Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK

TERAPI MODALITAS
Diajukan untuk memenuhi tugas Diskusi Kelompok mata kuliah Keperawatan Jiwa II
Dosen Koordinator : Khrisna Wisnusakti, S.Kep., Ners., M.Kep
Dosen Pembimbing : Monna Maharani, M.Kep., Ns., Sp.Kep.Mat

Di susun oleh : Kelompok F


Ketua : Mutiara Nur Annisa 213118079
Scriber 1 : Yosrizal Martka 213118136
Scriber 2 : Nadya Ni’matul Maula 213118123

Iis Midiawati 213118017 Mentari Dwi Saputri 213118100


Reyzamasie Dara Prayista 213118032 Dara Khoerunnisa 213118106
Sipa Alawiah 213118067 Alpian Fiqri Ramadhani 213118112
Wati Hardianti 213118068 Ayu Cantika Permana P 213118124
Destira Ambar Kinanti 213118084 Wina Nurmeilenia 213118131
Yulinar 213118089 Siti Nurjanah Sri Rahayu 213118157
Rurik Mistarudin 213118091

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S-1)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI

CIMAHI

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya pula laporan Diskusi Kelompok mengenai “Terapi Modalitas” ini
dapat diselesaikan dengan baik.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu kami
menyampaikan banyak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tatabahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga laporan Isolasi Sosial dapat bermanfaat untuk
masyarakat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Cimahi, 19 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................... 2
B. Batasan Masalah ........................................................................ 2
C. Tujuan ....................................................................................... 2
D. Sistematika Penulisan ................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 3
A. Skenario Kasus .......................................................................... 3
B. Step 1: Klasifikasi Istilah .......................................................... 3
C. Step 2: Identifikasi Masalah ...................................................... 3
D. Step 3: Analisah Masalah .......................................................... 4
BAB III PENUTUP ....................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal,
suatu penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi. Kausa gangguan
jiwa selama ini dikenali meliputi kausa pada area organobiologis, area psikoedukatif,
dan area sosiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptive
dikonstruksikan sebagai tahapan mulai adanya factor predisposisi, factor presipitasi
dalam bentuk stressor pencetus, kemampuan penilaian terhadap stressor, sumber
koping yang dimiliki, dan bagaimana mekanisme koping yang dipilih oleh seorang
individu. Ahli dalam kesehatan jiwa memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap
apa yang dimaksud gangguan jiwa dan bagaimana gangguan perilaku terjadi.
Perbedaan pandangan tersebut tertuang dalam bentuk model konseptual kesehatan
jiwa. Pandangan model psikoanalisa berbeda dengan pandangan model social, model
perilaku, model eksistensial, model medical, berbeda pula dengan model stress –
adaptasi. Masing-masing model memiliki pendekatan unik dalam terapi gangguan
jiwa. Berbagai pendekatan penanganan klien gangguan jiwa yang dimaksud dengan
terapi modalitas. Suatu pendekatan penanganan klien gangguan yang bervariasi yang
bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa dengan perilaku maladaptifnya
menjadi perilaku yang adaptif.
Terapi modalitas merupakan metode pemberian terapi yang menggunakan
kemampuan fisik atau elektrik. Terapi modalitas bertujuan untuk membantu proses
penyembuhan dan mengurangi keluhan yang dialami oleh klien. (Lundry & Jenes,
2009 dalam Setyoadi & Kushariyadi, 2011).
Terapi modalitas adalah suatu kegiatan dalam memberikan askep baik di
institusi maupun di masyarakat yg bermanfaat dan berdampak terapeutik. Terapi
modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini di berikan dalam
upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif.
Terapi modalitas mendasarkan potensi yang dimiliki pasien (modal-modality) sebagai
titik tolak terapi atau penyembuhannya.

1
2

B. Batasan Masalah
Agar penulisan makalah ini tidak menyimpang dari tujuan sehingga mempermudahkan
mendapatkan data dan infromasi yang diperlukan, maka penulis menetapkan batasan –
batasan berikut :
1. Konsep dasar Terapi Modalitas
2. Prinsip dasar dalam terapi modalitas
C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar Terapi Modalitas
2. Mahasiswa mampu memahami prinsip dasar dalam terapi modalitas
D. Sistematika Penulisan
1. Studi Kepustakaan
Studi Kepustakaan yaitu suatu pengumpulan yang diperoleh dengan cara
penelusuran buku-buku tentang tata tulis karya ilmiah untuk memperoleh ketentuan-
ketentuan dasar terhadap materi yang akan dibahas. Dan juga mencari buku-buku
sumber untuk materi yang bersangkutan.
2. Pencarian Internet
Pencarian Internet yaitu penelusuran dari berbagai macam alamat website
mengenai karya tulis ilmiah yang ada di internet untuk memperoleh materi yang akan
dibahas.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Skenario Kasus
Tn.A usia 35 tahun adalah klien her-op di RSJ X. Klien mengalami ganguan jiwa
karena berbagai faktor predisposisi dan presipitasi. Diantaranya adalah klien adalah
anak yang tidak diinginkan, klien dibesarkan oleh tantenya (adik ayah klien). Saat
klien mulai sekolah, karena alasan ekonomi klien dikembalikan kepada ibu
kandungnya dan klien mendapatkan perlakuan yang tidak adil oleh ibu kandungnya.
Klien diperlakukan berbeda dari anak ibu klien yang lain. Klien beberapa kali
mengalami kegagalan dalam usaha, dan karena hal ini klien seringkali merasa putus
semangat dan sulit untuk memulai kembali usahanya. Walaupun klien sempat
menjalani perkuliahan, tetapi klien tidak pernah berhasil lulus. Klien memiliki bakat
fotografi, menggambar dan menulis cerita yang akhirnya dikembangkan klien untuk
mendapatkan penghasilan. Klien sudah mulai dirawat sejak 20 tahun yang lalu saat
klien masih remaja. Klien tidak rutin berobat sehingga kembali kambuh. 2 tahun yang
lalu klien bercerai dengan istrinya, dan sejak saat itu klien tinggal Bersama ibu dan
keluarga kakak kandungnya. Di lingkungan baru di sekitar tempat tinggal kakak klien,
klien sering dianggap aneh karena perilakunya. Klien tidak mendapat dukungan yang
adekuat dari keluarga untuk berobat dan untuk perawatannya. Terapi yang dilakukan
di RSJ selama ini adlah terapi individu dan terapi keluarga dengan komunikasi
terapeutik dan TAK. Tetapi terapi itu saja tidak cukup mengatasi masalah klien saat
klien kembali ke masyarakatnya.

B. Step 1: Klasifikasi Istilah


1. TAK (Yulinar)
Jawaban :
Terapi aktivitas kelompok (TAK) adalah terapi yang diupayakan oleh perawat
kepada sekelompok pasien yang mempunyai masalah gangguan keperawatan yang
sama (Mentari Dwi)

3
4

C. Step 2: Identifikasi Masalah


1. Dapatkah pasien disembuhkan dari gangguan yang dialaminya ?
2. Sebutkan dan jelaskan terapi lain apa yang dapat dilakukan di RSJ atau perawat di
lingkungan sekitar tempat tinggal klien dalam upaya menyelesaikan diagnosa
keperawatan dan mencegah kekambuhan klien selain terapi medis ?
3. Jelaskan prinsip dasar dari masing-masing terapi tersebut ?
D. Step 3: Analisa Masalah
1. Dalam kasus pasien gangguan jiwa, pasien tidak bisa disembuhkan 100%. Tetapi
peran kita sebagai perawat disini adalah memberikan pengobatan dan terapi untuk
menangani gejala, dan mengendalikan agar penyakit yang dialami klien sebisa
mungkin tidak kambuh lagi. Pemberian terapi yang tepat untuk menangani
masalah klien berperan sangat penting dan selain itu juga pemberian terapi kepada
keluarga pasien agar keluarga juga bisa mendukung kesembuhan pasien selama
dilakukan terapi pengobatan.
Target dari kesembuhan berbeda-beda antara tiap penyakit dalam tiap individu.
Pada gangguan jiwa yang sangat berat paketnya adalah remisi, mungkin tidak
mencapai recovery. Yang kalau obat-obatan dihentikan dapat terjadi relaps.
Pada gangguan jiwa katakanlah depresi target kesembuhan adalah recovery.
Karena panjangnya fase pengobatan seseorang sering menghentikan sendiri
terapinya. Dalam waktu singkat kekambuhan terjadi, itu namanya relaps. Karena
memang belum sembuh benar.
Pada gangguan depresi yang sudah mengikuti pengobatan dan sembuh seperti
sedia kala. Juga sudah mengikuti pengobatan sesuai waktu yang ditunjukkan oleh
dokter, jika terjadi kekambuhan namanya recurrent. Kekambuhan tidak lagi terkait
dengan depresi yang terjadi sebelumnya melainkan episode sendiri. ( Yulinar,
Yosrizal Martika, Wati Hardianti, Nadya Ni'matul Maula, Ayu Cantika
Permana Putri)
2. Konsep Terapi Modalitas
a. Pengertian Terapi Modalitas
Terapi Modalitas merupakan terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi
ini diberikan dalam upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku yang
maladaptif menjadi perilaku yang adaptif ( Prabowo,2014).
Terapi modalitas keperawatan jiwa merupakan bentuk terapi non-
farmakologis yang dilakukan untuk memperbaiki dan mempertahankan sikap
5

klien agar mampu bertahan dan bersosialisasi dengann lingkungan masyarakat


sekitar dengan harapan klien dapat terus bekerja dan tetap berhubungan
dengan keluarga, teman, dan sistem pendukung yang ada ketika menjalani
terapi (Nasir dan Muhits, 2011).
b. Tujuan Terapi Modalitas
Tujuan dilaksanakannya terapi modalitas dalam keperawatan jiwa adalah:
1) Menimbulkan kesadaran terhadap salah satu perilaku pasien
2) Mengurangi gejala gangguan jiwa
3) Memperlambat kemunduran
4) Membantu adaptasi terhadap situasi sekarang
5) Membantu keluarga dan orang-orang yang berarti
6) Mempengaruhi keterampilan merawat diri sendiri
7) Meningkatkan aktivitas
8) Meningkatkan kemandirian (Prabowo,2014).
c. Peran perawat dalam terapi modalitas
Secara umum penan perawat dalam pelaksanaan terapi modalitas
bertindak sebagai leader,fasilitator,evaluator,dan motivator ( Nasir dan
Muhits, 2011). Tindakan tersebut meliputi:
1) Mendidik dan mengorientasi kembali seluruh anggota keluarga,
misalnya perawat menjelaskan mengapa komunikasi itu penting ,apa
visi seluruh keluarga,kesamaan harapan apa yang dimiliki semua
anggota keluarga.
2) Memberikan dukungan kepada klien serta sistem yang mendukung
klien untuk mencapai tujuan dan usaha untuk berubah.
3) Perawat menyakinkan bahwa anggota keluarga klien mampu
memecahkan masalah yang dihadapi anggota keluarganya.
4) Mengkoodinasi dan mengintegrasi sumber pelayanan kesehatan.
Perawat menunjukkan institusi kesehatan mana yang harusbekerja
sama dengan keluarga dan siapa yang bisa diajak konsultasi
5) Memberi pelayanan prevensi primer, sekunder dan tersier melalui
penyuluhan, perawatan dirumah, pendidikan dan sebagainnya. Bila ada
anggota keluarga yang kurang memahami perilaku sehat didiskusikan
atau bila ada keluarga yang membutuhkan perawatan.
d. Jenis-jenis Terapi Modalitas
6

1. Terapi Individual
Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa
dengan pendekatan hubungan individual antara seorang terapis dengan
seorang klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara
perawat dan klien untuk mengubah perilaku klien. Hubungan yang
dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan
dengan tahapan sistematis (terstruktur) sehingga melalui hubungan ini
terjadi perubahan tingkah laku klien sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan di awal hubungan.
2. Terapi Lingkungan
Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata
lingkungan agar terjadi perubahan perilaku pada klien dari perilaku
maladaptive menjadi perilaku adaptif. Perawat menggunakan semua
lingkungan rumah sakit dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah
memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan berubah perilaku dengan
memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi.

3. Terapi Biologis
Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada
model medical di mana gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini
berbeda dengan model konsep yang lain yang memandang bahwa
gangguan jiwa murni adalah gangguan pada jiwa semata, tidak
mempertimbangkan adanya kelaianan patofisiologis. Tekanan model
medical adalah pengkajian spesifik dan pengelompokkasn gejala dalam
sindroma spesifik. Perilaku abnormal dipercaya akibat adanya
perubahan biokimiawi tertentu.
4. Terapi Kognitif
Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan
sikap yang mempengaruhi perasaan dan perilaku klien. Proses yang
diterapkan adalah membantu mempertimbangkan stressor dan
kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi pola berfikir dan
keyakinan yang tidak akurat tentang stressor tersebut. Gangguan
perilaku terjadi akibat klien mengalami pola keyakinan dan berfikir
yang tidak akurat. Untuk itu salah satu memodifikasi perilaku adalah
7

dengan mengubah pola berfikir dan keyakinan tersebut. Fokus auhan


adalah membantu klien untuk reevaluasi ide, nilai yang diyakini,
harapan-harapan, dan kemudian dilanjutkan dengan menyusun
perubahan kognitif.

5. Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh
anggota keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan
terapi keluarga adalah agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya.
Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang
mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang
dituntut oleh anggotanya.
6. Terapi Kelompok
Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang
dibentuk dalam kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku
melalui media kelompok. Dalam terapi kelompok perawat berinteraksi
dengan sekelompok klien secara teratur. Tujuannya adalah
meningkatkan kesadaran diri klien, meningkatkan hubungan
interpersonal, dan mengubah perilaku maladaptive. Tahapannya
meliputi: tahap permulaan, fase kerja, diakhiri tahap terminasi.
7. Terapi Perilaku
Anggapan dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa
perilaku timbul akibat proses pembelajaran. Perilaku sehat oleh
karenanya dapat dipelajari dan disubstitusi dari perilaku yang tidak
sehat. Teknik dasar yang digunakan dalam terapi jenis ini adalah:
a) Role model
b) Kondisioning operan
c) Desensitisasi sistematis
d) Pengendalian diri
e) Terapi aversi atau releks kondisi
8. Terapi Bermain
Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa
anak-anak akan dapat berkomunikasi dengan baik melalui permainan
dari pada dengan ekspresi verbal. Dengan bermain perawat dapat
8

mengkaji tingkat perkembangan, status emosional anak, hipotesa


diagnostiknya, serta melakukan intervensi untuk mengatasi masalah
anak tersebut.

9. Terapi sosialisasi
Terapi aktifitas kelompok sosialisasi adalah terapi yang
dilaksanakna dengan tujuan meningkatkan kemampuan pasien dalam
melakukan interaksi sosial dan juga berperan aktif dalam lingkunagn
sosial. Pasien yang melakukan terpai ini ditandai dengan adanya
gangguan kurang memiliki minat untuk mengikuti kegiatan ruangan,
sering berada di tempat tidur, menarik diri, kontak sosial kurang, harga
diri rendah, gelisah, curiga, takut dan cemas, tidak ada inisiatif
memulai pembicaraan namun secara fisik mereka sehat dan menerima
kenyataan.
10. Terapi rekreasi
Terapi rekreasi merupakan cara baru untuk memberikan
perawatan kepada orang-orang yang menderita berbagai cacat dan
penyakit. Terapi rekreasi digunakan di beberapa daerah penyakit
seperti Alzheimer, Parkinson, gangguan kognitif dan neurologis.
11. Terapi berkebun
Terapi berkebun adalah salah satu bentuk terapi aktif. Terapi
berkebun telah menjadi bagian penting dari perawatan pasien karena
dapat meningkatkan kesehatan tubuh, pikiran dan semangat serta
kualitas hidup. Terapi berkebun adalah terapi yang unik karena terapi
ini membuat pasien berhubungan dengan makhluk hidup yaitu tumbuh-
tumbuhan yang memerlukan perawatan yang tidak boleh diskriminaif
(Yosep, 2011).
12. Terapi logoterapi
Logoterapi diperkenalkan oleh Viktor Frankl, seorang dokter
ahli penyakit saraf dan jiwa (neuro-psikiater). Logoterapi berasal dari
kata “logos” yang dalam bahasa Yunani berarti makna (meaning) dan
juga rohani (spirituality), sedangkan terapi adalah penyembuhan atau
pengobatan. Logoterapi secara umum dapat digambarkan sebagai corak
9

psikologi/ psikiatri yang mengakui adanya dimensi kerohanian pada


manusia di samping dimensi ragawi dan kejiwaan, serta beranggapan
bahwa makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup
bermakna (the will of meaning) merupakan motivasi utama manusia
guna meraih taraf kehidupan bermakna (the meaningful life) yang
didambakannya.
13. Terapi Stimulasi Persepsi
TAK ini adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai
stimulus dan terkait dengan pengalaman dan atau kehidupan untuk
didiskusikan dalam kelompok. Hasil diskusi kelompok dapat berupa
kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah. Klien
dilatih mempersepsikan stimulus yang dialami, kemudian persepsi
klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi. Aktifitas berupa: baca
artikel, menonton TV, pengalaman masa lalu klien,dll.
14. Terapi Stimulasi Sensori
Adalah TAK dengan fokus memberikan stimulasi kepada
pasien agar memberikan respons yang adekuat. Bentuk stimulus :
a) Stimulus suara : musik
b) Stimulus visual : gambar
c) Stimulus gabungan visual dan gambar (televisi )
Memberikan stimulasi pada sensori klien. Kemudian
diobservasi reaksi sensori klien berupa ekspresi emosi/perasaan
melalui gerakan tubuh, eksprresi muka, ucapan.
Aktifitas dapat berupa : musik, seni, menyanyi, menari, menggambar,
menonton
Diindikasikan untuk klien dengan masalah keperawatan isolasi sosial,
harga diri rendah dan kerusakan komunikasi verbal. Terdiri dari 3 sesi,
yaitu: mendengar musik, menggambar dan menonton TV / video. TAK
ini bertujuan melatih respon adekuat pancaindera klien.
15. Terapi Orientasi Realita
Adalah upaya memfasilitasi orientasi klien terhadap realita/
kondisi lingkungan di sekitarnya. TAK ini bertujuan mengorientasikan
klien terhadap realitas. TAK ini adalah TAK dengan kegiatan utama
dalam upaya mengorientasikan keadaan nyata pada pasien, yaitu
10

orientasi pada diri sendiri, orang lain, lingkungan/ tempat, dan waktu.
Aktifitas dapat berupa : orientasi orang, waktu, tempat, benda di
sekitar. Diindikasikan untuk klien dengan masalah keperawatan
halusinasi, waham dan disorientasi. Terdiri dari 3 sesi, yaitu : orientasi
personal, tempat, waktu. (Siti Nurjannah, Reyzamasie Dara P, Dara
Khoerunnisa, Sipa Alawiyah, Alpian Fiqri)

3. Prinsip dasar dari masing-masing terapi


A. Terapi Individual/Perilaku
Berikut menurut Nasikin (2014) :
1. Meningkatkan atau mempertahankan perilaku. Perilaku mungkin akan meningkat baik
frekuensi, kompleksitas/lamanya dengan pemberian reinforcement. Reinforcement
adalah suatu proses, dimana kejadian atau kondisi lingkungan yang menyertai
perilaku dapat mempengaruhi perilaku yang timbul kemudian.
a. Positif reinforcement
Meningkatnya frekuensi sebuah respon, dan respon tersebut diikuti oleh
stimulus yang menyenangkan. Contohnya perilaku mengucapkan salam yang
disambut dengan senyuman oleh orang yg dituju.
b. Negative reinforcement
Meningkatnya frekuensi suatu respon, karena respon tersebut memindahkan
beberapa stimulus yang negatif atau menyakitkan dan tidak menyenangkan.
Stimulus yang tidak menyenangkan (konflik) akan meningkatkan respons
menyibukkan diri.
2. Menurunnya Perilaku
Upaya meningkatkan perilaku dilakukan dengan pemberian punishment dan
Extinction.
a. Punishment: Konsekuensi-konsekuensi yang menghasilkan
penekanan/penurunan frekuensi tingkah laku yang akan muncul :
(1) Positive punishment : Menghadirkan stimulus bertentangan yang
mengikuti suatu perilaku dengan tujuan menurunkan perilaku tersebut.
(2) Negative punishment : Kejadian yang menggantikan atau menurunkan
suatu perilaku, ada 2 bentuk yaitu Respon Cost adalah kerugian yang
mengikuti perilaku dan Time out adalah prosedur punishment dalam
11

periode waktu tertentu dimana selama waktu tersebut pemberian


reinforcement tidak sesuai.
b. Extinction
Prosedur yang biasa digunakan oleh pemberi reinforcement untuk
menghilangkan perilaku. Extinction berjalan lebih lambat dari pada
reinforcement
B. Terapi Lingkungan
Menurut John Gundersons, ia menyatakan bahwa ada 5 proses yang mendasari
penerapan terapi lingkungan, yaitu :
a. Perlindungan (contaiment)
Perlindungan merupakan sebuah perencanaan dan tindakan yang dilakukan
untuk menjamin fisik pasien tetap dalam keadaan baik dan sehat terhadap
suatu keadaan dimana pasien karena masalah kejiwaan yang dialami mereka
menyebabkan kehilangan kontrol diri dan kelemahan perasaan.
Perlindungan yang diberikan oleh perawat atau profesi lain dalam terapi
lingkungan akan dapat mencegah pasien dari mencederai diri sendiri dan
orang lain, menurunkan risiko gangguan kesehatan fisik dan menstabilkan
kontrol diri pasien.
Untuk melakukan perlindungan kepada pasien, maka seorang perawat harus
mampu memenuhi kebutuhan pasien melalui tindakan keperawatan sesuai
kondisi pasien. Beberapa tindakan yang mungkin dilakukan adalah
pengasingan pasien dalam suatu ruangan yang nyaman untuk menghindari
pasien dari pikiran keos akibat perubahan status emosi mereka. Pengasingan
ini juga harus memberi jaminan bahwa pasien akan merasa aman dan nyaman.
Perawat harus menemani serta memberitahu pasien bahwa keberadaannya
adalah untuk mencegah hal-hal yang membahayakan pasien.
Tindakan lain yang perlu dilakukan untuk memberi keamanan pada pasien
adalah dengan tersedianya lingkungan yang memberi perasaan aman dan
nyaman, sehingga pasien tidak memiliki perasaan cemas yang akan
memperparah situasi pasien. Bila pasien merasa aman dan nyaman dalam
lingkungan perawatan, maka rasa percaya pasien akan tumbuh sehingga
memberi motivasi untuk mengikuti program terapi yang diberikan.
Selain itu pemenuhan kebutuhan fisik seperti makan, pakaian, istirahat,
obat-obatan dll, juga penting diperhatikan. Menanyakan makanan apa yang
12

disukai pasien akan membuat mereka merasa diperhatikan, sehingga rasa


aman akan terbentuk dalam diri pasien. Begitu juga menjaga penampilan
dengan pakaian yang rapi akan meningkatkan rasa percaya diri pasien. Upaya
menghindari penampilan yang memberi ciri khusus pada pasien dengan
masalah kesehatan jiwa penting untuk mencegah adanya stigma yang dapat
mengganggu alam perasaan pasien.
Bantuan perlindungan juga diperlukan pasien dengan kelemahan
fungsi yang dapat menyebabkan mereka tidak mampu mempertahankan
kebutuhan dasar mereka. Hal ini sering terjadi pada pasien dengan psikose
yang tidak terkontrol, agresif, rencana bunuh diri, melukai diri dan orang
lain serta pasien dengan manik.
b. Dukungan (support)
Dukungan merupakan upaya untuk merencanakan suatu tindakan
pelayanan sehingga pasien memiliki perasaan yang lebih baik, lebih senang
dan merasa diri adekuat. Dukungan yang diberikan harus bersifat
membangun, dimana perawat mampu menciptakan perasaan aman bagi
pasien, sehingga pasien merasakan bahwa lingkungan perawatan memberi
mereka kepercayaan diri dan orang lain serta dapat terhindar dari perasaan
cemas, takut atau putus asa.
Dukungan juga harus mampu memberdayakan pasien dalam
menformulasi tujuan yang ingin dicapai untuk mengatasi masalahnya secara
mandiri. Terapi lingkungan juga harus mampu mendukung pasien agar
secara perlahan-lahan mereka mampu menghadapi setiap tantangan dalam
hidupnya.
Dukungan dapat meliputi pelayanan yang aktual (makan, pakaian,
rekreasi), tersedianya waktu yang cukup bersama pasien, perhatian terhadap
pasien, mampu memberikan keamanan serta mampu mendorongan pasien
untuk hidup yang lebih baik.
Dukungan paling penting diberikan kepada pasien dengan ketakutan,
depresi dan psikotis. Tujuan jangka panjang bahwa dukungan yang
diberikan akan mampu memperkuat pasien terhadap perasaan
ketidakmampuan dan ketergantungan. Dalam hal ini perawat harus mampu
menyakinkan pasien bahwa mereka punya kekuatan, kemampuan dan
sumber daya untuk hidup lebih baik dan lebih berharga.
13

c. Struktur
Yaitu suatu perencanaan untuk menghadirkan sebuah rutinitas yang
terstruktur dalam pemenuhan kebutuhan pasien baik menyangkut waktu
(harian, mingguan), tempat dan orang. Rencana ini harus ditulis dalam
sebuah jadwal sehingga pasien tahu apa yang akan dilakukan, dimana
tempatnya dan siapa yang akan memberikanya. Hal ini akan memberikan
perasaan aman bagi pasien. Rencana harus dibuat dengan melibatkan
pasien, sehingga mereka merasa bahwa mereka punya tanggung jawab atas
dirinya dan masalah yang dihadapinya.
Perencanaan tindakan yang terstruktur akan mampu meminimalkan
pengalihan atau penggantian tindakan secara tiba-tiba, baik disengaja atau
tidak disengaja sehingga dapat meningbulkan perasaan tidak ketidakpastian
bagi pasien atau bahkan bisa menimbulkan pemikiran keos dari pasien.
Selain itu melalui jadwal kegiatan yang terstruktur akan memberikan
perasaan aman bagi pasien terhadap lingkungan perawatan, mampu
meminimalkan gejala yang tidak mendukung, membantu pasien untuk
melihat konsekwensi dari setiap tindakan, mengurangi kemungkinan pasien
bereaksi terhadap perasaan yang menyakitkan, serta dapat memberi
keamanan sehingga pasien tidak memiliki keinginan untuk mecelakai diri
sendiri dan orang lain. Tindakan yang terstruktur dapa dilakukan melalui :
a) Adanya rencana harian, rencana mingguan serta adanya batas waktu
b) Adanya pertemuan dengan pasien untuk memberikan informasi,
pengajaran dan komunikasi terapeutis
c) Membuat perjanjian dan kontrak kerja
d) Mengatur penggunaan keuagan pasien
e) Adanya jadwal kegiatan
d. Keterlibatan (involvement)
Yaitu suatu rencana tindakan yang memungkinkan pasien terlibat
langsung dalam kegiatan, sehingga mereka mampu membentuk hubungan
lingkungan sosial mereka (baik di lingkungan perawatan maupun
lingkungan luar).
Adanya keterlibatan pasien secara langsung dalam setiap kegiatan
perawatan dan kegiatan sosial akan memotivasi pasien menjadi lebih aktif
dan mandiri, memberi kemudahan pasien membentuk ketrampilan dalam
14

hubungan sosial, membangun perasaan untuk mengatasi masalah serta


menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap diri dan lingkungannya.
Meningkatkan keterlibatan pasien dapat dilakukan melalui berbagai
aktivitas seperti terapi aktivitas kelompok, perorganisasian kelompok,
keikutsertaan dalam aktivitas di luar (rekreasi, musik, teater, keagamaan
dll) serta adanya berbagai kegiatan yang memungkinkan pasien memilih
sesuai keinginannya.
e. Validasi (validation)
Yaitu tindakan validasi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh
pasien. Tindakan ini bertujuan untuk menyadarkan pasien bahwa mereka
memilik sebuah permasalahan kejiwaan yang mengharuskan mereka
mengambil langkah-langkah pencegahan. Umumnya pasien sering menolak
dengan mengatakan “saya tidak sakit”, karena memang mereka tidak
memiliki kemampuan evaluasi diri, sehingga sulit termotivasi terhadap
rencana tindakan perawatan.
Perawat melalui terapi lingkungan harus mampu membentuk
kesadaran pada pasien bahwa mereka memiliki masalah yang harus
dicarikan jalan keluarnya. Dengan memberikan informasi yang adekuat
dengan cara-cara yang mudah dipahami pasien, akan mampu
memberdayakan mereka dalam menghadapi masalahnya. Pasien dapat
mengerti penyakit yang dihadapi mereka, tahu gejala yang sering dialami,
tahu kapan mucul gejala tersebut, tahu apa yang harus dilakukan, tahu
kemana dia harus mencari bantuan. Pengetahuan ini akan memberikan
kemandirian pasien dalam menghadapi masalah mereka.
Adapun langkah-langkah dalam proses validasi tersebut adalah
memotivasi pasien untuk mengungkapkan penyakit mereka, memberikan
pemahaman kepada pasien sehinga mengetahui masalah yang dihadapi
mereka, serta memberi kesempatan pada pasien untuk menerima
kekurangan, kehilangan dan kesepian. Semua kegiatan ini akan memberi
ketrampilan kepada pasien untuk mengenal, melakukan pencegahan serta
memilih bantuan yang tepat dan sesuai tujuan perawatan mereka.
Selain itu proses validasi juga akan membantu pasien untuk
membangun toleransi terhadap penyakitnya, menguatkan perasaan diri,
membentuk kemandirian, membentuk kepercayaan diri sehingga mampu
15

menerima identitas diri sebagai orang yang memiliki masalah dengan


kesehatan jiwa.
Untuk mendukung proses validasi, perawat dapat melakukan
tindakan-tindakan seperti membuat program perawatan individu,
meningkatkan komunikasi terapeutik, memberdayakan pasien terhadap
permasalahan yang dihadapi, menjelaskan gejala yang dihadapi pasien,
menunjukkan respek terhadap kebutuhan pasien untuk menyendiri serta
memberi kesempatan pasien untuk tidak percaya.
Pasien yang sangat membutuhkan proses validasi adalah mereka
dengan masalah skizofrenia, psikotis, gangguan kepribadian dan gangguan
saraf.
C. Terapi Biologis
Terapi obat-obatan ini juga dapat diberian sebagai terapi sakit jiwa yang cukup
ampuh. Prinsip dasar adanya pemberian obat-obatan ini biasanya untuk
menghilangkan gejala-gejala klinis yang terjadi pada gangguan fungsi
neurotransmitter yang ada di dalam tubuh pasien (Khanza Savitra, 2017).

D. Terapi Kognitif
Menurut Nikychoy Synyster (2012) ada 4 prinsip terapi kognitif, yatu :

1. Pembelajar aktif dalam upaya untuk memahami pengalaman.


2. Pemahaman bahwa pelajar mengembangkan tergantung pada apa yang telah
mereka ketahui.
3. Belajar membangun pemahaman dari pada catatan
4. Belajar adalah perubahan dalam struktur mental seseorang.

E. Terapi Keluarga
Terapi keluarga didasarkan pada teori sistem menurut Van Bertalanffy (1968) yang
terdiri dari 3 prinsip :

1. Pertama, adalah kausalitas sirkular, artinya peristiwa berhubungan dan saling


bergantung bukan ditentukan dalam sebab satu arah–efek perhubungan.
2. Kedua, ekologi, mengatakan bahwa sistem hanya dapat dimengerti sebagai pola
integrasi, tidak sebagai kumpulan dari bagian komponen. Dalam sistem keluarga,
perubahan perilaku salah satu anggota akan mempengaruhi yang lain.
16

3. Ketiga, adalah subjektivitas yang artinya tidak ada pandangan yang objektif
terhadap suatu masalah, tiap anggota keluarga mempunyai persepsi sendiri dari
masalah keluarga.
F. Terapi Kelompok
Menurut Michael Burgoon & Michael Rufffner dalam buku (2003), adalah sebagai
berikut :

1. Interaksi tatap muka, jumlah partisipan yang terlibat dalam interaksi, maksud atau
tujuan yang dikehendaki dan kemampuan anggota untuk dapat menumbuhkan
karakteristik pribadi anggota lainnya. Kita mencoba membahaas keempat elemen
dari batasan tersebut dengan lebih rinci.
2. Terminologi tatap muka (face-toface) mengandung makna bahwa setiap anggota
kelompok harus dapat melihat dan mendengar anggota lainnya dan juga harus
dapat mengatur umpan balik secara verbal maupun nonverbal dari setiap
anggotanya. Batasan ini tidak berlaku atau meniadakan kumpulan individu yang
sedang melihat proses pembangunan gedung/bangunan baru. Dengan demikian,
makna tatap muka tersebut berkait erat dengan adanya interaksi di antara semua
anggota kelompok. Jumlah partisipan dalam komunikasi kelompok berkisar
antara 3 sampai 20 orang. Pertimbangannya, jika jumlah partisipan melebihi 20
orang, kurang memungkinkan berlangsungnya suatu interaksi dimana setiap
anggota kelompok mampu melihat dan mendengar anggota lainnya. Dan
karenannya kurang tepat untuk dikatakan sebagai komunikasi kelompok.
3. Maksud atau tujuan yang dikehendaki sebagai elemen ketiga dari definisi di atas,
bermakna bahwa maksud atau tujuan tersebut akan memberikan beberapa tipe
identitas kelompok. Kalau tujuan kelompok tersebut adalah berbagi informasi,
maka komunikasi yang dilakukan dimaksudkan untuk menanamkan pengetahun
(to impart knowledge). Sementara kelompok yang memiliki tujuan pemeliharaan
diri (self-maintenance), biasanya memusatkan perhatiannya pada anggota
kelompok atau struktur dari kelompok itu sendiri. Tindak komunikasi yang
dihasilkan adalah kepuasan kebutuhan pribadi, kepuasan kebutuhan
kolektif/kelompok bahkan kelangsungan hidup dari kelompok itu sendiri. Dan
apabila tujuan kelompok adalah upaya pemecahan masalah, maka kelompok
tersebut biasanya melibatkan beberapa tipe pembuatan keputusan untuk
mengurangi kesulitan-kesulitan yang dihadapi.
17

4. Elemen terakhir adalah kemampuan anggota kelompok untuk menumbuhkan


karateristik personal anggota lainnya secara akurat. Ini mengandung arti bahwa
setiap anggota kelompok secara tidak langsung berhubungan dengan satu sama
lain dan maksud/tujuan kelompok telah terdefinisikan dengan jelas, di samping
itu identifikasi setiap anggota dengan kelompoknya relatif stabil dan permanen.
G. Terapi Sosialisasi
Memfasilitasi kemampuan sosialisasi dengan masalah hubungan social. Klien
dibantu untuk melakukan sosialisasi secara bertahap dari interpersonal, kelompok,
dan massa.
H. Terapi Bermain
Prinsip dasar terapi bermain dengan pendekatan client centered non-
directive (Ryan, 2004):

1. Terapis menciptakan suasana hangat, hubungan yang bersahabat


2. Terapis menerima anak sebagaimana adanya
3. Terapis mengembangkan hubungan dengan anak sehingga anak merasa bebas
mengekspresikan perasaannya secara terbuka
4. Terapis harus peka terhadap anak yang diekspresikan kembali dalam bentuk
tingkah laku
5. Terapis menghargai kemampuan anak dalam memecahkan masalahnya
6. Terapis tidak diperkenankan langsung menegur perbuatan anak atau bercakap-
cakap dengan cara apapun. Anaklah yang mengarahkan dan terapis mengikuti
7. Terapis jangan terburu-buru untuk melakukan terapi
8. Terapis memanfaatkan kesempatan agar anak sadar akan tanggung jawabnya
dalam berhubungan dengan terapis.
I. Terapi Logoterapi
Menurut Viktor E. Frankl (1938) yaitu :

1. The freedom of will: kebebasan tetapi terbatas, bukan kebebasan dari sesuatu
tetapi kebebasan mengambil sikap terhadap sesuatu. Kebebasan yang dimaksud di
sini adalah kebebasan yang bertanggungjawab.
2. The will to meaning : merupakan motivasi dasar manusia. Yang dimaksudkan
dengan keinginan untuk bermakna adalah : tertuju kepada hal-hal yang berada di
luar diri manusia tersebut, bukan berpusat pada diri sendiri (self-centered)
18

3. The meaning of life : dapat ditemukan oleh manusia dalam kehidupannya,


termasuk pada saat mengalami penderitaan (rasa bersalah, sakit, kematian).
Makna hidup setiap orang sifatnya unik, personal, spesifik, dan temporer. Makna
hidup tidak dapat diberikan oleh siapapun, jadi harus ditemukan oleh diri sendiri.

J. Terapi Rekreasi
1. Memodifikasi alat bantu instrumen (dan bukan hanya alat-alat musik) agar sesuai
kebutuhan orang. Penyandang cacat dan orang cacat sekarang bisa belajar musik,
instrumen untuk bermain, berkebun dan hortikultura. Ada berbagai macam jenis
alat bantu untuk berbagai keperluan dalam terapi rekreasi. Bahkan pakaian
pribadi seperti sepatu dansa khusus dibuat atau orang-orang cacat. Sebagai
contoh, seseorang dengan gangguan pendengaran dapat menggunakan teknologi
berbasis visi untuk membaca dan memahami hal. Seseorang yang tuli adalah
selalu juga bodoh dalam banyak kasus dan itulah sebabnya perangkat berbasis
visi dapat lebih bermanfaat bagi mereka. Penerapan terapi yang lain bisa dengan
terapi relaksasi. Salah satu cara terapi relaksasi ialah mandi rempah-rempah.
Mandi rempah-rempah yaitu mandi dengan berbagai jenis rempah-rempah, susu,
dan garam serta coklat. Mandi merendam memakai bahan-bahan tertentu.
( Mentari Dwi, Wina Nurmeilenia, Mutiara Nur A, Iis Midyawati, Destira
Ambar, Rurik Mistarudin )
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Terapi modalitas merupakan metode pemberian terapi yang menggunakan
kemampuan fisik atau elektrik. Terapi modalitas bertujuan untuk membantu proses
penyembuhan dan mengurangi keluhan yang dialami oleh klien. (Lundry & Jenes,
2009 dalam Setyoadi & Kushariyadi, 2011).
Terapi modalitas adalah pendekatan penanganan kjlien gangguan jiwa . Suatu
pendekatan penanganan klien gangguan yang bervariasi yang bertujuan mengubah
perilaku klien gangguan jiwa dengan perilaku maladaptifnya menjadi perilaku yang
adaptif.
Jenis terapi modalitas (Terapi Lingkungan, Terapi Biologis, Terapi Kognitif,
Terapi Kelurga, Terapi Sosialisasi, Terapi berkebun, Terapi Kelompok, Terapi
Prilaku, terapi rekreasi, Terapi bermain dan logoterapi)

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyarankan bahwa terapi modalitas itu
penting karena bisa membantu proses penyembuhan dan mengurangi keluhan yang
dialami oleh klien, selain itu juga menjadi suatu Pencegahan saat penderita telah
didiagnosa awal tentang penyakitnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Ardian, Jiemi. 2019. Bisakah Gangguan Jiwa Sembuh?.


http://www.jiemiardian.com/2019/06/bisakah-gangguan-jiwa-sembuh-
total.html?m=1 (diakses Kamis 19 November 2020)

John Gundersons. (2010). Defining The Therapeutic Process In Psychiatric


Milieus. (Online). https://sarkeswa.wordpress.com/2010/03/16/lima-prinsip-
dasar-terapi-lingkungan/ [4 Juni 2020].

Menurut Viktor E. Frankl. (1938). (Online). https://www.gunabraham.com/prof-


viktor-e-frankl-dan-logoterapi/ [4 Juni 2020]

Nasikin. (2014). Makalah Terapi Individua tau Psikiatri. Malang : Stikes


Maharani Malang.

Ryan, Virginia. (2004). Adapting Non-directive Play Therapy for Children with
Attachment Disorder Clinical Child Psychology and Psychiatry. Vol. 9 (1); 75-
87.

Savitra, Khanza. (2017). Terapi Sakit Jiwa Cepat dan Efektif. (Online).
https://dosenpsikologi.com/terapi-sakit-jiwa [4 Juni 2020].

Synyster, Nikychoy. (2012). Prinsip-prinsip teori kognitif. (Online).


https://sastranikychoysynyster.blogspot.com/2012/06/prinsip-prinsip-belajar-
teori-kognitif.html [4 Juni 2020].

Sasa Djuarsa S. (2003). Teori Komunikasi. Jakarta : Universitas Terbuka.

Synyster, Nikychoy. (2012). Prinsip-prinsip teori kognitif. (Online).


https://sastranikychoysynyster.blogspot.com/2012/06/prinsip-prinsip-
belajar-teori-kognitif.html [19 November 2020].

Van Bertalanffy. (1968). (Online). Tersedia :


https://nindyaayubunga.wordpress.com/2017/06/09/terapi-keluarga/ [4 Juni
2020].

https://www.academia.edu/35538521/Terapi_modalitas_dalam_keperawatan_jiw
a

http://rsudpurihusada.inhilkab.go.id/terapi-modalitas-dalam-keperawatan-jiwa/

https://media.neliti.com/media/publications/185124-ID-pengaruh-terapi-
aktivitas-kelompok-stimu.pdf

20

Anda mungkin juga menyukai