Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Preeklampsia
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono, 2018). Sectio caesarea
adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding
uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk
melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 2017).
Pre eklamsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil,
bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi
tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya,
sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 38 minggu
atau lebih (Nanda, 2015).
Preeklampsia adalah terjadinya peningkatan tekanan darah paling
sedikit 140/90, proteinuria, dan oedema. Preeklampsia merupakan penyulit
kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra, dan postpartum. Dari
gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi preeklampsia ringan
dan preeklampsia berat (Sarwono, 2018).
B. Klasifikasi
Klasifikasi operasi SC :
Menurut NANDA (2015) operasi SC dapat dibedakan menjadi :
1. Sectio caesaria abdomen
Seksio secara transperitonealis:
a. Sectio caesaria klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada
korpus uteri
b. Sectio caesaria ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi
pada segmen bawah rahim
c. Sectio caesaria ekstraperitonealis,yaitu tanpa membuka peritonium
parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominal
2. Sectio caesaria vaginalis
Menurut arah sayatan pada rahim, Sectio caesaria dapat dilakukan sebagai
berikut:
a. Sayatan memanjang (longitudinal) menurut Kronig
b. Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr
c. Sayatan huruf T (T-incision)
3. Sectio caesaria klasik (Corporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-
kira sepanjang 10 cm. Tetapi saat ini teknik ini jarang dilakukan karena
memiliki banyak kekurangan namun pada kasus seperti operasi berulang
yang memiliki banyak perlengketan organ cara ini dapat dipertimbangkan.
Kelebihan:
a. Mengeluarkan janin lebih cepat
b. Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
c. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
a. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonealisasi yang baik
b. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan
4. Sectio caesaria ismika (Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah
rahim (low cervical transfersal) kira-kira sepanjang 10 cm.
Kelebihan:
a. Penjahitan luka lebih mudah
b. Penutupan luka lebih mudah
c. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga periotoneum
d. Perdarahan berkurang
e. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura uteri spontan
kurang/lebih kecil
Kekurangan:
a. Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga dapat
menyebabkan arteri uterina terputus sehingga mengakibatkan
perdarahan yang banyak
b. Keluhan pada kandung kemih postoperatif tinggi.
Pembagian preeklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat, berikut ini
adalah penggolongannya (Rukiyah dan Yulianti, 2017) :
1. Preeklampsia Ringan
Preeklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan
atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah
kehamilan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu
pada penyakit trofoblas, penyebab preeklampsia ringan belum diketahui
secara jelas, penyakit ini dianggap sebagai “maladaptation syndrome”
akibat vasospasme general dengan segala akibatnya (Rukiyah dan
Yulianti, 2017).
Gejala preeklampsia ringan meliputi:
a. Kenaikan tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan
darah diastolik 90-110 mmHg
b. Proteinuria secara kuantitatif >0,3 gr/l dalam 24 jam
c. Edema pada pretibial, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau
tangan
d. Tidak disertai dengan gangguan fungsi organ
2. Preeklampsia Berat
Preeklampsia Berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai
dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria
dan atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Rukiyah dan
Yulianti, 2017).
Gejala klinis preeklampsia berat meliputi:
a. Tekanan darah sistolik >160 mmHg atau tekanan darah diastolik >110
mmHg
b. Trombosit <100.000 /mm3
c. Proteinuria (>3 gr/ liter/24 jam) atau positif 3 atau 4, pada
pemeriksaan kuantitatif bisa disertai dengan:
1) Oliguria (urine < 400 ml/24 jam)
2) Keluhan serebral, gangguan pengelihatan
3) Nyeri abdomen
4) Gangguan fungsi hati
5) Gangguan perkembangan Intrauterine
C. Etiologi
Menurut Manuaba (2018 ) indikasi ibu dilakukan Sectio caesaria adalah
ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan
indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram.
Dari beberapa faktor Sectio caesaria diatas dapat diuraikan beberapa
penyebab Sectio caesaria sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan
ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul
merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul
yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir
secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami
sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut
menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-
ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di
bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara
normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin.
a. Kelainan pada letak kepala
b. Letak Sunsang
Apa yang menjadi penyebab pre-eklamsia dan eklamsia sampai
sekarang belum diketahui. Tetapi pre-eklamsia dan eklamsia hamper secara
ekslusif merupakan penyakit pada kehamilan pertama (nullipara). Biasanya
terdapat pada wanita sama subur dengan umur ekstrim, yaitu pada remaja
belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun.

Menurut Herdman (2018) faktor predisposisi/risiko tersebut antara lain:


a. Usia/umur: primigravida dengan usia dibawah 20 tahun dan semua
ibu dengan usia diatas 35 tahun dianggap lebih rentan.
b. Paritas: primigravida memiliki insideni hipertensi hampir dua kali lipat

c. Faktor keturunan (genetic): bukti adanya pewarisan secara genetik


paling mungkin disebabkan oleh turunan resesif.
d. Status sosial ekonomi: pre eklamsia dan eklamsia lebih umum
ditemui pada kelompok sosial ekonomi rendah.
e. Komplikasi obstetrik: kehamilan kembar, kehamilan mola atau hidrops
fetalis.
f. Riwayat penyakit yang sudah ada sebelumnya: Hipertensi, Diabetes
Melitus, penyakit ginjal, System Lupus Erytematosus (SLE), sindrom
antifosfolipid antibody.
D. Patofisiologi
Pada beberapa wanita hamil, terjadi peningkatan sensitifitas vaskuler
terhadap angiotensin II. Peningkatan ini menyebabkan hipertensi dan
kerusakan vaskuler, akibatnya akan terjadi vasospasme. Vasospasme
menurunkan diameter pembuluh darah ke semua organ, fungsi fungsi organ
seperti plasenta, ginjal, hati dan otak menurun sampai 40-60 %. Gangguan
plasenta menimbulkan degenerasi pada plasenta dan kemungkinan terjadi
IUGR dan IUFD pada fetus. Aktivitas uterus dan sensitivitas terhadap
oksitosin meningkat.
Penurunan perfusi ginjal menurunkan GFR dan menimbulkan
perubahan glomerolus, protein keluar melalui urin, asam urat menurun, garam
dan air di tahan, tekanan osmotik plasma menurun, cairan keluar dari
intravaskuler, menyebabkan hemokonsentrasi. Peningkatan viskositas darah
dan edema jaringan berat dan peningkatan hematokrit. Pada preeklamsia berat
terjadi penurunan volume darah, edema berat dan berat badan naik dengan
cepat.
Penurunan perfusi hati menimbulkan gangguan fungsi hati, edema
hepar dan hemoragik sub-kapsular menyebabkan ibu hamil mengalami nyeri
epigastrium atau nyeri pada kuadran atas. Ruptur hepar jarang terjadi tetapi
merupakan komplikasi yang hebat dari PIH, enzim enzim hati seperti SGOT
dan SGPT meningkat. Vasospasme arteriola dan penurunan aliran darah ke
retina menimbulkan symptom visual seperti skotoma (blind spot) dan
pandangan kabur.
Patologi yang sama menimbulkan edema cerebral dan hemoragik serta
peningkatan iritabilitas susunan saraf pusat (sakit kepala, hiperfleksia, klonus
pergelangan kaki dan kejang serta perubahan efek). Pulmonari edema
dihubungkan dengan edema umum yang berat, komplikasi ini biasanya
disebabkan oleh dekompensasi kordis kiri.
Gangguan berat fungsi kardiovaskular yang normal umum terjadi pada
preeklamsia atau eklamsia. Ini terkait dengan:
1. Afterload jantung meningkat yang disebabkan oleh hipertensi
2. Preload jantung, yang secara substansial dipengaruhi oleh
hipervolemiapada kehamilan
3. Aktivasi endotel dengan ekstravasasi cairan intravaskular ke
ruangekstraseluler, dan yang terpenting, ke dalam paruparu.Selama
kehamilan normal, terjadi peningkatan masa ventrikel, tetapi tidak ada
bukti yang meyakinkan bahwa terjadi perubahan struktural tambahan yang
disebabkan oleh preeklamsia (Hibbard, DKK. 2016).
E. Manifestasi
1. Penambahan berat badan yang berlebihan, terjadi kenaikan 1 kg seminggu
beberapa kali.
2. Edema terjadi peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan
dan muka.
3. Hipertensi (di ukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit)
a. TD > 140/90 mmHg atau
b. Tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg
c. Diastolik>15 mmHg
d. tekanan diastolic pada trimester ke II yang >85 mmHg patut di curigai
sebagai preeklamsi
4. Proteinuria
a. Terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam urin 24 jam atau pemeriksaan
kuwalitatif +1 / +2.
b. Kadar protein > 1 g/l dalam urine yang di keluarkan dengan kateter atau
urin porsi tengah, di ambil 2 kali dalam waktu 6 jam (Marmi, 2019).
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan pre
eklamsia menurut Manuaba, (2018) yaitu sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Darah Lengkap dan Apusan Darah
1) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin
untuk wanita hamil adalah 12-14 gr%).
2) Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%).
3) Trombosit menurun (nilai rujukan 150.000-450.000/mm3).
b. Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.
c. Pemeriksaan Fungsi Hati
1) Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dL).
2) LDH (laktat dehidrogenase) meningkat.
3) Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 uL.
4) Serum Glutamat Pirufat Transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-45
u/ml)
5) Serum Glutamat Oxaloacetic transaminase (SGOT) meningkat (N=
< 31 u/ml)
6) Total protein serum menurun (N= 6,7 – 8,7 g/dL)
d. Tes Kimia Darah
Asam urat meningkat > 2,7 mg/dL, dimana nilai normalnya yaitu 2,4 –
2,7 mg/dL
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Ultrasonografi (USG).
Hasil USG menunjukan bahwa ditemukan retardasi perteumbuhan janin
intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan
volume cairan ketuban sedikit.
b. Kardiotografi
Hasil pemeriksaan dengan menggunakan kardiotografi menunjukan
bahwa denyut jantung janin lemah.
c. NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan pre eklamsia
tergantung pada derajat pre eklamsia yang dialami. Namun yang termasuk
komplikasi pre eklamsia menurut sarwono, (2018) antara lain:
1. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari
dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis
dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan
sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang
merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya
setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi
dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat
dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya
daripada SC transperitonealis profunda.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Luka kandung kemih
4. Embolisme paru - paru
5. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio
caesarea klasik.
H. Penatalaksanaan
Menurut Nair & Pate (2018:233) penatalaksanaan pada ibu dengan
preeklampsia yaitu:
1. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung
elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada
organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam
fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung
kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.

2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10
jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
5. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
2) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
d. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti.
e. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan

I. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post SC


Preeklampsia Berat
1. Pengkajian Keperawatan
Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan
dalam praktik keperawatan terdiri atas lima tahap yang berurutan dan
saling berhubungan, yaitu pengkajian, diagnosis, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi. Tahap- tahap tersebut berintegrasi terhadap
fungsi intelektual problem-solving dalam mendefinisikan suatu asuhan
keperawatan (Nur Salam, 2013).
a. Pengkajian data dasar
Mengkaji identitas pasien dan identitas penanggung jawab pasien
dengan format nama, umur, jenis kelamin, status, usia kehamilan,
agama, pekerjaan, suku bangsa, alamat, pendidikan, sumber biaya,
hubungan antara pasien dengan penanggung jawab
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji kondisi yang pernah dialami oleh klien diluar gangguan yang
dirasakan sekarang khususnya gangguan yang mungkin sudah
berlangsung lama bila dihubungkan dengan usia kehamilan.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji kondisi kesehatan keluarga klien untuk menilai ada tidaknya
hubungan dengan penyakit yang sedang dialami oleh klien. Meliputi
pengkajian apakah pasien mengalami alergi atau penyakit keturunan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Meliputi pengkajian apakah gangguan yang dirasakan pertama kali atau
sudah pernah di alami oleh klien.
e. Pengembangan Masalah Fisiologis
Pengembangan masalah fisiologis yang terdiri dari pemenuhan
kebutuhan oksigen, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit,,
gangguan mengunyah, gangguan menelan, pemenuhan kebutuhan
eliminasi /pergerakan bowel, urinary, excrements, menstruasi,
pemenuhan kebutuhan aktivitas dan istirahat.
f. Pemeriksaan fisik
1) Aktifitas / istirahat
Kemampuan untuk mengikuti aktivitas hidup yang
diperlukan/diinginkan (kerja dan kesenangan) dan untuk dapat
tidur/istirahat.
2) Sirkulasi
Kemampuan untuk mentranspor oksigen dan nutrien yang perlu
untuk memenuhi kebutuhan seluler.
3) Integritas Ego
Kemampuan untuk mengembangkan dan menggunakan keterampilan
dan perilaku untuk mengintegrasikan dan mengatur pengalaman
hidup.
4) Eliminasi
Kemampuan untuk mengeluarkan produk sisa.
5) Makanan/Cairan
Kemampuan untuk mempertahankan masukan dan penggunakan
nutrien dan cairan untuk memenuhi kebutuhan fisiologi.
6) Hygiene
Kemampuan untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
7) Neurosensori
Kemampuan untuk menerima, menggabungkan, dan berespon
terhadap isyarat internal dan eksternal.
8) Nyeri/Ketidaknyamanan
Kemampuan untuk mengontrol lingkungan internal/eksternal untuk
mempertahankan kenyamanan.
9) Pernapasan
Kemampuan untuk memberikan dan menggunakan oksigen untuk
memenuhi kebutuhan fisiologi.
10) Keamanan
Kemampuan untuk memberikan lingkungan yang meningkatkan
pertumbuhan, aman.
11) Seksualitas
Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan/karakteristik peran pria
atau peran wanita.
12) Interaksi Sosial
Kemampuan untuk menciptakan dan mempertahankan hubungan.
13) Belajar/Mengajar
Kemampuan untuk menghubungkan dan menggunakan informasi
untuk mencapai gaya hidup yang sehat/kesejahteraan optimal.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section
caesarea)
b. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering
bekas operasi
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi
d. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan
e. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi
3. Intervensi Keperawatan
Berikut intervensi yang dapat dilakukan sesuai standar intervensi
keperawatan Indonesia (Tim Pokja Siki DPP PPNI, 2018).
Diagnosa Tujuan dan
NO Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil

1 Nyeri akut Setelah diberikan 1. Lakukan pengkajian secara


berhubungan asuhan keperawatan komprehensif tentang nyeri meliputi
dengan selama … x 24 jam lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
pelepasan diharapkan nyeri kualitas, intensitas nyeri dan faktor
mediator nyeri klien berkurang / presipitasi.Observasi respon
(histamin, terkontrol dengan nonverbal dari ketidaknyamanan
prostaglandin) (misalnya wajah meringis) terutama
akibat trauma kriteria hasil : ketidakmampuan untuk
jaringan dalam berkomunikasi secara efektif.
1. Klien melaporkan
pembedahan 2. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap
nyeri berkurang /
(section kualitas hidup (ex: beraktivitas, tidur,
terkontrol
caesarea) istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan
2. Wajah tidak
hubungan sosial)
tampak meringis
3. Ajarkan menggunakan teknik
3. Klien tampak
nonanalgetik (relaksasi progresif,
rileks, dapat
latihan napas dalam, imajinasi,
berisitirahat, dan
sentuhan terapeutik.)
beraktivitas
4. Kontrol faktor - faktor lingkungan
sesuai
yang yang dapat mempengaruhi
kemampuan
respon pasien terhadap
ketidaknyamanan (ruangan, suhu,
cahaya, dan suara)
5. Kolaborasi untuk penggunaan kontrol
analgetik, jika perlu. 
2 Risiko tinggi Setelah diberikan 1. Tinjau ulang kondisi dasar / faktor
terhadap asuhan keperawatan risiko yang ada sebelumnya. Catat
infeksi selama … x 24 jam waktu pecah ketuban.
berhubungan diharapkan klien 2. Kaji adanya tanda infeksi (kalor,
dengan trauma tidak mengalami rubor, dolor, tumor, fungsio laesa)
jaringan / luka infeksi dengan 3. Lakukan perawatan luka dengan
bekas operasi kriteria hasil : teknik aseptik
(SC) 4. Inspeksi balutan abdominal terhadap
1. Tidak terjadi
eksudat / rembesan. Lepaskan balutan
tanda - tanda
sesuai indikasi
infeksi (kalor,
5. Anjurkan klien dan keluarga untuk
rubor, dolor,
mencuci tangan sebelum / sesudah
tumor, fungsio
menyentuh luka
laesea).
6. Pantau peningkatan suhu, nadi, dan
2. Suhu dan nadi
pemeriksaan laboratorium jumlah
dalam batas
normal ( suhu = WBC / sel darah putih
36,5 -37,50 C, 7. Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan
frekuensi nadi = Ht. Catat perkiraan kehilangan darah
60 - 100x/ menit) selama prosedur pembedahan
3. WBC dalam 8. Anjurkan intake nutrisi yang cukup
batas normal 9. Kolaborasi penggunaan antibiotik
(4,10-10,9 10^3 / sesuai indikasi
uL) 
3 Ansietas Setelah diberikan 1. Kaji respon psikologis terhadap
berhubungan asuhan keperawatan kejadian dan ketersediaan sistem
dengan selama … x 6 jam pendukung
kurangnya diharapkan ansietas 2. Tetap bersama klien, bersikap tenang
informasi klien berkurang dan menunjukkan rasa empati
tentang dengan kriteria hasil: 3. Observasi respon nonverbal klien
prosedur (misalnya: gelisah) berkaitan dengan
1. Klien terlihat
pembedahan, ansietas yang dirasakan
lebih tenang dan
penyembuhan, 4. Dukung dan arahkan kembali
tidak gelisah
dan perawatan mekanisme koping
2. Klien
post operasi 5. Berikan informasi yang benar
mengungkapkan
mengenai prosedur pembedahan,
bahwa
penyembuhan, dan perawatan post
ansietasnya
operasi
berkurang 
6. Diskusikan pengalaman / harapan
kelahiran anak pada masa lalu
7. Evaluasi perubahan ansietas yang
dialami klien secara verbal 

DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. H. (2018). Diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi 2016-


2018. Jakarta: EGC.

Legawati. (2018). Determinan Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) DI Ruang


Cempaka RSUD DR Doris Sylvanus Palangkaraya.

Manuaba. 2018. Pengantar KuliahObstetri. Jakarta : EGC

Nair, M., & Peate, I., (2018). Dasar-Dasar Patofisiologi Terapan. Jakarta :
Bumi Medika.

Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017


Edisi 10. Jakarta : EGC

Nugroho (2019). Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC.

Prawirohardjo, S.2017. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SP.

Prawirohardjo. (2018). Asuhan Kebidanan Patologi. 103.

Rukaiyah dan Yuliyanti (2017). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta Timur.


Trans Media.

Sarwono. 2019. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakartka: Penerbit Buku


Kedokteran EGC
Tim pokja SDKI DPP PPNI 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesi:
devinisi dan indikator diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPNI
Tim pokja SLKI DPP PPNI 2018 Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Devinisi dan kriteria Hasil Keperawatan Jakarta Selatan DPP PPNI
\

Anda mungkin juga menyukai