Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN PADA

POST SECTIO CAESAREA PRE EKLAMSIA BERAT

A. PENDAHULUAN
Setiap wanita hamil mempunyai potensi resiko komplikasi persalinan
dengan dampak ketidaknyamanan, ketidakpuasan, bahkan kematian.
Preeklampsia merupakan suatu penyakit yang langsung disebabkan oleh
kehamilan yang hingga kini penyebabnya masih belum diketahui dengan
pasti, yang ditandai dengan hipertensi atau tekanan darah tinggi, edema dan
proteinuria yang masih merupakan sebab utama kematian ibu dan sebab
kematian perinatal yang tinggi, untuk mendeteksi preeklamsia sedini mungkin
dengan melalui pemeriksaan kehamilan secara teratur mulai trimester I
sampai trimester III dalam upaya mencegah preeklampsia menjadi lebih
berat. ( Wiknjosastro, 2008) Angka kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih
berada pada angka 226/100.000 kelahiran hidup, sedangkan menurut WHO
menunjukkan angka 450/100.000 kelahiran hidup. (Dinas Kesehatan,2009)

B. DEFINISI
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono, 2005)
Preeklamsia adalah kelainan multiorgan spesifik pada kehamilan yang
ditandai dengan adanya hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak
menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya,
adapun gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 20 minggu.
(Obgynacea, 2009)
Pre eklamsi adalah gangguan terkait kehamilan berupa tekanan darah tnggi
yang disertai proteinuria dan pembengkakan akibat penumpkan cairan
(edema) baik pada tungkai, tangan, bahkan seluruh tubuh. Kondisi ini juga
bahaya juga bagi janin terutama pada pre eklamsi berat.

C. ETIOLOGI

1
Menurut Mochtar (1998) faktor dari ibu dilakukannya sectio
caesarea adalah plasenta previa, panggul sempit, partus lama, distosia serviks,
pre eklamsi dan hipertensi. Sedangkan faktor dari janin adalah letak lintang
dan letak bokong.
Menurut Manuaba (2001) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea
adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini.
Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi
4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan
beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut :
1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)
2. KPD (Ketuban Pecah Dini)
3. Janin Besar (Makrosomia)
4. Kelainan Letak Janin
5. Bayi kembar
6. Faktor hambatan jalan lahir
7. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas.
Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan
penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu
kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu
mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi (Mochtar,
1998).
Pre-eklamsi ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,
edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini
umumnya terjadi pada trimester III kehamilan, tetapi dapat terjadi
sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa. Hipertensi biasanya timbul
lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosis pre-
eklamsi, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih diatas
tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmHg atau lebih.
Kenaikan tekanan diastolik sebenarnya lebih dapat dipercaya. Apabila
tekanan diastolik naik dengan 15 mmHg atau lebih, atau menjadi 100

2
mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat. Penentuan
tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada
kedaan istirahat (Wiknjosastro, 2002).
Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan
dalam jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat
badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Edema pretibial
yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak
seberapa berarti untuk penentuan diagnosis pre-eklamsi. Kenaikan berat
badan setengah kilo setiap minggu dalam kehamilan masih dapat
dianggap normal, tetapi bila kenaikan satu kilo seminggu beberapa
kali,hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya pre-
eklamsia. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang
melebihi 0,3 gram/liter dalam air 24 jam atau pemeriksaan kualitatif
menunjukkan satu atau dua + atau satu gram per liter atau lebih dalam air
kencing yang dikeluarkan dengan kateter yang diambil minimal 2 kali
dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria timbul lebih lambat dari
pada hipertensi dan kenaikan berat badan karena itu harus dianggap
sebagai tanda yang cukup serius (Wiknjosastro, 2002).
Pada penatalaksanaan pre-eklamsia untuk pencegahan awal
ialah pemeriksaan antenatal yag teratur dan bermutu serta teliti,
mengenali tanda-tanda sedini mungkin, lalu diberikan pengobatan yang
cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat. Tujuan utama
penanganan adalah untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsi,
hendaknya janin lahir hidup dan trauma pada janin seminimal mungkin
(Mochtar, 1998).
Menurut (Manuaba, 1998) gejala pre-eklamsi berat dapat
diketahui dengan pemeriksaan pada tekanan darah mencapai 160/110
mmHg, oliguria urin kurang 400 cc/24 jam, proteinuria lebih dari 3
gr/liter. Pada keluhan subjektif pasien mengeluh nyeri epigastrium,
gangguan penglihatan dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan di dapat kadar
enzim hati meningkat disertai ikterus, perdarahan pada retina dan
trombosit kurang dari 100.000/mm.

3
Pada ibu penderita pre-eklamsi berat, timbul konvulsi yang
dapat diikuti oleh koma. Mencegah timbulnya eklamsi jauh lebih penting
dari mengobatinya, karena sekali ibu mendapat serangan, maka prognosa
akan jauh lebih buruk. Penatalaksanaan eklamsi bertujuan untuk
menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan
secepatnya dengan melakukan sectio caesarea yang aman agar
mengurangi trauma pada janin seminimal mungkin (Mochtar, 1998).

D. TANDA DAN GEJALA


1) Tekanan darah 160/100 mmHg atau lebih
2) Proteinuria 5gr atau lebih per liter
3) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam
4) Adanya gangguan serebal, gangguan visus, dan rasa nyeri pada
epigastrium
5) Terdapat edema paru atau sianosis
6) Keluhan subjektif : nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, nyeri
kepala, odema paru, dan sianosis gangguan kesadaran.
7) Pemeriksaan : kadar enzim hati meningkat disertai

E. PATOFISIOLOGI
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-
eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan
kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan

4
aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah
defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah
ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan
dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan
terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di
sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah
proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan
luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan
masalah risiko infeksi.

F. KOMPLIKASI
a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan/ berat, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas Infeksi post operasi terjadi apabila
sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum
atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap
kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan
vaginal sebelumnya).
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
c. Luka kandung kemih
d. Embolisme paru - paru
e. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya
perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan
sesudah sectio caesarea klasik.

G. PATHWAY

5
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit
I. PENATALAKSANAAN MEDIS POST SC

6
1. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi
dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan.
Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 -
10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah
operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
telentang sedini mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian
berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
5. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik

7
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda
setiap institusi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
4) Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah
dan berdarah harus dibuka dan diganti
5) Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan.

J. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian data umum
1) Identitas klien dan penanggung
2) Keluhan utama klien saat ini
3) Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien
multipara
4) Riwayat penyakit keluarga
5) Keadaan klien meliputi:
6) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi.
Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-
kira 600-800 mL
7) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda
kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita.

8
Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan,
menarik diri, atau kecemasan.
8) Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
9) Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal
epidural.
10) Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,
distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus
mungkin ada.
11) Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
12) Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
13) Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea
sedang.

b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section
caesarea)
2) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka
kering bekas operasi
3) Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi
4) Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi
dan pembedahan
5) Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi

9
c. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Nyeri akut Setelah diberikan asuhan 1. Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri
berhubungan dengan keperawatan selama … x 24 meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
pelepasan mediator jam diharapkan nyeri klien intensitas nyeri dan faktor presipitasi.
nyeri (histamin, berkurang / terkontrol dengan 2. Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya
prostaglandin) akibat kriteria hasil : wajah meringis) terutama ketidakmampuan untuk
trauma jaringan  Klien melaporkan nyeri berkomunikasi secara efektif.
dalam pembedahan berkurang / terkontrol 3. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex:
(section caesarea)  Wajah tidak tampak beraktivitas, tidur, istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan
meringis hubungan sosial)
 Klien tampak rileks, dapat 4. Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi
berisitirahat, dan progresif, latihan napas dalam, imajinasi, sentuhan
beraktivitas sesuai terapeutik.)
kemampuan 5. Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat
mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan
(ruangan, suhu, cahaya, dan suara)
6. Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu.

10
2 Risiko tinggi terhadap Setelah diberikan asuhan 1. Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada
infeksi berhubungan keperawatan selama … x 24 sebelumnya. Catat waktu pecah ketuban.
dengan trauma jam diharapkan klien tidak 2. Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio
jaringan / luka bekas mengalami infeksi dengan laesa)
operasi (SC) kriteria hasil : 3. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
 Tidak terjadi tanda - 4. Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat / rembesan.
tanda infeksi (kalor, Lepaskan balutan sesuai indikasi
rubor, dolor, tumor, 5. Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum /
fungsio laesea) sesudah menyentuh luka
 Suhu dan nadi dalam 6. Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan
batas normal ( suhu = laboratorium jumlah WBC / sel darah putih
36,5 -37,50 C, frekuensi 7. Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan
nadi = 60 - 100x/ menit) kehilangan darah selama prosedur pembedahan
 WBC dalam batas 8. Anjurkan intake nutrisi yang cukup
normal (4,10-10,9 10^3 / 9. Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi
uL)
3 Ansietas Setelah diberikan asuhan 1. Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan
berhubungan dengan keperawatan selama … x 6 sistem pendukung
kurangnya informasi jam diharapkan ansietas klien 2. Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa

11
tentang prosedur berkurang dengan kriteria empati
pembedahan, hasil : 3. Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah)
penyembuhan, dan  Klien terlihat lebih berkaitan dengan ansietas yang dirasakan
perawatan post tenang dan tidak gelisah 4. Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping
operasi  Klien mengungkapkan 5. Berikan informasi yang benar mengenai prosedur
bahwa ansietasnya pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi
berkurang 6. Diskusikan pengalaman / harapan kelahiran anak pada masa
lalu
7. Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara verbal

12
d. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang
telah dibuat sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang di
temukan dalam kasus, dengan menuliskan waktu pelaksanaan dan respon
klien
e. Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian dari implementasi yang dilakukan.
Hal-hal yang dapat dievaluasi untuk mengetahui keberhasilan tindakan
keperawatan yang telah diberikan antara lain :
1. Nyeri pasien hilang atau dapat dikontrol, pasien tampak rileks, pasien
melaporkan skla nyeri berkurang
2. Tidak terjadi risiko infeksi
3. Pasien mampu melakukan perawatan diri

13
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi.


Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi
dan KB. Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana
Untuk Dokter Umum. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC
Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT
Gramedi
Prawirohardjo, S. 2000. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
T.Heather Herdman, P. R. (2017). NANDA-1 Diagnosis Keperawatan Definisi
dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Gloria M. Bulechek, H. K. B. J. M. D. d. C. M. W., 2013. Nurshing Interventions


Classification (NIC). 6th ed. United Kingdom: Arrangement with Elsevier Inc.

Sue Mooehead, M. J. M. L. M. d. E. S., 2013. Nursing Outcomes Classification


(NOC). 5th ed. United Kingdom: Arrangement with Elsevier Inc.

14

Anda mungkin juga menyukai