Anda di halaman 1dari 37

KASUS III

ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL


Makalah disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
Dosen Pengampu: Ns. Santi Herlina, M.Kep, Sp.Kep.MB

Disusun oleh:
Vk Dielfanie 1910711002 Nevin Zhasmin Miszka 1910711026
Subagja Dwi Permana 1910711018 Dwi Rahmawati 1910711049
Della Aprilia Madani 1910711020 Yeni Widyani 1910711050
Fauziah Mawaddah 1910711021 Diya Alvionita 1910711055
Shyawmi Irdianti 1910711022 Zhafirah Zhafarina 1910711062
Winda Narilia Esnawanti 1910711023 Sari Septiningtyas 1910711078
Salsa Billa Taftahzani 1910711025

PROGRAM STUDI S1-KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
TAHUN AJARAN
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta
salam kami curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing
kita dari zaman jahiliyah hingga saat ini.
Makalah yang berjudul Kasus III Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal ini ditulis untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II. Adapun, penyusunan
makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan dalam makalah ini. Kami pun berharap pembaca dapat memberikan kritik
dan sarannya kepada kami agar di kemudian hari kami bisa membuat yang lebih sempurna
lagi.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada segala pihak yang tidak bisa
disebutkan satu-persatu atas bantuannya dalam penyusunan makalah ini.

Jakarta, 15 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 1
BAB II PEMBAHASAN 2
Pengertian Gagal Ginjal 2
Tipe / Grade / Klasifikasi Gagal Ginjal 2
Etiologi Gagal Ginjal 3
Faktor Risiko Gagal Ginjal 5
Tanda dan Gejala Gagal Ginjal 6
Patofisiologi Gagal Ginjal 7
Penatalaksanaan Medis 7
Pemeriksaan Penunjang 11
Komplikasi 16
Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal 17
Telaah Jurnal Kasus Gagal Ginjal 32
DAFTAR PUSTAKA 34

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ginjal adalah organ utama sistem perkemihan yang memroses plasma darah
dan mengeluarkan buangan dalam bentuk urin melalui organ perkemihan yang
meliputi ureter, kandung kemih, dan uretra (Chang, Daly, dan Elliot, 2010).

Fungsi ginjal adalah mengatur keseimbangan air, konsentrasi garam dalam


darah, keseimbangan asam-basa darah, serta ekskresi bahan buangan dan kelebihan
garam (Pearce, 2011). Sedangkan Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan gangguan
fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak
mampu memelihara metabolisme dan gagal memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit yang berakibat pada peningkatan ureum (Desfrimadona, 2016).

Gagal ginjal kronik merupakan suatu penyakit yang menyebabkan fungsi


organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak mampu melakukan
fungsinya dengan baik (Cahyaningsih, 2009). Gangguan fungsi ginjal ini terjadi
ketika tubuh gagal untuk mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan dan
elektrolit sehingga menyebabkan retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah.
Kerusakan ginjal ini mengakibatkan masalah pada kemampuan dan kekuatan tubuh
yang menyebabkan aktivitas kerja terganggu, tubuh jadi mudah lelah dan lemas
sehingga kualitas hidup pasien menurun (Bruner& Suddarth,2001).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan gagal ginjal?
2. Apa saja klasifikasi gagal ginjal?
3. Apa etiologi gagal ginjal?
4. Apa saja faktor risiko gagal ginjal?
5. Apa saja tanda dan gejala gagal ginjal?
6. Bagaimana patofisiologi gagal ginjal?
7. Apa saja penatalaksanaan medis gagal ginjal?
8. Bagaimana pemeriksaan penunjang gagal ginjal?
9. Apa saja komplikasi gagal ginjal?
10. Jelaskan asuhan keperawatan gagal ginjal?
11. Bagaimana hasil telaah jurnal kasus gagal ginjal?

BAB II
1
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN GAGAL GINJAL
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang ireversibel pada suatu derajat dimana memerlukan terapi pengganti
ginjal yang tetap, berupa dialisis 14 atau transplantasi ginjal. Salah satu sindrom
klinik yang terjadi pada gagal ginjal adalah uremia. Hal ini disebabkan karena
menurunnya fungsi ginjal (Rahman,dkk, 2013).
Gagal ginjal kronik merupakan suatu penyakit yang menyebabkan fungsi
organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak mampu melakukan
fungsinya dengan baik (Cahyaningsih, 2009). Gangguan fungsi ginjal ini terjadi
ketika tubuh gagal untuk mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan dan
elektrolit sehingga menyebabkan retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah.
Kerusakan ginjal ini mengakibatkan masalah pada kemampuan dan kekuatan tubuh
yang menyebabkan aktivitas kerja terganggu, tubuh jadi mudah lelah dan lemas
sehingga kualitas hidup pasien menurun (Bruner& Suddarth,2001).

B. KLASIFIKASI GAGAL GINJAL


GGK diklasifikasikan menjadi lima stadium berdasarkan tingkat GFR (Eknoyan &
Lameire, 2013) yaitu:

Menurut Suwitra (2006) mengklasifikasikan GGK berdasarkan diagnosis etiologinya


yaitu:

2
C. ETIOLOGI
United States Renal Data System (USRDS) pada tahun 2007 dan 2011 mencatat
bahwa tiga besar penyebab penyakit ginjal kronik adalah diabetes melitus, hipertensi,
dan glomerulonefritis. Penelitian lain yang dilakukan oleh Qi Lun Ooi et al pada
tahun 2011 mengemukakan bahwa penyakit ginjal kronik disebabkan oleh diabetes
(37,29%), glomerulonefritis (35,28%), hipertensi atau penyakit renovaskular
(22,17%), refluks nefropati dan malformasi struktur lain (6,5%), ginjal polikistik
(5,45%) atau penyebab lain seperti kanker, trauma, agen nefrotoksik, dan sebab lain
yang tidak diketahui (21,17%)12. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
etiologi utama penyakit ginjal kronik dari berbagai penelitian yang dilakukan.

1. Diabetes Nefropati

Diabetes nefropati terjadi karena adanya kerusakan ginjal secara progresif


yang disebabkan oleh DM dan ditandai dengan meningkatnya kadar albumin
dalam urin dan disertai dengan menurunnya GFR. Mikroalbuminuria yang
menetap merupakan penanda terjadinya tahap awal menurunnya fungsi ginjal
pada pasien DM dengan nefropati (ADAb , 2011). Proses hiperfiltrasi terjadi
karena adanya vasokonstriksi pada arteriol efferen dalam ginjal yang
menyebabkan terjadinya hipertensi intraglomerular. Peningkatan tekanan
tersebut yang dapat merusak endotel serta sawar filtrasi glomerulus dalam
ginjal. Selanjutnya sebagai akibat dari proses hiperfiltrasi akan ditemukannya
protein atau albumin dalam urin (proteinuria atau mikroalbuminuria). Selain
itu, keadaan hiperglikemi juga dapat berpengaruh terhadap perkembangan
nefropati pada pasien DM. Hal ini disebabkan karena hiperglikemi dapat
menyebabkan meningkatnya reaksi glikosilasi antara glukosa dan protein-
protein pada membran basal glomerulus sehingga memicu sel mesangial untuk
mensekresikan kelebihan matriks ekstraseluler. Kelebihan matriks glikosilat
tersebut yang menyebabkan pembuluh darah dalam ginjal menjadi tebal
sehingga menggangu proses difusi oksigen dalam pembuluh darah.
Berkurangnya pasokan oksigen dalam jaringan menyebabkan terjadi iskemia
jaringan. 3 Faktor-faktor tersebut yang dapat mempengaruhi perkembangan
nefropati pada pasien DM (Jackson, 2006; O’Callaghan, 2009).

Mengaktifkan sel imun, sel makrofag, sel busa. Masuk ke glomerulus,


menghasilkan faktor pertumbuhan TGF-B1, terbentuk struktur ekstraseluler
matrix. Ekstraseluler matrix terlalu banyak akan mengakibatkan
glomerulosklerosis atau pembentukan jaringan parut di glomerulus. Jaringan
parut membuat nefron tidak elastis atau kaku, fungsi ginjal menurun, lama
kelamaan gagal ginjal

2. Hipertensi

Hipertensi yang berlangsung lama akan menyebabkan perubahan resistensi


arteriol aferen dan terjadi penyempitan arteriol eferen akibat perubahan

3
struktur mikrovaskuler. Kondisi ini akan menyebabkan iskemik glomerular
dan mengaktivasi respon inflamasi.

3. Infeksi

Infeksi dapat terjadi pada beberapa bagian ginjal yang berbeda seperti
glomerulus pada kasus glomerulonefritis atau renal pelvis dan sel
tubulointerstitial pada pielonfritis. Infeksi juga bisa naik ke kandung kemih
melalui ureter menuju ginjal dimana terdapat sumbatan pada saluran kencing
bawah. Beberapa infeksi dapat menunjukkan gejala, sementara yang lain tanpa
gejala. Jika tidak diperhatikan, semakin banyak jaringan fungsional ginjal
yang perlahan-perlahan hilang. Selama proses peradangan tubuh kita secara
normal berusaha menyembuhkan diri. Hasil akhir penyembuhan adalah
adanya bekas luka jaringan dan atrofi sel yang mengubah fungsi penyaringan
ginjal. Hal ini merupakan kondisi yang tidak dapat dipulihkan. Jika presentase
jaringan rusak besar, akan berakhir pada gagal ginjal.

4. Kurang Air

Air berperan sebagai bahan bakar untuk mendorong reaksi kimia metabolisme.
Jika tidak minum cukup air, maka tidak dapat membakar kalori secara baik.
Kurang mengkonsumsi air akan membuat tubuh mengambil air dari komponen
yang lebih dekat yaitu darah. Karena kandungan air dalam darahnya diambil
maka darah akan menjadi kental, sehingga distribusi darah ke seluruh tubuh
akan terganggu.

5. Obat-obatan

Obat-obatan Sebagian besar obat diekskresikan lewat ginjal. Padahal banyak


dari obatobatan bersifat racun, oleh sebab itu istilahnya disebut nefrotoksik
(Pagunsan,2003).

a. Antibiotik Aminoglikosid, sulfonamid, amphotericin B, polymyxin,


neomycin, bacitracin, rifampisin, aminosalycylic acid, oxy- dan
chlotetracyclines.
b. Analgesik (pereda sakit) Salisilat, acetaminolen, phenacetin, semua
NSAID, Phenybutazone, semua penghambat prostaglandin synthetase.
c. Antiepileptik (untuk epilepsi dan kejang) Trimethadione,
paramethadione, succinamide, carbamazepine.
d. Obat-obat anti kanker Cyclosporine, cisplatin, cyclophospamide,
streptozocin,
e. Immune compex inducers (obat-obat untuk kekebalan tubuh) ;
captopril

D. FAKTOR RISIKO
1. Usia

4
Pertambah usia akan mempengaruhi anatomi, fisiologi dan sitologi pada ginjal.14
Setelah usia 30 tahun, ginjal akan mengalami atrofi dan ketebalan kortek ginjal
akan berkurang sekitar 20% setiap dekade. Perubahan lain yang akan terjadi
seiring dengan bertambahnya usia berupa penebalan membran basal glomerulus,
ekspansi mesangium glomerular dan terjadinya deposit protein matriks
ekstraselular sehingga menyebabkan glomerulosklerosis.
2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin bukanlah merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit ginjal
kronik karena hal ini juga berhubungan dipengaruhi oleh ras, faktor genetik, dan
lingkungan. Penyakit ginjal kronik merupakan penyakit multifaktorial
3. Genetik

Genetik Penyakit polikistik merupakan penakit keturunan dapat menyebabkan


gagal ginjal kronik (Price dan Wilson,2006). Penyakit ginjal polikistik diturunkan
secara dominan autosomal, dimana terbentuk kista ginjal yang semakin membesar
yang menyebabkan kerusakan ginjal
4. Riwayat batu saluran kemih

Penelitian (MKS, Th. 46, No. 4, Oktober 2014) melaporkan bahwa orang yang
memiliki riwayat batu saluran kemih 4-5 kali lebih sering menderita penyakit
ginjal kronik dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat batu
saluran kemih. Obstruksi yang diakibatkan oleh batu saluran kemih dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intratubular yang diikuti oleh vasokonstriksi
pembuluh darah hingga mengakibatkan iskemik pada ginjal. Iskemik pada waktu
yang lama dapat menyebabkan glomeruloskerosis, atrofi tubulus dan fibrosis
intertisial. Obstruksi komplit pada ginjal selama 24 jam akan mengakibatkan
kehilangan fungsi nefron secara permanen sebanyak 15%.
5. Infeksi saluran kemih

Infeksi saluran kemih merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit
ginjal kronik. Terjadinya infeksi saluran kemih disertai dengan refluk vesiko
ureter akan memperbesar terbentuknya skar di ginjal yang akan menyebabkan
terjadinya penurunan fungsi ginjal. Adanya hubungan yang signifikan antara
riwayat infeksi saluran kemih dengan penyakit ginjal kronik terbukti secara
statistik pada penelitian ini. Orang dengan riwayat infeksi saluran kemih 5 kali
lebih berisiko terkena penyakit ginjal kronik dibandingkan orang tidak memiliki
riwayat infeksi saluran kemih.
6. Lupus Eritematosus Sistemik

Lupus eritematosus sistemik adalah penyakit autoimun yang menyerang banyak


organ salah satunya adalah ginjal. Enam puluh persen pasien LES akan
mengalami kerusakan ginjal. Penelitian cohort yang dilakukan oleh Bono dkk
terhadap 110 pasien lupus nefritis dilaporkan 43,6% tidak mengalami kerusakan
ginjal, 10% mengalami penurunan fungsi ginjal dan 16,4% mengalami penyakit
ginjal kronik tahap akhir

5
E. TANDA DAN GEJALA
a. Ginjal Akut
1. Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah, diare,
pucat (anemia), dan hipertensi
2. Nokturia (buang air kecil di malam hari)
3. Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang
menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan)
4. Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki
5. Tremor tangan
6. Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi.
7. Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat dijumpai
adanya pneumonia uremik.
8. Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).
9. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah,
berat jenis sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml) sedangkan nilai normalnya
adalah 1,015-1,025
10. Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap
darah (LED) tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal,
sertaasupan protein, serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus.
11. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan
lebihmenonjol yaitu gejala kelebi hancairan berupa gagal jantung kongestif,
edema paru, perdarahan gastrointestinal berupa hematemesis, kejang-kejang
dan kesadaran menurun sampai koma
12. Serum calcium menurun, fosfat meningkat

b. Gagal Ginjal Kronik


1. Hiperkalemia akibat retensi ureum
2. Hipokalsemia dan hiperkalemia akibat ketidakseimbangan elektrolit
3. Azotemia akibat retensi zat sisa nitrogen
4. Asidosis metabolik akibat kehilangan bikarbonat
5. Nyeri tulang serta otot dan fraktur yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
kalsium fosfor dan ketidakseimbangan hormon paratiroid yang ditimbulkan 1
Neuropati perifer akibat penumpukan zat-zat toksik
6. Mulut yang kering, keadaan mudah lelah dan mual akibat hyponatremia
7. Hipotensi akibat kehilangan natrium Perubahan status kesadaran akibat
hiponatremia dan penumpukan zat-zat toksik | Frekuensi jantung yang tidak
reguler akibat hyperkalemia
8. Hipertensi akibat kelebiahan muatan cairan Luka-luka pada gusi dan
perdarahan akibat koagulopati
9. Kulit berwarna kuning tembaga akibat perubahan proses metabolik
10. Kulit yang kering serta bersisik dan rasa gatal yang hebat akibat uremic frost
0. Kram otot dan kedutan (twitching) yang meliputi iritabilitas jantung akibat
hyperkalemia pernapasan Kussmaul akibat asidosis metabolic 4 Infertilitas,
penurunan libido, amenore, dan impotensi akibat gangguan endokrin
11. Perdarahan GI, hemoragi, dan keadaan mudah memar akibat trombositopenia
dan defek trombosit S, infeksi yang berhubungan dengan penurunan aktivitas
makrofag

6
Tanda dan Gejala Pada Kasus (DS & DO)

DS :
• Pasien mengeluh sesak nafas
• Pasien mengatakan edema seluruh tubuh
• Pasien mengatakan memiliki riwayat
penyakit DM sejak 10 tahun lalu, DM tidak terkontrol
• Pasien mengatakan memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun lalu
• Pasien menanyakan bagaimana bisa terkena penyakit ini

DO :
• TD : 150/95 g/dL
• Nadi : 98x/menit
• RR : 28x/menit
• Suhu: 37C
• BB : 65 kg
• TB : 150 cm
• Piting edema positif derajat 3
• Akral dingin
• PND (+)
• BAK sedikit 100 ml
• Abdomen buncit
• Pernafasan pasien terlihat cepat
• Hb 8 g/dL
• Cr 3,5 mg/dL
• Gula darah sewaktu 230 mg/dl
• Hasil Thorax terdapat cairan di daerah pleura
• Pasien terlihat sesak nafas
• Pasien rencana dilakukan hemodialisa

F. PATOFISIOLOGI
*PATHWAY*

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Obat diuretic
Obat diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan
pembentukan urine. Istilah diuresis memiliki dua pengertian, pertama
menunjukan adanya penambahan volume urine yang diproduksi dan yang
kedua yaitu menunjukan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam air. Fungsi
utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan yang berarti mengubah
keseimbangan cairan sehingga volume cairan ekstrasel menjadi normal.

Obat diuretik yang biasa digunakan untuk penderita gagal ginjal yaitu furosemid
dan manitol
 Furosemid
Obat ini bekerja dengan mencegah reabsorpsi natrium, klorida, dan kalium.

7
Indikasi : furosemid lebih sering digunakan karena gangguan saluran cerna
yang lebih ringan
Dosis : obat ini tersedia dalam bentuk tablet 20, 40, 80 mg dan dalam
bentuk ampul. Pasien membutuhkan kurang dari 600 mg/hari, sedangkan
dosis anak 2 mg/ kgBB

 Mannitol
Mannitol sering digunakan karena obat ini tidak mengalami metabolisme
dalam badan dan hanya sedikit sekali direabsorpsi. Pemberian obat ini harus
IV
2. Eritropoetin
Eritropoetin adalah senyawa glikoprotein yang mengendalikan proses
produksi sel darah merah. Hormon ini dihasilkan oleh ginjal juga ada yang
diproduksi di hati. Namun produksi eritropoetin di hati terjadi pada janin, jika
sudah dewasa diproduksi di ginjal. Kadar eritropoetin di dalam darah cenderung
rendah pada kondisi anemia, namun akan menjadi tinggi pada kondisi hipoksia.
Pengaturan kadar eritropoetin bergantung pada tingkat oksigenasi darah dan
ketersediaan zat besi. Eritropoetin digunakan pada kondisi anemia akibat penyakit
gagal ginjal kronik serta anemia akibat kemoterapi kanker.

Penderita yang kekurangan hormon ini dapat diberikan eritropoetin


eksogen. Salah satu contohnya yaitu recombinant human erythropoietin yang
dihasilkan oleh teknologi rekayasa DNA pada kultur sel. Sediaan obat ini
dinamakan erythropoiesis stimulating agent contohnya adalah eritropoetin alfa
dan eritropoetin beta.

3. Dialisis (Hemodialisisdan CAPD)


Dialisis digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk sisa uremia
dari tubuh karena ginjal tidak berfungsi seutuhnya. Dialisis juga digunakan
pada pasien dengan edema yang tidak dapat disembuhkan dengan perawatan
biasa, hiperkalemia, hiperkalsemia, hipertensi, dan uremia. Terdapat beberapa
metode dialisis yaitu hemodialysis, CRRT ,dan dialisis peritoneal. Pasien
yang mendapatkan transplantasi ginjal tidak perlu menerima dialysis.
a. Hemodialisis
Hemodialisis adalah metode dialysis yang paling umum digunakan
pada pasien dengan gagal ginjal, metode ini hanya mencegah kematian dan
tidak menyembuhkan penyakit. Dilakukan sepanjang hidupnya sebanyak 3
kali dalam seminggu selama 3-4 jam. Tujuan dilakukannya hemodialisis
adalah untuk mengeluarkan substansi beracun dalam darah dan jumlah air
yang berlebih. Darah pasien diambil kemudian dibersihkan di dalam mesin
dan dikembalikan lagi kedalam tubuh pasien. Mesin hemodialysis yang
disebut juga dialyzer bekerja seperti ginjal sehingga dapat disebut juga sebagai
ginjal buatan.

8
Darah dari arteri dipompa ke dialyzer melalui saluran cellophane yang
bekerja sebagai membrane semipermeable. Cairan dialisis yang memiliki
komposisi kimia yang serupa dengan darah kecuali urea dan sisa-sisa produk
mengalir melalui pipa. Sisa–sisa produk dalam darah kemudian di difusi
melalui membrane semipermeable.
b. Dialisis Peritoneal
Tujuan dilakukannya dialisis peritoneal: membersihkan substansi
beracun dan sisa metabolisme serta memperbaiki keseimbangan cairan dan
elektrolit. Metode ini dilakukan untuk pasien dengan gagal ginjal yang tidak
mau melaksanakan hemodialisis atau transplantasi ginjal. Pasien dengan
diabetes dan penyakit jantung tidak dianjurkan untuk menerima perawatan
dialisis peritoneal. Dialisis peritoneal terbagi menjadi dua yaitu CAPD
(Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis) dan CCPD(Continuous Cyclic
Peritoneal Dialysis).

9
Pada dialysis peritoneal, cairan dialysis dimasukan kedalam lubang
peritoneal dibantu oleh gravitasi setelah klem infus ditutup. Kemudian, klem
pada saluran drainase dibuka dan cairan dialirkan dari lubang peritoneal
dibantu oleh gaya gravitasi. Tempat baru untuk cairan dialysis ini dimasukan
tepat setelah drainase selesai. Durasi proses ini berbeda-beda tergantung tipe
dialysis peritoneal yang dilakukan.

CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis) biasanya untuk pasien


dengan gagal ginjal stadium akhir. Dilakukan di rumah oleh pasien atau
keluarga pasien. Dilakukan 4-5 kali sehari setiap hari sebelum makan dan saat
tidur.

Kateter peritoneal dimasukan kedalam dinding abdomen. Manset yang


terdapat pada kateter melindungi tubuh dari infeksi bakteri. Cairan dialysis

10
mengalir dibantu oleh gaya gravitasi melalui kateter peritoneal kedalam
lubang peritoneal. Setelah beberapa waktu, cairan ini dikuras dengan bantuan
gaya gravitasi dan dibuang. Cairan tambahan lain kemudian dimasukan
kedalam lubang peritoneal sampai periode menguras selanjutnya. Lalu proses
dialysis berlangsung selama 24 jam namun pasien masih dapat bebas bergerak
dan melakukan kegiatan sehari-harinya.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium 
a. Tes darah
a) Serum kreatinin
Kreatinin adalah produk limbah yang berasal dari dan keausan normal pada
otot-otot tubuh. Kadar kreatinin dalam darah dapat bervariasi tergantung pada
usia, ras dan ukuran tubuh. Tingkat kreatinin lebih besar dari 1,2 untuk perempuan
dan lebih besar dari 1,4 untuk laki-laki mungkin menjadi tanda awal bahwa ginjal
tidak bekerja dengan benar. Tingkat kreatinin dalam darah meningkat, jika
penyakit ginjal sedang berlangsung.
b) Glomerular Filtration Rate (GFR)
Tes ini merupakan ukuran dari seberapa baik ginjal membuang limbah dan
kelebihan cairan dari darah. Tes ini dapat dihitung dari tingkat serum kreatinin
menggunakan usia, berat badan, jenis kelamin dan ukuran tubuh Anda. GFR
normal dapat bervariasi menurut umur (seiring Anda lebih tua nilainya dapat
menurun). v
c) Nitrogen Urea Darah  (NUD)
Nitrogen urea berasal dari pemecahan protein dalam makanan yang Anda
makan. Tingkat NUD normal adalah antara 7 dan 20. Seiring fungsi ginjal
menurun, tingkat NUD juga meningkat.

b. Tes urine.
a) Urinalisis
Termasuk pemeriksaan mikroskopis dari sampel urin serta uji dipstick.
Dipstick adalah strip diolah secara kimia, yang dicelupkan ke dalam sampel urin.
Strip berubah warna dengan adanya kelainan seperti jumlah kelebihan protein, darah,
nanah, bakteri dan gula. Sebuah urinalisis dapat membantu untuk mendeteksi berbagai
gangguan ginjal dan gangguan saluran kemih, termasuk penyakit ginjal kronis,
diabetes, infeksi kandung kemih dan batu ginjal.
b) Protein urin
Tes ini dapat dilakukan sebagai bagian dari tes urine atau dengan tes dipstick
terpisah. Jumlah kelebihan protein dalam urin, yang disebut proteinuria. Sebuah tes
dipstick positif (1+ atau lebih besar) harus dikonfirmasi dengan tes dipstick yang
lebih spesifik  (sebuah tes dipstick spesifik albumin) atau dengan pengukuran
kuantitatif, seperti rasio kreatinin albumin.

11
c) Mikroalbuminuria
Ini adalah tes dipstick lebih sensitif, yang dapat mendeteksi sejumlah kecil
protein yang disebut albumin dalam urin. Orang yang memiliki peningkatan risiko
mengalami penyakit ginjal, seperti yang dengan diabetes atau tekanan darah tinggi,
harus menjalani tes ini jika tes dipstick standar mereka untuk proteinuria negatif.
d) Perbandingan kreatinin
Sebuah tes kreatinin
membandingkan kreatinin dalam sampel
urin 24 jam dengan tingkat kreatinin
dalam darah Anda untuk menunjukkan
berapa banyak darah yang ginjal saring
setiap menit.
2. Pemeriksaan Elektokardiogram 
Gagal ginjal akan menyebabkan
terjadinya penyempitan dini pembuluh
koroner, otot jantung akan mengalami
gangguan  akibat volume cairan tubuh yang meningkat (volume overload), tekanan
darah yang meningkat (pressure overload), adanya anemi pada penderita gagal ginjal
akan mengganggu otot jantung dengan segala akibatnya. Begitu juga dengan adanya
kadar ureum yang tinggi, kreatinin yang tinggi, kolesterol yang tinggi, gangguan
elektrolit seperti kalium, natrium, kalsium, fosfor, serta menumpuknya zat-zat sisa
metabolisme tubuh lainnya akan berakibat buruk buat jantung.

EKG untuk melihat kemungkinan :


a. Hipertrofi ventrikel kiri 
b. Tanda-tanda pericarditis 
c. Aritmia 
d. Gangguan elektrolit (hyperkalemia)
e.
3. Ultrasonografi (USG) 

Organ ginjal jika dilakukan pemeriksaan USG normalnya akan berbentuk


seperti biji kopi dengan ukuran 8-12cm. Pada kasus hidronefrosis akibat batu akan
nampak  adanya gambaran pelebaran dari PCS yang gelap karena terisi cairan
(urin). Sedangkan pada pasien dengan kasus Nefrolitiasis (Batu Ginjal) apabila
dilakukan pemeriksaan USG akan Nampak gambaran hiperekoik (putih) dengan
acustic shadow yang biasanya disertai dengan hidronefrosis.

12
Selain itu, USG juga dapat digunakan untuk menampilkan ada tidaknya cairan
perivesical abnormal yang Nampak sebagai area anekoik yang terdapat di Morrison
pouch (antara ginjal kanan dan hepar), recessus splenorenal (antara ginjal kiri dan
lien) atau di suprapubica. Pada trauma ginjal dengan hematom subkapsuler  jika
dilakukan pemeriksaan USG akan Nampak adanya gambaran hipoekoik. Sedangkan
pada laserasi ginjal jika dilakukan USG akan ampak adanya gambaran diskontinuitas
parenkim berupa garis pita.  

13
4. Foto Polos Abdomen 

Kidney Ureter Bladder (Foto Polos Abdomen) adalah pengambilan foto X-ray


yang menampilkan ginjal, ureter, dan kandung kemih. KUB biasa digunakan sebagai
langkah awal dalam mendiagnosis masalah pada sistem perkemihan dan biasanya
dilakukan bersamaan dengan IVP dan USG. 

Untuk melakukan FPA perlu dilakukan persiapan terlebih dahulu, yakni


pasien dipuasakan minimal 8 jam. Yang dapat dinilai dari hasil FPA adalah Ginjal.
Ginjal kita nilai bentuk, letak, ukuran dan posisi. Normalnya ginjal berbentuk seperti
kacang permukaannya licin dan terletak di bagian lumbal setinggi VL 2. Selain itu
juga bisa dilihat apakah terdapat gambaran batu radioopaq baik pada ginjal, ureter
maupun Vesica Urinaria (VU). Adapun gambaran batu besar yang terdapat dalam
PCS dan berbentuk seperti tanduk rusa yang disebut staghorn. Selain itu juga dapat
dinilai adakah kelainan congenital (aplasia ginjal, Ginjal ektopik, Horshoe Kidney,
Agenesis Ginjal) ataupun tumor/ massa pada organ urologi. (Ginjal polikistik, ginjal
multikistik)

5. Intra Venous Pielografi (IVP) / Ureterografi Intra Vena

Intra vena pyelografi adalah pemeriksaan x-ray khusus dari ginjal, kandung
kemih dan ureter (saluran yang membawa urin dari ginjal ke kandung kemih).  Pasien

14
diharuskan mengosongkan kandung kemih segera sebelum prosedur IVP dimulai. IVP
dilakukan menggunakan kontras berupa Iodine dan dilakukan foto secara berulang
kali pada menit ke 5, 15, 30 atau 45 dan post miksi. Pasien akan disuntikan kontras
yodium (pewarna) kedalam suatu vena pada tangan, dengan begitu radiologist dapat
mengetahui anatomi serta fungsi ginjal, ureter dan kandung kemih.

Pemberian kontras  dapat menyebabkan penurunan tekanan


darah. Adapun dosis kontras  yang diberikan adalah 1 cc/kgBB pada pasien dengan
kadar Kreatinin <1,6mg% dan 2 cc/ kgBB pada pasien dengan kadar kreatinin 1,6-
3mg%. Pada pasien dengan kadar kreatinin diatas 3mg% tidak boleh dilakukan
IVP  sehingga perlu dipilihkan sarana penunjang radiologis yang lain yakni USG dan
FPA. Pemeriksaan IVP ini bertujuan untuk melihat fungsi ekskresi (ginjal), melihat
anatomi tractus urogenitalia, dan mencari adakah kelainan pada trctus urogenitalia.
Indikasi IVP : kolik ginjal akut, hematuria non glomeruler, batu saluran kemih,
kesulitan berkemih, "neurogenic bladder", infeksi saluran kemih berulang, nyeri
abdomen yang tidak jelas penyebabnya dan komplikasi post operasi.

6. Pemeriksaan foto Rontgen Dada


Edema paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan dari darah ke ruang
interstisial atau ke alveoli yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke dalam
pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem pembuluh limfe. Edema paru merupakan
komplikasi yang umum terjadi pada gagal ginjal kronik ataupun gagal ginjal akut.
Hipoalbuminemia, yang merupakan karakteristik dari gagal ginjal kronik,
menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma yang kemudian mendorong
pergerakan cairan dari kapiler paru

7. Arteriogram Ginjal 
Angiogram, juga disebut arteriogram, adalah gambar x-ray dari pembuluh
darah. Angiogram ginjal adalah angiogram pembuluh darah ginjal. Angiogram ginjal
dapat digunakan untuk menilai aliran darah ke ginjal.
Untuk mendapatkan gambar x-ray dari pembuluh darah, diperlukan akses
intravena (IV) agar pewarna kontras dapat disuntikkan ke dalam sistem peredaran
darah tubuh. Pewarna kontras ini menyebabkan pembuluh darah tampak buram pada
gambar x-ray, sehingga memungkinkan dokter untuk memvisualisasikan struktur
kapal dengan lebih baik dalam pemeriksaan.
8. Sistouretrogram 
Sistometrogram merupakan rekaman grafik tekanan dalam kadung kemih
(intra vesikal) pada berbagai fase pengisian dan pengosongan kandung kemih
untukmengkaji fungsinya. Selama prosedur pemeriksaan dilakukan, jumlah cairan
yang dimasukan dan dikeluarkandari kandung kemih disamping rasa penuh pada
kandung kemih dan keinginan untuk buang air kecil harus dicatat. Kemudian semua
hasil ini dibandingkan dengan tekanan yang diukur dalam kandung kemih selama
pengisian kandung kemih dan berkemih. Tekanan diatas tingkat nol pada simfisis
pubis diukur, dan tekanan serta volume dalam kandung kemih diukur serta dicatat.

15
I. KOMPLIKASI
1) Komplikasi Gagal Ginjal Akut
Gagal ginjal akut yang tidak segera diobati lama kelaman berpotensi
menimbulkan komplikasi. Komplikasi potensial gagal ginjal akut, antara lain:
a) Penumpukan Cairan
ginjal akut menyebabkan penumpukan cairan di paru-paru yang dapat
menyebabkan sesak napas.
b) Sakit Dada
Jika lapisan yang menutupi jantung (perikardium) meradang, pengidap gagal
ginjal akut bisa mengalami nyeri dada.
c) Kelemahan Otot
Ketika cairan dan elektrolit tubuh tidak seimbang akibat fungsi ginjal
menurun, kelemahan otot dapat terjadi.
d) Kerusakan Ginjal Permanen
Kadang-kadang, gagal ginjal akut bisa menyebabkan kehilangan fungsi ginjal
permanen, atau penyakit ginjal tahap akhir. Orang dengan penyakit ginjal
tahap akhir membutuhkan dialisis permanen, yaitu penyaringan mekanis yang
digunakan untuk menghilangkan racun dan limbah dari tubuh atau
transplantasi ginjal untuk bertahan hidup.
e) Kematian
Gagal ginjal akut dapat menyebabkan hilangnya fungsi ginjal dan pada
akhirnya bisa menyebabkan kematian.
2) Komplikasi Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronis terjadi karena adanya penyakit atau kondisi yang
menyebabkan kerusakan pada ginjal. Beberapa di antaranya termasuk diabetes
tipe 1 atau 2, tekanan darah tinggi, glomerulonefritis, obstruksi saluran kemih
berkepanjangan, dll. Kondisi ini semakin diperburuk dengan kebiasaan merokok,
berat badan berlebihan, struktur ginjal yang abnormal, pertambahan usia, hingga
faktor genetik. Terlambatnya penanganan dapat membuat gagal ginjal kronis
semakin memburuk. Komplikasi yang mungkin terjadi, antara lain:
a) Kadar Kalium Berlebih (Hiperkalemia)
Hiperkalemia terjadi ketika kadar kalium dalam darah terbilang tinggi. Hal ini
menyebabkan terganggunya kerja jantung. Jika tidak segera ditangani, komplikasi
ini menimbulkan masalah baru pada jantung yang bisa berujung pada kematian
secara tiba-tiba. Seseorang yang mengidap gagal ginjal kronis, organ ginjalnya
tidak lagi mampu menyerap dan mensekresikan kalium. Inilah alasan pengidap
hiperkalemia tidak dianjurkan untuk mengonsumsi buah dan sayuran.
b) Cairan Berlebihan
Jika banyak minum membantu menyehatkan ginjal, tetapi berbeda bagi pengidap
gagal ginjal kronis, banyak minum justru bisa berakibat fatal. Kondisi ini bisa

16
menyebabkan berkurangnya kadar garam dalam tubuh, sehingga pengidap merasa
lemah bahkan mengalami kejang.
Pengidap gagal ginjal kronis memiliki masalah terhadap pembuangan cairan
dalam tubuhnya. Ketika cairan yang masuk ke dalam tubuh terlalu banyak akibat
dari banyak minum, ginjal tidak mampu mengeluarkan semua cairan yang tidak
dibutuhkan sehingga terjadi penumpukan di dalam pembuluh darah dan
menyebabkan jantung bekerja terlalu keras.
c) Osteomalacia
Osteomalacia adalah kondisi ketika tulang menjadi lunak dan mudah patah.
Osteomalacia termasuk penyakit yang terjadi karena kurangnya kadar mineral
dalam tulang. Masalah tulang ini sering terjadi karena kurangnya asupan vitamin
D atau masalah pada saluran pencernaan dan ginjal.
d) Metabolik Asidosis
Selain menyekresikan cairan, ginjal berfungsi untuk mengatur kadar asam basa
atau pH di dalam darah. Ginjal yang mengalami gangguan berdampak pada
penurunan pH darah menjadi lebih asam. Kondisi ini mengakibatkan pelebaran
pembuluh darah dan kontraksi jantung.
e) Dislipidemia
Dislipidemia adalah kondisi yang terjadi saat kadar lemak dalam aliran darah
terlalu tinggi atau terlalu rendah. Lipid (lemak), bersama dengan protein dan
karbohidrat, adalah komponen utama dari sel-sel hidup. Kolesterol dan trigliserida
adalah jenis lipid yang tersimpan dalam tubuh dan berperan sebagai sumber
tenaga. Pada komplikasi ini terjadi pengurangan aktivitas lipoprotein lipase dan
trigliserida lipase hati.

J. ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL


KASUS

Seorang pasien berusia 55 tahun, dirawat diruangan perawatan umum dirumah sakit swasta.
Pasien dirawat dengan keluhan sesak nafas, seluruh tubuh edema. Seorang perawat
melakukan anamnesa, didapatkan hasil sebagai berikut: pasien memiliki riwayat penyakit
DM sejak 10 tahun lalu dengan DM tidak terkontrol dan hipertensi sejak 5 tahun lalu, TD :
150/95 mmHg. Nadi : 98 x/m, RR : 28 x/m, Suhu : 37⁰C, BB 65 kg, TB 150 cm pernapasan
cepat, Pitiing edema ekstremitas positif derajat 3, akral dingin, PND (+). BAK mulai sedikit
perharinya 100ml, Abdomen buncit. Hasil pemeriksaan laboratorium Hb 8 g/dL, Ht 20%, Ur
110 mg/dL, Cr 3,5 mg/dL, Gula darah sewaktu 230 mg/dl. Hasil Ro Thorax terdapat cairan
didaerah pleura. Pasien bertanya bagaimana bisa terkena penyakit ini. Pasien rencana
dilakukan hemodialisa, perawat dan dokter serta paramedic lainnya yang terkait, melakukan
perawatan secara integrasi untuk menghindari / mengurangi resiko komplikasi lebih lanjut.

DATA FOKUS

17
Data Subjektif Data Objektif
 Pasien mengeluh sesak nafas  TD : 150/95 g/dL
 Pasien mengatakan edema seluruh  Nadi : 98x/menit
tubuh  RR : 28x/menit
 Pasien mengatakan memiliki riwayat  Suhu: 37C
penyakit DM sejak 10 tahun lalu, DM  BB : 65 kg
tidak terkontrol  TB : 150 cm
 Pasien mengatakan memiliki riwayat  Piting edema positif derajat 3
hipertensi sejak 5 tahun lalu
 Akral dingin
 Pasien menanyakan bagaimana bisa
 PND (+)
terkena penyakit ini
 BAK sedikit 100 ml
 Abdomen buncit
 Pernafasan pasien terlihat cepat
 Hb 8 g/dL
 Ht 20%
 Ur 110 mg/dL
 Cr 3,5 mg/dL
 Gula darah sewaktu 230 mg/dl
 Hasil Thorax terdapat cairan di
daerah pleura
 Pasien terlihat sesak nafas
 Pasien rencana dilakukan
hemodialisa

ANALISA DATA

No. Data Masalah Keperawatan Etiologi


1. DS : Kelebihan volume cairan Gangguan
 Pasien mengeluh Seluruh mekanisme
tubuh edema regulasi
DO :
 BAK mulai sedikit
perharinya 100 ml

18
 Piting edema ekstremitas
positif derajat 3
 Abdomen buncit
 Cr 3,5 mg/dL
 PND (+)
2. DS: Ketidakefektifan perfusi Diabetes mellitus
jaringan perifer
 Pasien mengatakan memiliki
riwayat penyakit DM sejak
10 tahun yang lalu dengan
DM tidak terkontrol

DO :

 Hb: 8gr/dl
 CRT >3 detik
 Konjungtiva anemis
 Warna kulit pucat
 Akral dingin
 Ht 20%
 Ur 110 mg/dL
 Cr 3,5 mg/dL
3. DS : Ketidakefektifan pola Hiperventilasi :
napas adanya ciran di
 Pasien mengeluh sesak napas
pleura
DO :

 Pernapasan klien cepat


 RR 28x/menit
 Asites
 Rontgen thorax terdapat
cairan di daerah pleura
 Pasien terlihat sesak nafas
4. DS : Defisiensi Pengetahuan Kurang
pengetahuan
 Pasien bertanya bagaimana ia

19
bisa terkena penyakit ini terkait penyakit

DO :

 Pasien rencana dilakukan


Hemodialisa
 Pasien terlihat sesak nafas
 Pitting edema ekstremitas
positif derajat 3
 BAK mulai sedikit
perharinya 100 ml
 Gula darah sewaktu 230
mg/dL
 Hb 8 g/dL
 Cr 3,5 mg/dL

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Paraf &
Diagnosa Keperawatan Tanggal Tanggal
No. Nama
(P&E) Ditemukan Teratasi
Jelas
1. Kelebihan volume cairan b.d Senin TTD
gangguan mekanisme regulasi 1 Maret 2021 Kelompok
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan Senin TTD
perifer b.d diabetes mellitus 1 Maret 2021 Kelompok

3. Ketidakefektifan pola napas b.d Senin TTD


Hiperventilasi : adanya ciran di 1 Maret 2021 Kelompok
pleura

4. Defisiensi Pengetahuan b.d kurang Senin TTD


pengetahuan terkait penyakit 1 Maret 2021 Kelompok

INTERVENSI KEPERAWATAN

20
No.
Tujuan& Paraf &
Diagnos Rencana Tindakan
Kriteria hasil Nama jelas
a
1) Setelah diberikan tindakan Manajemen cairan TTD
keperawatan 3x24 jam 1) Monitor TTV Kelompok
masalah kelebihan volume
2) Monitor indikasi
cairan pada klien dapat
kelebihan
teratasi, dengan kriteria
cairan/retensi
hasil :
(misalnya
 Serum elektrolit
crackles,edema,asites
normal dipertahankan
)
pada skala 3
3) Berikan diuretic yang
ditingkatkan skala 5
diresepkan
(1-5)
 Denyut nadi radial
Monitor Cairan
normal dipertahankan
1) Monitor tanda dan
pada skala 3
gejala asites
ditingkatkan skala 5
(1-5) 2) Tentukan jumlah dan
 Keseimbangan intake jenis intake/asupan
dan output dalam 24 serta kebiasaan
jam normal eliminasi
dipertahankan pada
3) Monitor berat badan
skala 2 ditingkatkan
skala 5 (1-5) 4) Terapi hemodialisa

5) Ambil sampel darah


dan tinjau komponen
kimiawi darah
(misalnya serum
kreatinin, serum Na)

2) Setelah diberikan tindakan Monitor tanda-tanda TTD


keperawatan 3x24 jam vital (6680) hal.237 Kelompok
masalah ketidakefektifan 1) Monitor tekanan

21
perfusi jaringan pada klien darah, nadi, suhu, dan
dapat teratasi, dengan status pernafasan
kriteria hasil : dengan tepat
 ) 2) Monitor tekanan
Keparahan cairan darah saat pasien
berlebihan (0603) hal. berbaring, duduk, dan
127 berdiri sebelum dan
 Edema menyeluruh setelah perubahan
dipertahankan pada posisi.
skala 2 ditingkatkan 3) Monitor tekanan
skala 5 (1-5) darah setelah pasien
 Malaise dipertahankan minum obat jika
pada skala 4 memungkinkan.
ditingkatkan skala 5 4) Identifikasi
(1-5) kemungkinan

 Peningkatan tekanan penyebab perubahan

darah dipertahankan tanda-tanda vital.

pada skala 3
Manajemen asam basa
ditingkatkan skala 5
(1910) hal. 150
(1-5)
1) Pertahankan
 Penurunan urin output
kepatenan jalan
dipertahankan pada
napas.
skala 2 ditingkatkan
2) Posisikan klien untuk
skala 5 (1-5)
mendapatkan
Integritas jaringan :
ventilasi yang
kulit dan membrane
adekuat.
mukosa (1101) hal. 107
3) Berikan terapi
 Suhu kulit oksigen dengan tepat.
dipertahankan pada
Manajemen
skala 3 ditingkatkan
elektrolit/cairan (2080)
skala 5 (1-5)
hal. 167
 Elastisitas
1) Pantau kadar serum
dipertahankan pada

22
skala 3 ditingkatkan elektrolit yang
skala 5 (1-5) abnormal, seperti
 Perfusi jaringan yang tersedia.
dipertahankan skala 2 2) Monitor perubahan
ditingkatkan skala 5 status paru/jantung
(1-5) yang menunjukkan
 Integritas kulit kelebihan cairan /
dipertahankan skala 3 dehidrasi.
ditingkatkan skala 5 3) Pantau adanya tanda
(1-5) dan gejala overhidrasi
yang memburuk atau
dehidrasi.
4) Dapatkan specimen
laboratorium untuk
pemantauan
perubahan cairan atau
elektrolit.
5) Timbang berat badan
harian dan pantau
gejala.
6) Berikan cairan yang
sesuai.

Manajemen
Hiperglikemi (2120)
Halaman 180

1) Monitor kadar
glukosa darah,
sesuai indikasi
2) Monitor ketonurin,
sesuai indikasi
3) Dorong
pemantauan sendiri

23
kadar glukosa
darah
4) Fasilitasi
kepatuhan terhadap
diet dan regimen
latihan

3) Setelah diberikan tindakan Manajemen jalan nafas TTD


keperawatan 3x24 jam (3140), hal 186 Kelompok
masalah ketidakefektifan 1) Posisikan pasien
pola nafas pada klien untuk
dapat teratasi, dengan memaksimalkan
kriteria hasil : ventilasi
Status pernafasan (0415) 2) Motivasi pasien
hal.556 untuk ber nafas
pelan,dalam berputar
 Frekuensi pernafasan
dan batuk
dipertahankan skala 3
3) Auskultasi suara
ditingkatkan skala 5
nafas,catat area yang
(1-5)
ventilasinya menurun
 Irama pernafasan
atau tidak ada dan
dipertahankan skala 2
adanya suara
ditingkatkan skala 5
tambahan.
(1-5)
4) Posisikan untuk
 Kedalaman inspirasi
meringankan sesak
dipertahankan skala 3
nafas
ditingkatkan skala 5
5) Monitor status
(1-5)
pernafasan dan
 Penggunaan otot
oksigenasi ,
bantu nafas
sebagaimana
dipertahankan skala 3
mestinya
ditingkatkan skala 5
(1-5) Monitor Pernafasan
 Pernafasan cuping (3350), hal 236
hidung dipertahankan

24
skala 3 ditingkatkan 1) Monitor kecepatan,
skala 5 (1-5) irama, kedalaman,
dan kesulitan nafas.
2) Catat pergerakan
dada, catat
ketidaksimetrisan,
penggunaan otot-otot
bantu nafas, dan
retraksi pada otot
supraclaviculas dan
interkosta.
3) Monitor pola nafas
4) Monitor suara nafas
tambahan seperti
ngorok dan mengi
5) Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
6) Monitor kelelahan
otot-otot diapragma
dengan pergerakan
parasoksial
7) Monitor keluhan
sesak nafas pasien,
termasuk kegiatan
yang meningkatkan
atau memperburuk
sesak nafas tersebut.
4) Setelah diberikan tindakan 1) Kaji tingkat TTD
keperawatan 3x24 jam pengetahuan pasien Kelompok
masalah defisiensi dan keluarga
pengetahuan pada klien 2) Jelaskan patofisiologi
dapat teratasi, dengan dari penyakit dan
kriteria hasil : bagaimana hal ini
berhubungan dengan
25
 Pasien dan keluarga anatomi dan fisiologi,
menyatakan dengan cara yang
pemahaman tentang tepat.
penyakit, kondisi, 3) Gambarkan tanda dan
prognosis dan gejala yang biasa
program pengobatan muncul pada
dipertahankan skala 3 penyakit, dengan cara
ditingkatkan skala 5 yang tepat
(1-5) 4) Gambarkan proses
 Pasien dan keluarga penyakit, dengan cara
mampu melaksanakan yang tepat
prosedur yang 5) Identifikasi
dijelaskan secara kemungkinan
benar dipertahankan penyebab, dengan
skala 3 ditingkatkan cara yang tepat
skala 5 (1-5) 6) Sediakan informasi
 Pasien dan keluarga pada pasien tentang
mampu menjelaskan kondisi, dengan cara
kembali apa yang yang tepat
dijelaskan perawat/tim 7) Sediakan bagi
kesehatan lainnya keluarga informasi
dipertahankan skala 3 tentang kemajuan
ditingkatkan skala 5 pasien dengan cara
(1-5) yang tepat
8) Diskusikan pilihan
terapi atau
penanganan
9) Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara
yang tepat atau
diindikasikan
10) Eksplorasi
26
kemungkinan sumber
atau dukungan,
dengan cara yang
tepat

IMPLEMENTASI

Hari / No. Jam, Tindakan keperawatan & Paraf &


Tanggal
Diagnosa Hasil nama jelas
Senin 1 1. 08.00
1) Monitor TTV
Maret
Hasil : TTV normal
2021
08.10
2) Monitor indikasi kelebihan
cairan/retensi (misalnya
crackles,edema,asites)
Hasil : Produksi cairan kembali normal

08.20
3) Berikan diuretic yang diresepkan
Hasil : Diuretik bekerja dalam tubuh
pasien

08.30
1) Monitor tanda dan gejala asites
Hasil : asites terpantau normal

08.35
2) Tentukan jumlah dan jenis
intake/asupan serta kebiasaan eliminasi
Hasil : cairan dalam tubuh pasien dalam
keadaan normal

08.40
3) Monitor berat badan
Hasil : IMT normal

08.45
4) Terapi hemodialisa
Hasil : pasien melakukan terapi
hemodialisa

09.00
5) Ambil sampel darah dan tinjau
komponen kimiawi darah (misalnya serum

27
kreatinin, serum Na)
Senin 1 2. 13.00
1) Monitor tekanan darah setelah pasien
Maret
minum obat jika memungkinkan.
2021 Hasil : TTV terpantau normal

13.10
1) Posisikan klien untuk mendapatkan
ventilasi yang adekuat.
Hasil : Sesak nafas pasien berkurang

13.15
2) Berikan terapi oksigen dengan tepat.
Hasil : pasien bernafas dengan normal

13.20
1) Pantau kadar serum elektrolit yang
abnormal, seperti yang tersedia.
Hasil : kadar elektrolit dalam tubuh pasien
normal

13.25
2) Monitor perubahan status paru/jantung
yang menunjukkan kelebihan cairan /
dehidrasi.
Hasil : status cairan tubuh pasien terpantau

13.30
3) Pantau adanya tanda dan gejala
overhidrasi yang memburuk atau dehidrasi.
Hasil : tidak ada gejala dehidrasi

13.35
4) Dapatkan specimen laboratorium untuk
pemantauan perubahan cairan atau
elektrolit.

13.40
5) Berikan cairan yang sesuai.

13.45
1) Monitor kadar glukosa darah, sesuai
indikasi
Hasil : kadar glukosa darah terpantu

13.50
2) Dorong pemantauan sendiri kadar
glukosa darah
Hasil : pasien bisa memahami
ketidakabnormalan kadar gula darah

28
13.55
3) Fasilitasi kepatuhan terhadap diet dan
regimen latihan
Selasa 2 3. 08.00
1) Auskultasi suara nafas,catat area yang
Maret
ventilasinya menurun atau tidak ada dan
2021 adanya suara tambahan.
Hasil : Tidak ada suara tambahan yang
abnormal

08.05
2) Monitor status pernafasan dan
oksigenasi , sebagaimana mestinya
Hasil : status nafas dan oksigenasi
terpantau

08.10
1) Monitor kecepatan, irama, kedalaman,
dan kesulitan nafas.
Hasil : kecepatan, irama, kedalaman dan
kesulitan nafas terpantau normal

08.15
2) Catat pergerakan dada, catat
ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot
bantu nafas, dan retraksi pada otot
supraclaviculas dan interkosta.

08.20
3) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

08.25
6) Monitor kelelahan otot-otot diapragma
dengan pergerakan parasoksial
Hasil : tidak terjadi kelelahan otot

08.30
7) Monitor keluhan sesak nafas pasien,
termasuk kegiatan yang meningkatkan atau
memperburuk sesak nafas tersebut.
Hasil : pasien sudah tidak mengalami sesak
nafas
Selasa 2 4. 13.00
1) Kaji tingkat pengetahuan pasien dan
Maret
keluarga
2021 Hasil : pengetahuan pasien meningkat

13.05
2) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan

29
bagaimana hal ini berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
tepat.
Hasil : pasien dapat mengulangi penjelasan
proses penyakitnya

13.10
3) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
muncul pada penyakit, dengan cara yang
tepat

13.15
4) Gambarkan proses penyakit, dengan
cara yang tepat

13.20
5) Identifikasi kemungkinan penyebab,
dengan cara yang tepat
Hasil : pasien memahami penyebab dari
penyakitnya

13.25
6) Sediakan informasi pada pasien tentang
kondisi, dengan cara yang tepat

13.30
7) Sediakan bagi keluarga informasi
tentang kemajuan pasien dengan cara yang
tepat

13.40
8) Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
Hasil : pasien menyetujui terapi yang
direkomendasikan

13.45
9) Dukung pasien untuk mengeksplorasi
atau mendapatkan second opinion dengan
cara yang tepat atau diindikasikan

13.50
10) Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat

EVALUASI

No. Hari/tanggal Evaluasi TTD

30
Dx
1. Kamis 4 S: Pasien mengatakan bahwa edema sudah
berkurang
Maret 2021
O: Cr normal 1,2 mg/dl, 900 ml, piting
edema derajat 2 (4 mm), abdomen normal,
PND tidak terlihat
A: Masalah kelebihan volume cairan
teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
• Jaga intake/asupan yang akurat dan catat
output pasien
• Monitor tanda-tanda vital
• Berikan terapi IV yang ditentukan.
2. Kamis 4 S: Pasien mengatakan penyakit DM sudah
terkontrol
Maret 2021
O: Hb 15 mg/dl, CRT < 3 detik,
konjungtiva normal, warna kulit normal,
suhu normal 36,5 derajat
A: Masalah ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
• memantau volume cairan dalam tubuh
pasien dan memantau CRT

3. Jumat 5 S: Pasien tidak mengeluh sesak nafas


O: pernafasan klien normal, RR 18x/menit,
Maret 2021
tidak ada asites dan tidak ada cairan di
daerah pleura
A: Masalah tidakefektifan pola nafas sudah
teratasi
P: Intervensi dihentikan
4. Jumat 5 S: Pasien mengatakan sudah tahu penyebab
terkena penyakit ini
Maret 2021
O: terapi hemodialisa sudah dilaksanakan,
pasien sudah tidak sesak nafas, piting
edema derajat 2, gds normal 130 mg/dl
A: Masalah defisiensi pengetahuan sudah
teratasi
P: Intervensi dihentikan

K. TELAAH JURNAL KASUS GAGAL GINJAL


Resume Jurnal

Penulis : Cheryl AM Anderson, Huang Anh Nguyen

Judul : Nutrition education in the care of patients with chronic kidney disease and end-stage
renal disease

31
Resume :

Konseling pola makan dan edukasi gizi sangat dianjurkan dalam pencegahan dan
penanganan penyakit ginjal kronik (PGK) atau penyakit ginjal stadium akhir (ESRD).
Pentingnya menangani nutrisi secara efektif perlu difokuskan pada strategi pencegahan
seperti diet dan gaya hidup mengingat prevalensi kondisi terkait nutrisi yang tinggi dan terus
meningkat seperti obesitas, hipertensi, dan diabetes. Untuk mengelola gizi dan
meminimalkan faktor risiko, disarankan tenaga kesehatan melakukan penyuluhan/edukasi
gizi tentang asupan natrium, kalium, fosfor, dan protein. Kesuksesan pengelolaan gizi
ditandai dengan manajemen diet yang cermat, penilaian status nutrisi secara berkala, serta
pemantauan kepatuhan diet.

Faktor-faktor kunci dalam perawatan pasien dengan gagal ginjal kronik/CKD adalah
(1) Tenaga kesehatan sebagai agen perubahan untuk diet dan gaya hidup, (2) Pola makan
sehat menurunkan faktor risiko CKD dan CVD (cardiovascular disease) (Makanan sehat
seperti sayuran, buah-buahan, produk susu bebas/rendah lemak, makanan berprotein.
Menghindari makanan berminyak dan gula tambahan serta tinggi natrium), (3) Konsekuensi
natrium makanan tinggi lebih sering terjadi pada CKD (Retensi natrium terjadi dengan CKD /
ESRD dan mengakibatkan ekspansi volume ekstraseluler. Konsekuensi potensial dari asupan
makanan tinggi natrium adalah tekanan darah tinggi, retensi cairan ,), (4) Modifikasi protein
dan produksi asam endogen bersih (Secara historis, malnutrisi energi protein (KEP) adalah
gangguan makronutrien utama yang mempengaruhi pasien dalam dialisis. Pasien yang
menjalani diet protein sangat rendah dapat mengalami kesulitan dalam mengonsumsi kalori /
energi yang cukup. Diet protein yang baik menghasilkan produksi asam endogen bersih yang
lebih tinggi), (5) Fosfor, vitamin D, dan penyakit tulang kalsium di CKD (Penyakit ginjal
mengurangi produksi vitamin D padahal vitamin D aktif sangat penting untuk penyerapan
kalsium normal, metabolisme kalsium dan fosfor, karena vitamin D berkurang metabolisme
kalsium menjadi tidak teratur. Kombinasi fosfor tinggi dan metabolisme kalsium yang tidak
teratur menyebabkan peningkatan risiko penyakit tulang dan penumpukan kalsium-fosfat di
jaringan lunak. Dengan demikian, fokus utama pengendalian fosfor dan kalsium pada
penyakit ginjal adalah penguatan komposisi tulang), (6) Kalium, hiperkalemia, dan CKD
(Stadium lanjut CKD / ESRD mempengaruhi ekskresi kalium ginjal dan mempengaruhi
individu untuk hiperkalemia. Pasien yang memakai penghambat reseptor angiotensin
(ACE)/menggunakan diuretik hemat kalium juga berisiko tinggi mengalami hiperkalemia.
Ketika keluaran urin turun di bawah 1 L per hari, dianjurkan pengurangan kalium untuk

32
mencegah hiperkalemia), (7) Asupan cairan saat dialisis, pemantauan cairan bagian penting
dari terapi dialisis, dengan memeriksa volume urin, tidak ada edema, natrium serum dalam
kadar normal menandakan cairan tubuh dalam batas normal.
Hambatan dalam konseling/edukasi gizi oleh tenaga layanan kesehatan harus
dihilangkan seperti ketersediaan waktu dan pertemuan untuk konseling nutrisi serta
pemahaman mendalam tentang nutrisi untuk penderita gagal ginjal. Apabila hambatan
dihilangkan, perawatan pada pasien gagal ginjal akan berhasil dan tenaga kesehatan paling
berpengaruh dalam tindakan pencegahan dan manajemen melalui konseling nutrisi.

DAFTAR PUSTAKA
Masi, G. N., & Kundre, R. (2018). Perbandingan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik
Dengan Comorbid Faktor Diabetes Melitus Dan Hipertensi Di Ruangan Hemodialisa RSUP.
Prof. Dr. RD Kandou Manado. Jurnal Keperawatan, 5(2).
Restu Pranandari, W. S. (2015). FAKTOR RESIKO GAGAL GINJAL KRONIK DI UNIT
HEMODIALISIS RSUD WATES KULON PROGO. 318-319.

33
Brunner . 2013. Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth.Jakarta: EGC
Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Muttaqin Arif dan Sari Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan,Edisi
1, Salemba Medika : Jakarta

Lubis, dkk. Tanpa Tahun. Pedoman Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik. Sumatera Utara:
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Diperoleh dari
https://www.repository.usu.ac.id pada 22 April 2020.
Cheryl A. M. Anderson, H. A. ( 2018). Nutrition education in the care of patients with
chronic. Seminars in Dialysis, 1-7.
https://media.neliti.com/media/publications/181808-ID-prevalensi-dan-faktor-risiko-
penyakit-gi.pdf

34

Anda mungkin juga menyukai