Anda di halaman 1dari 27

A.

TINJAUAN TENTANG ETIOLOGI PREEKLAMPSIA


A. PENGERTIAN
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan adanya

disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi

endotel dan koagulasi. Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi

spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada

usia kehamilan diatas 20 minggu.Preeklampsia, sebelumnya selalu didefinisika dengan

adanyahipertensi dan proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension

with proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi definisi klasik preeklampsia,

beberapa wanita lain menunjukkan adanya hipertensi disertai gangguan multisistem lain

yang menunjukkan adanya kondisi berat dari preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak

mengalami proteinuri. Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria

diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.

(Sarwono, 2009).

B. ETIOLOGI

Etiologi preeklampsia belum diketahui secara pasti. Preeklampsia diperkirakan terjadi akibat

interaksi berbagai faktor risiko dengan polimorfisme genetik, yang menyebabkan sintesis

beberapa protein yang memiliki fungsi berbeda dari fungsi aslinya.

Hal tersebut mengawali gangguan perfusi plasenta serta produksi mediator inflamasi yang

merusak endotel, sehingga terjadi abnormalitas plasentasi. Selanjutnya, terjadi

gangguan remodelling arteri spiralis, iskemia plasenta, hipoksia, stres oksidatif, dan

disfungsi fisiologis pada kehamilan.

Maladaptasi sistem imun, toksisitas lipoprotein densitas amat rendah (very low-density

lipoprotein), kelainan genetik, ketidakseimbangan faktor angiogenik, peningkatan apoptosis


atau nekrosis trofoblas, serta respons inflamasi maternal yang berlebihan terhadap trofoblas

juga diperkirakan merupakan etiologi preeklampsia. (anwar, 2011).

C. TANDA DAN GEJALA.

Tanda dan gejala preklamsia yaitu : (anwar, 2011).

- Munculnya tanda-tanda masalah sistem saraf pusat, seperti sakit kepala parah, penglihatan
kabur, dan perubahan status mental
- Munculnya tanda-tanda masalah hati, seperti sakit perut, mual, dan muntah
- Munculnya tanda-tanda masalah pernapasan, seperti edema paru dan warna kebiruan pada
kulit
- Setidaknya dalam dua kali tes fungsi hati didapat peningkatan kadar enzim
- Tekanan darah sangat tinggi, yaitu lebih dari 160/110 mmHg
- Jumlah trombosit rendah (trombositopenia)
- Terdapat lebih dari 5 gram protein dalam sampel urine 24 jam
- Urine yang keluar sangatlah rendah kira-kira kurang dari 500 ml dalam 24 jam
- Pembatasan pertumbuhan janin
- Stroke  (jarang terjadi)

Bahaya preeklampsia berat bagi ibu maupun janin


1. Komplikasi preeklampsia berat pada usia kehamilan sebelum 28 minggu
Ketika preeklampsia berat terjadi sebelum 28 minggu kehamilan, ibu berisiko mengalami
komplikasi berupa kejang, edema paru, gagal ginjal, dan stroke. Sementara, janin bisa
mengalami kematian, persalinan sebelum waktunya, dan keterbelakangan pertumbuhan.

D.PATOFISIOLOGI PREKLAMPSIA

Meskipun penyebab preeklampsia masih belum diketahui, bukti manifestasi klinisnya

mulai tampak sejak awal kehamilan, berupa perubahan patofisiologi tersamar yang

terakumulasi sepanjang kehamilan dan akhir nya menjadi nyata secara klinis. Preeklampsia

adalah gangguan multisistem dengan etiologi komplek yang khusus terjadi selama

kehamilan. . (Sarwono, 2009).

E.PELAKSANAAN

Prinsip penatalaksanaan preeklampsia adalah kontrol tekanan darah yang adekuat serta

pencegahan kejang atau eklampsia. Persalinan atau terminasi kehamilan adalah satu-satunya

penatalaksanaan definitif preeklampsia. Namun, tata laksana juga sangat ditentukan oleh
kondisi klinis ibu dan janin, khususnya usia kehamilan, progresivitas penyakit, serta

kesejahteraan janin. Dalam tata laksana, dokter hendaknya selalu mempertimbangkan

manfaat dan risiko baik pada ibu maupun janin.

Tata Laksana Konservatif

Tata laksana konservatif (expectant management) bertujuan untuk memperbaiki luaran

perinatal dengan mengurangi morbiditas neonatus serta memperpanjang usia gestasi tanpa

membahayakan ibu. Tata laksana konservatif dapat direkomendasikan untuk pasien

preeklampsia tanpa gejala berat dengan usia kehamilan <37 minggu atau pasien

preeklampsia dengan gejala berat dan usia kehamilan <34 minggu. . (Sarwono, 2009).

B. TINJAUAN TENTANG TINDAKAN SC


1. Pengertian
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
2. Etiologi
Menurut NANDA NIC-NOC (2015) sectio caesarea dilakukan atas indikasi :
a. Etiologi berasal dari Ibu
Ibu pada primigravida dengan kelainan letak, primipara tua disertai kelainan
letak, disproporsi cepalo pelvik (disproporsi janin/panggul), ada sejarah kehamilan
dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, plasenta previa terutama
pada primigravida, komplikasi kehamilan yaitu preeklampsia-eklampsia, atas
permintaan kehamilan yang disertai penyakit (Jantung, Diabetes Mellitus),
gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya).
b. Etiologi berasal dari janin
Etiologi yang berasal dari janin seperti Fetal distress/gawat janin, mal
presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolapses tali pusat dengan pembukan
kecil, kegangalan persalinan vakum atau ferseps ekstraksi.
3. Patofisiologi/Mekanisme Gangguan Kebutuhan Terkait
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya karena
ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu, keracunan kehamilan yang
parah, pre eklampsia dan eklampsia berat, kelainan letak bayi seperti sungsang dan
lintang, kemudian sebagian kasus mulut rahim tertutup plasenta yang lebih dikenal
dengan plasenta previa, bayi kembar, kehamilan pada ibu yang berusia lanjut,
persalinan yang berkepanjangan, plasenta keluar dini, ketuban pecah dan bayi belum
keluar dalam 24 jam, kontraksi lemah dan sebagainya. Kondisi tersebut menyebabkan
perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea.
4. Tanda dan Gejala
Ada beberapa hal tanda dan gejala post sectio caesarea, yaitu :
a. Pusing
b. Mual muntah
c. Panggul sempit
d. Pre-eklamsia dan Hipertensi
e. Nyeri di sekitar luka operasi
f. Adanya luka bekas operasi ( Prawirohardjo ,2007 )
g. Malpresentasi janin
1) Letak litang
2) Presentasi dahi dan muka (letak defleksi)
Letak dahi adalah letak kepala dengan defleksi yang sedang higga dahi
menjadi bagian yang terendah. Sedangkan letak muka adalah letak kepala
dengan defleksi maksimal.
3) Gemeli (Kehamilan kembar)
5. Komplikasi Penyakit
Menurut NANDA NIC-NOC (2015) sectio caesarea komplikasi pada pasien
sectio caesarea adalah :
a. Komplikasi pada ibu
Infeksi puerperalis, bisa bersifat ringan seperti kenaikan suhu selama beberapa
hari dalam masa nifas, atau bersifat berta seperti peritonitis, sepsis dan
sebagainya. Infeksi postoperatif terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada
gejala-gejala yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama
khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Perdarahan, bisa
timbul pada waktu pembedahan jika cabang cabang arteri uterina ikut terbuka atau
karena atonia uteri. Komplikasikomplikasi lain seperti luka kandung kencing dan
embolisme paru. suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kuatnya
perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa ruptur uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea.
b. Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kemih, dan embolisme paru.
c. Komplikasi baru
Komplikasi yang kemudian tampak ialah kurang kuatnya parut pada dinding
uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.
Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah Sectio Caesarea
Klasik.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Dapat dilakukan pemeriksaan, diantaranya (Smeltzer 2001 : 339) :
a. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang
itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
d. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
e. Uji laboratorium
1) Fungsi lumbal: menganalisis cairan serebrovaskuler.
2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan haematocrit.
3) Panel elektrolitSkrining toksik dari serum dan urin.
4) AGD
5) Kadar kalsium darah.
6) Kadar natrium darah.
7) Kadar magnesium darah.
7. INDIKASI
Operasi caesar dapat dilakukan apabila sang Ibu menginginkan persalinan dengan cara
operasi (elektif) ataupun sebagai tindakan darurat saat dokter merasa kehamilan sang Ibu
terlalu berisiko untuk dilahirkan secara normal. Dokter kemungkinan akan
mempertimbangkan operasi caesar pada beberapa kondisi seperti:
1. Janin tidak mendapatkan asupan oksigen dan nutrisi yang cukup, sehingga harus dilahirkan
secepatnya
2. .Ibu mengidap infeksi, seperti infeksi herpes genital atau HIV.
3. Proses persalinan tidak berjalan dengan baik atau ibu mengalami perdarahan vagina yang
berlebihan.
4. Ibu mengalami kehamilan dengan tekanan darah tinggi (preeklamsia).
5. Ibu memiliki posisi plasenta yang terlalu turun (plasenta previa).
6.Posisi janin dalam rahim tidak normal dan dokter tidak bisa membetulkan posisinya.
7. Terhalangnya jalan lahir, misalnya karena panggul sempit.
8. Tali pusar keluar melalui cervix lebih dulu daripada janin atau tali pusar tertekan oleh
rahim ketika kontraksi.
9. Menjalani operasi caesar pada persalinan sebelumnya.
10. Ibu mengandung lebih dari satu janin dalam waktu yang bersamaan (bayi kembar).
8. KONTRAINDIKASI
Keselamatan ibu terancam bila tindakan dilakukan (misalnya, ibu menderita gangguan
pulmonal berat)
Fetus diketahui memiliki abnormalitas kariotipik atau anomali kongenital yang dapat
menyebabkan kematian segera setelah lahir (misalnya, anesncephaly)

C. TINJAUAN TENTANG MASA NIFAS


A. PENGERTIAN
Postpartum atau masa postpartum adalah masa sesudahnya persalinan terhitung dari saat
selesai persalinan sampai pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan sebelum hamil dan
lamanya mas postpartum kurang lebih 6 minggu. (Kemenkes RI, 2019).
Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah persalinan selesai sampai 6 minggu
atau 42 hari. Selama masa nifas, organ reproduksi secara perlahan akan mengalami
perubahan seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan organ reproduksi ini disebut involus
(Maritalia, 2012).
Masa nifas atau post partum adalah masa setelah persalinan selesai sampai 6 minggu atau 42
hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara berlahan akan mengalami perubahan seperti
sebelum hamil. Selama masa nifas perlu mendapat perhatian lebih dikarenakan angka
kematian ibu 60% terjadi pada masa nifas. Dalam Angka Kematian Ibu (AKI) adalah
penyebab banyaknya wanita meninggal dari suatu penyebab kurangnya perhatian pada wanita
post partum (Maritalia, 2012).

B.KLASIFIKASI
Klasifikasi Post Partum

Menurut Anggraini (2010), tahap masa nifas di bagi menjadi 3 :

a. Purperium dini, Waktu 0-24 jam post partum. Purperium dini yaitu kepulihan
dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dianggap telah
bersih dan boleh melakukan hubungan suami istri apabila setelah 40 hari.

b. Purperium intermedial, Waktu 1-7 hari post partum. Purperium intermedial


yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6 minggu

c. Remote purperium ,Waktu 1-6 minggu post partum. Adalah waktu yang
diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutam bila selama hamil dan
waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk pulih sempurna bias
berminggu-minggu, bulanan bahkan tahunan. (Yetti Anggraini,2010).

C. PERUBAHAN FISIOLOGIS MASA NIFAS


Ibu dalam masa nifas mengalami perubahan fisiologis. Setelah keluarnya
plasenta, kadar sirkulasi hormon HCG (human chorionic gonadotropin), human
plasental lactogen, estrogen dan progesteron menurun. Human plasental lactogen
akan menghilang dari peredaran darah ibu dalam 2 hari dan HCG dalam 2 mingu
setelah melahirkan. Kadar estrogen dan progesteron hampir sama dengan kadar
yang ditemukan pada fase follikuler dari siklus menstruasi berturut-turut sekitar 3
dan 7 hari. Penarikan polipeptida dan hormon steroid ini mengubah fungsi seluruh
sistem sehingga efek kehamilan berbalik dan wanita dianggap sedang tidak hamil
(Walyani, 2017)
Walyani, Elisabeth Siwi. 2017. Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan. Yogyakarta :
Pustaka Barupess
Perubahan- perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu masa nifas menurut
Maritalia (2012) dan Walyani (2017) yaitu:
a. Uterus

Uterus merupakan organ reproduksi interna yang berongga dan


berotot, berbentuk seperti buah alpukat yang sedikit gepeng dan berukuran
sebesar telur ayam. Panjang uterus sekitar 7-8 cm, lebar sekitar 5-5,5 cm dan
tebal sekitar 2, 5 cm. Letak uterus secara fisiologis adalah anteversiofleksio.
Uterus terbagi dari 3 bagian yaitu fundus uteri, korpus uteri, dan serviks uteri.
Menurut Walyani (2017) uterus berangsur- angsur menjadi kecil (involusi)
sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil :
1) Bayi lahir fundus uteri setinggi pusat dengan berat uterus 1000 gr.

2) Akhir kala III persalinan tinggi fundus uteri teraba 2 jari bawah pusat
dengan berat uterus 750 gr.

3) Satu minggu postpartum tinggi fundus uteri teraba pertengahan pusat


dengan simpisis, berat uterus 500 gr.

4) Dua minggu postpartum tinggi fundus uteri tidak teraba diatas simpisis
dengan berat uterus 350 gr.

5) Enam minggu postpartum fundus uteri bertambah kecil dengan berat


uterus 50 gr.

Pemeriksaan uterus meliputi mencatat lokasi, ukuran dan konsistensi antara


lain:
1) Penentuan lokasi uterus

Dilakukan dengan mencatat apakah fundus berada diatas atau dibawah


umbilikus dan apakah fundus berada digaris tengah abdomen/ bergeser ke
salah satu sisi.
2) Penentuan ukuran uterus

Dilakukan melalui palpasi dan mengukur TFU pada puncak fundus dengan
jumlah lebar jari dari umbilikus atas atau bawah.
3) Penentuan konsistensi uterus

Ada 2 ciri konsistensi uterus yaitu uterus kerasa teraba sekeras batu dan
uterus lunak.
b. Serviks
Serviks merupakan bagian dasar dari uterus yang bentuknya
menyempit sehingga disebut juga sebagai leher rahim. Serviks
menghubungkan uterus dengan saluran vagina dan sebagai jalan keluarnya
janin dan uterus menuju saluran vagina pada saat persalinan. Segera setelah
persalinan, bentuk serviks akan menganga seperti corong. Hal ini disebabkan
oleh korpus uteri yang berkontraksi sedangkan serviks tidak berkontraksi.
Warna serviks berubah menjadi merah kehitaman karena mengandung banyak
pembuluh darah dengan konsistensi lunak.
Segera setelah janin dilahirkan, serviks masih dapat dilewati oleh tangan
pemeriksa. Setelah 2 jam persalinan serviks hanya dapat dilewati oleh 2-3 jari
dan setelah 1 minggu persalinan hanya dapat dilewati oleh 1 jari, setelah 6
minggu persalinan serviks menutup.
c. Vagina

Vagina merupakan saluran yang menghubungkan rongga uterus


dengan tubuh bagian luar. Dinding depan dan belakang vagina berdekatan satu
sama lain dengan ukuran panjang ± 6, 5 cm dan ± 9 cm.
Selama proses persalinan vagina mengalami penekanan serta pereganganan
yang sangat besar, terutama pada saat melahirkan bayi. Beberapa hari pertama
sesudah proses tersebut, vagina tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3
minggu vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina
secara berangsur- angsur akan muncul kembali.
Sesuai dengan fungsinya sebagai bagian lunak dan jalan lahir dan merupakan
saluran yang menghubungkan cavum uteri dengan tubuh bagian luar, vagina
juga berfungsi sebagai saluran tempat dikeluarkannya sekret yang berasal dari
cavum uteri selama masa nifas yang disebut lochea.
Karakteristik lochea dalam masa nifas adalah sebagai berikut:
1) Lochea rubra/ kruenta

Timbul pada hari 1- 2 postpartum, terdiri dari darah segar barcampur sisa-
sisa selaput ketuban, sel- sel desidua, sisa- sisa verniks kaseosa, lanugo
dan mekoneum.
2) Lochea sanguinolenta
Timbul pada hari ke 3 sampai dengan hari ke 7 postpartum, karakteristik
lochea sanguinolenta berupa darah bercampur lendir.
3) Lochea serosa

Merupakan cairan berwarna agak kuning, timbul setelah 1 minggu


postpartum.
4) Lochea alba

Timbul setelah 2 minggu postpartum dan hanya merupakan cairan putih


(Walyani, 2017)
Normalnya lochea agak berbau amis, kecuali bila terjadi infeksi pada jalan
lahir, baunya akan berubah menjadi berbau busuk.
d. Vulva

Sama halnya dengan vagina, vulva juga mengalami penekanan serta


peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi. Beberapa hari
pertama sesudah proses melahirkan vulva tetap berada dalam keadaan kendur.
Setelah 3 minggu vulva akan kembali kepada keadaan tidak hamil dan labia
menjadi lebih menonjol.
e. Payudara (mamae)

Setelah pelahiran plasenta, konsentrasi estrogen dan progesteron


menurun, prolactin dilepaskan dan sintesis ASI dimulai. Suplai darah ke
payudara meningkat dan menyebabkan pembengkakan vascular sementara.
Air susu sata diproduksi disimpan di alveoli dan harus dikeluarkan dengan
efektif dengan cara dihisap oleh bayi untuk pengadaan dan keberlangsungan
laktasi.
ASI yang akan pertama muncul pada awal nifas ASI adalah ASI yang
berwarna kekuningan yang biasa dikenal dengan sebutan kolostrum.
Kolostrum telah terbentuk didalam tubuh ibu pada usia kehamilan ± 12
minggu.
Perubahan payudara dapat meliputi:
1) Penurunan kadar progesteron secara tepat dengan peningkatan hormon
prolactin setelah persalinan.

2) Kolostrum sudah ada saat persalinan produksi ASI terjadi pada hari ke 2
atau hari ke 3 setelah persalinan
3) Payudara menjadi besar dan keras sebagai tanda mulainya proses laktasi
(Walyani, 2017)

f. Tanda- tanda vital

Perubahan tanda- tanda vital menurut Maritalia (2012) dan Walyani (2017)
antara lain:
1) Suhu tubuh

Setelah proses persalinan suhu tubuh dapat meningkat 0,5⁰ celcius dari
keadaan normal namun tidak lebih dari 38⁰ celcius. Setelah 12 jam
persalinan suhu tubuh akan kembali seperti keadaan semula.
2) Nadi

Setelah proses persalinan selesai frekuensi denyut nadi dapat sedikit lebih
lambat. Pada masa nifas biasanya denyut nadi akan kembali normal.
3) Tekanan darah

Setelah partus, tekanan darah dapat sedikit lebih rendah dibandingkan pada
saat hamil karena terjadinya perdarahan pada proses persalinan.
4) Pernafasan

Pada saat partus frekuensi pernapasan akan meningkat karena kebutuhan


oksigen yang tinggi untuk tenaga ibu meneran/ mengejan dan
memepertahankan agar persediaan oksigen ke janin tetap terpenuhi.
Setelah partus frekuensi pernafasan akan kembali normal.
g. Sistem peredaran darah (Kardiovaskuler)

Denyut jantung, volume dan curah jantung meningkat segera setelah


melahirkan karena terhentinya aliran darah ke plasenta yang mengakibatkan
beban jantung meningkat yang dapat diatasi dengan haemokonsentrasi sampai
volume darah kembali normal, dan pembulu darah kembali ke ukuran semula.
h. Sistem perkemihan

Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama. Kemungkinan


terdapat spasine sfingter dan edema leher buli- buli sesudah bagian ini
mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan.
i. Sistem integumen
Perubahan kulit selama kehamilan berupa hiperpigmentasi pada wajah,
leher, mamae, dinding perut dan beberapa lipatan sendri karena pengaruh
hormon akan menghilang selama masa nifas.
j. Sistem musculoskeletal

Ambulasi pada umumnya dimulai 4- 8 jam postpartum. Ambulasi dini sangat


membantu untuk mencegah komplikasi dan mempercepat proses involusi.

D.PERUBAHAN PSIKOLOGIS MASA NIFAS

1. Perubahan Peran

Terjadinya perubahan peran, yaitu menjadi orang tua setelah kelahiran anak. Sebenarnya
suami dan istri sudah mengalami perubahan peran mereka sejak masa kehamilan. Perubahan
peran ini semakin meningkat setelah kelahiran anak.

Contoh, bentuk perawatan dan asuhan sudah mulai diberikan oleh si ibu kepada bayinya saat
masih berada dalam kandungan adalah dengan cara memelihara kesehatannya selama masih
hamil, memperhatikan makanan dengan gizi yang baik, cukup istirahat, berolah raga, dan
sebagainya.

Selanjutnya, dalam periode postpartum atau masa nifas muncul tugas dan tanggung jawab
baru, disertai dengan perubahan-perubahan perilaku. Perubahan tingkah laku ini akan terus
berkembang dan selalu mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan waktu
cenderung mengikuti suatu arah yang bisa diramalkan.

Pada awalnya, orang tua belajar mengenal bayinya dan sebaliknya bayi belajar mengenal
orang tuanya lewat suara, bau badan dan sebagainya. Orang tua juga belajar mengenal
kebutuhan-kebutuhan bayinya akan kasih sayang, perhatian, makanan, sosialisasi dan
perlindungan.

Periode berikutnya adalah proses menyatunya bayi dengan keluarga sebagai satu
kesatuan/unit keluarga. Masa konsolidasi ini menyangkut peran negosiasi (suami-istri, ayah-
ibu, orang tua-anak, anak dan anak).

2. Peran menjadi Orangtua setelah Melahirkan

Selama periode postpartum, tugas dan tanggung jawab baru muncul dan kebiasaan lama perlu
diubah atau ditambah dengan yang baru. Ibu dan ayah, orang tua harus mengenali hubungan
mereka dengan bayinya. Bayi perlu perlindungan, perawatan dan sosialisasi. Periode ini
ditandai oleh masa pembelajaran yang intensif dan tuntutan untuk mengasuh. Lama periode
ini bervariasi, tetapi biasanya berlangsung selama kira-kira empat minggu.
Periode berikutnya mencerminkan satu waktu untuk bersama-sama membangun kesatuan
keluarga. Periode waktu meliputi peran negosiasi (suami-istri, ibu-ayah, saudara-saudara)
orang tua mendemonstrasikan kompetensi yang semakin tinggi dalam menjalankan aktivitas
merawat bayi dan menjadi lebih sensitif terhadap makna perilaku bayi. Periode berlangsung
kira-kira selama 2 bulan.

3. Tugas dan Tanggung Jawab Orangtua

Tugas pertama orang tua adalah mencoba menerima keadaan bila anak yang dilahirkan tidak
sesuai dengan yang diharapkan. Karena dampak dari kekecewaan ini dapat mempengaruhi
proses pengasuhan anak.

Walaupun kebutuhan fisik terpenuhi, tetapi kekecewaan tersebut akan menyebabkan orang
tua kurang melibatkan diri secara penuh dan utuh. Bila perasaan kecewa tersebut tidak segera
diatasi, akan membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menerima kehadiran anak yang
tidak sesuai dengan harapan tersebut.

Orang tua perlu memiliki keterampilan dalam merawat bayi mereka, yang meliputi kegiatan-
kegiatan pengasuhan, mengamati tanda-tanda komunikasi yang diberikan bayi untuk
memenuhi kebutuhannya serta bereaksi secara cepat dan tepat terhadap tanda-tanda tersebut.

Berikut ini adalah tugas dan tanggung jawab orang tua terhadap bayinya, antara lain:

 Orang tua harus menerima keadaan anak yang sebenarnya dan tidak terus terbawa
dengan khayalan dan impian yang dimilikinya tentang figur anak idealnya. Hal ini
berarti orang tua harus menerima penampilan fisik, jenis kelamin, temperamen dan
status fisik anaknya.
 Orang tua harus yakin bahwa bayinya yang baru lahir adalah seorang pdibadi yang
terpisah dari diri mereka, artinya seseorang yang memiliki banyak kebutuhan dan
memerlukan perawatan.
 Orang tua harus bisa menguasai cara merawat bayinya. Hal ini termasuk aktivitas
merawat bayi, memperhatikan gerakan komunikasi yang dilakukan bayi dalam
mengatakan apa yang diperlukan dan member respon yang cepat
 Orang tua harus menetapkan criteria evaluasi yang baik dan dapat dipakai untuk
menilai kesuksesan atau kegagalan hal-hal yang dilakukan pada bayi.
 Orang tua harus menetapkan suatu tempat bagi bayi baru lahir di dalam keluarga.
Baik bayi ini merupakan yang pertama atau yang terakhir, semua anggota keluarga
harus menyesuaikan peran mereka dalam menerima kedatangan bayi.

Dalam menunaikan tugas dan tanggung jawabnya, harga diri orang tua akan tumbuh bersama
dengan meningkatnya kemampuan merawat/mengasuh bayi. Oleh sebab itu bidan perlu
memberikan bimbingan kepada si ibu, bagaimana cara merawat bayinya, untuk membantu
mengangkat harga dirinya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi ke masa menjadi orang tua pada
masa post partum adalah :

 Respon dan dukungan dari keluarga dan teman


 Hubungan dari pengalaman melahirkan terhadap harapan dan aspirasi
 Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lalu
 Pengaruh budaya

E. PATHWAYS

F. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PNC SC


1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan
meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin,
prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan , agama, alamat,
status perkawinan, ruang rawat, MR , diagnosa medis, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, tanggal operasi, serta penanggung jawab.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien mengeluh nyeri atau tidak nyaman dari berbagai
sumber misalnya trauma bedah/ insisi, nyeri distensi kantung kemih meliputi
keluhan atau berhubungan dengan gangguan atau penyakit dirasakan saat ini
dan keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi (anwar, 2011).
2) Riwayat kesehaatan dahulu
Didapatkan data klien pernah riwayat sc sebelumnya, panggul ibu
sempit, serta letak bayi sungsang. Meliputi penyakit yang lain dapat
mempengaruhi penyakit sekarang, apakah pasien pernah mengalami penyakit
yang sama Menurut farrer ( 2006 ).
3) Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga ada yang mengalami riwayat SC dengan indikasi letak
sungsang, panggul sempit,gemili dan sudah riwayat SC sebelumnya
(Mellyana.2007 hal:64)
4) Riwayat menstruasi
Kaji menarche, siklus haid, lama haid, ganti duk, masalah dalam
menstruasi,HPHT dan tafsiran persalinan.
5) Riwayat kehamilan dan persalinan sekarang
Pada saat dikaji klien melahirkan pada kehamilan ke berapa, lama
masa kehamilan, dan kelainan selama hamil, kaji tanggal persalinan, jenis
persalinan, penyulit persalinan, keadaan anak, apgar score dan lain-
lain,Ambarwati(2008).
6) Riwayat nifas
a) Kaji tinggi fundus uteri klien
b) Lochea
- Lochea rubra terdiri dari sebagian besar darah dalam jumlah banyak
bercampur dengan jaringan sisa plasenta, dan robekan tropoblastik
sehingga akan terlihat bewarna merah seperti layaknya darah
menstruasi yang disertai juga gumpalan-gumpalan jaringan sisa.
biasanya akan berlangsung hingga 3 hari.
- Lochea sanguelenta pada tahap berikutnya jumlah secret atau cairan
tersebut akan sedikit berkurang,bewarna merah kehitaman dan
berlendir biasanya tahapan ini akan berlangsung sekitar 1-2 minggu.
- Lochea serosa terdiri dari darah yang sudah tua ( coklat ), banyak
serum.Jaringan sampai kuning cair biasanya tahapan ini berlangsung
pada 2 minggu hingga satu bulan setelah melahirkan.
- Lochea alba terus ada hingga kira-kira 2-6 minggu setelah persalinan.
Kekuningan berisi selaput lendir leucocye dan kuman yang telah
mati.Jumlah lochea digambarkan seperti sangat sedikit, moderat dan
berat.
c. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum dan kesadaran klien, TTV ( TD, P, N, S ) , dan pemeriksaan
head to toe :
1) Kepala
a) Rambut : Rambut klien tampak bersih atau kotor,rambur rontok atau
tidak,warna bervariasi .
b) Mata : Mata simetris kiri dan kanan,penglihatan baik atau tidak,sclera
ikhterik/tidak.
c) Telinga : Simetris kiri dan kanan,telinga tampak bersih/tidak.
d) Hidung: Simetris kiri dan kanan,bersih/tidak,tidak ada kelainan.
e) Mulut dan gigi: Mulut terlihat bersih/kotor,tidak terdapat
sariawan,lembab/kering.
2) Leher
Saat di palpasi apakah ada teraba pembengkakan kelenjar tiroid, warna
kulit sekitar sama/tidak.
3) Thorak
a) Payudara
Simetris kiri dan kanan, warna sekitar areola hitam kecoklatan ,
colostrum ada, tidak ada kelainan pada payudara, puting susu menonjol,
payudara terasa padat, dan air susu klien hanya sedikit keluar.
b) Paru-paru
I : Simetris kiri dan kanan, pergerakan dinding dada normal,ada/tidak
terlihat adanyapembengkakan
P : Ada/Tidak nyeri tekan, premitus taktil sama/tidak,ada/ tidak teraba
massa
P : Redup/sonor
A : Suara nafas Vesikuler/ronkhi/wheezing
c) Jantung
I : Ictus cordis terlihat/tidak
P : Ictus cordis teraba/tidak
P : Redup/timpani
A : Bunyi jantung lup dup
d) Abdomen
I : Abdomen mungkin masih menonjol/membesar,terdapat luka operasi
tertutup perban.
P : Nyeri pada luka operasi,TFU turun 1-2 jari tiap 24 jam,abdominalis
kembali normal 6-8 minggu post partum 7-12 cm,konsistensi uterus keras
atau lunak/lembek.
P : Redup
A : Bising usus normal/tidak, biasanya pada ibu setelah melakukan post
SC bising usus tidak normal.
e) Genetalia
Jumlah dan jenis lochea biasanya terdapat pengeluaran lokhea rubra
(berwaritna merah) yang menetap selama 3 hari. ,berapa kali ganti duk
dalam sehari,biasanya pasien terpasang katetersatu hari setelah post sc.
f) Ekstremitas
Atas : Pada pasien post sc dapat terjadi kelemahan sebagai dampak
anastesi yang mendefresikan system saraf pada musculoskeletal sehingga
menurunkan tonus otot. (Mitayani ,2011).
Bawah : Edema atau tidak,varises ada atau tidak,dan tanda-tanda
thromboplebitis yang diakibatkan kurangnya mobilitas fisik. tanda-tanda
thromboplebitis adalah kemerahan,rasa hangat,nyeri,perasaan berat pada
ekstremitas.
4) Pengkajian data dasar
a) Sirkulasi Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-
800 ml.
b) Integritas Dapat menunjukan labilitas emosional dan kegembiraan dan
sampai ketakutan, marah, atau menarik diri, mungkin mengekspresikan
ketidakmampuan untuk menanggapi situasi baru.
c) Eliminasi
Pada ibu SC terutama pada kandung kemih dapat terjadi karena letak
blass berdempetan dengan uterus, sehingga pengosongan kandung kemih
mutlak dilakukan dan biasanya dipasang folly kateter selama pembedahan
sampai 2 hari post operasi. Dengan demikian kmungkinan dapat terjadi
gangguan pola eliminasi BAK, sehingga klien perlu dilakukan bldder
training. Kaji warna urine yang keluar, jumlahnya dan baunya.
d) Makanan dan cairan
Pada ibu post sc biasanya diperbolehkan untuk mengkomsumsi
makanan lunak. Dan setelah benar-benar pulih dari efek
analgesia,anasthesia,dan keletihan kebanyakan ibu merasa sangat lapar.
e) Neurosensori
Kerusakan gerak di daerah tingkat anastesi spinsi apidural.
f) Nyeri / kenyamanan
Pada ibu post SC kebanyakan mengeluh nyeri pada area insisi
pembedahan.(Bobak L.2004)
g) Pernafasan
Bunyi paru jelas dan vesikuler.
h) Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda tau kering dan utuh. Jalur
parenteral bila digunakan, bengkak dan nyeri tekan.
i) Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus, perhatikan aliran
lochea
j) Data fisiologis
- Keadaan uterus ibu apakah sudah kembali seperti keadaan semula.
- Infolusio uterus kembali normal.
- Pengeluaran lochea
 Lochea rubra 1 sampai 3 hari,berwarna merah dan hitam.
 Lochea sanginolenta 3 sampai 7 hari ,berwarna putih dan
bercampur merah.
 Lochea serosa 7 sampai 14 hari,berwarna kekuningan.
 Lochea alba Setelah hari ke 14,berwarna putih
k) Data psikologis
Pasien biasanya dalam keadaan labil, cemas akan keadaan
seksualitasnya dan harga diri pasien terganggu. (Mitayani,2011) Bounding
(Ikatan emosional seseorang dengan orang lain) : dinilai dengan
menggunakan score (3-12).
- Taking in
 Berorientasi pada diri sendiri
 Takut ketergantungan yang meningkat
- Taking Hold
Apakah ada rasa tertarik pada bayi.
- Letting Go
Apakah bisa melakukan perawatan mandiri Post partum blues a
 After pain
 Pengetahuan ibu tentang kebutuhan seksual.
 Pengetahuan ibu tentang tanda-tanda komplikasi (perdarahan
setelah melahirkan).
l) Data spiritual
Apakah klien menjalani kegiatan keagamaan yang sesuai dengan
kepercayaan.
m) Pemeriksaan penunjang
Data laboratorium : pemeriksaan Hb, leukosit USG : menentukan usia
kehamilan,indek cairan amnion
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d. agen pencedera fisik (post operasi sectio caeserea/SC).
b. Menyusui tidak efektif b.d. ketidakadekuatan suplai ASI.
c. Resiko konstipasi d.d. penurunan motilitas gastrointestinal.

3. Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1 Nyeri akut b.d. agen Setelah dilakukan tindakan a. Identifikasi lokasi,
pencedera fisik keperawatan selama 3 x 24 karakteritik, durasi,
(post operasi sectio jam, maka diharapan tingat frekuensi, kualitas
caeserea/SC). nyeri menurun dengan dan intensitas nyeri.
kriteria hasil : b. Identifikasi faktor
a. Kemampuan yang memperkuat dan
menuntaskan aktivitas memperingan nyeri.
meningkat. c. Identifikasi pengaruh
b. Keluhan nyeri nyeri pada kualitas
menurun. hidup.
c. Meringis menurun. d. Berikan teknik
d. Sikap protektif nonfarmakologis
menurun. untuk mengurangi
e. Kesulitas tidur rasa nyeri.
menurun. e. Fasilitasi istirahat dan
f. Gelisah menurun. tidur.
f. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri.
g. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu.
2 Menyusui tidak Setelah dilakukan tindakan a. Monitor kemampuan
efektif b.d. keperawatan selama 3 x 24 ibu untuk menyusui.
ketidakadekuatan jam, maka diharapkan b. Monitor kemampuan
suplai ASI. status menyusui membaik bayi menyusu.
dengan kriteria hasil : c. Dukung ibu
a. Perlekatan bayi pada meningkatkan
payudata ibu kepercayaan diri
meningkat. untuk menyusui.
b. Kemampuan ibu d. Berikan ibu
memposisikan bayi kesemoatan untuk
dengan benar rawat gabung
meningkat. (rooming in).
c. Berat badan bayi e. Fasilitasi ibu
meningkat. menemukan posisi
d. Suplai ASI adekuat. yang nyaman.
e. Tetesan/pancaran ASI f. Anjurkan memberi
meningkat. kesempatan bayi
sampai lebih dari 1
jam atau sampai bayi
menunjukkan tanda-
tanda siap menyusu.
g. Diskusikan masalah
selama menyusui.
3 Resiko konstipasi Setelah dilakukan tindakan a. Identifikasi faktor
d.d. penurunan keperawatan selama 3 x 24 risiko konstipasi.
motilitas jam, maka diharapkan b. Monitor tanda dan
gastrointestinal. eliminasi fekal membaik gejalan konstipasi.
dengan kriteria hasil : c. Identifikasi
a. Kontrol pengeluaran penggunaan obat-
feses meningkat. obatan yang
b. Keluhan defekasi lama menyebabkan
dan sulit menurun. konstipasi.
c. Distensi abdomen d. Lakukan masase
menurun. abdomen.
d. Frekuensi defekasi e. Anjurkan minum air
membaik. putih sesuai dengan
e. Peristaltik usus kebutuhan (1500-
membaik. 2000 ml/hari).
f. Anjurkan
meningkatkan
aktivitas fisik sesuai
kebutuhan.

4. Tindakan dan Rasional Tindakan


Diagnosa
No Tindakan Keperawatan Rasional
Keperawatan
1 Nyeri akut b.d. a. Identifikasi lokasi, a. Membantu menemukan
agen pencedera karakteritik, durasi, penyebab nyeri dan
fisik (post operasi frekuensi, kualitas dan pemilihan intervensi
sectio intensitas nyeri. yang tepat.
caeserea/SC). b. Identifikasi faktor b. Semaksimal mungkin
yang memperkuat dan dapat mengurangi hal
memperingan nyeri. yang memperberat nyeri.
c. Identifikasi pengaruh c. Mengetahui perubahan
nyeri pada kualitas aktivitas yang terjadi.
hidup. d. Teknik nonfarmakologis
d. Berikan teknik sederhana, dapat
nonfarmakologis dilakukan nantinya
untuk mengurangi secara mandiri oleh
rasa nyeri. klien.
e. Fasilitasi istirahat dan e. Tidur yang cukup dapat
tidur. mempercepat proses
f. Jelaskan penyebab, pemulihan sel yang
periode dan pemicu rusak.
nyeri. f. Agar klien mengetahui
g. Kolaborasi pemberian nyeri yang ia rasakan.
analgetik, jika perlu. g. Mengurangi rasa nyeri
melalui obat-obatan.
2 Menyusui tidak a. Monitor kemampuan a. Menilai kesiapan ibu
efektif b.d. ibu untuk menyusui. untuk menyusui.
ketidakadekuatan b. Monitor kemampuan b. Menilai kemampuan
suplai ASI. bayi menyusu. bayi menyusu.
c. Dukung ibu c. Berikan afirmasi positif
meningkatkan untuk meningkatkan
kepercayaan diri kepercayaan diri ibu.
untuk menyusui. d. Meningkatkan koping
d. Berikan ibu antara ibu dan bayi serta
kesemoatan untuk mempermudah proses
rawat gabung menyusui.
(rooming in). e. Posisi yang nyaman
e. Fasilitasi ibu diharapkan
menemukan posisi mempermudah
yang nyaman. keluarnya ASI.
f. Anjurkan memberi f. Waktu yang panjang
kesempatan bayi diharapkan bayi
sampai lebih dari 1 menyusu dengan baik.
jam atau sampai bayi g. Memberi ruang untuk
menunjukkan tanda- ibu menemukan solusi
tanda siap menyusu. mengenai masalah
g. Diskusikan masalah selama menyusui.
selama menyusui
3 Resiko konstipasi a. Identifikasi faktor a. Mengetahui penyebab
d.d. penurunan risiko konstipasi. kemungkinan
motilitas b. Monitor tanda dan konstippasi.
gastrointestinal. gejalan konstipasi. b. Mengetahui terjadinya
c. Identifikasi konstipasi.
penggunaan obat- c. Memonitor adanya efek
obatan yang samping pengobatan
menyebabkan yang dapat
konstipasi. menyebabkan kontipasi.
d. Lakukan masase d. Merangsang rasa ingin
abdomen. BAB.
e. Anjurkan minum air e. Memperlancar proses
putih sesuai dengan pencernaan.
kebutuhan (1500-2000 f. Membantu mempercepat
ml/hari). proses ingin BAB.
f. Anjurkan
meningkatkan
aktivitas fisik sesuai
kebutuhan.
1. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. (PPNI,2018)
Ada 3 tahap implementasi :
a. Fase orentasi

Fase orientasi terapeutik dimulai dari perkenalan klien pertama kalinya


bertemu dengan perawat untuk melakukan validasi data diri.
b. Fase kerja
Fase kerja merupakan inti dari fase komunikasi terapeutik, dimana perawat
mampu memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan, maka dari itu
perawat diharapakan mempunyai pengetahuan yang lebih mendalam tentang
klien dan masalah kesehatanya.
c. Fase terminasi
Pada fase terminasi adalah fase yang terakhir, dimana perawat meninggalkan
pesan yang dapat diterima oleh klien dengan tujuan, ketika dievaluasi nantinya
klien sudah mampu mengikuti saran perawat yang diberikan, maka dikatakan
berhasil dengan baik komunikasi terapeutik perawat-klienapabila ada umpan
balik dari seorang klien yang telah diberikan tindakan atau asuhan
keperawatan yang sudah direncanakan.
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
menilai hasil akhir dari semua tindakan keperawatan yang telah diberikan dengan
menggunakan SOAP (subyektif, obyektif, analisa, dan perencanaan). (PPNI.2018)

1. ASUHAN KEPERAWATAN PNC


2. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. (PPNI,2018)
Ada 3 tahap implementasi :
d. Fase orentasi

Fase orientasi terapeutik dimulai dari perkenalan klien pertama kalinya


bertemu dengan perawat untuk melakukan validasi data diri.
e. Fase kerja
Fase kerja merupakan inti dari fase komunikasi terapeutik, dimana perawat
mampu memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan, maka dari itu
perawat diharapakan mempunyai pengetahuan yang lebih mendalam tentang
klien dan masalah kesehatanya.
f. Fase terminasi
Pada fase terminasi adalah fase yang terakhir, dimana perawat meninggalkan
pesan yang dapat diterima oleh klien dengan tujuan, ketika dievaluasi nantinya
klien sudah mampu mengikuti saran perawat yang diberikan, maka dikatakan
berhasil dengan baik komunikasi terapeutik perawat-klienapabila ada umpan
balik dari seorang klien yang telah diberikan tindakan atau asuhan
keperawatan yang sudah direncanakan.
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk menilai hasil akhir dari semua tindakan keperawatan yang telah
diberikan dengan menggunakan SOAP (subyektif, obyektif, analisa, dan
perencanaan). (PPNI.2018)
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Yetti. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta : Pustaka Rihama : 2010. h. 4,7,32,
34, 35, 43, 45, 46, 111, 134-152.
PPNI DPP SDKI Pokja Tim. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta:DPP PPNI.
PPNI DPP SIKI Pokja Tim. 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta:DPP PPNI.
PPNI DPP SLKI Pokja Tim. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta:DPP
PPNI
Kemenkes RI. 2019. Upaya Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir di
Indonesia.
Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF. 2019. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
KB: EGC
Maritalia, D. 2012. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Editor Sujono Riyadi. Yogyakarta:
PustakaBelajar.
Margaretha. L.2017. Konsep Dasar Post Partum. Diakses dari repository.ump.ac.id, diakses
tanggal 04 Januari 2022
Masriroh, Siti. (2013). Keperawatan obstetri. Jakarta : EGC.
Padila. (2014). Buku ajar keperawatan maternitas.Yogyakarta ; Nuha Medika
Saifuddin AB. 2010. Panduan Pratisk Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:EGC
Sutanto, A.V. 2018. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta: Pustaka Bar
Walyani Elisabeth Siwi. Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan. 2nd ed. Yogyakarta: PT.
PustakaBaru; 2017.
Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4 Cetakan ke-2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
$Sarwono Prawirohardjo, 2016; 523 - 529.
A. DAFTAR PUSTAKA
a. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta,
DPP PPNI.
b. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta, DPP
PPNI.
c. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta,
DPP PPNI.
d. F. Riska. 2018. Karya Tulis Ilmiah Laporan Studi Kasus : Asuhan Keperawatan pada Ny.
M dengan Post Operatif Sectio Sectio Caesarea dengan Indikasi Cephalo Pelvic
Disproportion di Ruang Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Achmad Mochtar
Bukittinggi Tahun 2018. http://repo.stikesperintis.ac.id/140/1/18%20RISKA%20FITRIA
%20SC.pdf. Diakses pada tanggan 15 November 2021.
e. R. Popy F. 2019. Karya Tulis Ilmiah Asuhan Kperawatan pada Ibu Post Operasi Sectio
Caesarea di Ruang Mawar RSUD A.W Sjahranie Samarinda. http://repository.poltekkes-
kaltim.ac.id/298/1/Untitled.pdf. Diakses pada 15 November 2021.

Anda mungkin juga menyukai