Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN

KEPERAWATAN PADA NY.S DENGAN


MYALGIA DI WISMA MELATI PANTI
WERDHA TRESNA TULUNGAGUNG

Oleh :
RINDA DINARTI
NIM. 40219016

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Lansia


1. Definisi Lansia
Lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas baik
laki-laki maupun wanita, masih aktif bekerja dan beraktivitas ataupun
mereka yang tidak mampu mencari nafkah sendiri sehingga bergantung
orang lain untuk mencukupi kebutuhannya (Nugroho, 2008).
Menurut Setiati, dkk. (2009), lanjut usia adalah proses perubahan
seorang dewasa sehat menjadi seorang yang frail dengan berkurangnya
sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan
terhadap berbagai penyakit dan kematian.
Lanjut usia merupakan suatu proses alami yang merupakan bagian
dari proses tumbuh kembang, dimana seseorang akan mengalami
kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap (Azizah, 2011).
2. Batasan Usia Lansia
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Azizah (2011) batasan-batasan
umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut :
a. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi
menjadi empat kriteria yaitu, usia pertengahan (middle age) ialah 45-
59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old)
ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.
b. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro, lanjut usia
dikelompokkan menjadi usia dewasa muda (elderly adulhood) ialah 18
atau 29-25 tahun, usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas
ialah usia 25-60 tahun atau 65 tahun, lanjut usia (geriatric age) lebih
dari 65 tahun atau 70 tahun yang dibagi lagi dengan 70-75 tahun
(young old), 75-80 tahun (old), lebih dari 80 tahun (very old).
c. Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 11, seorang dapat dinyatakan
sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan
mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari
nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima
nafkah dari orang lain. UU No. 13 tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1
ayat 2 tentang kesejahteraan lansia berbunyi “Lanjut usia adalah
seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.
3. Proses Menua
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Constantindes, 1994 ; Darmojo 2004 dalam Azizah, 2011). Proses
penuaan merupakan akumulasi secara progresif dari berbagai perubahan
fisiologi organ tubuh yang berlangsung seiring berlalunya waktu, selain
itu proses penuaan akan meningkatkan kemungkinan terserang penyakit
bahkan kematian (Azizah, 2011).
Proses menua terjadi terus menerus atau berlanjut secara

alamiah. Menua bukanlah suatu penyakit melainkan proses

berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi stresor dari dalam

maupun dari luar tubuh. Proses menua setiap individu pada organ

tubuh juga tidak sama cepatnya dan sangat individual. Adakalanya

seseorang yang masih muda umurnya, namun terlihat sudah tua dan

begitu juga sebaliknya. Banyak faktor yang mempengaruhi penuaan

seseorang seperti genetik (keturunan), asupan gizi, kondisi mental,

pola hidup, lingkungan, dan pekerjaan sehari-hari (Darmojo &

Martono, 2004 dalam Azizah, 2011).

4. Teori-teori Proses Menua

Menurut Azizah (2011) teori penuaan secara umum dapat

dibedakan menjadi dua yaitu teori penuan secara biologi dan teori

penuaan secara psikologis.

a. Teori Biologi

Dalam teori ini terdapat delapan teori yang menjelaskan proses

penuaan secara biologi, antara lain :

1. Teori seluler menjelaskan bahwa pembelahan sel lebih

lanjut mungkin terjadi untuk pertumbuhan dan perbaikan

jaringan, sesuai dengan berkurangnya umur.

2. Teori genetic clock mengatakan bahwa setiap spesies

memiliki jam genetik yang akan menghitung mitosis sel

dan menghentikan replikasi sel bila tidak berputar.


3. Teori sintesis protein, diakibatkan oleh perubahan kimia

dan komponen protein dalam jaringan. Banyak kolagen

pada kartilago dan elastin pada kulit yang kehilangan

fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal dan berkerut

sehingga, menyebabkan penurunan mobilitas dan

kecepatan pada sistem muskuloskeletal.

4. Teori keracunan oksigen disebabkan oleh ketidakmampuan

tubuh mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung

zat racun dengan kadar tinggi sehingga struktur membran

sel mengalami perubahan rigid, serta terjadi kesalahan

genetik.

5. Sistem imun juga berkontribusi dalam proses penuaan.

Penurunan kerja sistem limfatik dapat menyebabkan

penurunan sistem kekebalan tubuh. Selain itu, muatasi

berulang dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan

sel imun tubuh dalam mengenali dirinya sendiri (self

recognition) sehingga, menganggap sel tubuh sebagai

benda asing dan menghancurkannya.

6. Teori somatik menyatakan bahwa proses penuaan terjadi

akibat kesalahan beruntun yang berlangsung cukup lama.

Kesalahan tersebut bisa terjadi baik dalam proses

transkripsi (Deoxciribosa Nuclea Acid/DNA

Ribonuclea Acid/RNA), maupun dalam proses tranlasi

(RNA protein/enzim). Jika hal ini terus berkembang

maka akan menyebabkan terjadinya reaksi metabolisme

yang salah dan mengurangi fungsional sel.

7) Teori menua akibat metabolisme, menjelaskan bahwa

penurunan metabolisme akibat dari penurunan intake kalori


dan modifikasi gaya hidup dengan sering bergerak dapat

meningkatkan umur.

8) Kerusakan akibat radikal bebas terjadi ketika seiring

bertambahnya umur, radikal bebas yang merupakan produk

sampingan terus menumpuk sehingga menyebabkan

keruskan dan kematian pada sel.

b. Teori Psikologis

Pada teori psikologis terdapat tiga teori pada proses penuaan,


yaitu :

1) Teori aktifitas atau kelompok (actifity theory). Teori ini

menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses adalah mereka

yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.

2) Teori kepribadian berlanjut (continuity theory), dimana

dasar kepribadian atau tingkah laku seseorang tidak akan

berubah pada usia lanjut yang dipengaruhi oleh tipe

kepribadian yang dimiliknya.

3) Teori pembebasan menyatakan dengan bertambahnya usia

seseorang, maka mereka mulai melepaskan diri dari

kehidupan sosial atau menarik diri dari pergaulan. Hal ini

menyebabkan terjadinya kehilangan ganda (triple loss),

yakni kehilangan peran (loss role), hambatan kontak sosial

(retriction of contacts and relationships), dan

berkurangnya komitmen (reduced commitment to social

mores and value).

5. Klasifikasi Lansia

a. Menurut Noorkasiani (2011), lanjut usia ini dibedakan menjadi

dua jenis, yaitu :

1) Usia kronologis yang dihitung berdasarkan tahun kalender.


2) Usia biologis yang diterapkan berdasarkan pematangan

jaringan dan usia psikologis yang dikaitkan dengan

kemampuan seseorang untuk dapat mengadakan

penyesuaian terhadap setiap situasi yang dihadapinya.

b. Berdasarkan Dinata (2007) dalam bukunya Rosidawati (2008).


klasifikasi lansia ada lima, yaitu :
1) Pralansia (Prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45 - 59 tahun.
2) Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3) Lansia resiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih dan seseorang
yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan.
4) Lansia potensial
Menghasilkan barang/jasa. Lansia yang mampu melakukan
pekerjaan dan/atau kegiatan.
5) Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain
6. Tugas Perkembangan Lansia

Lansia harus menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik yang

terjadi seiring penuaan. Waktu dan durasi perubahan ini bervariasi

pada tiap individu, namun seiring penuaan sistem tubuh,

perubahan penampilan dan fungsi tubuh akan terjadi. Seiring tahap

kehidupan, lansia memiliki tugas perkembangan khusus. Tujuh

kategori utama tugas perkembangan lansia menurut Burnside

(1979), Duvall (1977), Havighurst (1953) dikutip oleh Potter dan

Perry (2005) dalam Azizah (2011). Meliputi :

a. Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan kesehatan.

b. Menyesuaikan terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan.

c. Menyesuaikan terhadap kematian pasangan.

d. Menerima diri sendiri sebagai individu lansia.


e. Mempertahankan kepuasan pengaturan hidup.

f. Mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa.

g. Menentukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup.

7. Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lansia

a. Semakin bertambahnya usia manusia, terjadi proses penuaan


secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-
perubahan pada diri manusia (Azizah, 2011). Proses menjadi tua
(menua) merupakan proses alamiah yang disertai dengan
penurunan fungsi fisik, psikologis, dan sosial yang merupakan
periode akhir dalam dalam rentang hidup manusia. Berikut ini be
Perubahan Fisik
1) Sel
Ciri-ciri sel yang semakin menua adalah bentuk sel
mengecil. Pada dasarnya sel bertumbuh semakin lama
semakin tua dan pada akhirnya sel-sel yang tua tersebut
akan mengalami kematian sel, bahkan lambat laun akan
menghilang akibat proses penyerapan dalam jaringan tubuh
(Tamher & Noorkasiani, 2009).

2) Sistem persyarafan

Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan

atrofi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia

mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam

melakukan aktivitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan

penurunan persepsi sensori dan respon motorik pada

susunan saraf pusat dan penurunan reseptor proprioseptif.

Keadaan ini terjadi karena susunan saraf pusat pada lansia

mangalami perubahan morfologis dan biokimia, perubahan

tersebut menyebabkan penurunan fungsi kognitif (Surini

dan Utomo dalam Azizah, 2011).


3) Sistem pendengaran

Sistem pendengaran lansia juga mengalami perubahan

yaitu: prebiakusis (gangguan pendengaran), hilangnya

kemampuan pendengaran pada telinga dalam, terutama

terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara

yang tidak jelas, sulit dimengerti berapa perubahan-

perubahan yang terjadi pada lansia, yaitu :

kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun

(Azizah, 2011).

4) Sistem penglihatan

Sistem penglihatan pada lansia juga mengalami penurunan

seperti, presbiopi. Lensa kehilangan elastisitas dan kaku,

otot penyangga lensa lemah, ketajaman penglihatan dan

daya akomodasi dari jarak jauh atau dekat, penggunaan

kacamata dan sistem penerangan dapat digunakan (Azizah,

2011).

5) Sistem kardiovaskuler

Penurunan kekuatan kontraktil miokardium menyebabkan

penurunan curah jantung. Penurunan signifikan jika lansia

mengalami stres karena ansietas, kegembiraan, penyakit

atau aktivitas yang berat. Tekanan darah lansia seringkali

meningkat. Hal ini disebabkan akibat perubahan vascular

dan akumulasi plak sklerotik sepanjang dinding pembuluh

darah sehingga menyebabkan kakunya vascular secara

menyeluruh. Nadi perifer dapat dipalpasi tetapi sering kali

lemah pada ekstremitas bawah. Ekstremitas bawah dapat

menjadi dingin, terutama pada malam hari (Potter & Perry,

2005).
6) Sistem pengaturan temperatur tubuh

Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja

sebagai suatu thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu

tetentu, kemunduran terjadi sebagai faktor yang

mempengaruhinya. Yang sering

ditemui, antara lain: temperatur tubuh menurun

(hipotermia) secara fisiologi ± 35˚C ini akibat metabolisme

yang menurun dan keterbatasan reflek mengigil dan tidak

dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi

rendahnya aktivitas otot (Nugroho, 2008).

7) Sistem respirasi

Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru,

kapasitas total paru tetap, tetapi volume cadangan paru

bertambah untuk mengompensasi kenaikan ruang rugi paru,

udara mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot,

kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan

pernafasan terganggu dan kemampuan peregangan toraks

berkurang (Azizah, 2011).

8) Sistem gastrointestinal

Penuaan menyebabkan peningkatan jumlah jaringan lemak

pada tubuh dan abdomen. Akibatnya, terjadi peningkatan

ukuran abdomen karena tonus dan penurunan elastisitas

otot menurun sehingga menyebabkan abdomen lebih

membuncit. Lansia mengalami intoleransi pada makanan

tertentu secara tiba-tiba. Penuruan peristaltik menyebabkan

lansia mengalami perlambatan pengosongan gaster dan

mungkin tidak mampu mengkonsumsi makanan dalam

jumlah besar. Penurunan peristaltik juga dapat


mempengaruhi pengosongan kolon yang mengakibatkan

konstipasi (Potter & Perry, 2005).

9) Sistem genitourinaria

Sistem genitourinaria pada lansia juga mengalami

perubahan seperti, ginjal merupakan alat untuk

mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urine darah

yang masuk ke ginjal, disaring oleh satuan (unit) terkecil

dari ginjal yang disebut nefron (tepatnya di glomerulus)

dan kemudian mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran

darah ke ginjal menurun sampai 50%, fungsi

tubulus berkurang akibatnya kurangnya kemampuan

mengkonsentrasi urin, berat urin menurun proteinuria

(biasanya +1), BUN (Blood Urea Nitrogen) meningkat

sampai 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa

meningkat, vesika urinaria atau kandung kemih yang mana

otot-ototnya menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai

200 ml atau menyebabkan frekuensi buang air seni

meningkat (Nugroho, 2008).

10) Sistem endokrin

Sistem endokrin pada lansia juga mengalami perubahan

seperti: produksi dari hampir semua hormone menurun,

fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah, pituitary

pada pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan

hanya didalam pembuluh darah, berkurangnya produksi

dari ACTH, TSH, FSH, dan LH; menurunnya aktifitas

tiroid, menurunnya BMR (Basal Metabolic Rate), dan

menurunnya daya pertukaran zat, menurunnya produksi


aldosteron, menurunnya sekresi hormon kelamin misalnya

progesteron, estrogen, dan testosteron (Nugroho, 2008)

11) Sistem kulit (integumentary system)

Pada lansia kulit mengalami atrofi, kendur, tidak alastis,

kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga

menjadi tipis dan berbecak. Kekeringan kulit disebabkna

atrofi grandula sebasea dan grandula sudoteria sehingga

timbul pigmen berwarna coklat pada kulit yang dikenal

dengan liver spot (Azizah, 2011).

12) Sistem muskuloskeletal

Lansia yang berolahraga secara teratur tidak kehilangan

massa atau tonus otot dan tulang sebanyak lansia yang

tidak aktif berolahraga. Serat otot berkurang ukurannya dan

kekuatan otot berkurang sebanding penurunan massa otot.

Wanita pasca menoupause memiliki laju demineralisasi

tulang yang lebih besar daripada pria lansia (Potter &

Potter, 2005).

b. Perubahan psikososial

Perubahan psikososial terjadi terutama setelah seseorang


mengalami masa pensiun. Adapun hal hal yang akan terjadi,
seperti kehilangan sumber pendapatan atau pemasukan (income)
berkurang, kehilangan status, kehilangan teman atau relasi,
kehilangan pekerjaan atau kegiatan dan merasakan atau sadar
akan kematian (sense of awareness of mortality) (Efendi, 2009)
Perubahan sosial
Menutup diri, menurunnya interaksi sosial, menurunnya
kemampuan kerja sehingga percaya diri dan harga diri
menurun, perubahan status dimasyarakat, modernisasi,
globalisasi yang menimbulkan sikap individualitas sehingga
usia lansia terlantar. Semakin lanjut usia seseorang maka
kesibukan sosialnya akan semakin berkurang. Hal ini dapat
mengakibatkan integrasi dengan lingkungannya berkurang dan
menyebabkan lansia tersebut terisolir dari kehidupan
masyarakat (Noorkasiani & Tamher, 2011).
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L.M. 2011. Perawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.


Dinata, M. 2007. Langsing dengan Aerobik. Jakarta: Penerbit Cerdas Jaya.
Efendi, F.M. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik
dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Noorkasiani & S. Tamher. 2011. Kesehatan Lanjut Usia dengan
Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Nugroho, W. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta : EGC.

Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan


Praktis,

Potter, P.A., & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan


Konsep, Proses, dan Praktek. Edisi 4 . Jakarta : EGC.

Rosidawati. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta :


Salemba Medika
Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo, A.W., K Simadibrata, M., Setiyohadi, B., &
Syam, A.F. 2009. Proses Menua Dan Implikasi Kliniknya
dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Internal
Publishing

.
LAPORAN PENDAHULUAN
“MYALGIA”

A. Definisi
Myalgia adalah suatu keadaan dimana badan terasa pegal-pegal, mulai
diakibatkan oleh olahraga yang menyebakan tubuh meregang terlalu
banyak. Myalgia yang terjadi tanpa riwayat trauma mungkin disebabkan
oleh infeksi virus. Nyeri otot (Myalgia) adalah suatu istilah umum untuk
suatu gejala yang disebabkan berbagai kelainan dan kondisi medis.
Penyebab yang paling sering disebabkan oleh ketegangan ( kontraksi )
yang berlebihan, saat latihan atau bekerja berat (Azizah, 2011).
Myalgia atau yang sering disebut nyeri otot adalah nyeri otot yang
berkaitan dengan kerja otot yang berlebihan atau overused, mendapat
beban yang berlebihan atau overload, mendapat penguluran yang
berlebihan atau overstretch dan cedera otot akibat olahraga atau aktivitas
sehari-hari. Myalgia pun dapat menjadi suatu pertanda dan keluhan
penyerta dari penyakit sistemik, penyakit infeksi, penyakit autoimun dan
lain lain. Myalgia dapat terjadi pada suatu otot atau pada group otot
seperti pada leher (Jaime, 2010).

B. Etiologi
Umum :
a. Penyebab umum myalgia adalah penggunaan otot yang salah atau otot
yang terlalu tegang,
b. Myalgia yang berlangsung dalam waktu yang lama menunjukkan
myopati metabolik, defisiensi nutrisi atau sindrom fatigue kronik.
c. Kelelahan (setelah latihan tidak terbiasa atau mengikuti kontraksi
intens kejang).
d. Cedera langsung pada otot (memar, luka atau cedera tekan).

Gangguan Sistemik :

a. Virus (influenza, Epstein-Barr, herpes simpleks, poliomielitis)


b. Infeksi bakteri (radang tenggorokan, penyakit Lyme, tetanus).
c. Jamur (Histoplasmosis)
d. Parasit (malaria, toksoplasmosis, trichinosis)

Imunisasi :

a. Vaksinasi terhadap berbagai penyakit),


b. Obat (antikonvulsan, antibiotika, agen antikanker, meurunkan
kolesterol agen, diuretik),
c. Penyalahgunaan obat.
d. Racun

Penyebab Lain :

a. Kekurangan vitamin C dan B kompleks.


b. Kekurangan mineral dan elektrolit (kalsium, fosfor, magnesium,
kalium, natrium)
(Kumar, 2011)
C. Klasifikasi
Ada beberapa jenis nyeri otot yang kerap terjadi, yaitu : Fibromyalgia,
Myofascial pain, Nyeri otot pasca latihan (post exercise muscle soreness)
dan nyeri otot akibat penggunaan yang berlebihan (overuse injury).
1. Fibromyalgia
Istilah lainnya yaitu remetik otot, adalah suatu penyakit yang ditandai
dengan gejala berupa nyeri otot yang luas, yaitu paling sering pada
tengkuk, punggung atau pinggang. Terdaapat beberapa titik nyeri
pada area tersebut, biasanya 11-18 titik yang disebut sebagai tender
point, dimana titik tersebut sangat nyeri bila ditekan tetapi nyeri yang
ditimbulkan tidak menjalar. Keluhan dirasakan lebih dari 3 bulan,
disertai adanya gejala gangguan tidur dan kekakuan pada pagi hari.
Sifat nyeri berupa pegal, panas, rasa seperti terbakar, dapat disertai
rasa kesemutan dan baal. Penyebab penyakit ini masih belum
diketahui dengan pasti, tetapi masih berhubungan dengan proses
hormonal, sistem kekebalan tubuh dan faktor ketegangan jiwa.
Penyakit ini penyebab penurunan fungsi yang cukup serius dan
menyebabkan penurunan kualitas hidup.
2. Myofascial pain
Suatu penyakit yang mirip fibromyalgia, tetapi perbedaannya pada
myofascial pain ditemukan titik nyeri yang lebih sedikit dan jika
ditekan timbul rasa nyeri yang menjalar ke area tubuh lain. Penyakit
ini lebih mudah disembuhkan dengan penanganan yang tepat
dibandingkan fibromyalgia. Penyebab penyakit initerutama
disebabkan karena kesalahan postur atau posisi tubuh dalam waktu
lama dan ketegangan emosi.
3. Post exercise muscle soreness (nyeri otot pasca latihan)
Nyeri timbul pada otot yang banyak melakukan aktivitas olahraga,
yang dapat timbul langsung pasca olahraga. Nyeri otot yang timbul
beberapa jam sampai beberapa hari pasca olahraga tersebut disebut
delayed onset muscle soreness. Penyebab nyeri ini ada beberapa hal,
yaitu: penumpukan sisa pembakaran atau metabolism otot yang
disebut asam laktat, kekurangan oksigen pada otot yang aktif, serta
pengaruh suhu tubuh yang meningkat pada saat olahraga. Biasanya
nyeri akan hilang dengan sendirinya setelah 5-7 hari.
4. Overuse injury
Nyeri otot yang terjadi akibat beberapa hal, yaitu : digunakan
berulang dalam waktu lama, digunakan dalam posisi yang salah dalam
waktu yang lama, akibat getaran atau akibat penggunaan dengan
kekuatan ysng besar.
(Kumar, 2011)

D. Patofisiologi
Gejala umum nyeri otot ini, disamping rasa sakit adalah
pembengkakan pada otot, setelah latihan yang menyebabkan nyeri yang
sangat parah, otot tampak lebih besar dari sebelumnya. Namun ini terjadi
bukan karena masa otot yang meningkat, tetapi lebih karena otot
mengalami peradangan sebagai respon terhadap kerusakan mikroskopis
pada otot.
Peranan Asam Laktat Pada Otot Asam laktat sangat penting karena
memungkinkan tubuh untuk mengubah glikogen menjadi energi tanpa
perlu kehadiran oksigen, seperti glikolisis aerobik normal (proses dimana
tubuh menggunakan glikogen untuk energi). Dengan mengubahnya
menjadi asam laktat dan bukannya ATP seperti biasa, ketika tidak ada
oksigen yang banyak tersedia, memungkinkan proses glikolisis untuk
berlangsung selama beberapa menit, bukan hanya beberapa detik. Setelah
tubuh memiliki cukup cadangan oksigen, glikogen dapat kembali
dikonversi ke ATP dan asam laktat dapat dikonversi kembali menjadi
glukosa oleh hati dan jaringan lain yang akan digunakan kemudian. Hal
ini membuat penggunaan glikogen jauh lebih efisien ketika tubuh
kekurangan pasokan oksigen. Bagaimana otot menggunakan asam laktat
sebagai bahan bakar adalah sebagai berikut.
Sel-sel otot mengkonversi glikogen menjadi asam laktat ketika tidak
ada cukup oksigen untuk mengubahnya menjadi adenosine trifosfat
(ATP). Asam laktat kemudian dapat digunakan sebagai bahan bakar oleh
mitokondria, yang merupakan penghasil energi dalam sel otot. Pelatihan
ketahanan secara intens dapat meningkatkan masa mitokondria dalam sel
otot lebih dari dua kali lipat yang dapat membantu otot dalam kemampuan
untuk menggunakan asam laktat sebagai bahan bakar. Hal ini
memungkinkan otot-otot untuk bekerja lebih keras dan lebih lama dalam
situasi cadangan oksigen rendah. Jadi salah satu alasan atlet terlatih dapat
tampil lama saat bertanding adalah karena pelatihan intensif mereka
sebenarnya memungkinkan otot-otot untuk menyerap asam laktat lebih
cepat dan lebih efisien karena masa mitokondria yang lebih besar.
(Kushariyadi, 2010)

E. Manifestasi Klinik
a. Nyeri sendi
b. Kekakuan
c. Gejala neurologis (mati rasa, tremor, gangguan penglihatan, telinga
berdenging)
d. Kelelahan
e. Ruam
(Jaime, 2010)
F. Penatalaksanaan Medik
a. Non Farmakologi
1) Rileks dan lembut meregangkan daerah yang terlibat.
2) Mandi air hangat.
3) Pijat.
4) latihan peregangan harus digunakan sesering mungkin.
5) Olahraga teratur, perlahan-lahan meningkat dari setiap gerakan
lembut untuk lebih kuat, dapat membantu mengembalikan otot
yang tepat.
6) Mengurangi aktivitas yang memperkuat timbulnya nyeri
b. Farmakologi
1) NSAID COX-nonselektif : asam mafenamat, piroksikam,
indometasin,aspirin, naproksen, ibuprofen
2) COX 2 preferential : meloxicam, diclofenac Analgetik ascorbic
acid (vitamin C) dan antioxi.
(Marilynn,E. 2010)
G. Diagnostik Test
1. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada
jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang
berdekatan (perubahan awal) berkembang menjadi formasi kista
tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan
osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
2. Scan radionuklida : mengidentifikasi peradangan sinovium
3. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan
irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
4. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih
besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning
(respon inflamasi, produk-produk pembuangan degenerative ); elevasi
SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ).
5. Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan
perkembangan panas.
6. Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle
Aspiration) atau atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena
mengandung banyak leukosit dan kurang kental dibanding cairan sendi
yang normal.
(Maramis, 2009)
H. Prognosa
Myalgia pada lansia dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan,
fisik, dan psikologis. Penanganan nyeri pada lansia, tergantung dari lokasi,
lamanya nyeri tersebut berlangsung dan berbagai faktor lain yang
mempengaruhinya. Terapi nyeri dapat dengan cara pemberian obat secara
oral,injeksi, perilaku, operasi dan lain-lain yang melibatkan disiplin ilmu
lain.
(Sagung, 2009)

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama :
Klien mengatakan sakit seperti kesemutan pada kedua kaki saya dan
terasa berat bila berjalan, juga terdapat luka di bawah telapak kaki ibu
jari kiri akibat terinjak benda tajam.
b. Riwayat keluhan utama :
Klien mengatakan penyakit yang dialami ± sudah 9 tahun dan rasanya
berat pada kedua kaki sehingga kalau berjalan selalu menyeret-nyeret
kedua kakinya dan mulut tampak agak perot kalau berbicara. Luka
pada telapak kaki ibu jari ± sudah 3 minggu belum sembuh.
c. Riwayat penyakit dahulu :
Penyakit lain yang diderita tidak ada. Klien mengatakan dari dulu
sampai sekarang menderita penyakit yang sama dan penyakit
Hipertensi, sering pusing kalau duduk terlalu lama. Pernah berobat ke
RS Bethesda selama 2 bulan untuk fisioterapi karena tidak bisa
berjalan tapi belum ada perubahan, akhhirnya berobat ke dokter
praktek baru bisa berjalan ± sudah 5 tahun sampai sekarang walaupun
masih tampak terseret-seret.

2. Pemeriksaan Fisik Keperawatan


a. Kepala : rambut putih, panjang sampai punggung,
digulung. Tidak ada benjolan, bentuknya simitris
b. Mata, telinga, hidung
- Mata, masih dapat melihat terang dengan jarak dekat, tetapi kalau
jauh agak kabur dan tidak memakai kacamata.
- Telinga, ada gangguan pendengaran.
- Hidung bersih, masih dapat membedakan makanan yang basi
atau tidak basi.
c. Leher, tidak terdapat pembesaran kelenjar gondok, tidak tampak vena
yugolaris.
d. Dada dan punggung
Dada, mamae mengecil pernapasan menggunakan otot dada,
bentuknya simitris. Pada auskultasi tidak terdapat wheezing dan
ronchi, denyut jantung teratur, pada perkusi terdengar sonor.
Punggung, membungkuk tidak terdapat benjolan.
e. Abdomen dan pinggang
- Abdomen bentuknya serasi tida terdapat bekas luka operasi
auskultasi bunyi bising usus (+), palpasi tidak ada pembesaran
hepar dan lien, tidak ada nyeri tekan.
- Pinggang masih dapat digerakkan bebas tidak ada keluhan.
f. Ekstrimitas atas dan bawah
Ekstrimitas atas / bawah, bentuk simitris, dapat digunakan bebas,
tetapi pada daerah persendian kadang tejadi pegal dan linu.

g. Sistim immune

Klien tidak pernah mendapat immunisasi.


h. Sistem reproduksi
Klien pernah menikah 1x tetapi tidak pernah hamil dan tidak
mempunyai anak. Sekarang sudah menopaus, tidak ditemukan keluhan
penyakit pada sistim reproduksi.
i. Genetalia : tidak dikaji
j. Sistim persyarafan
Sentuhan dan perabaan kulit masih normal, dengan sentuhan benda
tumpul atau benda tajam masih dapat dibedakan.
h. Sistim pengecapan
Klien masih dapat membedakan rasa asin, manis atau masam dan
pahit.
i Sistim penciuman
Klien dapat membedakan bau harum, bau busuk
j. Tactil respon
Saat dicubit klien dapat segera menoleh dengan cepat
3. Masalah/Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut
b. Hambatan Mobilitas Fisik
c. Defisit perawat diri
d. Kerusakan Integritas Kulit

4. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa SIKI SLKI
Keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
tindakan
Faktor yang keperawatan Observasi
berhubungan : selama….x…jam,  Identifikasi lokasi
 Agen pencedera tingkat nyeri karakteristik,
fisiologis menurun durasi, frekuensi,
(misal Kriteria hasil : kualitas, intensitas
inflamasi,  Keluhan nyeri nyeri
iskemia, menurun  Identifikasi skala
neoplasma)  Sikap protektif nyeri
 Agen pencedera menurun.  Identifikasi respon
kimiawi ( misal  Gelisah menurun nyeri verbal
terbakar, bahan  Kesulitan tidur  Identifikasi faktor
kimia iritan) menurun yang memperberat
 Agen pencedera  Berfokus pada dan memperingan
fisik (misal: diri sendiri nyeri
abses, menurun  Identifikasi
amputasi,  Frekuensi nafas, pengetahuan dan
prosedur oprasi, nadi dan tekanan keyakinan tentang
trauma) darah membaik nyeri

Tanda & Gejala Terapeutik


DS:  Berikan teknik
 Mengeluh nonfarmakologis
Nyeri untuk mengurangi
DO: nyeri ( misal:
 Tampak teknik relaksasi
meringis distraksi)
 Bersikap  Kontrol lingkungan
protektif (misal: yang memperberat
waspada, posisi nyeri (misal: suhu
menghindari ruangan,
nyeri) pencahayaan,
 Gelisah kebisingan)
 Frekuensi nadi  Pertimbangkan
meningkat jenis dan sumber
 Sulit tidur nyeri dalam
 Tekanan darah pemeliharaan
meningkat strategi meredakan
 Pola napas nyeri
berubah Edukasi
 Nafsu makan  Anjurkan posisi
berubah duduk, jika mampu
 Proses berpikir  Ajarkan diet yang
terganggu diprogramkan.
 Menarik diri Kolaborasi
 Berfokus pada  Jelaskan penyebab,
diri sendiri periode dan pemicu
 Diaforesis nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri

2 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Dukungan mobilisasi


fisik tindakan
keperawatan Observasi
Penyebab : selama….x…jam,  Identifikasi keluhan
 Kerusakan mobilitas fisik nyeri atau keluhan
integritas meningkat fisik lainnya
struktur tulang Kriteria hasil :  Identifikasi
 Perubahan  Pergerakn toleransi fisik
metabolisme ekstermitas melakukan
 Ketidakbugaran meningkat mobilisasi
fisik  Kekuatan otot  Monitor frekensi
 Penurunan meningkat jatung dan tekanan
kendali otot  Rentang gerak darah sebelum
 Penurunan ROM meningkat memulai ambulasi .
masa otot  Kaku sendi  Monitor kondisi
 Penurunan menurun umum sebelum
kekuatan otot  Gerakan tidak memulai mobilisasi
 Keterlambatan terkoordinasi Terapeutik
perkembangan menurun  Libatkan keluarga
 Kekuatan sendi  Kelemahan fisik untuk membantu
 Kontraktur menurun pasien dalam
 Malnutrisi meningkatkan
 Gangguan mobilisasi
muskuloskeleta Edukasi
l  Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
Tanda & Gejala:  Ajarkan melakuakn
DS : mobilisasi dini
 Mengeluh sulit
menggerakkan
ekstermitas
 Nyeri saat
bergerak
 Enggan
melakukan
pergerakan
 Merasa cemas
saat bergerak
DO:
 Kekuatan Otot
Menurun
 Rentang gerak
ROM menurun
 Sendi kaku
 Gerakan tidak
terkoordinasi
 Gerakan
terbatas
 Fisik lemah
3 Defisit perawatan Setelah dilakukan Manajemen Perawatan
diri tindakan diri
keperawatan
Penyebab : selama…x…jam Observasi
 Gangguan maka, perawatan diri  identifikasi
muskuloskeleta meningkat kebiasaan aktivitas
l perawatan diri
 Gangguan kriteria hasil : sesuai usia
neuromuskular  Kemampuan  monitor tingkat
 Kelemahan madi meningkat kemandirian
 Gangguan  Kemampuan  identifikasi
psikologis atau mengenakan kebutuhan alat
psikotik pakaian bantu kebersihan
 Penurunan meningkat diri, berpakaian,
motivasi  Kemampuan berhias dan makan
Tanda & Gejala : mkan meningkat Terapeutik
DS :  Kemampuan ke  sediakan
 Menolak toilet meningkat lingkungan yang
melakukan (BAB/BAK) terapeutik
perawatan diri  Verbalisasi  siapkan keperluan
DO: keiginan pribadi (mis.
 Tidak mampu melakukan Parfum, sikat gigi,
mandi atau perawatan diri dan sabun mandi)
mengenakan meningkat  dampingi dalam
pakaian/makan/ melakukan
ke toilet perawatan
 Minat dirisampai mandiri
melakukan  fasilitasi untuk
perawatan diri menerima keadaan
kurang ketergantungan
 fasilitasi
kemandirian, bantu
jika tidak mampu
melakukan
perawatan diri
 jadwal rutinitas
perawatan diri

Edukasi
 anjurkan
melakukan
perawatan diri
secara konsisten
sesuai kemampuan
4 Gangguan integritas Setelah dilakukan Perawatan Integritas
kulit tindakan Kulit
Penyebab : keperawatan
 Perubahan selama….x…jam, Observasi
sirkulasi integritas kulit  Identifikasi
 Perubahan meningkat penyebab gangguan
status nutrisi Kriteria hasil : integritas kulit
 Penurunan  Elastisitas (perubahan
mobilitas meningkat sirkulasi,
 Suhu  Hidrasi perubahan status
lingkungan meningkat nutrisi, perubahan
yang ekstrem  Perfusi jaringan kelembapan, suhu
 Faktor mekanis meningkat lingkungan
( penekanan meningkat ekstrem, penurunan
pada tonjolan  Kerusakan mobilitas)
tulang, gerakan jaringan Terapeutik
atau elektris menurun  Ubah posisi 2 jam
(energi listrik  Kerusakan jika tirah baring
teganggan lapisan kulit  Hindari berbahan
tinggi) menurun dasar alkohol pada
 Nyeri menurun kulit kering
Tanda & Gejala:  Pendarahan Edukasi
DS : - menurun  Anjurkan
DO:  Kemerahan menggunakan
 Kerusakan menurun pelembab (lotion,
jaringan /  Hematoma serum)
lapisan kulit menurun  Anjurkan minum
 Nyeri  Pingmentasi air putih yang
perdarahan abnormal cukup
 Kemerahan menurun  Anjurkan
 Hematom  Jaringan parut meningkatkan
menurun asupan nutrisi
 Nekrosis  Anjurkan
menurun meningkatkan
 Abrasi kornea asupan buah dan
menurun sayur
 Suhu kulit  Anjurkan untuk
membaik tidak terpapar suhu
ekstrem
 Sensasi membaik
 Tekstur
Perawatan Luka Bakar
membaik
 Pertumbuhan Observasi
rambut membaik
 Identifikasi
penyebab luka
bakar
 Identifikasi durasi
terkena luka bakar
dan riwayat
penaganan luka
bakar sebelumnya
 Monitor kondisi
luka ( persentasi
ukuran luka, derajat
luka, perdarahan,
warna dasar luka,
infeksi, eksudat,
bau luka, kondisi
tepi luka)
Terapeutik
 Gunakan teknik
aseptik selama
merawat luka
 Lepaskan balutan
lama dengan
menghindari nyeri
dan perdarahan
 Rendam dengan air
steril jika balutan
lengket pada luka
 Bersihkan luka
dengan cairan steril
(NaCl 0,9%, cairan
antiseptik)
 Lakukan terapi
relaksasi untuk
mengurangi nyeri
 Jadwalkan
frekuensi
perawatan luka
berdasarkan ada tau
tidaknya infeksi,
jumlah eksudat,
dan jenis balutan
yang digunakan
 Gunakan modern
dresing sesuai
dengan kondisi
luka (hyrocolloid,
polymer, crystaline
cellulose)
 Berikan diet
dengan kalori 30-
35 kkal/kgBB/hari
dan protein1,25-
1,5g/kg BB/hari
 Berikan suplemen
vitamin dan
mineral ( vitamin
A, vitamin, C,
Zinc, asam amino)
sesuai indikasi
Edukasi
 Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
 Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi
kalori dan protein
Kolaborasi
 Kolaborasi
debridement
(enzimatik,
biologis, mekanis,
autolitik)
 Kolaborasi
pemberian
antibiotik

DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.


Jaime L. Stockslager. 2010. Asuhan Keperawatan Geriatrik. Jakarta : EGC.
Kumar, V. 2011. Buku Ajar Patologi Robbins. Vol.2 Ed. 7. Jakarta : EGC.
Kushariyadi, 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba
Medika.
Marilynn,E. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran, EGC,
Jakarta.
Maramis, W.F. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Cetakan ketujuh. Airlangga
University Press. Surabaya.Meiner, Sue.E. 2006. Gerontologic Nursing. St.
Louis, Missouri : Mosby Mubarak, Wahit Iqbal. Ilmu Keperawatan
Komunitas 2. Jakarta
Sagung, N, Richard, Mitchell. Et.al. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit
Robbins dan Coutran. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai