Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

SECTIO CAESAREA DENGAN INDIKASI PRE EKLAMSI BERAT

1. PENGERTIAN SECTIO CAESAREA


Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan
janin dari dalam rahim (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2016)
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2015)
adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat
kandungan yang lamanya 6 minggu. (Obstetri Fisiologi, 2015)
Dalam Operasi Caesar, ada tujuh lapisan yang diiris pisau bedah, yaitu lapisan
kulit, lapisan lemak, sarung otot, otot perut, lapisan dalam perut, lapisan luar rahim, dan
rahim. Setelah bayi dikeluarkan, lapisan itu kemudian dijahit lagi satu per satu, sehingga
jahitannya berlapis-lapis.

2. JENIS – JENIS OPERASI SECTIO CAESAREA


1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
a. Sectio caesarea transperitonealis
SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus
uteri)Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-
kira 10 cm.
Kelebihan :
 Mengeluarkan janin dengan cepat tidak mengakibatkan kandung kemih
tertarik
 Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
 Penjahitan luka lebih mudah
 Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
 Perdarahan tidak begitu banyak
 Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan :
 Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada
reperitonealis yang baik
 SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen
bawah rahim) Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat
pada segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm
 Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat
menyebabkan uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan perdarahan
banyak Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
b. SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan
demikian tidak membuka cavum abdominal
Vagina (section caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Sayatan memanjang (longitudinal)
2. Sayatan melintang (Transversal)
3. Sayatan huruf T (T insicion)

3. ETIOLOGI/PENYEBAB SECTIO CAESAREA


Pada persalinan normal bayi akan keluar melalui vagina, baik dengan alat
maupun dengan kekuatan ibu sendiri. Dalam keadaan patologi kemungkinan dilakukan
operasi sectio caesarea. Faktor-Faktor Penyebab Sectio Caesarea menurut Mochtar
(1998) faktor dari ibu dilakukannya sectio caesarea adalah plasenta previa , panggul
sempit, partus lama, distosia serviks, pre eklamsi dan hipertensi. Sedangkan faktor dari
janin adalah letak lintang dan letak bokong.
Menurut Manuaba (2001) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur
uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin
adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio
caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut :
1. CPD
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa
tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui
oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan
kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi (Kasdu, 2003).
Menurut Wiknjosastro (2002) ada beberapa kesempitan panggul, yaitu :
a. Kesempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul biasanya dianggap menyempit jika konjugata vera yang
merupakan ukuran paling pendek panjangnya kurang dari 10 cm atau jika
diameter transversal yang merupakan ukuran paling lebar panjangnya kurang
dari 12 cm, proses persalinan akan memanjang dan kerap kali tidak pernah
terjadi persalinan spontan yang efektif sehingga membawa akibat yang serius
bagi ibu maupun janinnya.
b. Kesempitan panggul tengah
Bidang obstetrik panggul tengah membentang dari margo inferior simfisis pubis,
lewat spina iskiadika, dan mengenai sakrum di dekat sambungan tulang vertebra
keempat dan kelima. Meskipun definisi kesempitan pintu atas panggul, namun
panggul tengah mungkin sempit kalau jumlah diameter interspinarum dan
diameter sagitalis posterior pelvis (normalnya 10,5 plus 5 cm atau 15,5 cm)
mencapai 13,5 cm atau lebih kurang lagi.
c. Kesempitan pintu bawah panggul
Kesempitan pintu bawah panggul biasanya diartikan sebagai keadaan dimana
distansia tuberculum 8 cm atau lebih kecil lagi. Pintu bawah panggul yang
sempit tidak banyak mengakibatkan distosia karena kesempitannya sendiri
mengingat keadaan ini sering disertai pula dengan kesempitan panggul tengah.

2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)


a. Pengertian PEB
Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita
hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria
tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi
sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur
28 minggu atau lebih (Rustam Muctar, 1998).
Pre Eklamsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, odem dan
protein uria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam
triwulan ke 3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya. Misalnya terdapat
Molahydatidosa (Sarwono : 2006)
Pre eklampsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang di tandai
dengan takanan darah 160/110 mmHg atau lebih disertai ptoteinuria dan disertai
oedema pada kehamilan 20 minggu atau lebih
Pre-eklamsi ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi pada
trimester III kehamilan.

b. Klasifikasi Pre Eklamsia


1) Pre Eklamsi Ringan (PER)
 Tekanan darah sistole 140 atau kenaikan 30 mmHg dengan interval
pemeriksaan 6 jam.
 Tekanan darah diastolik 90 atau kenaikan 15 mmHg dengan interval
pemeriksaan 6 jam.
 Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam 1 minggu.
 protein uria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif positif 1 sampai
positif 2 pada urin katerer atau urin aliran pertengahan.
2) Pre Eklamsi Berat (PEB)
 Tekanan darah 160/110 mmHg.
 Oligouria, urin kurang dari 3 cc/24 jam.
 Protein urin lebih dari 3 gr/liter.
 Keluhan subjektif : nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, nyeri
kepala, odema paru, dan sianosis gangguan kesadaran.

c. Patofisiologi
Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan
terjadi peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi
ke organ, termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar
dari timbulnya proses pre eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan
resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat
diakibatkan karena adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors. Pre
eklampsia yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain.
Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan
pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth
Retardation.
Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam
jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta
pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Edema pretibial yang ringan sering
ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk
penentuan diagnosis pre-eklamsi.
Kenaikan berat badan setengah kilo setiap minggu dalam kehamilan
masih dapat dianggap normal, tetapi bila kenaikan satu kilo seminggu beberapa
kali,hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya pre-eklamsia.
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3
gram/liter dalam air 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan satu atau
dua + atau satu gram per liter atau lebih dalam air kencing yang dikeluarkan
dengan kateter yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya
proteinuria timbul lebih lambat dari pada hipertensi dan kenaikan berat badan
karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius (Wiknjosastro,
2002).
Menurut (Manuaba, 1998) gejala pre-eklamsi berat dapat diketahui
dengan pemeriksaan pada tekanan darah mencapai 160/110 mmHg, oliguria
urin kurang 400 cc/24 jam, proteinuria lebih dari 3 gr/liter. Pada keluhan
subjektif pasien mengeluh nyeri epigastrium, gangguan penglihatan dan nyeri
kepala.

d. Etiologi Pre Eklamsi


Penyebab pre eklamsia dan eklamsia sampai sekarang belum diketahui.
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian
maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
Teori iskemia plasenta di anggap dapat menerangkan berbagai gejala
pre eklamsia yaitu berdasarkan teori iskemia implantasi plasenta, bahan
trofoblas akan diserap kedalam sirkulasi yang dapat meningkatkan sensivitas
terhadap angiotensia II, renin dan aldosteron, spasme pembuluh darah arteriol
dan tertahannya garam dan air. Teori iskemia implantasi plasenta didukung
kenyataan sbb :
1. Pre eklamsi dan eklamsia banyak terjadi pada primigravida, kehamilan
ganda, hidramnion, dan molahydatidosa.
2. Kejadian makin tua Kehamilan
3. Gejala penyakit berkurang bila terjadi kematian janin. Dengan demikian
teori iskemia daerah implantasi plasenta memenuhi untuk menerangkan
berbagai gejala klinis PEB dan eklamsia.

e. Faktor predisposisi:
1) Primigravida atau multipara, terutama pada umur reproduksi eksterm, yaitu
remaja dan umur 35 tahun ke atas.
2) Multigravida dengan kondisi klinis:
a) Kehamilan ganda dan hidrops fetalis
b) Penyakit vaskuler termasuk hipertensi esensial kronik dan diabetes
mellitus
c) Penyakit ginjal
3) Hiperplasentosis
4) Riwayat keluarga pernah Pre eklamsi dan eklamsi
5) Obesitas dan hidramion
6) Gizi yan kurang dan anemi
7) Kasus–kasus dengan asam urat yang tinggi, defisiensi kalsium, defisiensi
asam lemak tidak jenuh kurang anti oksidan.

f. Gambaran Klinis PEB


Biasanya tanda-tanda pre eklamsi timbulnya dalam urutan :
pertumbuhan berat badan yang berlebihan, di ikuti edema, hipertensi dan
akhirnya protein uria. pada pre eklamsi ringan tidak di temukan gejala-gejala
subjektif. Pada pre eklamsia berat didapatkan sakit kepala, di daerah frontal,
nyeri epigastrium, penglihatan kabur, mual, muntah, sketema, diplopia,
gangguan visus lain (nyeri frontal yang hebat) perdarah retina, dan odema
pulmonum.

g. Uji Dx Pre Eklamsia


a. uji diasnostik dasar
 pengukuran tekanan darah
 analisis protein dalam urin
 pemeriksaan odema
 pengukuran TFU (Tinggi Fundus Uteri)
 pemeriksaan fundus kopik
b. uji laboratorium dasar
 evaluasi hematologik (haematokrit, jumlah trombosit, morfologi, eritrosit
pada sediaan harus darah tepi)
 pemeriksaan fungsi hati,(bilirubin, protein serum, aspartat,
aminotranserance, dsb)
 pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin)

h. Penatalaksanaan PEB
Pre eklamsia berat (PEB)
1. baringkan ibu miring kiri
2. pasang infus RL/NS
3. injeksi 10 gr Mg504 40% (5 gr IM pada bokong kiri dan kanan)
4. berikan dosis awal 4 mg Mg504 20% IV selama 2 menit
5. rujuk ibu kefasilitas yang memiliki kemampuan penataksanaan gadar
obstetrik dan BBL.
6. dampingi ibu ke tempat rujukan. berilah dukungan dan semanagat
Penderita diusahan agar :
 terisolasi sehingga tidak mendapat rangsangan suara/sinar
 terpasang infus D5%/RL
 dilakukan pemeriksaan
7. pemeriksaan umum : pemeriksaan TTV
8. pemeriksaan leopod, DJJ, pemeriksaan dalam (evaluasi pembukaan, dan
keadaan janin dalam rahim)
9. pemeriksaan duer kateter
10. evaluasi keseimbangan
11. Terapi
a. sellativa : phenobarbital 3 x 100 mg, vallium 3 x 20 mg.
 menghindari kejang
b. magnesium sulvat : inisial dosis 20 mg IM. observasi : RR tidak
kurang dari 16 x/menit, reflek patela positif, urin tidak kurang dari
600 cc/24 jam.
c. valium : inisial dosis 20 mg IV
d. bila terjadi ologourine diberikan glukosa 40 % Iv untuk menarik
cairan dari jarinagan sehingga dapat merangsang deuritis
 setelah keadaan pre eklamsia berat dapat di atasi pertimbangkan
untuk mengakhiri kehamilan berdasarkan :

4. PATOFISIOLIGI SECTIO CAESAREA


Anatomi fungsional yang dibahas pada kasus post operasi sectio caesarea terdiri dari
anatomi dinding perut dan otot dasar panggul.
a. Anatomi dinding perut
Dinding perut dibentuk oleh otot-otot perut dimana disebelah atas dibatasi oleh
angulus infrasternalis dan di sebelah bawah dibatasi oleh krista iliaka, sulkus
pubikus dan sulkus inguinalis.
Otot-otot dinding perut tersebut terdiri dari otot-otot dinding perut bagian depan,
bagian lateral dan bagian belakang.
1) Otot rectus abdominis
Terletak pada permukaan abdomen menutupi linea alba, bagian depan tertutup
vagina dan bagian belakang terletak di atas kartilago kostalis 6-8. origo pada
permukaan anterior kartilago kostalis 5-7, prosesus xyphoideus dan ligamen
xyphoideum. Serabut menuju tuberkulum pubikum dan simpisis ossis pubis.
Insertio pada ramus inferior ossis pubis. Fungsi dari otot ini untuk flexi trunk,
mengangkat pelvis.
2) Otot piramidalis
Terletak di bagian tengah di atas simpisis ossis pubis, di depan otot rectus
abdominis. Origo pada bagian anterior ramus superior ossis pubis dan simpisis
ossis pubis. Insertio terletak pada linea alba. Fungsinya untuk meregangkan
linea alba.
3) Otot transversus abdominis
Otot ini berupa tendon menuju linea alba dan bagian inferior vagina musculi
recti abdominis. Origo pada permukaan kartilago kostalis 7-12. insertio pada
fascia lumbo dorsalis, labium internum Krista iliaka, 2/3 lateral ligamen
inguinale. Berupa tendon menuju linea alba dan bagian inferior vagina
muskuli recti abdominis. Fungsi dari otot ini menekan perut, menegangkan
dan menarik dinding perut.
4) Otot obligus eksternus abdominis
Letaknya yaitu pada bagian lateral abdomen tepatnya di sebelah inferior
thoraks. Origonya yaitu pada permukaan luas kosta 5-12 dan insertionya pada
vagina musculi recti abdominis. Fungsi dari otot ini adalah rotasi thoraks ke
sisi yang berlawanan
5) Otot obligus internus abdominis
Otot ini terletak pada anterior dan lateral abdomen, dan tertutup oleh otot
obligus eksternus abdominis. Origo terletak pada permukaan posterior fascia
lumbodorsalis, linea intermedia krista iliaka, 2/3 ligamen inguinale insertio
pada kartilago kostalis 8-10 untuk serabut ke arah supero medial. Fungsi dari
otot ini untuk rotasi thoraks ke sisi yang sama.
b. Otot dasar panggul
Otot dasar panggul terdiri dari diagfragma pelvis dan diagfragma urogenital.
Diagfragma pelvis adalah otot dasar panggul bagian dalam yang terdiri dari otot
levator ani, otot pubokoksigeus, iliokoksigeus, dan ischiokoksigeus.. Fungsi dari
otot-otot tersebut adalah levator ani untuk menahan rectum dan vagina turun ke
bawah, otot spincter ani eksternus diperkuat oleh otot mabdor ani untuk menutup
anus dan otot pubokavernosus untuk mengecilkan introitus vagina.
c. Patologi
Pada operasi sectio caesarea transperitonial ini terjadi, perlukaan baik pada
dinding abdomen (kulit dan otot perut) dan pada dinding uterus. Faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi penyembuhan dari luka operasi antara lain adalah suplay
darah, infeksi dan iritasi. Dengan adanya supply darah yang baik akan berpengaruh
terhadap kecepatan proses penyembuhan. Perjalanan proses penyembuhan sebagai
berikut :
(1) Sewaktu incisi (kulit diiris), maka beberapa sel epitel, sel dermis dan jaringan
kulit akan mati. Ruang incisi akan diisi oleh gumpalan darah dalam 24 jam
pertama akan mengalami reaksi radang mendadak,
(2) Dalam 2-3 hari kemudian, exudat akan mengalami resolusif proliferasi
(pelipatgandaan) fibroblast mulai terjadi,
(3) Pada hari ke-3-4 gumpalan darah mengalami organisasi,
(4) Pada hari ke 5 tensile strength (kekuatan untuk mencegah terbuka kembali
luka) mulai timbul, yang dapat mencegah terjadi dehiscence (merekah) luka,
(5) Pada hari ke-7-8, epitelisasi terjadi dan luka akan sembuh. Kecepatan
epitelisasi adalah 0,5 mm per hari, berjalan dari tepi luka ke arah tengah atau
terjadi dari sisa-sisa epitel dalam dermis,
(6) Pada hari ke 14-15, tensile strength hanya 1/5 maksimum,
(7) Tensile strength mencapai maksimum dalam 6 minggu. Untuk itu pada
seseorang dengan riwayat SC dianjurkan untuk tidak hamil pada satu tahun
pertama setelah operasi (Hudaya, 1996).
d. Fisiologi nifas
Perubahan yang terjadi selama masa nifas post sectio caesarea antara lain:
(1) Uterus, setelah plasenta dilahirkan, uterus merupakan alat yang keras karena
kontraksi dan reaksi otot-ototnya. Fundus uteri ±3 jari di bawah pusat. Ukuran
uterus mulai dua hari berikutnya, akan mengecil hingga hari kesepuluh tidak teraba
dari luar. Invulsi uterus terjadi karena masing-masing sel menjadi kecil, yang
disebabkan oleh proses antitoksis dimana zat protein dinding pecah, diabsorbsi dan
dibuang melalui air seni. Sedangkan pada endomentrium menjadi luka dengan
permukaan kasar, tidak rata kira-kira sebesar telapak tangan. Luka ini akan
mengecil hingga sembuh dengan pertumbuhan endometrium baru di bawah
permukaan luka, mulai dari pinggir dan dasar luka, pembuluh darah uterus yang
saat hamil dan membesar akan mengecil kembali karena tidak dipergunakan
lagi,dinding perut melonggar dan elastisitasnya berkurang akibat peregangan dalam
waktu lama (Rustam M, 1998).
5. PATHWAY
6. MANIFESTASI KLINIK/TANDA DAN GEJALA SECTIO CAESAREA
1. Perubahan Fisik
a. Sistem Reproduksi
 Uterus
Involusi : Kembalinya uterus ke kondisi normal setelah hamil. Proses ini
dipercepat oleh rangsangan pada puting susu.
Lochea, Komposisi Jaringan endometrial, darah dan limfe.
 Tahap
a. Rubra (merah) : 1-3 hari
b. sanguinolenta : 3-7 hari
b. Serosa (pink kecoklatan) : setelah 2 minggu post partum
c. Alba (kuning-putih) :
Lochea terus keluar sampai 3 minggu.Bau normal seperti menstruasi, jumlah
meningkat saat berdiri. Jumlah keluaran rata-rata 240-270 ml.
 Siklus Menstruasi, Ibu menyusui paling awal 12 minggu rata-rata 18
minggu, untuk itu tidak menyusui akan kembali ke siklus normal.
 Ovulasi
Ada tidaknya tergantung tingkat proluktin. Ibu menyusui mulai ovulasi pada
bulan ke 3 atau lebih. Ibu tidak menyusui mulai pada minggu ke-6 s/d
minggu ke-8. Ovulasi mungkin tidak terlambat, dibutuhkan salah satu jenis
kontrasepsi untuk mencegah kehamilan.
 Serviks
Segera setelah lahir terjadi edema, bentuk distensi untuk beberapa hari,
struktur internal kembali dalam 2 minggu, struktur eksternal melebar dan
tampak bercelah.
 Vagina
Nampak berugae kembali pada 3 minggu, kembali mendekati ukuran seperti
tidak hamil, dalam 6 sampai 8 minggu, bentuk ramping lebar, produksi
mukus normal dengan ovulasi.
 Perineum
• Episiotomi, Penyembuhan dalam 2 minggu.
• Laserasi
TK I : Kulit dan strukturnya dari permukaan s/d otot
TK II : Meluas sampai dengan otot perineal
TK III: Meluas sampai dengan otot spinkter
TK IV : melibatkan dinding anterior rectal
b. Payudara
Payudara membesar karena vaskularisasi dan engorgement (bengkak karena
peningkatan prolaktin pada hari I-III). Pada payudara yang tidak disusui,
engorgement akan berkurang dalam 2-3 hari, puting mudah erektil bila
dirangsang. Pada ibu yang tidak menyusui akan mengecil pada 1-2 hari.
c. Sistem Endokrin
 Hormon Plasenta,HCG (-) pada minggu ke-3 post partum, progesteron
plasma tidak terdeteksi dalam 72 jam post partum normal setelah siklus
menstruasi.
 Hormon pituitary, Prolaktin serum meningkat terjadi pada 2 minggu
pertama, menurun sampai tidak ada pada ibu tidak menyusui FSH, LH,
tidak ditemukan pada minggu I post partum.
d. Sistem Kardiovaskuler
 Tanda-tanda vital,Tekanan darah sama saat bersalin, suhu meningkat
karena dehidrasi pada awal post partum terjadi bradikardi.
 Volume darah ,Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4
minggu Persalinan normal : 200 – 500 cc, sesaria : 600 – 800 cc
e. Sistem Respirasi
Fungsi paru kembali normal, RR : 16-24 x/menit, keseimbangan asam-basa
kembali setelah 3 minggu post partum.
f. Sistem Gastrointestinal
 Mobilitas lambung menurun sehingga timbul konstipasi.
- Nafsu makan kembali normal.
- Kehilangan rata-rata berat badan 5,5 kg.
g. Sistem Urinaria
 Edema pada kandung kemih, urethra dan meatus urinarius terjadi karena
trauma.
 Pada fungsi ginjal: proteinuria, diuresis mulai 12 jam.
 Fungsi kembali normal dalam 4 minggu.
h. Sistem Muskuloskeletal
Terjadi relaksasi pada otot abdomen karena terjadi tarikan saat hamil. Diastasis
rekti 2-4 cm, kembali normal 6-8 minggu post partum.
i. Sistem Integumen
Hiperpigmentasi perlahan berkurang.
7. PENGKAJIAN SECTIO CAESAREA
1. Sirkulasi
2. Integritas ego
3. Makanan/cairan
4. Pernapasan
5. Keamanan

8. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian fokus
1) Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama,
alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record,
diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan
umum tanda vital.
2) Keluhan utama
3) Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi kien
multipara
4) Data riwayat penyakit
a) Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau
penyakit yang dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan
setelah klien operasi.
b) Riwayat kesehatan dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit
sekarang, maksudnya apakah klien pernah mengalami penyakit
yang sama (plasenta previa)
c) Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita klien dan apakah keluarga klien
ada juga mempunyai riwayat persalinan yang sama (plasenta
previa).
5) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan
cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga
kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan
dirinya
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
c) Pola aktifitas
Pada klien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya,
terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat
lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena
mengalami kelemahan dan nyeri.
d) Pola eleminasi
Pada klien postpartum sering terjadi adanya perasaan sering / susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema,
yang menimbulkan infeksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi
karena penderita takut untuk melakukan BAB.
e) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
f) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan
orang lain.
g) Pola penagulangan stres
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
h) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka jahitan dan
nyeri perut akibat involusi uteri (pengecilan uteri oleh kontraksi uteri),
pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan
merawat bayinya
i) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep
diri antara lain dan body image dan ideal diri
j) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau
fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan
dan nifas.
6) Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kontribusi rambut, warna
rambut, ada atau tidak adanya edem, kadang-kadang terdapat adanya
cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan.
b) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing.
c) Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya,
adakah cairan yang keluar dari telinga.
d) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung.
e) Leher
Pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, adanya abstensi vena jugularis.
f) Dada dan payudara
Bentuk dada simetris, gerakan dada, bunyi jantung apakah ada bisisng
usus atau tiak ada. Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya
hiperpigmentasi areola mamae dan papila mamae
g) Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
h) Ginetelia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan
menandakan adanya kelainan letak anak.
i) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur, adanya
hemoroid.
j) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung
atau ginjal.
k) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi
cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

B. Diagnosa keperawatan yang sering muncul


1) Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu
tentang cara menyusui yang bernar.
2) Nyeri akut berhubungan dengan injury fisik jalan lahir.
3) Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal atau familiar
dengan sumber informasi tentang cara perawatan bayi.
4) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan sehabis bersalin
5) Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA PERENCANAAN
KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI
1. Menyusui tidak Setelah diberikan tindakan keperawatan Health education:
efektif berhubungan selama 3x24 jam klien menunjukkan 1. Berikan informasi mengenai :
dengan kurangnya respon breast feeding adekuat dengan - Fisiologi menyusui
pengetahuan ibu indikator: - Keuntungan menyusui
tentang cara - klien mengungkapkan puas dengan - Perawatan payudara
menyusui yang kebutuhan untuk menyusui - Kebutuhan diit khusus
bernar - klien mampu mendemonstrasikan - Faktor-faktor yang menghambat proses menyusui
perawatan payudara 2. Demonstrasikan breast care dan pantau kemampuan klien
untuk melakukan secara teratur
3. Ajarkan cara mengeluarkan ASI dengan benar, cara
menyimpan, cara transportasi sehingga bisa diterima oleh
bayi
4. Berikan dukungan dan semangat pada ibu untuk
melaksanakan pemberian Asi eksklusif
5. Berikan penjelasan tentang tanda dan gejala bendungan
payudara, infeksi payudara
6. Anjurkan keluarga untuk memfasilitasi dan mendukung
klien dalam pemberian ASI
7. Diskusikan tentang sumber-sumber yang dapat memberikan
informasi/memberikan pelayanan KIA
2. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pain Management
injuri fisik (luka selama 3x24 jam diharapkan nteri  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
insisi operasi) berkurang dengan indicator: lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
NOC : presipitasi
 Pain Level,  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 Pain control,  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
 Comfort level pengalaman nyeri pasien
Kriteria Hasil :  Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
 Mampu mengontrol nyeri (tahu  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
penyebab nyeri, mampu  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
menggunakan tehnik ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
nonfarmakologi untuk mengurangi  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
nyeri, mencari bantuan) dukungan
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
dengan menggunakan manajemen seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
nyeri  Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala,  Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) farmakologi dan inter personal)
 Menyatakan rasa nyaman setelah  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
nyeri berkurang  Ajarkan tentang teknik non farmakologi
 Tanda vital dalam rentang normal  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
 Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration
 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya
nyeri
 Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis
optimal
 Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek
samping)
3. Kurang Setelah dilakukan asuhan keperawatan
pengetahuan selama 3x24 jam diharapkan pengetahuan Teaching : disease Process
tentang perawatan klien meningkat dengan indicator: 1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien
ibu nifas dan tentang proses penyakit yang spesifik
perawatan post NOC : 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
operasi b/d  Kowlwdge : disease process berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara
kurangnya sumber  Kowledge : health Behavior yang tepat.
informasi Kriteria Hasil : 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada
 Pasien dan keluarga menyatakan penyakit, dengan cara yang tepat
pemahaman tentang penyakit, 4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
kondisi, prognosis dan program 5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang
pengobatan tepat
 Pasien dan keluarga mampu 6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan
melaksanakan prosedur yang cara yang tepat
dijelaskan secara benar 7. Hindari jaminan yang kosong
 Pasien dan keluarga mampu 8. Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang
menjelaskan kembali apa yang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
dijelaskan perawat/tim kesehatan 9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
lainnya. diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan
datang dan atau proses pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan
cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal,
dengan cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat
4. Defisit perawatan Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC :
diri b.d. Kelelahan. selama 3x24 jam ADLs klien meningkat Self Care assistane : ADLs
dengan indicator:  Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang
mandiri.
NOC :  Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk
 Self care : Activity of Daily Living kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
(ADLs)  Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk
Kriteria Hasil : melakukan self-care.
 Klien terbebas dari bau badan  Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang
 Menyatakan kenyamanan terhadap normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
kemampuan untuk melakukan ADLs  Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan
 Dapat melakukan ADLS dengan ketika klien tidak mampu melakukannya.
bantuan  Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian,
untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu
untuk melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
 Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.

5. Risiko infeksi b.d Setelah dilakuakan asuhan keperawatan NIC :


tindakan invasif, selama 3x24 jam diharapkan resiko infeksi Infection Control (Kontrol infeksi)
paparan lingkungan terkontrol dengan indicator:  Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
patogen NOC :  Pertahankan teknik isolasi
 Immune Status  Batasi pengunjung bila perlu
 Knowledge : Infection control  Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
 Risk control berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
Kriteria Hasil :  Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
 Klien bebas dari tanda dan gejala  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
infeksi kperawtan
 Mendeskripsikan proses penularan  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
penyakit, factor yang mempengaruhi
 Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
penularan serta penatalaksanaannya,
 Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai
 Menunjukkan kemampuan untuk
dengan petunjuk umum
mencegah timbulnya infeksi
 Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
 Jumlah leukosit dalam batas normal kandung kencing
 Menunjukkan perilaku hidup sehat  Tingktkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)


 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
 Monitor hitung granulosit, WBC
 Monitor kerentanan terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung terhadap penyakit menular
 Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kuliat pada area epidema
 Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif
DAFTAR PUSTAKA

Abdul bari saifuddin,Prof Dr, 2015 , Buku panduan praktis pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal, penerbit yayasan bina pustaka sarwono
prawirohardjo, Jakarta.
Abdul Bari Saifuddin,, 2016 , Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
Dan Neonatal, Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Jakarta
Arif Mansjoer. 2016. Asuhan Keperawatn Maternitas. Salemba Medika. Jakarta
Manuaba, I.B. 2013. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan
KB. Jakarta : EGC
Nurjannah Intansari. 2016. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta :
mocaMedia
Sarwono, Prawiroharjo,. 2015. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramedi

Manuaba, I.B.G., 2016. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga


Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : Arcan.
Doengoes, Marilynn E. 2014. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Mansjoer, Arif. Dkk. 2015. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarata :
EGC.
NANDA, 2017. Nursing Diagnoses : Definition and Clssification 2007 – 2008,
NANDA
Sarwono P. 2016. Ilmu Kebidanan edisi 3. Bina Pustaka : Jakarta.
Widiastuti. (2017). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Preeklampsia. Diakses pada tanggal 11 Februari 2012.
Winknjosastro, Hanifa. (2015). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai