Anda di halaman 1dari 12

BAB I

A. Konsep dasar Penyakit


1. Definisi
CABG adalah kontruksi jalur (conduits) baru antara aorta (atau arteri mayor lainnya)
dan bagian arteri yang mengalami obstruksi atau stenosis (Inwood, 2002).
CABG adalah membuat bypass pada sumbatan arteri dengan vena klien sendiri atau
pembuluh darah arteri atau sintetik graft (Ignatavicius dan Workman, 2006).
2. Tujuan
Tujuan prosedur tandur pintas arteri koronaria (coronary artery bypass graft, CABG)
adalah meningkatkan aliran darah ke miokardium yang mengalami iskemia akibat lesi
aterosklerotik stenotik atau obstruktif di arteri koronaria (Gruendemann, Barbara J.
2005).
3. Indikasi
a. Pasien penyakit jantung koroner (PJK) yang dianjurkan operasi CABG adalah
pasien yang hasil kateterisasi jantung ditemukan adanya:
1. Penyempitan >50 % dari left main disease atau left main equivelant yaitu
penyempitan menyerupai left main arteri misalnya ada penyempitan bagian
proximal dari arteri anterior desenden dan arteri circumflex.
2. Penderita dengan 3 vessel disease yaitu 3 arteri koroner semuanya mengalami
penyempitan bermakna yang fungsi jantung mulai menurun (EF:<50%>.
3. Penderita yang gagal dilakukan balonisasi dan stent.
4. Penyempitan 1 atau 2 pembuluh namun pernah mengalami gagal jantung.
5. Anatomi pembuluh darah suitable (sesuai) untuk CABG.
4. Kontraindikasi prosedur CABG :
a. Tidak adanya arteri koronaria utama dengan garis tengah kurang dari 1 mm yang
terbuka distal dari lesi obstruktif.
b. Tidak adanya miokardium yang hidup di daerah yang diperdarahi oleh arteri
koronaria yang sakit.
c. Adanya kelainan nonjantung dengan prognosis buruk.
d. Debilitas berat.
e. Perburukan mental/emosional.
f. Penyakit multisystem.
5. Pembuluh Darah yang Digunakan untuk Operasi CABG ( Kasuari,2002)
a. Arteri mamaria interna kiri (arteri inter torakal kiri). Arteri mamaria interna (AMI)
berasal dari arteri sub clavia, melewati bagian atas pleura dan tempat lateral
bagian sternum. AMI kiri lebih panjang dan lebih besar sehingga sering digunakan
sebagai CABG. AMI sering digunakan karena memiliki kepatenan pembuluh
darah yang baik. Studi menunjukkan bahwa sekitar 96% kasus CABG yang
menggunakan IMA dapat bertahan lebih dari 10 tahun. IMA sering digunakan
untuk bypass arteri left anterior asenden. Hal ini disebabkan karena jarak atau
lokasi LIMA dan LAD berdekatan serta berada pada sisi yang sama.
b. Arteri radialis. Arteri ini melengkung melewati sisi radialis tulang carpalia di
bawah tendo muskulus abductor pollicis longus dan tendo muskulus ekstensor
pollicis longus dan brevis. Arteri radialis di insisi lebih kurang 2 cm dari siku dan
berakhir 1 inchi dari pergelangan tangan. Biasanya sebelum dilakukan
pemeriksaan allen test untuk mengetahui kepatenan arteri ulnaris jika arteri
radialis di ambil. Pada pasien yang menggunakan arteri radialis harus
mendapatkan terapi Ca Antagonis selama 6 bulan setelah operasi menjaga agar
arteri radialis tetap terbuka lebar. Sebuah studi menunjukan bahwa arteri radialis
memberikan lebih banyak kemampuan revaskularisasi dalam waktu yang lebih
lama dibandingkan vena saphena
c. Vena safena magena. Ada 2 vena safena yang terdapat dalam tungkai bawah yaitu
vena safena magna dan parva. Namun yang sering dipakai sebagai saluran baru
pada CABG adalah veba safena magna. Vena safena sering digunakan karena
diameter ukurannya mendekati arteri koroner. Pada pencangkokan pintas dengan
vena safena magna, satu ujung dari vena ini disambung ke aporta asendens dan
ujung lain ditempelkan pada bagian pembuluh darah sebelah distal dari sumbatan.
Saluran baru ini dibuat untuk menghindari pembuluh darah yang mengalami
penyempitan, sehingga darah dapat dialirkan ke miokardium yang bersangkutan.
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post Operatif Coronary
Artery Bypass Graft
1. Pengkajian
Setelah operasi selesai, pasien segera dipindahkan ke ruang Intensive Care Unit.
Segera setelah pasien tiba di ICU, perawat harus segera melakukan pengkajian
meliputi semua sistem organ untuk menentukan status pascaoperasi dibandingkan
dengan preoperasi dan mengetahui perubahan yang mungkin terjadi selama
pembedahan.
a. Status Neurologi
Tingkat responsifitas, ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya, reflex, gerakan
ekstremitas, dan kekuatan genggaman tangan.
b. Status jantung
Meliputi frekuensi dan irama jantung, suara jantung, tekanan darah arteri, tekanan
vena sentral (CVP), tekanan arteri paru, tekanan baji paru (PCWP = pulmonary
artery wdge pressure), tekanan atrium kiri (LAP), bentuk gelombang pada tekanan
darah invasive, curah jantung dan cardiac index, tahanan pembuluh darah
sistemikdan paru, saturasi oksigen arteri paru (SvO2) bila ada, drainase rongga
dada, fungsi pacemaker.
c. Status Respirasi
Pengkajian terhadap status respirasi bertujuan untuk mengetahui secara dini tanda
dan gejala tidak adekuatnya ventilasi dan oksigenasi. Perawat mengkaji status
respirasi pasien selama operasi, ukuran endotrakeal tube, masalah yang dihadapi
selama intubasi, lama penggunaan alat mesin jantung paru. Selanjutnya kaji
gerakan dada, suara nafas, setting ventilator (frekuensi, volume tidal, konsentrasi
oksigen, Mode, PEEP), kecepatan nafas, tekanan ventilator, saturasi oksigen,
analisa gas darah.
d. Status Pembuluh darah perifer
Denyut nadi perifer, warna kulit, dasar kuku, mukosa, bibir, cuping telinga, suhu
kulit, edema kondisi balutan dan pipa invasif.
e. Fungsi Ginjal
Haluaran urine, berat jenis urine, dan osmolalitas
f. Status Cairan dan elektrolit
Haluaran semua selang drainase, parameter curah jantung, dan indikasi
ketidakseimbangan elektrolit berikut :
Hipokalemia : intoksikasi digitalis, disritmia (gelombang U, AV blok, gelombang
T yang datar atau terbalik)
Hiperkalemia : konfusi mental, tidak tenang, mual, kelemahan, paretesia
ekstremitas, disritmia (tinggi, gelombang T puncak, meningkatnya amplitude,
pelebaran kompleks QRS; perpanjangan interval QT)
Hiponatremia : kelemahan, kelelahan, kebingungan, kejang, koma.
Hipokalsemia parestesia, spasme tangan dan kaki, kram otot, tetani
Hiperkalsemia : intoksikasi digitalis, asistole.
g. Nyeri
Sifat, jenis, lokasi, durasi, (nyeri karena irisan harus dibedakan dengan nyeri
angina) respon terhadap analgesic
h. Status Gastrointestinal
Auskultasi bisisng usus, palpasi abdomen, nyeri pada saat palpasi.
i. Status Alat yang Dipakai
Kepatenan alat dan pipa untuk menentukan baik atau tidak kondisinya meliputi,
pipa endotrakeal, ventilator, monitor saturasi, kateter arteri paru, infuse intravena,
pacemaker, sistem drainase dan urine.
Selanjutnya jika pasien sudah sadar dan mengalami perkembangan yang baik,
perawat harus mengembangkan pengkajian terhadap status psikologis dan
emosional pasien, kebutuhan keluarga, dan risiko akan komplikasi.
Catatan : beberapa pasien yang telah menjalani CABG dengan arteri mamaria
interna akan mengalami parestesis nervus ulnaris pada sisi yang sama dengan
graft yang diambil. Parestesia tersebut bisa sementara atau permanen. Pasien yang
menjalani CABG dengan arteri gastroepiploika juga akan mengalami ileus selama
beberapa waktu pasca operatif dan akan mengalami nyeri abdomen pada tempat
insisi selain nyeri dada.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan fungsi miokardium (
preload, afterload, kontraktilitas )
b. Risiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan trauma pembedahan dada
ekstensif
c. Risiko keseimbangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan gangguan
volume darah
d. Nyeri berhubungan dengan trauma operasi dan iritasi pleura akibat selang dada
e. Risiko pola nafas inefektif berhubungan dengan ketidakadekuatan ventilasi
f. Risiko infeksi berhubungan dengan luka insisi

3. Rencana Asuhan Keperawatan


a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan fungsi miokardium (
preload, afterload, kontraktilitas )
Tujuan: Mengembalikan curah jantung untuk menjaga/mencapai gaya hidup yang
diinginkan
Kriteria Evaluasi:
1) Parameter hemodinamik dalam batas normal
2) Drainase dada melalui selang pada 4-6 jam pertama kurang dari 300 ml/jam
3) Tanda-tanda vital stabil
4) Nyeri terbatas pada luka operasi
5) EKG negative terhadap perubahan iskemik
Intervensi:
1) Pantau status kardiovaskular, pembacaan parameter hemodinamik
Rasional: Efektifitas curah jantung ditentukan oleh pemantauan hemodinamik
a. Lakukan observasi tekanan arteri setiap 15 menit sampai stabil
b. Lakukan auskultasi suara dan irama jantung
c. Lakukan observasi denyut nadi perifer
d. Lakukan pengukuran tekanan atrium kiri, tekanan diastolic arteri pulmonal dan
PCWP untuk mengkaji curah jantung
e. Lakukan pemantauan PCWP, CO/CI, tekanan atrium kiri, dan CVP untuk
mengkaji volume darah, tonus vaskular dan efektifitas pemompaan jantung
f. Pantau hasil EKG
g. Lakukan pengukuran haluaran urine
h. Lakukan observasi mukosa pipi,dasar kuku, cuping telinga, dan ekstremitas
i. Lakukan pengkajian kulit, perhatikan suhu dan warnanya
2) Observasi adanya perdarahan persisten drainase darah yang terus-menurus dan
menetap, hipotensi, CVP rendah, takikardi. Persiapkan pemberian komponen darah
dan larutan vena.
Rasional: Perdarahan dapat terjadi akibat insisi jantung, kerapuhan jaringan, trauma
jaringan, dan gangguan faktor pembekuan
3) Observasi adanya tamponade jantung: hipotensi, peningkatan PCWP, tekanan atrium
kiri, CVP, bunyi jantung lemah, denyut nadi lemah, distensi vena jugularis, penurunan
haluran urine, lakukan pengecekan berkurangnya darah pada selang drainase. Kaji
adanya pulsus paradoksus.
Rasional: tamponade jantung terjadi karena adanya perdarahan di kantung
pericardium yang akan menekan jantung dan menghambat pengisian ventrikel secara
adekuat. Penurunan drainase menunjukkan bahwa darah cairan terkumpul di kantung
pericardium.
4) Observasi gagal jantung: hipotensi, peninggian PCWP. CVP, tekanan atrium kiri,
takikardi, gelisah, asinosis, agitasi, distensi vena, dispneu, ascites,. Persiapkan
pemberian diuretic dan digitalis.
Rasional: Gagal jantung yang terjadi akibat penurunan aksi pemompaan jantung,
dapat mengakibatkan berkurangnya perfusi ke organ vital.
5) Melakukan observasi adanya infark miokardium. Lakukan pemeriksaan EKG dan
enzim berkala. Bedakan nyeri bekas luka operasi dengan nyeri angina.
Rasional: Gejala bisa tertutup oleh tingkat kesadaran pasien dan obat anti nyeri

b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret


pada ETT
Tujuan: Bersihan jalan napas efektif
Kriteria Evaluasi:
1) Jalan nafas paten
2) Analisa gas darah dalam batas normal
3) Selang endotrakeal tetap pada tempatnya, seperti terlihat pada rontgen
4) Suara nafas jernih
5) Ventilator sinkron dengan respirasi
6) Dasar kuku dan membrane mukosa tidak pucat
7) Ketajaman mental sesuai dengan sedative yang diberikan
8) Orientasi terhadap ruang dan waktu baik
Intervensi:
1) Jaga ventilasi assist-controlled atau intermitten bila mungkin sinkronus
Rasional: dukungan ventilasi digunakan pada 4-48 jam untuk mengurangi kerja
jantung, mempertahankan ventilasi yang efektif, dan memberikan jalan nafas bila
terjadi henti jantung
2) Pantau analisa gas darah, volume tidal, parameter ekstubasi
Rasional: analisa gas darah dan volume tidal menunjukkan efektifitas ventilator dan
perubahan yang harus dilakukan untuk memperbaiki pertukaran gas
3) Auskultasi suara dada terhadap suara nafas
Rasional: krekel menunjukkan kongesti paru, penurunan atau hilangnya suara nafas
menunjukkan pneumothorax
4) Tenangkan pasien dan pantau kedalaman respirasi bila ventilasi tidak dalam
Rasional: sedasi membantu pasien untuk mentoleransi selang ETT dan mengatasi
sensasi ventilasi
5) Lakukan fisioterapi dada
Rasional: membantu mencegah retensi sputum dan atelektasis
6) Anjurkan untuk menarik nafas dalam, batuk efektif, mobilisasi. Anjurkan untuk
memakai spirometer dan latihan terapi nafas. Anjurkan menggunakan tahanan didada
untuk mengurangi ketidaknyamanan saat batuk atau tarik nafas dalam
Rasional: membantu kepatenan jalan nafas dan mencegah atelektasis dan membantu
perkembangan paru
7) Lakukan penghisapan lender trakheobronkial dan dengan menggunakan teknik
aseptic yang baik
Rasional: retensi sekresi dapat mengakibatkan hipoksia dan kemungkinan henti
jantung, retensi sekresi memudahkan terjadinya infeksi.
c. Nyeri berhubungan dengan adanya luka insisi bedah, trauma syaraf
intraoperasi.
Tujuan : Nyeri hilang/berkurang.
Kriteria hasil :
1) Menyatakan nyeri hilang.
2) Menunjukkan postur tubuh rileks.
3) Kemampuan istirahat/tidur cukup.
4) Membedakan ketidaknyamanan bedah dari angina/nyeri jantung pra operasi.
Intervensi :
1) Dorong pasien untuk melaporkan tipe,lokasi serta intensitas nyeri dan skala nyeri 0-
10.Tanyakan pasien bagaimana membandingkan dengan nyeri dada praoperasi.
Rasionalisasi : Penting untuk pasien membedakan nyeri insisi dari tipe lain nyeri dada
seperti angina.Beberapa pasien CABG lebih sering mengeluh ketidaknyamanan pada
sisi donor dibandingkan pada sisi bedah. Nyeri berat pada area ini harus diselidiki
untuk kemungkinan komplikasi.
2) Observasi cemas, mudah terangsang, menangis, gelisah,gangguan tidur. Pantau tanda-
tanda vital.
Rasionalisasi : Petunjuk non verbal ini menunjukkan adanya derajat nyeri yang
dialami.
3) Identifikasi/ tingkatkanposisi nyaman menngunakan alat bantu bila perlu.
Rasionalisasi : Bantal/gulungan selimut berguna untuk menyokong
extremitas,mempertahankan postur tubuh dan penahanan insisi untuk menurunkan
tegangan otot/ meningkatkan kenyamanan.
4) Berikan tindakan nyaman seperti pijatan punggung atau perubahan posisi.Bantu
aktifitas perawatan diri dan dorong aktifitas senggang sesuai indikasi.
Rasionalisasi : Dapat meningkatkan relaksasi/perhatian tak langsung dan menurunkan
frekuensi/kebutuhan dosis analgetic.
5) Identifikasi/ dorong penggunaan perilaku seperti bimbingan imajinasi, distraksi,
visualisasi nafas dalam.
Rasionalisasi : Teknik relaksasi dan penanganan stress, meningkatkan rasa
sehat,mengurangi kebutuhan analgesic dan meningkatkan penyembuhan.
6) Selidiki laporan nyeri diarea yang tak biasanya(contoh betis kaki,abdomen),atau
keluhan tak jelas adanya ketidaknyamanan khususnya bila disertai oleh perubahan
mental,tanda vital dan kecepatan pernafasan.
Rasionalisasi : Manifestasi dini terjadinya komplikasi seperti trombopleibitis,infeksi,
disfungsi gastrointestinal.
7) Beri obat pada saat prosedur/ aktifitas sesuai indikasi.
Rasionalisasi : Kenyamanan/ kerjasama pasien pada pengobatan, ambulasi, dan
produser dipermudah oleh pemberian analgesic.

d. Risiko gangguan keseimbangan volume cairan: kurang dari kebutuhan


berhubungan dengan diuresis osmotic, perdarahan
Tujuan : Kebutuhan cairan dan hisrasi pasien terpebuhi
Kriteria hasil : Hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital yang atabil, nadi
perifer dapat diraba, capillary refill baik, haluaran urine dan kadar elektrolit dalam
batas normal
Intervensi :
1) Monitor parameter hemodinamik sacara ketat
Rasional: Memberikan informasi mengenai keadaan hidrasi
2) Monitor nadi perifer, capillary refill, turgor kulit, membrane mukosa
Rasional: untuk mengetahui perfusi ke jaringan. Volume sirkulasi darah yang
adekuat penting untuk aktivitas selular yang optimal. Perfusi ke jaringan yang baik
menunjukkan keadekuatan cairan di intravaskular
3) Monitor intake dan output
Rasional: Menentukan kondisi pasien berhubungan dengan status cairan dan
rehidrasi yang akan dilakukan
4) Observasi adanya edema, peningkatan BB, peningkatan tanda-tanda vital
Rasional: Mengevaluasi intervensi untuk rehidrasi cairan. Rehidrasi yang tidak
terkontrol akan mengganggu keseimbangan volume cairan di intravaskular
5) Kolaborasi: berikan terapi cairan dan pantau pemeriksaan laboratorium

e. Risiko pola nafas inefektif berhubungan dengan ketidakadekuatan ventilasi.

Tujuan : Inefektif pola nafas tidak terjadi.


Kriteri hasil : Pasien menunjukan pola nafas adekuat.
Intervensi :
1) Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman, catat upaya pernafasan. Contoh adanya
dyspnoe,penggunaan otot bantu pernafasan
Rasionalisasi : Respon pasien bervariasi. Upaya dan kecepatan nafas mungkin
meningkat karena nyeri, takut, demam, penurunan volume sirkulasi, akumulasi
secret, hipoksia, atau distensi gaster.Penekanan pernafasan dapat terjadi karena
penggunaan analgesic yang berlebihan.Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi
dapat mencegah komplikasi.
2) Auskultasi bunyi nafas. Catat area yang menurun/ tidak ada bunyi nafas dan adanya
bunyi nafas tambahan, kreakles atau ronchi.
Rasionalisasi : Bunyi nafas sering menurun pada dasar paru selama periode waktu
pembedahan sehubungan dengan terjadinya atelekstasis.Kehilangan bunyi nafas aktif
pada area ventilasi sebelumnya dapat menunjukan kolaps segmen paru khususnya
bila drain dada telah dibuka.
3) Observasi adanya penyimpangan gerakan dada. Observasi penurunan ekspansi atau
ketidaksemitrisan gerakan dada.
Rasionalisasi : Udara atau cairan pada pleura mencegah ekspansi dada lengkap dan
memerlukan pengkajian lanjut status ventilasi.

4) Observasi karakter batuk dan produksi sputum.


Rasionalisasi : Batuk dapat menyebabkan iritasi selang ETT atau dapat menunjukan
kongesti paru. Sputum purulen dapat menunjukan timbulnya infeksi paru. Mencegah
kelemahan atau kelelahan dan stress kardiovaskuler berlebihan.
5) Lihat kulit dan membran mukosa sebagai tanda adanya stenosis.
Rasionalisasi : Sianosis menunjukan hipoksia berhubungan dengan gagal jantung
atau komplikasi paru. Pucat menunjukan anemia karena kehilangan darah atau
kegagalan penggantiaan darah atau terjadinya kerusakan sel darah merah dari pompa
bypass kardiopulmonal.
6) Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi duduk atau semifowler. Bantu
ambulasi dini atau peningkatan waktu tidur.
Rasionalisasi : Merangsang fungsi pernafasan atau ekspansi paru efektif pada
pencegahan dan perbaikan kongesti paru.
7) Ajak pasien berpartisipasi selama nafas dalam gunakan alat bantu dan batuk sesuai
indikasi.
Rasionalisasi : Membantu reekspansi atau mempertahankan patensi jalan nafas
khususnya setelah melepaskan selang dada. Batuk tidak diperlukan kecuali bila ada
mengi atau ronchi menunjukkan adanya retensi secret.
8) Tekankan menahan dada dengan bantal selama nafas dalam dan batuk.
Rasionalisasi : Menurunkan tegangan pada insisi dan meningkatkan ekspansi paru.
9) Jelaskan bahwa batuk atau pengobatan pernafasan tidak akan menghilangkan atau
merusak/ terbukanya insisi dada.
Rasionalisasi : Berikan kenyakinan bahwa cedera tidak akan terjadi dan dpt
meningkatkan kerjasama dalam program teraupetik.
10) Dorong pemasukan cairan maksimal dalam perbaikan jantung.
Rasionalisasi : Hidrasi adekuat membantu pengenceran secret, memudahkan
ekspectoran.
11) Beri obat analgesic sebelumsebelum pengobatan pernafasan sesuai indikasi.
Rasionalisasi : Memungkinkan pergerakkan dada dan menurunkan ketidaknyamanan
berhubungan dengan insisi, memudahkan kerjasama pasien dengan keefektifan
pengobatan pernafasan.
12) Catat respon terhadap latihan nafas dalam atau pengobatan pernafasan lain, catat
bunyi nafas, batuk, atau produksi sputum.
Rasionalisasi : Catat keefektifan terapi, atau kebutuhan untuk intervensi lebih agresif.
13) Monitor distress pernafasan, penurunan bunyi nafas, takikardi, agitasi berat,
penurunan TD.
Rasionalisasi : Hemothorax dan pneumothorax dapat terjadi setelah pelepasan selang
dada dan memerlukan upaya intervensi untuk mempertahankan fungsi pernafasan.

f. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka op, terpasang alat di tubuh,
imunosupresi
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Kriteria Evaluasi: tidak terjadi demam dan tercapai pemulihan luka tepat pada
waktunya
Intervensi:
1) Lakukan prosedur mencuci tangan yang baik staf dan pengunjung. Batasi
pengunjung yang mengalami infeksi.
Rasional: lindungi pasien dari sumber-sumber infeksi
2) Monitor tanda-tanda vital pasien terutama suhu
Rasional: peningkatan suhu terjadi akibat proses inflamasi. Identifikasi dini
memungkinkan terapi yang tepat
3) Ubah posisi secara berkala, pertahankan linen kering dan bebas kerutan
Rasional: menurunkan tekanan dan iritasi pada jaringan dan mencegah kerusakan
kulit (potensial pertumbuhan bakteri)
4) Hindari/batasi prosedur invasive
Rasional: menurunkan risiko kontaminasi, membatasi entri portal terhadap agen
infeksius
5) Patuhi teknik aseptik ketika melakukan tindakan yang berhubungan dengan alat
invasive
Rasional: Mencegah kontaminasi kuman pada alat-alat yang melekat pada tubuh

Anda mungkin juga menyukai