Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)


2.1.1 Definisi
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang sangat penting dan paling
sering di gunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan
untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR. Bayi Berat Lahir Rendah (low)
adalah bayi yang baru lahir dengan berat badan saat lahir kurang dari 2500
gram, berat lahir sangat rendah (very low) adalah berat lahir kurang dari 1500
gram dan berat lahir teralu rendah (extremely low) adalah berat lahir kurang
dari 1000 gram.

Definisi low menunjukkan very low dan extremely low, sedangkan very low
termasuk extremely low (WHO, 1993). BBLR dibedakan dalam dua
kategori, yaitu bayi berat lahir rendah karena premature (umur kandungan
kurang dari 37 minggu) atau BBLR karena Intrauterine Growth Retardation
(IUGR) yaitu bayi cukup bulan tetapi berat badan kurang untuk umurnya
(Depkes RI, 2003).

Definisi BBLR menurut World Health Organization (WHO) yaitu berat


badan saat lahir <2.500gr (5,5 pon). Berdasarkan pengamatan epidemiologi,
bayi dengan berat <2.500gr mempunyai risiko 20 kali untuk mengalami
kematian dibandingkan dengan bayi yang berat badanya normal. BBLR
lebih banyak terjadi di negara berkembang jika dibandingkan dengan
negara-negara maju (WHO, 2004).

Menurut ICD X, berat lahir adalah berat pertama janin setelah bersalin. Pada
bayi yang lahir hidup, berat diukur antara jam pertama kehidupan sebelum
terjadi kehilangan berat postnatal. Berat lahir dibagi menjadi tiga kategori
yaitu berat lahir rendah (<2500 gram), berat lahir sangat rendah (<1500
gram) dan berat lahir terlalu rendah (<1000 gram). Salah satu penyebab
utama kematian perinatal dan neonatal adalah BBLR (Berat Bayi Lahir
Rendah) yaitu berat badan lahir bayi < 2500 gram.

Menurut Manuaba (2010) istilah prematuritas diganti dengan BBLR karena


terdapat dua bentuk penyebab kelahiran bayi dengan berat badan lahir
<2.500gr, yaitu karena umur kehamilan ibu <37 minggu atau bayi yang
mengalami IUGR (Intra UterineGrowtg Retardation) yaitu bayi yang lahir
cukup bulan (aterm) tetapi memiliki ukuran kecil, IUGR merupakan
penyebab utama BBLR di negara-negara berkembang (Fall et al, 2003).
IUGR merupakan akibat dari rendahnya berat dan tinggi ibu sebelum hamil,
status gizi ibu yang rendah, dan rendahnya penambahan berat badan selama
kehamilan (Kelly A et al dalam Adisasmita 2002). BBLR adalah bayi yang
lahir dengan berat badan kurang <2500gr tanpa memandang masa
kehamilan.

Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir.
Penyebab BBLR sangat kompleks. BBLR dapat disebabkan oleh kehamilan
kurang bulan, bayi kecil untuk masa kehamilan atau kombinasi keduanya.
Bayi kurang bulan adalah bayi yang lahir sebelum umur kehamilan 37
minggu. Sebagian bayi kurang bulan belum siap hidup di luar kandungan
dan mendapatkan kesulitan untuk mulai bernafas, menghisap, melawan
infeksi dan menjaga tubuhnya agar tetap hangat (Depkes RI, 2009).

Bayi kecil masa kehamilan (KMK) adalah bayi yang tidak tumbuh dengan
baik dalam kandungan selama kehamilan. Bayi yang termasuk KMK yaitu
KMK lebih bulan, KMK cukup bulan, KMK kurang bulan. Bayi KMK
cukup bulan kebanyakan mampu bernafas dan menghisap dengan baik.
Sedangkan bayi KMK kurang bulan kadang kemampuan bernafas dan
menghisap lemah (Depkes RI, 2009).

Sekitar 11,5% bayi lahir dengan berat lahir rendah kurang dari 2.500 gram
(Riskesdas 2007). Penyumbang utama kematian BBLR adalah prematuritas,
infeksi, asfiksia lahir, hipotermia dan pemberian ASI yang kurang adekuat.
BBLR merupakan salah satu kontributor terbesar terhadap morbiditas dan
mortalitas bayi di dunia, dimana 70% kematian neonatal disebabkan oleh
BBLR (USAID, 1999).

Kematian perinatal pada bayi berat lahir rendah 8 kali lebih besar dari bayi
normal pada umur kehamilan yang sama. Prognosis akan lebih buruk lagi
bila berat badan makin rendah. Angka kematian yang tinggi terutama
disebabkan oleh seringnya dijumpai kelainan adalah komplikasi neonatal
seperti asfiksia, pneumoni, perdarahan intrakranial dan hipoglikemia. Bila
bayi ini selamat kadang-kadang dijumpai pula kerusakan pada syaraf dan
akan terjadi gangguan bicara, IQ yang rendah dan gangguan lainnya
(Mochtar, Rustam; Sinopsis obstetri 1992 dalam Noviani, 2011).

Menurut Depkes RI (2009), bayi dengan berat lahir rendah lebih mudah
mengalami kematian atau mengalami masalah kesehatan yang serius. Berat
bayi dan masa kehamilan menggambarkan risiko, semakin kecil berat bayi
dan semakin muda masa kehamilan maka semakin besar risikonya.

Masalah yang sering terjadi pada BBLR, yaitu: Asfiksia yang terjadi pada
bayi baru lahir berdampak pada proses adaptasi pernapasan waktu lahir
sehingga mengalami asfiksia lahir. BBLR membutuhkan kecepatan dan
keterampilan dalam tindakan resusitasi (1). Gangguan pernafasan yang
sering terjadi pada BBLR kurang bulan adalah penyakit membran hialin,
sedangkan pada BBLR lebih bulan adalah aspirasi mekonium. BBLR yang
mengalami gangguan napas harus segera dirujuk ke fasilitas rujukan yang
lebih tinggi (2). Hipotermi terjadi karena hanya sedikitnya lemak tubuh dan
sistem pengaturan suhu tubuh pada bayi baru lahir belum matang. Metode
kanguru dengan kontak kulit ibu dengan kulit bayi membantu bayi BBLR
agar tetap hangat (3). Hipoglikemi terjadi karena hanya sedikitnya simpanan
energi pada bayi baru lahir dengan BBLR. Bayi dengan BBLR
membutuhkan ASI sesegara mungkin setelah lahir dan minum sangat sering
(setiap 2 jam) pada minggu pertama (4). Masalah Pemberian ASI pada bayi
BBLR yaitu ukuran tubuh bayi yang kecil, kurang energi, lemah, lambung
kecil dan tidak dapat menghisap, sehingga menyebabkan bayi dengan BBLR
membutuhkan bantuan dalam mendapatkan ASI . Pemberian ASI dilakukan
dalam jumlah yang lebih sedikit tapi sering. BBLR dengan kehamilan ≥35
minggu dan berat badan lahir ≥2000gr umumnya bisa langsung menetek
(5). Infeksi, infeksi dapat terjadi karena sistem kekebalan tubuh BBLR
belum matang. Keluarga dan tenaga kesehatan yang merawat BBLR harus
melakukan tindakan pencegahan infeksi antara lain dengan mencuci tangan
dengan baik (6). Ikterus (kadar bilirubin yang tinggi), ikterus terjadi karena
fungsi hati belum matang. Bayi dengan BBLR menjadi kuning lebih awal
dan lebih lama dari pada bayi yang cukup beratnya (7). Pendarahan,
masalah pendarahan berhubungan dengan belum matangnya sistem
pembekuan darah saat lahir. Pemberian injeksi vitamin K1 dengan dosis 1
mg intramuskular segera sesudah lahir (dalam 6 minggu pertama). Untuk
semua bayi baru lahir dapat mencegah kejadian pendarahan ini. Injeksi ini
dilakukan di paha kiri (8), Depkes RI (2009).
2.1.2 Fator yang mempegaruhi BBLR
2.1.2.1 Jenis kelamin
Berdasarkan hasil SDKI tahun 2007 angka kematian anak laki-laki selalu
lebih tinggi dari anak perempuan, yaitu angka kematian bayi laki-laki 23%
lebih tinggi dari bayi perempuan dan untuk angka kematian balita untuk anak
laki-laki sebesar 22% lebih tinggi dari anak perempuan. Bayi laki-laki
cenderung lebih rentan terhadap kematian neontal dibandingkan bayi
perempuan, kondisi ini mungkin terjadi karena kombinasi genetika yang
kompleks serta faktor lingkungan yang kurang mendukung (CARE, 1998).

Secara biologis bayi perempuan memiliki keunggulan (biological


advantage) dibandingkan bayi laki-laki. Perempuan memiliki kromosom XX
sedangkan laki-laki XY. Sehingga bila salah satu dari kromosom X pada
bayi perempuan kurang baik, maka keberadaan kromosom tersebut dapat
digantikan oleh kromosom X yang lain. Sedangkan pada laki-laki, bila salah
satu kromosom kondisinya kurang baik, tidak ada kromosom pengganti yang
dapat menggantikan kromosom yang rusak (Kraemer, 2000). Keadaan
biologis yang tidak menguntungkan ini menyebabkan laki-laki lebih rentan
terhadap kejadian lahir mati atau kematian neonatal.

Keuntungan biologis yang ada pada bayi perempuan membuat bayi


perempuan lebih tahan terhadap infeksi dan kekurangan gizi, sehingga risiko
kematian bayi perempuan dalam lima tahun kehidupannnya lebih kecil
dibandingkan dengan bayi laki-laki (Royston dan Amstrong, 1989). Namun
demikian bayi laki-laki memiliki keuntungan sosial (social advantage)
dibandingkan bayi perempuan. Pada berbagai studi kesehatan masyarakat
menunjukkan bahwa cukup banyak suku bangsa yang menempatkan bayi
laki-laki lebih berharga dibandingkan perempuan. Akibat dari pandangan
budaya ini menyebabkan bayi perempuan menerima perbedaan
(diskriminasi) dalam hal perawatan kesehatan, pemberian makanan dan
fasilitas lainnya yang dapat menjaga kelangsungan hidupnya (Ahmed W et
al, 1981)

2.1.2.2 Inisiasi Menyusu Dini


Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian anak, United Nation
Childens Fund (UNICEF) dan WHO merekomendasikan agar anak
sebaiknya disusui hanya Air Susu Ibu (ASI) selama paling sedikit 6 (enam)
bulan. Makanan padat seharusnya diberikan sesudah anak berumur 6 (enam)
bulan dan pemberian ASI ekslusif dari 4 (empat) bulan menjadi 6 (enam)
bulan (Departemen Kesehatan, 2002).

Pemberian awal Air Susu Ibu (ASI) sangat dianjurkan karena beberapa
alasan yaitu ASI yang keluar pertama kali sangat bergizi dan mengandung
antibodi yang dapat melindungi bayi yang baru lahir dari penyakit. Selain
dari itu menyusui seawal mungkin mempengaruhi kesehatan ibu baru
melahirkan yaitu dengan menimbulkan reaksi uterus, yang membantu
mengurangi kehilangan darah masa nifas dan untuk jangka yang lebih
panjang pada ibu yang menyusui cenderung memperpanjang jarak kelahiran
karena efek supresi yang dimiliki ketika menyusui terhadap kembalinya haid
setelah melahirkan. Selang kelahiran yang lebih panjang memberikan
kesempatan kepada tubuh ibu untuk pulih dari kekurangan fisik yang
berhubungan dengan kehamilan. Efek menyusui terhadap kembalinya
kesuburan berhubungan dengan lama dan intensitas menyusui (Departemen
Kesehatan, 2002).

Makanan dan minuman yang paling baik bagi bayi baru lahir adalah Air Susu
Ibu (ASI). Menurut laporan Departemen Kesehatan meskipun proporsi bayi
yang mendapat asi cukup tinggi, namun saat mulai menyusui dan lamanya
bervariasi. Air susu ibu memegang peranan penting dalam menjaga
kesehatan dan kelangsungan hidup bayi baru lahir, karena ASI
terutama kolostrum dapat meningkatkan pertahanan tubuh. Tidak
memberikan kolostrum merupakan salah satu kebisaan di masyarakat yang
tidak baik.

Menyusui segera (immediate breastfeeding) yaitu menyusui dalam waktu


kurang atau sama dengan 30 menit setelah persalinan merupakan salah satu
alternatif yang dapat dilakukan untuk mencegah diberikannya makanan
minuman pralakteral. Interaksi sedini mungkin antara ibu dan bayi beberapa
menit setelah lahir berhubungan erat dengan keberhasilan menyusui
(fikawati dan Syafiq, 2003 dalam setiawati raharjo, 2007)

2.1.2.3 Faktor Ibu


1. Umur Ibu Saat Melahirkan
Umur berhubungan terhadap proses reproduksi, umur ibu yang dianggap
optimal untuk kehamilan adalah antara 20 sampai 35 tahun. Sedangkan
dibawah atau diatas usia tersebut akan meningkatkan risiko kehamilan
dan persalinan (Martaadisoebrata, 2005 dalam Wahyuni, 2009). Umur ibu
<20 tahun belum cukup matang dalam menghadapi kehidupan sehingga
belum siap secara fisik dan mental dalam menghadapi kehamilan dan
persalinan. Pada umur tersebut rahim dan panggul ibu belum berkembang
dengan baik hingga perlu diwaspadai kemungkinan mengalami
persalinan yang sulit dan keracunan kehamilan atau gangguan lain kerena
ketidaksiapan ibu untuk menerima tugas dan tanggung jawabnya sebagai
orang tua. Sebaliknya jika umur ibu >35 tahun cenderung mengalami
perdarahan, hipertensi, obesitas, diabetes, myoma uteri, persalinan lama
dan penyakit-penyakit lainnya (Depkes RI, 2001).
Semakin muda dan semakin tua umur seorang ibu yang sedang
hamil, akan berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang diperlukan.
Umur yang muda perlu tambahan gizi yang banyak karena selain
digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan dirinya sendiri
juga harus berbagi dengan janin yang dikandungnya. Sedangkan
umur yang tua perlu energi yang besar juga karena fungsi organ yang
semakin melemah dan diharuskan untuk bekerja maksimal maka
memerlukan tambahan energi yang cukup guna mendukung
kehamilan yang sedang berlangsung (Muazizah, 2011).

Selain itu, pertambahan umur akan diikuti oleh perubahan


perkembangan dari organ-organ dalam rongga pelvis. Keadaan ini
akan mempengaruhi kehidupan janin dalam rahim. Pada wanita usia
muda dimana organ-organ reproduksi belum sempurna secara
keseluruhan, disertai kejiwaan yang belum bersedia menjadi seorang
ibu. Usia hamil yang ideal bagi seorang wanita adalah antara umur
20-35 tahun karena pada usia tersebut rahim sudah siap menerima
kehamilan, mental juga sudah matang dan sudah mampu merawat
bayi dan dirinya.

2. Paritas
Paritas merupakan jumlah persalinan yang dialami oleh ibu. Paritas terdiri
atas 3 kelompok yaitu: (1) Golongan primipara adalah golongan ibu
dengan 0-1 paritas, (2) Golongan multipara adalah golongan ibu dengan
paritas 2- 6 dan (3) Golongan grande multipara adalah golongan ibu
dengan paritas >6. Kehamilan yang paling optimal adalah kehamilan
kedua sampai keempat. Kehamilan pertama dan setelah kehamilan
keempat mempunyai risiko yang tinggi.
Grande multipara adalah istilah yang digunakan untuk wanita dengan
kehamilan kelima atau lebih. Kehamilan pada kelompok ini sering
disertai penyulit, seperti kelainan letak, perdarahan antepartum,
perdarahan post partum dan lain-lain (Martaadisoebrata, 2005 dalam
Wahyuni, 2009).

3. Jarak Antar Kelahiran


Jarak kehamilan ibu hamil sangat mempengaruhi berat bayi yang
dilahirkan. Risiko terhadap kematian ibu dan anak meningkat jika jarak
antara dua kehamilan <2 tahun atau >4 tahun. Jarak kehamilan yang aman
ialah antara 2-4 tahun. Jarak antara dua kehamilan yang <2 tahun berarti
tubuh ibu belum kembali ke keadaan normal akibat kehamilan
sebelumnya sehingga tubuh ibu akan memikul beban yang lebih berat.
Jarak kelahiran anak sebelumnya kurang dari 2 tahun, rahim dan
kesehatan ibu belum pulih dengan baik, kehamilan dalam keadaan ini
perlu diwaspadai karena adanya kemungkinan pertumbuhan janin yang
kurang baik, mengalami persalinan yang lama atau perdarahan.
Sebaliknya jika jarak kehamilan antara dua kehamilan >4 tahun,
disamping usia ibu yang sudah bertambah juga mengakibatkan
persalinan berlangsung seperti kehamilan dan persalinan pertama
(Depkes RI, 2001).

Selain itu, jarak kehamilan yang pendek akan menyebabkan seorang ibu
belum cukup waktu untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah
melahirkan sebelumnya. Ibu hamil dalam kondisi tubuh kurang sehat
inilah yang merupakan salah satu faktor penyebab kematian ibu dan bayi
yang dilahirkan serta risiko terganggunya sistem reproduksi. Sistem
reproduksi yang terganggu akan menghambat pertumbuhan dan
perkembangan janin yang dikandungnya sehingga berpengaruh
terhadap berat badan lahir. Ibu hamil yang jarak kehamilanya kurang dari
dua tahun, kesehatan fisik dan kondisi rahimnya masih butuh istirahat
yang cukup (Trihardiani, 2011).

4. Riwayat Kesehatan Ibu


Kesehatan dan pertumbuhan janin dihubungkan oleh kesehatan ibu. Bila
ibu mempunyai penyakit yang berlangsung lama atau merugikan
kehamilannya, maka kesehatan dan kehidupan janin pun terancam
(Depkes RI, 2001). Penyakit akibat komplikasi yang tidak langsung
berhubungan dengan kehamilan, yang terdiri dari:
a. Diabetes Militus
Diabetes militus pada ibu dapat menyebabkan bayi mengalami berat
badan lahir lebih besar melebihi usia kehamilan karena kadar gula
darah dalam tubuh ibu sangat tinggi sehingga mempengaruhi
pertumbuhan janin. Diabetes mellitus pada bayi mengakibatkan
hipoglikemia karena ketika di dalam tubuh ibu, janin menyesuaikan
jumlah insulin dengan tubuh ibunya tetapi setelah lahir jumlah insulin
yang telah terbentuk tidak sesuai dengan kadar gula darah dengan
tubuh bayi (Jumiarni, 1994 ).

b. Anemia
Anemia terjadi apabila kadar hemoglobin dalam darah lebih rendah
dari pada nilai normal. Kadar hemoglobin dapat dijadikan sebagai
indikator tentang keadaan gizi pada umumnya. Batas Hb normal
untuk wanita hamil adalah 11gr% atau lebih. Penelitian yang
dilakukan oleh Puji (2007) menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara kadar Hb ibu dengan kejadian BBLR. Hal ini disebabkan
karena apabila ibu hamil mengalami anemia maka pasokan O2 untuk
jaringan menurun dan pengangkutan CO2 dari jaringan menjadi
terhambat sehingga dapat menghambat pertumbuhan jaringan baik
pada janin maupun pada plasenta sehingga dapat mengakibatkan
kematian janin dalam kandungan, abortus, cacat bawaan, partus
premature, partus lama dan lain-lain.

Anemia pada ibu hamil dapat terjadi juga karena kuragnya zat besi
yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin. Anemia gizi besi
terjadi karena tidak cukupnya zat gizi besi yang diserap dari makanan
sehari-hari guna pembentukan sel darah merah sehingga
menyebabkan ketidakseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran
zat besi dalam tubuh. Hal ini dapat menyebabkan distribusi oksigen
ke jaringan akan berkurang yang akan menurunkan metabolisme
jaringan sehingga menimbulkan gangguan atau hambatan pada
pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun otaknya, kematian janin
didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR. Hal ini
menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal
meningkat.

Tanda-tanda ibu menderita anemia seperti perasaan lesu, sering


mengantuk, selaput bagian dalam kelopak mata, bibir dan kuku pucat
serta penglihatan berkunang-kunang (Depkes RI, 2001). Jika wanita
hamil mengidap anemia, pengaruhnya dapat terjadi di awal
kehamilan, yaitu terhadap hasil pembuahan (janin, plasenta, darah).
Hasil pembuahan membutuhkan zat besi yang jumlahnya cukup
banyak untuk membentuk butir-butir darah merah dan pertumbuhan
embrio. Pada bulan ke-5 dan ke-6 janin membutuhkan zat besi yang
semakin besar. Jika kandungan zat besi ibu kurang maka dapat terjadi
abortus, kematian janin dalam kandungan atau waktu lahir, lahir
premature serta cacat bawaan tidak dapat dihindari (Huliana, 2001).

2.1.2.4 Kompikasi Kehamilan


Komplikasi kehamilan merupakan salah satu bahaya bagi ibu yang sedang
hamil dan dapat mengganggu kelangsungan kehamilan atau janin.
Komplikasi bisa terjadi setiap saat dan perlu penanganan segera.
Pada data Riskesdas 2010, jenis komplikasi kehamilan dikategorikan
menjadi 5 yaitu :
1. Mules hebat sebelum 9 bulan yaitu mengalami mules kandungan pada
usia sebelum 9 (sembilan) bulan.
2. Perdarahan yaitu jika mengalami perdarahan dari jalan lahir atau spot
merah.
3. Demam tinggi dan suhu badan yang tinggi.
4. Kejang-kejang dan pingsan adalah kejang-kejang yang tidak ada
hubungannya dengan demam. Dalam keadaan ini otot wanita menjadi
kaku, wanita tersebut mungkin kejang yang sangat kuat sehingga tidak
terkontrol dan pingsan.
5. Lainnya jika keluhan yang berkaitan dengan kehamilan tapi belum
disebutkan dalam pont 1 sampai 4.

2.1.2.5 Komplikasi Persalinan


Komplikasi yang terjadi pada saat persalinan merupakan penyebab utama
terjadinya kematian pada bayi yang semula hidup pada saat proses persalinan
dmulai tetapi kemudian lahir mati (WHO, 2006).
Pada data Riskesdas 2010, jenis komplikasi persalinan dikategorikan
menjadi 5, yaitu:
1. Mules yang kuat dan teratur lebih dari sehari semalam. Proses persalinan
biasanya diawali dengan mules yng kuat dan timbulnya teratur, mulai
dengan 15 menit sekali, makin lama makin sering menjadi 2 menit sekali
disertai dengan pembukaan leher rahim dan keluar darah bercampur
lendir. Umumnya bayi akan lahir dalam waktu kurang dari 24 jam
setelah tanda-tanda proses persalinan dimulai. Persalinan yang
berlangsung lebih dari 24 jam disebut persalinan lama.
2. Perdarahan lebih banyak dibanding biasanya (lebih dari 2 kain) adalah
jika melebihi 500 cc atau membasahi lebih dari 2 potong kain panjang.
Perdarahan ini dapat mengakibatkan ibu banyak kehilangan darah dan
dapat mengalami shock.
3. Demam badan tinggi dan atau keluar lendir yang berbau adalah suhu
badan yang tinggi dan keluar cairan yang tidak biasa, baunya tidak
sedap, warna dan kepekatannya berbeda dari biasanya. Kondisi ini
merupakan salah satu ciri puerperal sepsis yaitu infeksi yang terjadi pada
jalan lahir yang terjadi beberapa saat setelah persalinan
4. Kejang-kejang dan pingsan, yang dimaksud disini adalah kejang-kejang
yang tidak ada hubungannya dengan demam. Dalam keadaan ini otot
wanita menjadi kaku, wanita tersebut mungkin kejang yang sangat
kuat sehingga tidak terkontrol dan pingsan. Kondisi ini merupakan
salah satu gejala dari pre-eklamsi/eklamsi.
5. Keluar air ketuban lebih dari 6 (enam) jam sebelum anak lahir adalah
keluarnya air ketuban 6 (enam) jam atau lebih sebelum anak lahir.
6. Ada kesulitan/komplikasi lain yang tidak termasuk dalam kriteria diatas.

2.1.2.6 Status Kehamilan


Kesehatan reproduksi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hak azazi
manusia. Setiap pasangan atau individu mempunyai hak untuk menetapkan
secara bebas dan bertanggungjawab terhadap jumlah anak, jarak kelahiran
anaknya dan kapan ia ingin atau tidak ingin mempunyai anak. Idealnya
setiap anak dilahirkan karena keinginan, direncanakan dan
dipertanggungjawabkan.
Status kehamilan yang tidak diinginkan dapat mengancam kelangsungan
hidup ibu dan calon bayi karena ibu akan cenderung mengabaikan perawatan
selama kehamilan dan melakukan berbagai cara untuk menghentikan
kehamilan bahkan hingga saat-saat terakhir. Kehamilan yang tidak
diinginkan berhubungan erat dengan meningkatnya risiko kematian dan
kesakitan perinatal akibat dari kelahiran prematur dan kemungkinan
ditelantarkan oleh ibu (Bustan dan Coker, 1994).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Columbia, pada wanita yang


menikah dan menerima pemeriksaan ANC pada tiga bulan pertama dan
diketahui tidak menginginkan kehamilannya memiliki risiko dua kali untuk
melahirkan bayi yang kemudian melahirkan meninggal pada 28 hari pertama
kehidupannya dibandingkan dengan wanita yang menerima kehamilannnya
(Bustan dan Coker, 1994).

2.1.2.7 Pendidikan Ibu


Pendidikan orang tua yaitu ibu dan pasangan berpengaruh dalam
pengambilan keputusan dalam keluarga. Pendidikan berpengaruh secara
tidak langsung melalui peningkatan satus sosial dan kedudukan wanita
dalam keluarga dan pengambilan keputusan. Pendidikan ibu berpengaruh
terhadap kelangsungan hidup anak (Royston dan Amstrong, 1989).

Ibu yang berpendidikan rendah (kurang dari SMP) mempunyai risiko


sebesar 2,2 kali untuk terjadinya kematian perinatal dibanding dengan ibu
yang berpendidikan tinggi. Latar belakang pendidikan ibu mempengaruhi
sikapnya dalam memilih pelayanan kesehatan dan pola konsumsi makan
yang berhubungan juga dengan peningkatan berat badan ibu semasa hamil
yang pada saatnya akan mempengaruhi kondisi perinatal (Sulistiyowati,
2001).

2.1.2.8 Status Ekonomi


Tingkat ekonomi mempunyai hubungan yang signifikan dengan kematian
bayi pada bulan pertama. Tingkat ekonomi yang rendah meningkatkan
probabilitas kematian neonatal sebesar 4,2% (Meyer, 2006). Ekonomi yang
rendah merupakan salah satu faktor yang sering berhubungan dengan
kelainan bayi dengan berat lahir rendah (premature) yang akan berpengaruh
terhadap kesakitan dan kematian neonataus yang tinggi dan juga pada masa
bayi.

2.1.2.9 Wilayah Tempat Tinggal


Perbedaan wilayah tempat tinggal antara pedesaan dan perkotaan biasanya
memiliki permasalahan kesehatan yang berbeda. Masalah kesehatan yang
biasanya ditemukan di wilayah pedesaan keterbatasan sarana kesehatan,
akses desa terhadap pelayanan kesehatan karena kondisi geografik yang
sulit, sebaran penduduk yang tidak merata, rawan pangan, kemiskinan dan
lain-lain. Sedangkan masalah kesehatan yang ditemukan pada daerah
perkotaan adalah kepadatan penduduk yang tinggi, urbanisasi, kemiskinan,
sanitasi yang buruk dan lain-lain.

2.1.2.10 Faktor Pelayanan Kesehatan


Pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional untuk ibu selama masa
kehamilannya yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan yang
telah ditetapkan. Pelayanan kesehatan merupakan upaya penting untuk
menjaga kesehatan ibu pada masa kehamilan sekaligus merupakan
tempat melakukan konseling gizi, pemantauan terhadap kenaikan berat
badan semasa hamil ( Depkes RI, 2000). Hal ini meliputi pemeriksaan
kehamilan dan tindak lanjut terhadap penyimpangan yang ditemukan,
pemberian intervensi dasar seperti pemberian imunisasi Tetanus Toksoid (
TT ) dan tablet Fe serta mendidik dan memotivasi ibu agar dapat merawat
dirinya selama hamil dan mempersiapkan persalinannya.

Standard pemeriksaan kesehatan minimal meliputi: (1) timbangan


berat badan dan pengukuran tinggi badan yang dapat dimanfaatkan
untuk menilai suatu status gizi ibu; (2) pemeriksaan tekanan darah;
(3) pemeriksaan tinggi fundus uteri; (4) pemberian Tetanus
Toksoid (TT) dua kali selama hamil; (5) pemberian tablet zat besi
(Fe) minimal 90 tablet selama hamil, ditambah dengan test terhadap
penyakit menular seksual dan temu wicara dalam rangka persiapan
rujukan.

Frekuensi kunjungan masing-masing ibu hamil berbeda-beda


tergantung pada keadaan masing-masing ibu hamil. Frekuensi
pelayanan antenatal care dilakukan pada triwulan pertama minimal
1 kali, triwulan kedua minimal 1 kali dan minimal 2 kali pada
triwulan ketiga (Depkes, RI, 2005).

2.1.2.11 Penolong Persalinan


Dalam program Kesehatan Ibu dan anak (KIA) dikenal beberapa
jenis tenaga yang memberikan pertolongan persalinan kepada
masyarakat. Jenis tenaga tersebut adalah dokter spesialis
kebidanan, dokter umum, bidan dan perawat (Depkes, RI, 2005).

Penolong persalinan dalam memberikan pertolongan persalinan


harus memperhatikan; (1) Sterilitas/pencegahan infeksi, (2) Metode
pertolongan persalinan yang sesuai standar pelayanan dan (3)
Merujuk kasus yang memerlukan tingkat pelayanan yang lebih
tinggi. Dengan program penempatan bidan di desa diharapkan
secara bertahap jangkauan persalinan oleh tenaga kesehatan terus
meningkat dan masyarakat semakin menyadari pentingnya
persalinan yang bersih dan aman.

2.1.2.12 Jenis Tempat Persalinan


Sarana pelayanan kesehatan adalah sarana yang menyediakan
bentuk pelayanan yang sifatnya lebih luas di bidang klinik, bersifat
preventif, promotif, dan rehabilitatif. Sarana kesehatan dapat
berupa Rumah Sakit, puskesmas, klinik, praktek dokter, praktek
bidan baik pemerintah dan swasta.

2.1.2.13 Pelayanan Kesehatan Bayi


Pelayanan Kesehatan diberikan pada setiap bayi mulai dari lahir
sampai usia 1-12 bulan. Ada 2 pelayanan kesehatan yaitu pelayanan
kesehatan neonatal pada usia 0-28 hari sebanyak 2 (dua) kali dan
pelayanan kesehatan bayi usia 1-12 bulan sebanyak 4 kali.

Cakupan kunjungan Neonatal (KN) adalah persentase neonatal


yang memperoleh pelayanan kesehatan minimal 2 kali dari tenaga
kesehatan; satu kali pada umur 0-7 hari dan satu kali pada umur 8-
28 hari. Pelayanan tersebut meliputi pelayanan kesehatan neonatal
dasar (tindakan resusitasi, pencegahan hipotermia, pemberian ASI
dini dan ekslusif, pencegahan infeksi berupa perawatan mata, tali
pusat, kulit dan pemberian imunisasi), pemberian vitamin K,
Manajemen Terpadu Balita Muda (MTBM) dan penyuluhan
perawatan neonatus di rumah menggunakan buku KIA. Dan ini
digunakan untuk melihat jangkauan dan kualitas pelayanan
kesehatan neonatal.

Cakupan kunjungan bayi adalah cakupan kunjungan bayi umur 1-


12 bulan di sarana pelayanan kesehatan maupun di rumah,
posyandu, tempat penitipan anak, panti asuhan dan sebagainya,
melalui kunjungan petugas. Setiap bayi memperoleh pelayanan
kesehatan minimal 4 kali yaitu 1 kali pada umur 1 - 3 bulan, 1
kali pada umur 3-6 bulan, 1 kali pada umur 6 – 9 bulan dan 1 kali
pada umur 9 - 12 bulan.

2.2 Perawatan Metode Kanguru


2.2.1 Definisi
Perawatan Metode Kanguru (PMK) adalah suatu metode perawatan bayi
baru lahir dengan meletakkan bayi di antara kedua payudara ibu sehingga
terjadi kontak langsung kulit ibu dengan kulit bayi (Arora, 2008). Pengertian
lain tentang PMK adalah cara merawat bayi dalam keadaan telanjang (hanya
memakai popok dan topi), diletakkan secara tegak/ vertikal didada antara
kedua payudara ibunya (ibunya telanjang dada), kemudian diselimuti.
Dengan demikian, terjadi kontak kulit bayi dan ibu secara kuntinyu dan bayi
memperoleh panas (sesuai suhu ibunya) melalui proses konduksi
(PERINASIA, 2003).

PMK dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu secara terus menerus dalam
24 jam atau yang disebut juga dengan secara kontinyu dan secara intermiten
atau disebut juga dengan cara selang-seling. PMK disarankan untuk
dilakukan secara kontinyu, akan tetapi pada rumah sakit yang tidak
menyediakan fasilitas rawat gabung, bisa menggunakan PMK secara
intermiten. Pelaksanaan PMK secara intermiten juga memberikan manfaat
sebagai pelengkap perawatan konvensional atau inkubator (PERINASIA,
2003).

Dengan demikian, PMK adalah cara merawat bayi oleh ibu, dengan
menggunakan baju yang didesain khusus untuk meletakkan bayi di dada ibu
sehingga terjadi kontak langsung kulit dengan kulit. Bayi hanya
menggunakan diapers dan topi. Pelaksanaan PMK minimal 60 menit dengan
frekuensi yang disesuaikan dengan keinginan ibu, dilakukan dengan cara
intermiten.

2.2.2 Manfaat PMK


2.2.2.1 Manfaat PMK bagi bayi
Manfaat PMK bagi bayi adalah keefektifan termoregulasi, frekuensi
denyut jantung yang stabil, pola nafas teratur, menurunkan kejadian
apnea, meningkatkan saturasi O2, mempercepat perkembangan otak
serta penambahan berat badan. Adapun manfaat yang lainnya yaitu
dapat mengurangi pergerakan yang tidak perlu, menurunkan
tangisan, mendukung ASI eksklusif, memperlama tidur nyenyak,
proses pemberian ASI lebih baik, mempercepat bayi keluar dari
inkubator, memperpendek hari rawat dan meningkatkan kemampuan
untuk bertahan hidup (Priya, 2004).

Manfaat yang dirasakan bagi bayi yaitu dapat menyenangkan bagi


kelima indera bayi. Bayi merasakan kehangatan (sentuhan) dari ibu,
mendengarkan suara dan frekuensi denyut jantung ibu
(pendengaran), menyusui ASI (pengecapan), kontak mata dengan ibu
(penglihatan) dan mencium aroma tubuh ibu atau penciuman (Arora,
2008).

2.2.2.2 Manfaat PMK bagi ibu


Manfaat yang dapat dirasakan oleh orang tua yaitu mempercepat
bonding, menambah kepercayan diri untuk merawat bayinya yang
kecil, meningkatnya produksi ASI, menurunkan biaya perawatan di
RS, menghilangkan perasaan terpisah serta ketidakmampuan dan
orang tua merasakan kepuasan karena sudah berpartisipasi dalam
merawat bayinya (Priya, 2004).

Perawatan metode kanguru dapat dilakukan ibu pada bayinya yang


prematur dengan pengarahan dari perawat. Kepercayaan diri ibu akan
membaik seiring dengan peningkatan kemampuan ibu dalam
merawat bayinya. Ibu yang memiliki bayi prematur mengatakan
bahwa mereka merasa tidak mampu memberikan perawatan yang
adekuat, oleh karena itu ibu perlu untuk meningkatkan kepercayaan
dirinya (Bobak, 2005). Rasa percaya diri ibu dalam merawat bayinya
diperlukan agar terwujudnya adaptasi yang baik dari orang tua dan
terbinanya hubungan yang positif antara ibu dan bayi (Badr, 2005).

Manfaat PMK bagi ibu lainnya, yaitu ibu merasakan produksi ASI
bertambah, ibu merasa tidak perlu lagi merebus air untuk
menghangatkan bayi. Ibu menyatakan pasangan atau suami
mendukung untuk pelaksanaan PMK, ibu menyatakan pertumbuhan
bayi menjadi lebih baik (PERINASIA, 2003).

2.2.2.3 Manfaat PMK bagi petugas kesehatan


Bagi petugas kesehatan, manfaat yang dirasakan yaitu dari segi
efisien tenaga, karena ibu lebih banyak merawat bayinya sendiri.
Dengan demikian kebutuhan petugas akan berkurang. Bahkan
petugas justru dapat melakukan tugas lain yang lebih memerlukan
perhatian petugas misalnya monitiring kegawatan pada bayi dan
memberikan dukungan kepada ibu dalam menerapkan PMK
(Cataneo, Davanco, Bergman, et al., 1998 dalam PERINASIA,
2003).

2.2.2.4 Manfaat PMK bagi institusi kesehatan, klinik, RS


Manfaat bagi institusi kesehatan, klinik, RS, yaitu lama perawatan
ibu lebih pendek sehingga ibu cepat pulang dari fasilitas kesehatan.
Dengan demikian, tempat tersebut dapat digunakan bagi klien lain
yang memerlukan (turn over meningkat). Manfaat lain yang
dikemukakan adalah pengurangan penggunaan fasilitas sehingga
dapat membantu efisiensi anggaran (Cattaneo, Davanco dan
Bergman, 1998). Dengan naiknya turn over serta efisiensi anggaran
diharapkan kenaikan penghasilan bagi institusi kesehatan, klinik, RS
(PERINASIA, 2003).

2.2.3 Penerapan PMK


Penerapan PMK dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal berikut,
yaitu :
1. Secara umum, bayi akan stabil secara fisiologis pada suhu tubuh 36,5°C
– 37,5°C.
2. Jika ada masalah apnea atau bradikardia, masalah itu harus hilang sendiri
atau hanya memerlukan stimulasi ringan.
3. Bayi yang menerima terapi sinar dapat diikutsertakan dengan
mengeluarkannya dari terapi sinar untuk waktu singkat.
4. Dalam situasi khusus, bayi yang memerlukan oksigen, atau bahkan
bantuan ventilasi dapat menerima asuhan ini dengan baik (Indrasanto,
et al., 2008).

2.2.4 Pedoman Tata Laksana


Pedoman tata laksana menurut Indrasanto dkk (2008) adalah sebagai berikut:
1. Dokter dan perawat harus menentukan bayi yang mendapatkan PMK
dan memberikan informasi yang cukup kepada orang tua tentang metode
kanguru.
2. Setiap orang yang terlibat merasa nyaman atau tidak canggung dan
mendukung keputusan untuk menerapkan PMK.
3. Suhu tubuh bayi minimal 36°C.
4. Monitoring pada suhu kulit tidak perlu dilepaskan dari tubuh bayi,
demikian juga dengan semua kawat monitor, jalur IV, dan selang untuk
respirasi harus dieratkan dan aman untuk neonatus.
5. Bayi tidak perlu menggunakan pakaian kecuali popok dan topi.
6. Menganjurkan ibu menggunakan baju dengan bukaan depan atau gaun
penutup dan memberikan sebanyak mungkin privasi dan ketenangan.
Ayah juga bisa memeluk bayi dengan cara ini.
7. Setelah bayi dipindahkan dengan baik ke orang tua, tanda vital bayi dan
status oksigenasi harus dipantau selama PMK.
8. Bayi harus dikembalikan ke inkubator jika terdapat tanda stres yang
menetap termasuk takipnea, takikardi, ketidakstabilan suhu tubuh, atau
desaturasi oksigen.
9. Lama PMK pada masing-masing bayi bergantung kepada keadaan bayi
dan kenyamanan orang tua, minimal 1 jam untuk mendapatkan
manfaatnya (Indrasanto, et al., 2008).

2.2.5 Pengaruh PMK pada Fungsi Fisiologis Bayi


2.2.5.1 Pengaruh PMK pada Suhu Tubuh bayi.
Panas tubuh ibu akan berpindah melalui kontak kulit dari dada ibu
ke kulit tubuh bayi, sehingga menjaga bayi tetap hangat. Selimut
atau penutup tubuh ibu dan bayi, diharapkan dapat menjaga bayi
dari suhu lingkungan sekitarnya (Dodd, 2003). Penelitian lain juga
menyebutkan bahwa PMK mempengaruhi stabilitas pengukuran
suhu tubuh, frekuensi jantung, respirasi, dan saturasi oksigen
(Anderson, 1991; Ludington-Hoe, et al., 1996 dalam Dodd, 2003).

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa PMK sangat baik untuk


mencegah bayi prematur jatuh ke dalam kondisi hipotermia.
Observasi perubahan suhu tubuh pada bayi prematur sangat
dianjurkan, karena ada kemungkinan bayi menjadi kepanasan. Bayi
prematur yang kepanasan akan mengakibatkan peningkatan
metabolisme dan asupan oksigen, penurunan efisiensi metabolisme,
dan mempengaruhi kestabilan fisiologis tubuh (Ibe, et al., 2004).

Penelitian yang telah meneliti tentang pelaksanaan PMK selama


rata- rata 25 hari pada 114 responden, menyatakan bahwa suhu
tubuh bayi yang dilakukan PMK, mengalami peningkatan yang
bermakna (p<0.001, α= 0.05). PMK dilakukan rata-rata 6 jam sehari
pada setiap responden (Ali, et al., 2009).

Penelitian lain menyebutkan bahwa ditemukannya kenaikan suhu


tubuh bayi prematur setelah dilakukan PMK selama 1 jam, rata-rata
kenaikan suhu tubuh sebesar 0,3°C dengan p <0,01. Penelitian ini
dilakukan pada 16 responden (Begum, et al., 2008).

Hasil penelitian juga menunjukkan, bahwa ibu mampu mengontrol


suhu tubuh bayi lebih baik daripada inkubator. Menurut Bergman,
PMK dapat menyebabkan suhu tubuh bayi bisa meningkat 2°C jika
bayi kedinginan dan dapat menurunkan 1°C jika bayi kepanasan
(Shetty, 2007).
Penelitian tentang efektifitas PMK, menyebutkan bahwa manfaat
PMK adalah stabilisasi suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan
perilaku bayi lebih baik, misalnya tangisan bayi berkurang dan
sewaktu bangun terlihat lebih waspada (Suradi & Yanuarso, 2000
dalam PERINASIA, 2003). Penelitian lain juga menyebutkan PMK
bermanfaat untuk kestabilan frekuensi denyut jantung. Kestabilan
frekuensi denyut jantung ini dinilai dari PMK dapat menaikkan
frekuensi frekuensi denyut jantung dan menurunkan terjadinya
bradikardi, dengan nilai p = 0.00 (α=0.05) (Priya, 2004).

2.2.5.2 Pengaruh PMK pada frekuensi denyut jantung


Penelitian yang menggunakan alat monitor kontinyu, menemukan
bahwa selama perawatan menggunakan metode kanguru, laju
frekuensi denyut jantung bayi relatif stabil dan konstan (Ludington-
Hoe, et al., dalam PERINASIA, 2003). Hasil penelitian lain yang
menggunakan pneumokardiogram menemukan pola respirasi dan
frekuensi denyut jantung bayi selama perawatan metode kanguru
lebih stabil dibanding perawatan dalam boks atau perawatan
konvensional (PERINASIA, 2003).

PMK selain bermanfaat untuk bayi, juga bermanfaat untuk orang


tua. Ibu yang melakukan PMK secara bermakna dapat merasakan
stresnya berkurang, meningkatkan rasa percaya diri, dan merasakan
kepuasan tersendiri karena telah melakukan sesuatu yang positif
buat bayinya yang lahir prematur dibandingkan dengan ibu yang
tidak melakukan PMK (Arora, 2008).

PMK dilakukan selama 1,5 jam terbukti meningkatkan frekuensi


denyut jantung sebelum dan sesudah PMK pada 53 responden.
Penelitian ini dilakukan dengan metode one-group, pretest dan
postest (Fohe, et al., 2000 dalam Dodd, 2003).

2.2.5.3 Pengaruh PMK pada saturasi oksigen


Hasil penelitian menyebutkan bahwa PMK dapat menaikkan level
saturasi oksigen secara signifikan dengan (p = 0.000 α=0.05).
Responden pada penelitian ini adalah 30 bayi yang mempunyai
berat badan lahir rendah (Priya, 2004).

Hasil penelitian lain juga melaporkan PMK menjaga kestabilan


saturasi oksigen. PMK secara bermakna mengurangi frekuensi
nafas dan meningkatkan saturasi oksigen. Hal ini dapat disebabkan
oleh posisi bayi yang tegak, sehingga dipengaruhi oleh gravitasi
bumi dan berefek pada ventilasi dan perfusi. Posisi tegak
mengoptimalkan fungsi respirasi (Ali, et al., 2009).

Berbeda dengan hasil penelitian Priya (2004), Fischer, et al. (1998)


dalam Dodd (2003) tidak menemukan perbedaan saturasi oksigen
bayi sebelum dan sesudah PMK, pada 20 responden. Hasil
penelitian lain menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan saturasi
oksigen sebelum dan sesudah PMK pada saturasi oksigen bayi
dengan berat badan lahir rendah. Jumlah respondennya 15 bayi
dengan berat badan lahir rendah, yaitu < 1800 gram (Mooncey, et
al., 1997 dalam Dodds, 2003).

Anda mungkin juga menyukai