Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal merupakan salah satu unsur penentu
status kesehatan. Pelayanan kesehatan neonatal dimulai sebelum bayi dilahirkan, melalui
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil. Pertumbuhan dan perkembangan
bayi periode neonatal merupakan periode yang paling kritis karena dapat menyebabkan
kesakitan dan kematian bayi (Safrina, 2011)
Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 angka
kematian bayi sebesar 34 kematian/1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi ini
sebanyak 47% meninggal pada masa neonatal, setiap lima menit terdapat satu neonatus
yang meninggal. Adapun penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia, salah
satunya asfiksia yaitu sebesar 27% yang merupakan penyebab ke-2 kematian bayi baru
lahir setelah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) (Depkes RI, 2008).
Faktor yang menyebabkan kejadian Asfiksia adalah faktor ibu yaitu usia ibu kurang
dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun (DepKes RI, 2009). Kehamilan pada usia yang
terlalu muda dan tua termasuk dalam kriteria kehamilan risiko tinggi dimana keduanya
berperan meningkatkan morbiditasdan mortalitas pada ibu maupun janin (Widiprianita,
2010).
Bayi baru lahir dengan asfiksia merupakan salah salah satu faktor risiko yang
mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap kematian bayi khususnya pada masa
perinatal. Selain itu bayi baru lahir yang asfiksi sangat rentan terpengaruh bila tidak
ditangani dengan cepat dan tepat.

1.2 Rumusan masalah


Bagaimana tinjauan pustaka dan studi kasus askep pada bayi dengan Asfiksia?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tinjauan pustaka dan studi kasus askep pada bayi dengan
Asfiksia.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi dari asfiksia
2. Untuk mengetahui penyebab dari asfiksia
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari asfiksia
4. Untuk mengtahui patofisiologi dari asfiksia
5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari asfiksia
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari asfiksia
7. Untuk mengetahui komplikasi dari asfiksia
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari asfiksia.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu
hamil, kelainan tali pusat atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama
atau sesudah persalinan (JNPK_KR, 2007: 107).
Menurut dr. Agus Harianto SpA(K) dari Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK
Unair/RSUD dr. Soetomo, bayi dikatakan mengalami asfiksia jika saat lahir tidak
bernafas secara spontan, adekuat dan teratur, tidak dapat menangis, denyut jantung tidak
adekuat, refleks kurang, warna kulit pucat, dan kekuatan otot lemah. Asfiksia adalah
ketidakmampuan bayi baru lahir untuk bernafas pada waktu 60 detik pertama dan dapat
merupakan kelanjutan dari kegawatan intrauteri yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara kebutuhan O2 serta nutrisi janin sehingga menimbulkan
perubahanperubahan metabolisme janin menuju metabolisme anaerob, yang
menyebabkan hasil akhir metabolismenya bukan lagi CO2 (Manuaba, et al, 2007: 841).
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi yang tidak dapat segera bernafas
secara teratur dan spontan setelah lahir sehingga dapat menyebabkan tumbuh kembang
bayi yang tidak optimal karena kekurangan asupan oksigen dari ibu ke janin sehingga
terdapat gangguan dalam persediaan oksigen pada janin yang dapat mengakibatkan
hypoxia janin dan hal ini berkaitan dengan perkembangan kecerdasan otak bayi (UNDIP,
2009).
Berdasarkan gabungan empat definisi di atas dapat disimpulkan bahwa asfiksia pada
bayi baru lahir adalah ketidakmampuan bayi baru lahir bernafas secara spontan dan
teratur, frekuensi nadi kurang dari 100, reaksi rangsangan sedikit, gerakan otot fleksi,
dan pernafasan lemah yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan O2
serta nutrisi janin, sehingga menimbulkan perubahan-perubahan metabolisme janin.
Penilaian tersebut dilakukan pada waktu 60 detik pertama setelah lahir.

2.2 Klasifikasi
Menurut Sarwono (2007: 714), klasifikasi asfiksia pada bayi baru lahir berdasarkan
nilai Apgar adalah sebagai berikut:
1. Asfiksia ringan atau normal (7-9)
Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari l00x/menit, tonus otot
kurang baik atau baik, sianosis, dan reflek iritabilitas ada.
2. Asfiksia sedang (nilai apgar 4-6)
Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari l00x/menit, tonus otot
kurang baik, sianosis, dan reflek iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia berat (nilai apgar 0-3)
Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari l00x/menit, tonus otot
buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat dan reflek iritabilitas tidak ada.
Sedangkan menurut (nurarif,2013) Asfiksia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
asfiksia pallida dan asfiksia livida dengan masing-masing manifestasi klinis sebagai
berikut (Nurarif, 2013):
Tabel 1. Karakteristik Asfiksia Pallida dan Asfiksia Livida
Perbedaan Asfiksia Asfiksia
Pallida Livida
Warna Kulit Pucat Kebiru-biruan
Tonus Otot Sudah kurang Masih baik
Reaksi Negatif Positif
Rangsangan
Bunyi Tidak teratur Masih teratur
Jantung
Prognosis Jelek Lebih baik

Klasifikasi asfiksia dapat ditentukan berdasarkan nilai APGAR (Nurarif, 2013).


Tabel 2. APGAR score

Nilai
Tanda
0 1 2
A: Biru/ Tubuh Tubuh
Appearance pucat kemerahan, dan
(color/warna ekstremitas ekstremitas
kulit) biru kemerahan
P : Pulse Tidak < 100x per >1100x
(heart ada menit per menit
rate/denyut
nadi)
G: Tidak Gerakan Menangis
Grimance ada sedikit
(reflek)
A: Lump Fleksi Aktif
Activity uh lemah
(tonus otot)
R: Tidak Lemah, Tangisan
Respiration ada merintih kuat
(usaha
bernapas)

Bayi akan dikatakan mengalami asfiksia berat jika APGAR score berada pada
rentang 0-3, asfiksia sedang dengan nilai APGAR 4-6, dan bayi normal atau dengan
sedikit asfiksia jika APGAR score berada pada rentang 7-10 (Nurarif, 2013).

2.3 Etiologi
Asfiksia dapat terjadi karena beberapa faktor (Nurarif, 2013).
a. Faktor ibu
Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta
berkurang. Akibatnya, aliran oksigen ke janin juga berkurang dan dapat menyebabkan
gawat janin dan akhirnya terjadilah asfiksia. Berikut merupakan keadaan-keadaan
yang dapat menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir.
1) Preeklamsia dan eklamsia
2) Demam selama persalinan
3) Kehamilan postmatur
4) Hipoksia ibu
5) Gangguan aliran darah fetus, meliputi :
a) gangguan kontraksi uterus pada hipertoni, hipotoni, tetani uteri
b) hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
c) hipertensi pada penyakit toksemia
6) Primi tua, DM, anemia, riwayat lahir mati, dan ketuban pecah dini
b. Faktor plasenta
Keadaan berikut ini berakibat pada penurunan aliran darah dan oksigen melalui
tali pusat ke bayi, sehingga bayi mungkin mengalami asfiksia.
1) Abruptio plasenta
2) Solutio plasenta
3) Plasenta previa
c. Faktor fetus
Pada keadaan berikut bayi mungkin mengalami asfiksia walaupun tanpa
didahului tanda gawat janin.
1) Air ketuban bercampur dengan mekonium
2) Lilitan tali pusat
3) Tali pusat pendek atau layu
4) Prolapsus tali pusat
d. Faktor persalinan
Keadaan yang dapat menyebabkan asfiksia yaitu:
1) Persalinan kala II lama
2) Pemberian analgetik dan anastesi pada operasi caesar yang berlebihan sehingga
menyebabkan depresi pernapasan pada bayi.
e. Faktor neonatus
Berikut merupakan kondisi bayi yang mungkin mengalami asfiksia:
1) Bayi preterm (belum genap 37 minggu kehamilan) dan bayi posterm
2) Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,
forsep)
3) Kelainan konginetal seperti hernia diafragmatika, atresia/stenosis saluran
pernapasan, hipoplasi paru, dll.
4) Trauma lahir sehingga mengakibatkan perdarahan intracranial

2.4 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala umum asfiksia pada bayi baru lahir, yaitu tidak bernafas atau
megap-megap, warna kulit kebiruan, kejang, dan penurunan kesadaran (JNPK-KR, 2007:
109).
1. Pernafasan cuping hidung
2. Pernafasan cepat
3. Nadi cepat
4. Cyanosis
5. Nilai apgar kurang dari 6
Skor Apgar

Tanda 0 1 2

Frekwensi Tidak ada Kurang dari 100/mnt Lebih dari 100/mnt


Jantung

Usaha bernafas Tidak ada Lambat tidak teratur Menangis kuat

Tonus otot Lumpuh Ekstremitas Fleksi Gerakan aktif

Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Gerakan


kuat/melawan

Warna Biru/pucat Tubuh kemerahan Seluruh tubuh


ekstremitas biru kemerahan

Nilai apgar digunakan untuk menentukan tingkat atau derajat asfiksia yang dialami bayi
atau normal apabila :

 7 – 10 : Bayi mengalami asfiksia ringan atau dikatakan bayi dalam keadaan


normal.
 4 – 6 : Bayi mengalami asfiksia sedang.
 0 – 3 : Bayi mengalami asfiksia berat.

2.5 Patofisiologi
Oksigen sangat penting untuk kehidupan sebelum dan sesudah persalinan. Selama di
dalam rahim, janin mendapatkan oksigen dan nutrient dari ibu dengan mekanisme difusi
melalui plasenta yang berasal dari ibu yang diberikan kepada janin (JNPK-KR, 2007:
107). Sebelum lahir, alveoli paru bayi menguncup dan terisi oleh cairan. Paru janin tidak
berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk mengeluarkan karbon dioksida (CO2)
sehingga paru tidak perlu diperfusi atau dialiri darah dalam jumlah besar (JNPK-KR,
2007: 108).
Setelah lahir, bayi tidak berhubungan dengan plasenta lagi dan akan segera
bergantung pada paru sebagai sumber utama oksigen, oleh karena itu beberapa saat
sesudah lahir paru akan segera terisi oksigen dan pembuluh darah paru harus berelaksasi
untuk memberikan perfusi pada alveoli, dan menyerap oksigen untuk diedarkan ke
seluruh tubuh (JNPK-KR,2007: 108). Pernafasan adalah tanda vital pertama yang
berhenti ketika bayi baru lahir kekurangan oksigen. Pada periode awal bayi akan
mengalami nafas cepat (rapid breathing) yang disebut dengan gasping primer. Setelah
periode awal ini akan diikuti dengan keadaan bayi tidak bernafas (apnea) yang disebut
apnea primer. Pada saat ini frekuensi jantung mulai menurun akan tetapi tekanan darah
masih tetap bertahan. Bila keadaan ini berlangsung lama dan tidak dilakukan pertolongan
pada bayi baru lahir maka bayi akan melakukan usaha nafas megap-megap yang disebut
gasping sekunder dan kemudian masuk ke dalam periode apnea sekunder. Pada saat ini
frekuensi jantung semakin menurun dan tekanan darah semakin menurun dan dapat
menyebabkan kematian pada bayi jika tidak segera dilakukan pertolongan, sehingga
setiap menjumpai kasus dengan apnea harus dianggap sebagai apnea sekunder segera
dilakukan resusitasi (Depkes, 2007: 9-1).
Bayi akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke dalam paru setelah lahir. Hal
ini mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan interstitial di paru, sehingga
oksigen dapat dihantarkan ke arteri pulmonalis dan itu menyebabkan arteriol berelaksasi.
Jika keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap konstriksi dan pembuluh
darah arteri sistemik tidak mendapat oksigen sehingga tidak dapat memberikan perfusi
ke organ tubuh yang penting seperti otak, jantung dan ginjal. Bila keadaan ini
berlangsung lama maka akan terjadi kerusakan jaringan otak dan organ lain yang dapat
menyebabkan kematian atau kecacatan (Depkes, 2007: 9-2).
PATHWAY

Paralisis pusat pernapasan Persalinan lama, lilitan tali Faktor lain : obat-obatan
pusat, presentasi janin
abnormal

ASFIKSIA

Janin kekurangan O2 dan Paru-paru terisi cairan


kadar CO2 meningkat

Bersihan Jalan Napas Gangguan metabolisme dan


Tidak Efektif perubahan asam basa

Suplai O2 dalam darah Suplai O2 dalam paru Asidosis respiratorik

Resiko Kerusakan otak Gangguan perfusi-ventilasi


Ketidakseimbangan
Suhu Tubuh Napas cuping hidung,
sianosis, hipoksia

Napas cepat
Gangguan Pertukaran Gas

Apneu

DJJ dan TD Kematian bayi Resiko Cidera

Ketidakefektifan Pola Proses Keluarga


Napas Terhenti

Janin tidak bereaksi Resiko Sindrom


terhadap rangsangan Kematian Bayi
Mendadak

Gambar 1. Bagan Patofisiologi Asfiksia


2.6 Pemriksaan Diagnostik
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari hipoksia janin.
Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-
tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
1. Denyut jantung janin
Frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan/menit, selama his frekuensi
ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan
kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila
frekuensi turun sampai di bawah 100 kali permenit di luar his, dan lebih-lebih jika
tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. Di beberapa klinik elektrokardigraf
janin digunakan untuk terus-menerus menghadapi keadaan denyut jantung dalam
persalinan.
2. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada
presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus
diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat
merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan
mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat
sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh (sampel) darah janin.
Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila
pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin
mungkin disertai asfiksia.
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk mendiagnosis adanya
asfiksia pada bayi (pemeriksaan diagnostik) yaitu:
1. Analisa gas darah
2. Elektrolit darah
3. Gula darah
4. Berat bayi
5. USG ( Kepala )
6. Penilaian APGAR score
7. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan
2.7 Penatalaksanaan
Asfiksia merupakan kejadian kegawatan pada janin sehingga memerlukan
tindakan yang cepat. Adapun prosedur pertolongan bayi dengan asfiksia adalah sebagai
berikut (Depkes RI, 2005):

PENILAIAN :
Bayi tidak menangis, tidak bernapas atau megap-megap

LANGKAH AWAL (dilakukan dalam 30 detik) :


1). Jaga bayi tetap hangat, 2). Atur posisi bayi : leher agak ekstensi, 3). Isap lendir,
4). Keringkan dan rangsang taktil, 5). Reposisi
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Penilaian apakan bayi menangis atau bernapas spontan dan teratur

Tidak
Ya

VENTILASI :
1. Pasang sungkup, perhatikan lekatan
2. Ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cm air, amati gerakan dada bayi
3. Bila dada bayi mengembang, lakukan ventilasi 20 kali dengan tekanan 20
cm air dalam 30 detik
------------------------------------------------------------------------------------------
4. Penilaian apakan bayi menangis atau bernapas spontan dan teratur

Ya Tidak

Lanjutkan ventilasi, hentikan tiap 30 detik


--------------------------------------------------------------------------
Penilaian apakan bayi menangis atau bernapas spontan dan
teratur

Ya Tidak

Setelah ventilasi selama 2 menit tidak berhasil, siapkan


ASUHAN PASCA RESUSITASI : rujukan
1. Jaga bayi agar tetap hangat
2. Lakukan pemantauan
3. Konseling Bila bayi tidak bisa dirujuk dan tidak bisa bernapas,
4. Pencatatan hentikan ventilasi setelah 20 menit

Konseling dukungan emosional dan pencatatan bayi


meninggal

Gambar 2. Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir


Pada pertolongan persalinan, setiap petugas perlu mengetahui apakah bayi
mempunyai resiko mengalami asfiksia. Pada keadaan tersebut, bicarakan dengan ibu
dan keluarganya kemungkinan diperlukannya tindakan resusitasi. Akan tetapi, pada
keadaan tanpa faktor resiko pun beberapa bayi dapat mengalami asfiksia. Oleh karena
itu, petugas harus siap melakukan resusitasi bayi setiap melakukan pertolongan
persalinan (Depkes RI, 2005).
Tahap persiapan meliputi:
a. Persiapan keluarga
Bicarakan dengan keluarga mengenai kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada
ibu dan bayi sebelum menolong persalinan.
b. Persiapan tempat
Tempat untuk resusitasi harus hangat, terang, rata, keras, bersih, kering, sebaiknya
dekat pemancar panas, dan tidak berangin.
c. Persiapan alat resusitasi
Alat yang digunakan meliputi :
1) Kain ke 1 : untuk mengeringkan bayi
2) Kain ke 2 : untuk membungkus bayi
3) Kain ke 3 : untuk mengganjal bahu bayi
4) Alat pengisap lendir DeLee
5) Tabung dan sungkup
6) Kotak alat resusitasi
7) Handscun
8) Stopwatch atau jam tangan
d. Persiapan diri
Penolong harus mencuci tangan dan menggunakan APD sebelum menolong
persalinan.
Keputusan melakukan resusitasi dinilai dari kondisi bayi tidak bernapas atau
bernapas megap-megap. Selain itu, resusitasi juga dilakukan jika air ketuban bercampur
dengan mekonium. Dalam manajemen asfiksia, proses penilaian sebagai dasar
pengambilan keputusan bukanlah suatu proses sesaat yang dilakukan hanya satu kali.
Pada setiap tahapan manajemen asfiksia senantiasa dilakukan penilaian untuk membuat
keputusan, tindakan apa yang tepat untuk dilakukan (Depkes RI, 2005).
Setelah dilakukan resusitasi, maka bayi baru lahir dengan asfiksia diberikan
asuhan pasca resusitasi. Asuhan pasca resusitasi merupakan perawatan intensif selama
2 jam pertama. Asuhan yang diberikan sesuai dengan hasil resusitasi, meliputi (Depkes
RI, 2005 dan Agarwal, 2008):
a. Bila resusitasi berhasil
Hal yang pertama kali dilakukan setelah resusitasi berhasil yaitu memindahkan
bayi ke ruangan bayi dan menjaga bayi agar tetap hangat. Kemudian lakukan
monitoring tanda-tanda vital secara berkala. Lakukan juga pemeriksaan analisa gas
darah, kadar gula darah, hematokrit, dan kadar kalsium.
Sementara itu, berikan konseling kepada ibu terkait pemberian ASI, menjaga
kehangatan bayi dengan teknik Kangoroo Mother Care, dan jelaskan kepada ibu
bagaimana tanda-tanda bahaya pada bayi baru lahir. Selain itu, selalu monitor warna
kulit, suhu, dan respirasi rate minimal pada dua jam pertama, serta lakukan
pencatatan atau dokumentasi.
b. Bila perlu rujukan
Bayi perlu rujukan jika :
1) RR < 30x per menit, atau > 60x per menit
2) Adanya tarikan dinding dada
3) Bayi merintih (ada bunyi napas saat ekspirasi) atau megap-megap (ada bunyi
napas saat inspirasi)
4) Tubuh bayi pucat atau kebiruan
5) Bayi lemas
Siapkan surat rujukan dan lakukan pencatatan atau dokumentasi setiap kali selesai
melakukan tindakan.
c. Bila resusitasi tidak berhasil
1) Lakukan konseling berupa pemberian dukungan moral kepada keluarga yang
kehilangan. Ibu akan merasa sedih, bahkan menangis. Perubahan hormon setelah
kehamilan mungkin menyebabkan perasaan ibu sangat sensitif. Jelaskan kepada
ibu dan keluarga bahwa ibu memerlukan istirahat, dukungan moral, dan makanan
bergizi.
2) Berikan asuhan tindak lanjut berupa kunjungan nifas.
3) Lakukan pencatatan atau dokumentasi
Ada beberapa hal yang tidak dianjurkan dilakukan terhadap bayi dengan asfiksia.
Berikut adalah tindakan-tindakan yang sebaiknya dihindari saat melakukan pertolongan
kepada bayi dengan asfiksia beserta akibat yang ditimbulkannya (Depkes RI, 2001) :

Tabel 3. Tindakan yang Tidak Dianjurkan dan Akibat yang Mungkin Ditimbulkannya

Tindakan Akibat
Menepuk bokong Trauma dan melukai
Menekan rongga dada Fraktur, pneumototaks, gawat napas,
kematian
Menekankan paha ke perut bayi Ruptura hepar atau lien, perdarahan
Mendilatasi sfingter ani Robek atau luka pada sfingter
Kompres dingin atau panas Hipotermi, luka bakar
Meniupkan oksigen atau udara dingin ke Hipotermi
muka atau tubuh bayi

Berdasarkan penelitian oleh Berglund dkk (2008) dinyatakan bahwa kepatuhan


terhadap protap penatalaksanaan atau manajemen asfiksia bayi baru lahir masih rendah
dan harus ditingkatkan, terutama menyangkut tindakan ventilasi. Pendokumentasian
juga harus diperbaiki agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (Berglund, 2008).
Penatalaksanaan dari sisi medikamentosa dapat dilakukan dengan (Depkes RI,
2005 dan IAI, 2012):
a. Cairan penambah volume darah
Cairan diberikan jika bayi terlihat pucat, kehilangan darah, dan atau tidak
memberikan respon yang memuaskan terhadap resusitasi. Cairan yang dipakai dapat
berupa garam fisiologis (dianjurkan), ringer laktat, dan dapat juga berupa darah O-
negatif dengan dosis 10 ml/kgBB/5-10 menit melalui jalur vena umbilikalis.
b. Epinefrin
Epinefrin diberikan setelah VTP (ventilasi tekanan positif) 30 detik dan
VTP+kompresi dada selama 30 detik tidak memberikan hasil positif sehingga
frekuensi jantung tetap > 60 kali per menit. Dosis yang diberikan sebanyak 0,1 s.d.
0,3 ml/kgBB melalui rute IV dengan pengenceran 1 : 10.000 dan diberikan secepat
mungkin.
c. Natrium bikarbonat
Hanya diberikan jika dicurigai terjadinya asidosis metabolik atau terbukti sudah
terjadi asidosis metabolik. Dosis pemberian yaitu sebanyak 2 mEq/kgBB (larutan
4,2%) melalui jalur vena umbilikus dengan kecepatan < 1 mEq/kgBB/menit.
Natrium bikarbonat tidak boleh diberikan jika ventilasi masih belum adekuat.
Penelitian yang dilakukan oleh Gregorio dkk (2011) menyatakan bahwa ternyata
kafein dapat digunakan untuk penanganan apneu pada bayi baru lahir prematur
sehubungan dengan belum matangnya sistem saraf pada bayi tersebut. Dinyatakan
bahwa kafein memiliki toksisitas yang rendah dan waktu paruh yang panjang. Beberapa
penelitian juga melaporkan beberapa kemungkinan menarik dari efek yang dihasilkan
oleh kafein, seperti efek perlindungan kafein terhadap otak dan paru-paru (Gregorio,
2011).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Gathwala dkk (2010) menyatakan bahwa
pemberian magnesium dalam dosis tertentu kepada bayi dengan asfiksia berat dapat
memberikan perlindungan terhadap sistem saraf bayi. Ion magnesium mempunyai
reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) yang dapat melindungi otak dari kerusakan lebih
lanjut akibat asfiksia (Gathwala, 2010).

2.8 Komplikasi
Komplikasi dapat mengenai beberapa organ pada bayi, diantaranya adalah
sebagai berikut (Karlsson, 2008) :
a. Otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis
b. Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persiste pada neonatus, perdarahan paru,
edema paru
c. Gastrointestinal : enterokolitis nekotikos
d. Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH, anuria atau oliguria (< 1 ml/kg/jam) untuk 24
jam atau lebih dan kreatinin serum > 100 mmol/L
e. Hematologi : DIC
f. Hepar : aspartate amino transferase > 100 U/L, atau alanine amino transferase > 100
U/L sejak minggu pertama kelahiran
Komplikasi yang khas pada asfiksia neonatorum yaitu Enselopati Neonatal atau
Hipoksik Iskemik Enselopati yang merupakan sindroma klinis berupa gangguan fungsi
neurologis pada hari-hari awal kehidupan bayi aterm (Moster, 2002). Penelitian yang
dilakukan oleh Azzopardi dkk (2009) serta penelitian oleh Wintermark dkk (2011)
menyatakan bahwa meskipun induksi hipotermia sedang selama 72 jam pada bayi
dengan asfiksia neonatorum tidak secara signifikan mengurangi tingkat kematian
maupun cacat berat, tetapi menghasilkan pengaruh baik terhadap sistem saraf pada bayi
yang selamat (Azzopardi, 2009 dan Wintermark, 2011).
BAB 3
STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Sirkulasi
• Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60
sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
• Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di
kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
• Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
• Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
2. Eliminasi
• Dapat berkemih saat lahir.
3. Makanan/ cairan
• Berat badan : 2500-4000 gram
• Panjang badan : 44-45 cm
• Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
4. Neurosensori
• Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
• Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama
setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding,
edema, hematoma).
• Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan
abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
5. Pernafasan
• Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
• Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
• Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik
thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.

6. Keamanan
• Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan distribusi
tergantung pada usia gestasi).
• Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah
muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal
: kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/
wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau
tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis
mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan
bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda
internal)

`PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
• PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat
rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
• Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.
• Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks
antigen-antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.

C. INTERVENSI

Diagnosa keperawatan NOC NIC


Bersihan Jalan Nafas tidak efektif  Respiratory status :  Pastikan kebutuhan
berhubungan dengan: Ventilation oral / tracheal
 Infeksi, disfungsi  Respiratory status : suctioning.
neuromuskular, hiperplasia Airway patency  Berikan O2 ……l/mnt,
dinding bronkus, alergi jalan  Aspiration Control metode………
nafas, asma, trauma Setelah dilakukan  Anjurkan pasien untuk
 Obstruksi jalan nafas : spasme tindakan keperawatan istirahat dan napas
jalan nafas, sekresi tertahan, selama …………..pasien dalam
banyaknya mukus, adanya jalan menunjukkan keefektifan  Posisikan pasien untuk
nafas buatan, sekresi bronkus, jalan nafas dibuktikan memaksimalkan
adanya eksudat di alveolus, dengan kriteria hasil : ventilasi
adanya benda asing di jalan  Mendemonstrasikan  Lakukan fisioterapi
nafas. batuk efektif dan suara dada jika perlu
DS: nafas yang bersih,  Keluarkan sekret
 Dispneu tidak ada sianosis dan dengan batuk atau
DO: dyspneu (mampu suction
 Penurunan suara nafas mengeluarkan sputum,  Auskultasi suara nafas,
 Orthopneu bernafas dengan catat adanya suara
 Cyanosis mudah, tidak ada tambahan
 Kelainan suara nafas (rales, pursed lips)  Berikan bronkodilator :
wheezing)  Menunjukkan jalan  ……………………
 Kesulitan berbicara nafas yang paten …
 Batuk, tidak efekotif atau tidak (klien tidak merasa  ……………………
ada tercekik, irama nafas, ….
 Produksi sputum frekuensi pernafasan  ……………………
 Gelisah dalam rentang normal, …
 Perubahan frekuensi dan irama tidak ada suara nafas  Monitor status
nafas abnormal) hemodinamik
 Mampu  Berikan pelembab
mengidentifikasikan udara Kassa basah
dan mencegah faktor NaCl Lembab
yang penyebab.  Berikan antibiotik :
 Saturasi O2 dalam …………………….
batas normal …………………….
Foto thorak dalam batas  Atur intake untuk
cairan mengoptimalkan
normal
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan
status O2
 Pertahankan hidrasi
yang adekuat untuk
mengencerkan sekret
 Jelaskan pada pasien
dan keluarga tentang
penggunaan peralatan :
O2, Suction, Inhalasi.

Pola Nafas tidak efektif NOC: NIC:


berhubungan dengan :  Respiratory status :  Posisikan pasien untuk
 Hiperventilasi Ventilation memaksimalkan
 Penurunan energi/kelelahan  Respiratory status : ventilasi
 Perusakan/pelemahan muskulo- Airway patency  Pasang mayo bila perlu
skeletal  Vital sign Status  Lakukan fisioterapi
 Kelelahan otot pernafasan dada jika perlu
 Hipoventilasi sindrom Setelah dilakukan  Keluarkan sekret
 Nyeri tindakan keperawatan dengan batuk atau
 Kecemasan selama ………..pasien suction
 Disfungsi Neuromuskuler menunjukkan keefektifan  Auskultasi suara nafas,
 Obesitas pola nafas, dibuktikan catat adanya suara
 Injuri tulang belakang dengan kriteria hasil: tambahan
 Mendemonstrasikan  Berikan
DS: batuk efektif dan bronkodilator :
 Dyspnea suara nafas yang -…………………..
 Nafas pendek bersih, tidak ada …………………….
DO: sianosis dan dyspneu  Berikan pelembab
 Penurunan tekanan (mampu udara Kassa basah
inspirasi/ekspirasi mengeluarkan NaCl Lembab
 Penurunan pertukaran udara per sputum, mampu  Atur intake untuk
menit bernafas dg mudah, cairan
 Menggunakan otot pernafasan tidakada pursed lips) mengoptimalkan
tambahan  Menunjukkan jalan keseimbangan.
 Orthopnea nafas yang paten  Monitor respirasi dan
 Pernafasan pursed-lip (klien tidak merasa status O2
 Tahap ekspirasi berlangsung tercekik, irama nafas,  Bersihkan mulut,
sangat lama frekuensi pernafasan hidung dan secret
 Penurunan kapasitas vital dalam rentang trakea
 Respirasi: < 11 – 24 x /mnt normal, tidak ada  Pertahankan jalan
suara nafas abnormal) nafas yang paten
 Observasi adanya
Tanda Tanda vital dalam tanda tanda
rentang normal (tekanan hipoventilasi
 Monitor adanya
darah, nadi, pernafasan) kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
 Monitor vital sign
 Informasikan pada
pasien dan keluarga
tentang tehnik
relaksasi untuk
memperbaiki pola
nafas.
 Ajarkan bagaimana
batuk efektif
 Monitor pola nafas

Risiko ketidakseimbangan suhu NOC NIC


tubuh
Setelah diberikan Pengkajian
Definisi:Berisiko terhadap
perawatan pasien akan  Kaji tanda-tanda
kegagalan untuk memelihara suhu
menunjukkan: awal hipotermia
tubuh dalam batas normal
Menunjukkan dan hipertermia
Factor Risiko
termoregulasi, yang  Untuk orang
 Perubahan laju metabolism dibuktikan oleh indicator dewasa, lakukan
 Dehidrasi
sebagi berikut: pemeriksaan suhu
 Terpajan suhu lingkungan
yang dingin, sejuk, hangat 1. ganguan eksterm oral
atau panas 2. berat  Regulasi suhu
 Usia yang eksterm
3. sedang (NIC): pantau dan
 Berat badan yang eksterm
 Kesakitan atau trauma yang 4. ringan laporkan tanda atau
mempengaruhi pusat
5. tidak ada gangguan gejala hipotermia
pengatur suhu
 Imaturitas system regulasi serta hipertermia
suhu bayi
 Ketidakmampuan untuk Penyuluhan untuk pasien
berkeringat dan keluarga
 Inaktiivitas
 Pakaian yang tidak sesuai  Instruksikan pasien
dengan suhu lingkungan dan keluarga
 BB bayi rendah
 Pengobatan yang tentang tindakan
menyebabkan vasokonstriksi untuk
atau vasodilatasi
 Sedasi meminimalkan
 Aktivitas berlebihan fluktuasi suhu:
Untuk hipertermia:
 Minum cairan yang
cukup saat cuaca
panas
 Batasi aktivitas
pada hari yang
panas
 Kurang berat
badan jika obesitas
 Pertahankan suhu
lingkungan yang
stabil
 Lepaskan baju
yang berlebihan
Untuk hipotermia
 Mandi air hangat
dan jauh dari aliran
udara
 Tingkatkan
aktivitas
 Batasi asupan
alcohol
 Pertahankan nutrisi
yang adekuat
 Pelihara suhu
lingkungan yang
stabil
 Gunakan pakaian
yang cukup
 Instruksikan pasien
dan keluarga untuk
menganali dan
melaporkan tanda
dan gejala
hipotermia atau
hipertermia.

Aktivitas kolaboratif
 Laporkan kepada
dokter jika hidrasi
kuat tidak dapat
dipertahankan
 Lakukan
perujuakan lebaga
sosial untuk
layanan yang
diperluakn dirumah
 Regulasi suhu:
berikan obat
antipiretik jika
perlu

Aktivitas lain
regulasi suhu: sesuaikan
suhu lingkungan dengan
kebutuhan pasien

Perawatan dirumah
Anak-anak cenderung
akan mengalami demam
lebih tinggi dibandingkan
orang dewasa antara

Catatan:
Silahkan pilih intervensi
keperawatan yang paling
cocok untuk anda
aplikasikan terhadap klien
anda dan jangan paksakan
menggunakan intervensi
keperawatan sesuai
dengan yang di artikel ini.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu
hamil, kelainan tali pusat atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama
atau sesudah persalinan (JNPK_KR, 2007: 107).
ketidakmampuan bayi baru lahir bernafas secara spontan dan teratur, frekuensi nadi
kurang dari 100, reaksi rangsangan sedikit, gerakan otot fleksi, dan pernafasan lemah
yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan O2 serta nutrisi janin,
sehingga menimbulkan perubahan-perubahan metabolisme janin. Penilaian tersebut
dilakukan pada waktu 60 detik pertama setelah lahir.

4.2 Saran
Setelah membaca makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan wawasan bagi
pembaca khususnya tentang keperawatan klien dengan kegawatan pernafasan khususnya
Asfiksia.
DAFTAR PUSTAKA

Ackley BJ, Ladwig GB. 2011. Nursing Diagnosis Handbook an Evidence-Based Guide to
Planning Care. United Stated of America : Elsevier.

Agarwal R, Ashish J, Ashok K, Deorari, Vinod KP. 2008. Post-Resuscitation Management of


Asphyxiated Neonates. Indian Journal of Pediatrics : 75; 175-80.

Aurora S, Snyder EY. 2004. Perinatal Asphyxia. In : Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR
eds. Manual of Neonatal Care 5th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins;
536-55.

Azzopardi DV, Brenda S, David E, Leight D, Henry LH, Edmund J, et al. 2009. Moderate
Hypothermia to Treat Perinatal Asphyxial Encephalopathy. The New England Journal
of Medicine : 361 (14); 1349-58.

Berglund S, Mikael N, Charlotta G, Hans P, Sven C. 2008. Neonatal Resuscitation After


Severe Asphyxia – A Critical Evaluation of 177 Swedish Cases. Acta Pediatric : 97;
714-9.

Bulecheck, Gloria M, et all. 2008. Nursing intervention Classification (NIC) Fifth Edition.
USA: Mosbie Elsevier.

Carpenito, LJ.2007. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. Jakarta : EGC

Departemen Kesehatan RI. 2001. Standar Pelayanan Kebidanan, Buku 1. Jakarta : Depkes RI

Departemen Kesehatan RI. 2005. Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir untuk Bidan. Jakarta :
Depkes RI.

Gathwala G, Khera A, Singh J, Balhara B. 2010. Magnesium for Neuroprotection in Birth


Asphyxia. Jornal of Pediatric Neurosciences : (5); 102-4.

Gregorio HO, Rojas DM, Villanueva D, Jaime HB, Bonilla XS, Gonzales LT, et al. 2011.
Caffeine Therapy for Apnoea of Prematurity : Pharmacological Treatment. African
Jornal of Pharmacy and Pharmacology : 5(4); 564-71.

Hasan R, Alatas H. 1985. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FK-UI.

Ikatan Apoteker Indonesia. 2012. Informasi Sesialite Obat Indonesia volume 47. Jakarta :
ISFI Penerbitan.

Karlsson M. 2008. On Evaluation of Organ Damage in Perinatal Asphyxia : an Experimental


and Clinical Studi. Stockholm : Departemen of Clinical Science and Education
Sodersjukhuset.

Kosim MS. 1998. Asfiksia Neonatorum dalam Kumpulan Makalah Pelatihan Dokter
Spesialis Anak dalam Bidang NICU untuk RSU Kelas B Tingkat Nasional. Semarang :
IAI.

Anda mungkin juga menyukai