengukuran yang spesifik dapat dilakukan dengan ultrasound atau
kateterisasi urin. Merembesnya urin pada saat dilakukan penekanan dapat
juga dilakukan.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Laboratorium
Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk
menentukan fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan poliuria.
Tes yang biasanya dilakukan adalah urinealisa (tes urine untuk
menetukan apakah gejalanya disebabkan oleh inkontinensia urine, atau
masalah lain, seperti infeksi saluran kemih atau batu kandung kemih). Bila
urinealisa normal, seorang pemberi pelayanan primer dapat menentukan
untuk mengobati pasien atau merujuknya untuk pemeriksaan gejala lebih
lanjut.
KOMPLIKASI

Penderita dengan penyakit inkontinensia urine


biasanya dapat menyebabkan antara lain:
a) Infeksi Saluran Kemih : Orang dengan inkontinensia
urine memiliki risiko lebih besar untuk mengalami
infeksi pada saluran kemihnya.
b) Gangguan pada kulit : Ruam, infeksi luka dan luka
dapat muncul jika terus menerus dalam keadaan
basah.
c) Gangguan tidur.
d) Depresi dan kondisi medis lainnya.
Asuhan Keperawatan
umum
Pengkajian
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama/kepercayaan, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada klien Inkontinensia Urine keluhan-keluhan yang ada adalah nokturia, urgence,
disuria, poliuria, oliguri, dan staguri.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Memuat tentang perjalanan penyakit sekarang sejak timbul keluhan, usaha yang telah
dilakukan untuk mengatasi keluhan.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya penyakit yang berhubungan dengan ISK (Infeksi Saluran Kemih) yang berulang.
penyakit kronis yang pernah diderita.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah ada penyakit keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita
penyakit Inkontinensia Urine, adakah anggota keluarga yang menderita DM,
Hipertensi.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik yang digunakan adalah B1-B6 antara lain:
a) B1 (breathing) : Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena suplai
oksigen menurun. Kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi.
b) B2 (blood) :Terjadi peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah
c) B3 (brain) : Kesadaran biasanya sadar penuh
d) B4 (bladder)
Inspeksi :
Periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat karena adanya aktivitas
mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih serta disertai keluarnya darah apabila ada
lesi pada bladder, pembesaran daerah supra pubik lesi pada meatus uretra, banyak kencing
dan nyeri saat berkemih menandakan disuria akibat dari infeksi, apakah klien terpasang
kateter sebelumnya.
Palpasi :
Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa terbakar di uretra luar
sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu kencing.
e) B5 (bowel) : Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan abdomen,
adanya ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan palpasi pada ginjal.
f) B6 (bone) : Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan ekstremitas yang
lain, adakah nyeri pada persendian.
Masalah
Masalah Keperawatan
Keperawatan

1. Kategori: Fisiologis, Subkategori: Eliminasi, D.0046


Inkontinensia urine stress,
Penyebab: Peningkatan tekanan intra abdomen.

2. Kategori: lingkungan, Subkategori: Keamanan dan Proteksi,


0142 Risiko infeksi
Faktor risiko : Gangguan integritas kulit.

3. Kategori: Lingkungan. Subkategori: Keamanan dan proteksi,


D.0139 Risiko gangguan integritas kulit/jaringan
Faktor risiko : Kelembaban.
Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa NOC NIC
1. Kategori: Fisiologis, Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Latihan otot pelvis (0560)
Subkategori: Eliminasi, D.0046 3x24 jam diharapkan : 1. Kaji kemampuan urgensi berkemih pasien
Inkontinensia urine stress, Kontinensia urin (0502) 2. Instruksikan pasien untuk menahan otot-
1. Klien dapat mengenali keinginan untuk otot sekitar uretra dan anus, kemudian
berkemih relaksasi, seolah-olah ingin menahan
Penyebab:
2. Respon berkemih sudah tepat waktu buang air kecil atau buang air besar
Peningkatan tekanan
3. Klien dapat berkemih pada tempat yang 3. Instruksikan pasien untuk tidak
intraabdomen tepat mengkontraksikan perut, pangkal paha dan
4. Klien dapat menuju toliet diantara waktu pinggul , menahan nafas atau mengejan
Gejala dan tanda minor: ingin berkemih dan benar-benar ingin selama latihan
Pengeluaran urin tidak tuntas berkemih 4. Yakinkan pasien bahwa pasien mampu
Frekuensi berkemih membedakan kontraksi menahan dan
meningkat Kontrol gejala (1608) relaksasi yang berbeda antara keinginan
Overdistensi abdomen 1. Klien dapat memantau munculnya gejala untuk meninggikan dan memasukkan
2. Klien dapat memantau lama bertahannya kontraksi otot dan usaha yang tidak
gejala diinginkan untuk menurunkan
3. Klien dapat memantau keparahan gejala 5. Ajarkan pasien untuk memonitor
4. Klien dapat memantau frekuensi gejala keefektifan latihan dengan mencoba
5. Klien dapat melakukan tindakan menahan BAK 1 kali dalam seminggu
pencegahan 6. Kombinasikan terapi biofeedback atau
stimulais elektrik pada pasien sesuai
kebutuhan untuk mengidentifikasi
kontraksi otot dan atau untuk
meningkatkan kekuatan kontraksi otot
No. Diagnosa NOC NIC
2. Kategori: lingkungan, Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan inkontinensia urin (0610)
Subkategori: Keamanan dan selama 3x24 jam diharapkan : 1. Identifikasi faktor apa saja penyebab
Proteksi, 0142 Risiko infeksi Keparahan infeksi (0703) inkontinensia pada pasien
1. Tidak ada kemerahan 2. Jaga privasi pasien saat berkemih
Faktor risiko : 2. Tidak ada demam 3. Jelaskan penyebab terjadinya
Gangguan integritas kulit 3. Tidak ada nyeri inkontinensia dan rasionalisasi setiap
tindakan yang dilakukan
Kontrol risiko : proses infeksi (1924) 4. Monitor eliminasi urin , meliputi
1. Klien dapat mencari informasi terkait frekuensi ,konsistensi, bau, volume dan
kontrol infeksi warna urin
2. Klien dapat mengidentifikasi faktor 5. Berikan obat-obatan diuretik sesuai
risiko infeksi jadwal minimal untuk mempengaruhi
3. Klien dapat mengenali faktor risiko irama sirkandian tubuh
individu terkait infeksi 6. Instruksikan pasien dan keluarga untuk
4. Klien dapat mengidentifikasi tanda dan mencatat pola dan jumlah urin output
gejala infeksi
Kontrol infeksi (6540)
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah
kegiatan perawatan pasien
2. Lakukan tindakan-tindakan pencegahan
yang bersifat universal
3. Pakai sarung tangan sebagaimana
dianjurkan oleh kebijakan pencegahan
universal
4. Gunakan kateterisasi intermiten untuk
mengurangi kejadian infeksi kandung
kemih
5. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai
bagaimana menghindari infeksi
No. Diagnosa NOC NIC
3. Kategori: Lingkungan. Setelah dilakukan intervensi keperawatan Perawatan selang : perkemihan (1876)
Subkategori: Keamanan dan selama 3x24 jam diharapkkan : 1. Jaga kebersihan tangan sebelum, selama
proteksi, D.0139, Risiko Integritas jaringan : kulit dan membran dan setelah pemasangan serta manipulasi
gangguan integritas mukosa (1101) kateter
kulit/jaringan 1. Suhu kulit klien normal 2. Jaga sistem drainase kemih tertutup,
Faktor risiko : 2. Integritas kulit klien tidak terganggu steril dan tidak terkoyak
Kelembaban 3. Tidak ada lesi pada kulit 3. Pastikan penempatan kantung drainase
Kontrol risiko (1902) dibawah permukaan kandung kemih
1. Klien dapat mengidentifikasi faktor 4. Gunakan perangkat kateter yang nyaman
risiko 5. Anjurkan pasien dan keluarga mengenai
2. Klien dapat mengenali faktor risiko perawatan kateter yang tepat
individu
3. Klien dapat memonitor faktor risiko Pengecekan kulit (3590)
individu 1. Periksa kulit dan selaput lendir terkait
4. Klien dapat mengembangkan strategi terkait dengan adanya kemerahan,
yang efektif dalam mengontrol risiko kehangatan ekstrim, edema atau drainase
5. Klien dapat menggunakan sistem 2. Amati warna, kehangatan, bengkak
dukungan personal untuk mengurangi pulsasi, tekstur, edema, dan ulserasi pada
risiko ekstremitas
3. Gunakan alat pengkajian untuk
mengidentifikasi pasien yang berisiko
mengalami kerusakan kulit
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor kulit untuk adanya ruam dan
lecet
6. Monitor kulit untuk adanya kekeringan
yang berlebihan dan kelembaban
7. Lakukan langkah-langkah untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut
8. Ajarkan anggota keluarga/pemberi
asuhan mengenai tanda-tanda kerusakan
kulit dengan tepat
Evaluasi Keperawatan

• Klien dapat mengontrol gejala inkontinensia


urin secara mandiri.
• Klien tidak menunjukkan adanya tanda-tanda
infeksi.
• Klien tidak muncul adanya gangguan integritas
kulit/jaringan.
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi.


Jakarta: Salemba Medika.
Baradero, Marry, dkk. 2009. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Ginjal. Jakarta: EGC.
Darmojo B. 2009. Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut, Edisi keempat.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Potter, Patricia A. 2005. Buku ajar fundamental keperawatan: Proses
dan praktik. Ed. 4. Jakarta: EGC
Uliyah, Musfiratul. 2008. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik. Jakarta:
Salemba Medika.
TERIMA KASIH …

Anda mungkin juga menyukai